Anda di halaman 1dari 39

Assalamualaikum Warohmatullohi

Wabarokatuh

REFERAT
CEDERA KEPALA

Oleh :
Amrullah Adji

Pembimbing : dr. H. Lili, KD,


SpB

Stase Bedah Rumah Sakit Umum Daerah


Cianjur

Pendahuluan
Di Indonesia kejadian cidera kepala setiap
tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus.
Dari jumlah diatas,10% penderita meninggal
sebelum tiba di rumah sakit.
Dari pasien yang sampai di rumah sakit, 80%
dikelompokan sebagai cedera kepala ringan, 10
% termasuk cedera sedangdan 10% sedang, dan
10 % termasuk cedera kepala berat.

Cedera kepala

Cedera kepala adalah gangguan pada otak


yang bersifat non degeneratif dan non
kongenital yang disebabkan oleh kekuatan
mekanik eksternal, yang menyebabkan
terjadinya kerusakan kognitif, fisikal, dan fungsi
psikososial yang permanen atau sementara,
dengan disertai berkurangnya atau perubahan
tingkat kesadaran.

Tabula eksterna

Anatomi
Kulit kepala terdiri 5 lapisan :

S : skin atau kulit

C : connective tissue

A : aponeurosis atau

galea aponeurotika

L : loose conective tissue

P : pericranium.

Tabula interna

Tulang Tengkorak
terdiri dari kubah
(kalvaria) dan basis
kranii
terdiri dari beberapa
tulang yaitu :
frontal, parietal,
temporal dan oksipital.

Rongga tengkorak dasar


dibagi atas 3 fosa
yaitu :

fosa anterior tempat lobus


frontalis,
fosa media tempat lobus
temporalis dan
fosa posterior ruang bagi bagian
bawah batang otak dan

Otak

Otak merupakan suatu struktur gelatin yang


mana berat pada orang dewasa sekitar 14 kg.

Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu;


Proensefalon

(otak depan) terdiri dari serebrum


dan diensefalon,
Mesensefalon (otak tengah) dan
Rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari
pons, medula oblongata dan serebellum.

Pembagian lobus

Lobus frontal : fungsi emosi, fungsi motorik dan


pusat ekspresi bicara.
Lobus parietal : fungsi sensorik dan orientasi
ruang.
Lobus temporal : fungsi memori tertentu.
Lobus oksipital : proses penglihatan.
Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem
aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran
dan kewapadaan.
Pada medula oblongata terdapat pusat
kardiorespiratorik.
Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi
koordinasi dan keseimbangan.

Lapisan meningen
Meningen
1. Duramater
2. Selaput Arakhnoid
3. Pia mater

Cairan Serebrospinal

Dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan


produksi 20 ml/jam.
CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui
foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus
sylvius menuju ventrikel IV.
Perdarahan otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua
arteri vertebralis
Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan
inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi.

Fisiologi
1.
2.
3.
4.

Tekanan IntraKranial (TIK)


Doktrin Monro-Kellie
Tekanan Perfusi Otak (TPO)
Aliran Darah ke Otak (ADO)

Tekanan Intra kranial (TIK)

Tekanan intrakranial yang tinggi dapat menimbulkan


gangguan fungsi otak
TIK normal pada saat istirahat kira-kira 10 mmHg
(136mmH2O).
TIK lebih tinggi dari 20 mmHg dianggap tidak normal
TIK lebih dari 40mmHg termasuk ke dalam kenaikan TIK
berat.
Semakin tinggi TIK setelah cedera kepala semakin
buruk prognosisnya.

Doktrin Monro-Kellie
Konsep utama doktrin Monro-Kellie adalah bahwa volume
intrakranial selalu konstan, karena rongga kranium pada
dasarnya merupakan rongga yang tidak mungkin
terekspansi

TPO = MAP TIK


TPO kurang dari 70mmHg umumnya berkaitan
dengan prognosis yang buruk pada penderita
cedera kepala.
Aliran darah ke otak normal kira-kira 50 ml/100 gr
jaringan otak/menit.
Bila ADO menurun sampai 20-25ml/100 gr/menit,
aktivitas EEG akan hilang dan pada ADO 5 ml/100
gr/menit, sel-sel otak mengalami kematian dan
terjadi kerusakan menetap.
MAP 50-160 mmHg. Bila MAP < 50mmHg ADO
menurun curam, dan bila MAP >160mmHg terjadi
dilatasi pasif pembuluh darah otak dan ADO
meningkat.

Etiologi Cedera Kepala

Kecelakaan lalu lintas (sering)


Jatuh dari tempat tinggi,
korban kekerasan,
Trauma akibat olahraga,
dan trauma penetrasi.

