Anda di halaman 1dari 18

Cardiopulmonary Resuscitation

(CPR)
Pembimbing :
Dr. Asep, Sp.An KIC
Disusun Oleh :
Chyndita Arti Pranesya
Cipta Pedra Sandi
Irfan Kurniawan
KEPANITERAAN ILMU ANESTESI
RUMAH SAKIT TK.1 R.S SUKANTO POLRI JAKARTA
PERIODE DESEMBER 2014 JANUARI 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

Latar Belakang
Henti jantung menjadi penyebab utama kematian

di beberapa negara. Terjadi baik di luar rumah


sakit maupun di dalam rumah sakit. Diperkirakan
sekitar 350.000 orang meninggal per tahunnya
akibat henti jantung di Amerika dan Kanada.
Perkiraan ini tidak termasuk mereka yang
diperkirakan meninggal akibat henti jantung dan
tidak sempat diresusitasi. Walaupun usaha untuk
melakukan resusitasi tidak selalu berhasil, lebih
banyak nyawa yang hilang akibat tidak
dilakukannya resusitasi.

Definisi
Resusitasi

jantung paru adalah serangkaian


usaha penyelamatan hidup pada henti jantung.
Walaupun pendekatan yang dilakukan dapat
berbeda-beda, tergantung penyelamat, korban
dan keadaan sekitar, tantangan mendasar tetap
ada, yaitu bagaimana melakukan RJP yang lebih
dini, lebih cepat dan lebih efektif. (AHA 2010).
Resusitasi Jantung Paru yang biasa kita kenal
dengan nama RJP atau Cardiopulmonary
Resuscitation
adalah
usaha
untuk
mengembalikan fungsi pernafasan dan atau
sirkulasi akibat terhentinya fungsi dan atau
denyut jantung.

Indikasi
Henti nafas

Henti

napas primer (respiratory arrest)


disebabkan oleh banyak hal, misalnya:

dapat

serangan stroke
keracunan obat
tenggelam
inhalasi asap/uap/gas
obstruksi jalan napas oleh benda asing
tesengat

listrik, tersambar petir, serangan infark


jantung, radang epiglotis, tercekik (suffocation), trauma
dan lain-lainnya.

Henti Jantung
Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh

fibrilasi ventrikel atau takikardi tanpa denyut


(80-90%), kemudian disusul oleh ventrikel
asistol (+10%) dan terakhir oleh disosiasi
elektro-mekanik (+5%).
Henti jantung ditandai oleh:
denyut nadi besar tak teraba (karotis femoralis,

radialis)
disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali,
pernapasan berhenti atau satu-satu (gasping,
apnu),
dilatasi pupil tak bereaksi terhadap rangsang
cahaya dan pasien tidak sadar.

chain of survival
Prinsip utama dalam resusitasi: memperkuat rantai

harapan hidup (chain of survival).


Keberhasilan resusitasi membutuhkan integrasi koordinasi

jalur chain of survival. Jalur ini meliputi:


1.
2.
3.
4.
5.

Segera memahami dan mengetahui serangan jantung dan


aktivasi system respon emergensi
Segera melakukan RJP dengan penekanan pada kompresi
jantung
Defibrilasi cepat
Bantuan hidup lanjutan yang efektif
Post-cardiac arrest care yang terintegrasi

* Sistem gawat darurat yang secara efektif menerapkan jalur


ini dapat meningkatkan harapan hidup pasien dengan henti
jantung VF (ventricle fibrillation) hingga 50%.

CHAIN OF SURVIVAL

1
5

Kerangka Kerja RJP


(Interaksi antara penyelamat dan korban)
Penyelamat
Setiap orang dapat menjadi penyelamat bagi

korban henti jantung. Kemampuan RJP dan


penerapannya tergantung dari hasil pelatihan,
pengalaman dan kepercayaan diri si penyelamat.
Kompresi dada adalah dasar RJP. Setiap
penyelamat, yang terlatih maupun tidak
terlatih, harus melakukan kompresi dada pada
semua korban henti jantung sedini mungkin.
Karena pentingnya, kompresi dada harus menjadi
tindakan RJP yang pertama kali dilakukan
terhadap semua korban henti jantung.

Terdapat 3 pola strategi RJP yang dapat diterapkan


pada penolong sesuai dengan keadaannya:

Korban

Sebagian besar henti jantung dialami orang


dewasa secara tiba-tiba setelah suatu sebab
primer; karenanya sirkulasi yang dihasilkan dari
kompresi dada menjadi yang terpenting.

