Anda di halaman 1dari 32

Tutorial Klinik

EDEMA PARU
Pembimbing :
dr. Bambang Pamungkas, Sp.JP
Disusun oleh :
Tuti Alawiyah

ETIOLOGI :

INHALASI BAHAN TOKSIK


UREMIA
ADULT RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
HIPOALBUMINEMI
INFUS YANG BERLEBIHAN
PENURUNAN TEKANAN NEGATIF
INTERSTITIEL PARU DENGAN CEPAT
(MISALNYA PENGELUARAN CAIRAN PLEURA
DENGAN CEPAT).

Klasifikasi berdasarkan mekanisme


pencetus :
1. Ketidakseimbangan Starling Force
2. Gangguan permeabilitas membran
alveoli (ARDS = Adult Respiratory
Distress Syndrome)
3. Insuffisiensi sistm limfe
4. Tidak diketahui atau belum jelas
mekanismenya

Ketidakseimbangan tekanan hidrostatik


dan onkotik Starling Force
a.Peningkatan tekanan vena pulmonalis
b.Penurunan tekanan onkotik plasma
c.Peningkatan negativitas dari tekanan
interstitial

2. Gangguan permeabilitas membran


kapiler alveoli: (ARDS =Adult
Respiratory Distress Syndrome).
Kedaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan
pembatas antara kapiler dan alveolar.
Pneumonia (bakteri, virus, parasit)
Terisap toksin (NO, asap)
Bisa ular, endotoksin dalam sirkulasi
Aspirasi asam lambung
Pneumonitis akut akibat radiasi
Zat vasoaktif endogen (histamin, kinin)
Dissemiated Intravascular Coagulation
Immunologi: pneumonitis hipersensitif
Shock-lungpada trauma non thoraks
Pankreatitis hemoragik akut

3. Insuffisiensi sistem
limfe
Pasca transplantasi
paru
Karsinomatosis,
limfangitis
Limfangitis fibrotik
(silikosis)

4. Tidak diketahui atau


belum jelas mekanismenya

High altitude pulmonary


edema
Edema paru neurogenik
Overdosis obat narkotik
Emboli paru
Eklamsia
Pasca anastesi
Post cardiopulmonary
bypass

PATOGENESIS

Epitelium alveolus tersusun


oleh 2 tipe sel pneumosit :
tipe I (90%) yang berbentuk
pipih dan tipe II (10%) yang
berbentuk kubus
Sel tipe II berfungsi :
penghasil surfaktan dan
transport ion, jika terjadi
cedera akan berpoliferasi
dan berdiferensiasi menjadi
tipe I
Kerusakan sel tipe II
menyebabkan gangguan
transport cairan (edema)
dan berkurangnya produksi
surfaktan.

Pada cedera paru


karena kerusakan
membran kapiler
alveolus

Permeabilitas kapiler
meningkat

Cairan dan netrofil


masuk ke alveolus

Gangguan pertukaran
gas

Makrofag di alveolus
mensekresi cytokinase :
interleukin dan TNF

Memicu kemotaksis dan


aktivasi neutrofil

akan melepaskan protease

Reaksi inflamasi,
menghancurkan struktur
protein seperti kolagen,
elastin, fibrinogen,
proteolisis protein plasma

Cedera paru

Peningkatan
permeabilitas vaskuler

Edema
Neutrofil masuk

Inaktivasi survaktan
pelepasan sitokin dan
memicu inflamasi

Pengelupasan epitel

Pembentukan membran
hialin

EDEMA PARU
KARDIOGENIK

Edemaparukardiogenikatauedemavolume
overloadterjadi karena peningkatan tekanan
hidrostatik dalam kapiler paru yang menyebabkan
peningkatan filtrasi cairan transvaskular.
Edema paru akut kardiogenik ini merupakan
bagian dari spektrum klinisAcute Heart Failure
Syndrome (AHFS). AHFS didefinisikan sebagai
munculnya gejala dan tanda secara akut yang
merupakan sekunder dari fungsi jantung yang
tidak normal (Maria, 2010).

Etiologi :
Infark miokard akut
Hipertensi
Penyakit Katup Jantung
Kardiomiopati

patofisilogi edema paru kardiogenik


Karena ventrikel kiri tidak dapat memompakan stroke
volume yang normal

tekanan diastolik dalam ventrikel kiri meningkat

tekanan dalam atrium kiri meningkat dan vena-vena


pulmonalis meningkat pula.

Transudasi cairan dengan kandungan protein yang rendah


ke paru
Tanpa perubahan permeabilitas atau integritas dari
membran alveoli- kapiler

Penurunan kemampuan difusi, hiposemia dan sesak napas


(Harun dan Sally, 2009).