Patofisiologi

Primer

Sekunder

akibat oleh adanya benturan


pada tulang tengkorak dan
daerah sekitarnya disebut
lesi coup.
Pada daerah yang
berlawanan dengan tempat
benturan akan terjadi lesi
yang disebut contrecoup.
Proses patologis yang
timbul sebagai tahap
lanjutan dari kerusakan otak
primer,
berupa perdarahan, edema
otak, kerusakan neuron
berkelanjutan, iskemia,
peningkatan tekanan

Klasifikasi

Morfologi

Beratnya
cedera

Cedera kepala primer


Kerusakan kulit kepala
Fraktur Tulang kepala
Fraktur linier pada kubah kranium
Fraktur Basis Cranii
Fraktur depressed
Cedera Kepala Sekunder

GCS 14-15 cedera kepala ringan


GCS 9-13 cedera kepala sedang
GCS 3-8 cedera kepala berat.

Cedera kepala Tumpul

Mekanisme Cedera Kepala Tembus

Fraktur tengkorak
dapat terjadi pada
kalvaria atau basis.
ditentukan apakah
terbuka atau tertutup,
linear atau stelata,
depressed atau non
depressed
Fraktur tengkorak basal
sulit tampak pada foto
sinar-x polos dan
biasanya perlu CT scan

Lesi Intrakranial
Hematoma epidural
Hematoma subdural
kontusi (atau hematoma intraserebral)

CT scan normal namun


menunjukkan perubahan
sensorium atau bahkan koma
dalam.

Epidural
Epidural
hematom (EDH) adalah
Hematoma
perdarahan yang terbentuk di ruang
potensial antara tabula interna dan
duramater. Paling sering terletak diregio
temporal atau temporalparietal dan sering
akibat robeknya pembuluh meningeal
media.

Gejala dan tanda EDH :


Hilangnya kesadaran posttraumatik / posttraumatic loss of consciousness(
LOC) secara singkat.
Terjadi lucid interval untuk beberapa jam.
Keadaan mental yang kaku (obtundation), hemiparesis kontralateral,
dilatasi pupil ipsilateral.

Gejala yang tampak

Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran


menurun secara progresif.
penurunan kesadaran, bisa sampai koma,
Bingung,
Penglihatan kabur,
Susah bicara,
Nyeri kepala yang hebat,
Keluar cairan darah dari hidung atau telinga,
Nampak luka yang didalam atau goresan pada kulit
kepala,
Mual, Pusing, Berkeringat, Pucat, Pupil anisokor,
yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar

Subdural Hematoma
Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan
yang terjadi di antara duramater dan arakhnoid.
SDH lebih sering terjadi dibandingkan
EDH,ditemukan sekitar 30% penderita dengan
cedera kepala berat. akibat robeknya vena
bridging antara korteks serebral dan sinus
draining.

Gejala klinik
gejala gangguan progresif neurologik 24 - 48 jam setelah
cedera.
Defisit neurologik dalam waktu > 48 jam tetapi kurang dari 2
minggu setelah cedera

Sinus
draining

Perbedaan antara kontusi dan


hematoma
intraserebral traumatika tidak jelas
batasannya. Bagaimanapun,
terdapat zona peralihan, dan kontusi
dapat secara lambat laun menjadi
hematoma intraserebral dalam
beberapa hari.
Gejala dan tanda :

1.Sakit kepala mendadak yang


eksplosif
2. Fotofobia
3.Mual dan muntah
4.Hilang kesadaran
5.Kejang-kejang
6.Gangguan respiratori
7.Shok

Glasgow Coma Scale

Nilai

Respon membuka mata (E)

Beratnya Cedera :
GCS 14-15 cedera kepala
ringan
GCS 9-13 cedera kepala
sedang
GCS 3-8 cedera kepala berat.

Buka mata spontan

Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara

Buka mata bila dirangsang nyeri

Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun

Respon verbal (V)


Komunikasi verbal baik, jawaban tepat

Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang

Kata-kata tidak teratur

Suara tidak jelas

Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun

Respon motorik (M)


Mengikuti perintah

Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui

tempat rangsangan

Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan

Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi

abnormal
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi
abnormal
Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi

PRIMARY SURVEY

Airway, dengan kontrol cervical

Bila dapat berbicara /terlihat dpt berbicara jalan nafas bebas.


Bila terdengar mengeluarkan suara seperti tersedak /berkumur
ada obstruksi parsial.
Bila penderita terlihat tidak dapat bernafas obstruksi total.
Jika mengalami penurunan kesadaran / GCS < 8 keadaan
memerlukan pemasangan selang udara.

Selama pemeriksaan jalan nafas, tidak boleh dilakukan ekstensi,


fleksi atau rotasi pada leher.