Prosedur RJP
FASE I

Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) yaitu


prosedur pertolongan darurat mengatasi
obstruksi jalan nafas, henti nafas dan henti
jantung, dan bagaimana melakukan RJP secara
benar.
Terdiri dari :
C (circulation) : mengadakan sirkulasi buatan
dengan kompresi jantung paru.
A (airway) : menjaga jalan nafas tetap terbuka.
B (breathing) : ventilasi paru dan oksigenisasi yang
adekuat.

FASE II

Tunjangan hidup lanjutan (Advance Life Support);


yaitu tunjangan hidup dasar ditambah dengan :
D (drugs) : pemberian obat-obatan termasuk cairan.
E (EKG) : diagnosis elektrokardiografis secepat

mungkin, untuk mengetahui apakah ada fibrilasi


ventrikel, asistole atau agonal ventricular
complexes.
F (fibrillation treatment) : tindakan untuk mengatasi
fibrilasi ventrikel.

FASE III :

Tunjangan
Support).

hidup

terus-menerus

(Prolonged

Life

G (Gauge) : Pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring

penderita secara terus menerus, dinilai, dicari penyebabnya


dan kemudian mengobatinya.
H (Head) : tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak
dan sistim saraf dari kerusakan lebih lanjut akibat terjadinya
henti jantung, sehingga dapat dicegah terjadinya kelainan
neurologic yang permanen.
H (Hipotermi) : Segera dilakukan bila tidak ada perbaikan
fungsi susunan saraf pusat yaitu pada suhu antara 30
32C.
H (Humanization) : Harus diingat bahwa korban yang
ditolong adalah manusia yang mempunyai perasaan, karena
itu
semua
tindakan
hendaknya
berdasarkan
perikemanusiaan.
I (Intensive care) : perawatan intensif di ICU, yaitu :
tunjangan ventilasi : trakheostomi, pernafasan dikontrol

PEMBAHARUAN PADA BLS GUIDELINES 2010


Terdapat beberapa pembaharuan pada BLS 2010,
berbanding dengan 2005. Beberapa perubahan yang telah
dilakukan adalah seperti berikut:(1,2,5,6)
2. Mengenali sudden cardiac arrest (SCA) dari menganalisa
respon dan pernafasan. (ie korban tidak bernafas)
3. Look,listen and feel tidak digunakan dalam algortima BLS
4. Hands-only chest compression CPR digalakkan pada
sesiapa yang tidak terlatih
5. Urutan ABC diubah ke urutan CAB, chest compression
sebelum breathing.
6. Health care providers memberi chest compression yang
efektif sehingga terdapat sirkulasi spontan.
7. Lebih terfokus kepada kualiti CPR.
8. Kurangkan penekanan untuk memeriksa nadi untuk health
care providers.
9. Algoritma BLS yang lebih mudah diperkenalkan.
10. Rekomendasi untuk mempunyai pasukan yang serentak
mengandali chest compression, airway management,rescue
1.

Bantuan Hidup Dasar Sederhana


Pengenalan dan

aktivasi respons
gawat darurat.
Kompresi dada.
Jalan nafas (airway)
dan ventilasi.
Defibrilasi.

Bantuan Hidup Lanjutan


Gelombang kapnografi kuantitatif direkomendasikan untuk

konfirmasi dan monitoring pemasangan endotracheal tube


dan kualitas CPR.
Algoritma tradisional henti jantung disederhanakan dan
design konseptual diciptakan untuk menekankan
pentingnya kualitas CPR.
Ada peningkatan nilai pada monitoring fisiologis untuk
mengoptimalkan kualitas CPR dan mendeteksi ROSC.
Atropin tidak direkomendasikan lagi untuk penggunaan
rutin dalam manajemen PEA/Asistol.
Infus obat cronotropic direkomendasikan sebagai
alternative untuk langkah simptomatik dan unstable
bradycardia.
Adenosine rekomendasi aman dan efektif untuk kedua
pengobatan dan diagnosis pada manajemen dan penilaian
neurologic dan status fisiologik pasien. Sering masuk

Post-Cardiac Arrest Care


Untuk meningkatkan kesempatan hidup korban

serangan jantung yang masuk ke rumah sakit


setelah ROSC, terkomprehensif, structural,
terintregasi multidisiplin system Post-Cardiac
Arrest Care. Pengobatan termasuk jantung paru
dan bantuan neurologi.
Pengobatan
hipotermia dan Percutaneous
Coronary Interventions (PCIs) harus tersedia jika
sudah masuk indikasi. Karena kejang sering
terjadi
setelah
serangan
jantung,
elektroenchepalografi untuk diagnosis kejang
harus dilakukan dengan interpretasi dan
frekuensi monitoring atau kontinyu pada pasien

Terimaksih
Wassalamualaikum

Anda mungkin juga menyukai