Keadaan curiga adanya fraktur servikal / penderita datang dengan


multiple trauma harus dipasangkan alat immobilisasi pada leher,
sampai kemungkinan adanya fraktur servikal dapat disingkirkan

Breathing, dgn ventilasi yg adekuat

Pada inspeksi, baju harus dibuka untuk melihat


ekspansi pernafasan dan jumlah pernafasan per
menit, apakah bentuk dan gerak dada sama kiri
dan kanan.
Perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya
udara atau darah dalam rongga pleura.
Auskultasi dilakukan untuk memastikan
masuknva udara ke dalam paru-paru

Circulation, dengan kontrol perdarahan


a. Volume darah
Jika volume turun, maka perfusi ke otak dapat
berkurang mengakibatkan penurunan kesadaran.
Penderita trauma kulitnya kemerahan terutama pada
wajah & ekstremitas, jarang dalam keadaan
hipovolemik. Wajah pucat keabu-abuan & ekstremitas
dingin merupakan tanda hipovolemik.
Nadi
-Periksa kekuatan, kecepatan, dan irama
-Nadi yang tidak cepat, kuat, dan teratur :
normovolemia
-Nadi yang cepat, kecil : hipovolemik
b. Perdarahan
Perdarahan eksternal penekanan pada luka

Disability
Menilai tingkat kesadaran dengan AVPU
A : sadar (Alert)
V : respon terhadap suara (Verbal)
P : respon terhadap nyeri (Pain)
U : tidak berespon (Unresponsive)
Menilai tingkat keparahan cedera kepala melalui
GCS
Cedera kepala ringan (kelompok risiko
rendah)
Cedera kepala sedang, (kelompok risiko
sedang)
Cedara kepala berat (kelompok risiko berat)

Exposure
Penderita trauma yang datang harus dibuka
pakaiannya dan dilakukan evaluasi terhadap
jejas dan luka.

Secondary Survey
Pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe,
examination), termasuk reevaluasi tanda vital.
Cari adanya tanda-tanda:

Racoon eyes sign (echimosis periorbital)


Battles Sign (echimosis retroaorikuler)
Rhinorrhea , Otorhea (tanda kebocoran LCS)

Segera setelah status kardiovaskular penderita stabil,


dilakukan pemeriksaan naeurologis lengkap.
Tingkat kesadaran dengan GCS

Pupil : dinilai isokor atau anisokor, diameter pupil, reaksi


cahaya.
Motorik : dicari apakah ada parese atau tidak

Interpretasi pemeriksaan pupil pd


cedera kepala

Penanganan
Memantau sedini mungkin & mencegah
cedera otak sekunder
Memperbaiki keadaan umum seoptimal
mungkin sehingga dapat membantu
penyembuhan sel-sel otak yang sakit.

Terlambat penanganan awal/resusitasi


Pengangkutan/transport yang tidak adekuat
Dikirim ke RS yang tidak adekuat
Terlambat dilakukan tindakan bedah
Disertai cedera multipel yang lain.

Penanganan di Tempat Kejadian

1. kelancaran jalan napas ( airway), kontrol cervical


Melindungi vertebra servikalis (cervical spine control),tidak boleh
melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher.
chin lift atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas yg
keluar melalui hidung.
Bila ada sumbatan membersihkan dengan jari /suction .
Utk menjaga patensi jalan napas pemasangan pipa orofaring
2. breathing.
Apabila tersedia, O2 diberikan dalam jumlah yg memadai. Cedera
kepala berat/jika penguasaan jalan napas belum dapat memberikan 02
yang adekuat, bila memungkinkan intubasi endotrakheal

3. Circulation
Mencari ada tidaknya perdarahan eksternal, menilai warna serta
temperatur kulit, & mengukur tekanan darah. Denyut nadi perifer
yang teratur, penuh, dan lambat
Cedera kepala, tekanan darah sistolik sebaiknya dipertahankan di
atas 100 mmHg untuk mempertahankan perfusi ke otak yang
adekuat
Bila denyut a. radialis dpt teraba tekanan sistolik > 90 mmHg.
Bila denyut a.femoralis yg teraba sistolik >70 mmHg.
Bila denyut nadi hanya teraba pd a. Karotis sistolik 50 mmHg
Perdarahan eksterna, hentikan dengan penekanan pada luka

Penanganan
Cedera Kepala Ringan (GCS 14-15)

Penanganan
Cedera Kepala Sedang (GCS 9-13)

Penanganan
Cedera Kepala Berat (GCS 3-8)

Assalamualaikum Warohmatullahi
Wabarokatuh

Anda mungkin juga menyukai