Stadium I
Adanya distensi dan pembuluh darah
kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru
dan sedikit meningkatkan kapasitas
difusi gas CO.
Gejala : sesak napas saat aktivitas
Pemeriksaan : ditemukan ronkhi saat
inspirasi karena terbukanya saluran
napas yang tertutup pada saat
inspirasi

Stadium II
Terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah
paru dan hilus menjadi kabur, dan septa interlobularis
menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan
di jaringan kendor intersisial, akan lebih memperkecil
saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh
karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi
refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea.
Meskipun hal ini merupakan tanda gangguanfungsi
ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu
memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan
intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri
hanya terdapat sedikit perubahan
(Harun dan Sally, 2009)

Stadium III
Pada stadium ini terjadi edema alveolar.
Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi
hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak
sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan.
Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun
dengan nyata. Terjadi right-to-left
intrapulmonary shunt. Penderita biasanya
menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang
berat dapat terjadi hiperkapnia dan
acuterespiratory acidemia. Pada keadaan ini
morphin hams digunakan dengan hati-hati
(Harun dan Sally, 2009).

Gambaran klinik

Sesak napas
Takipneu, orthopneu.
Keringat dingin.
Batuk dengan sputum berwarna
kemerahan (pink frothy sputum)
Gelisah
Mudah lelah,
hipoksemia

PEMERIKSAAN FISIK :

Tekanan darah meningkat


Frekuensi napas meningkat
Dilatasi ale nasi
Retraksi inspirasi pada sela interkostal dan
fossa supraklavikula
wheezing
Rhonki basah kasar
S3 gallop
Bunyi jantung II pulmonal mengeras

Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG bisa normal atau
seringkali didapatkan tanda-tanda iskemia
atau infark miokard akut dengan edema
paru. Pasien dengan krisis hipertensi
gambaran ekg biasanya menunjukkan
gambaran hipertrofi ventrikel kiri. Pasien
dengan edema paru kardiogenik tetapi
yang non iskemik biasanya menunjukkan
gambaran gelombang T negatif yang lebar
dengan QT memanjang yang khas, dimana
akan membaik dalam 24 jam setelah klinis
stabil dan menghilang dalam 1 minggu

Laboratorium
Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2
mula-mula rendah dan kemudian
hiperkapnia.
Enzim kardiospesifik meningkat jika
penyebabnya infark miokard.
Darah rutin, ureum, kreatinin, ,
elektrolit, urinalisis, foto thoraks,
EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin
T), angiografi koroner.

Gambaran Radiologi yang ditemukan :


1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi
vaskular di hilus)
2. Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3
lateral)
3. Kranialisasi vaskuler
4. Hilus suram (batas tidak jelas)
5. Interstitial fibrosis (gambaran seperti
granuloma-granuloma kecil atau nodul
milier)

Gambaran
underlying
disease
(kardiomegali,
efusi pleura,
diafragma
kanan letak
tinggi)

Infiltrat di
daerah basal
(edema basal
paru)
Edema
butterfly
atau Bats
Wing(edema
sentral)

Penatalaksanaan
Timbulnya edema paru dapat sedemikian
cepatnya dan mengancam hidup
penderita, sehingga diperlukan tindakan
cepat, tepat dan sedini mungkin.
Tujuan pokok :
A. Kurangi akumulasi cairan
B. Pertukaran gas harus diperbaiki
C. Setiap faktor pencetus harus dikenal
dan di berantas.

1. Posisi duduk.
2. Oksigen (40 50%) sampai 8 liter/menit bila
perlu dengan masker. Jika memburuk (pasien
makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2
tidak bisa dipertahankan 60 mmHg dengan
O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2,
hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi
cairan edema secara adekuat), maka dilakukan
intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
3. Infus emergensi. Monitor tekanan darah,
monitor EKG, oksimetri bila ada.

4. Nitrogliserin sublingual atau intravena.


Nitrogliserin peroral 0,4 0,6 mg tiap 5 10
menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg
bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai
dosis 3 5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil
memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid
IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak
memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan
sampai didapatkan perbaikan klinis atau
sampai tekanan darah sistolik 85 90 mmHg
pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan
darah normal atau selama dapat
dipertahankan perfusi yang adekuat ke organorgan vital.

5. Morfin sulfat 3 5 mg iv, dapat diulang tiap 25


menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari).
6. Diuretik Furosemid 40 80 mg IV bolus dapat
diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau
dilanjutkan drip continue sampai dicapai
produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
7. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda
hipoperfusi) : Dopamin 2 5 ug/kgBB/menit
atau Dobutamin 2 10 ug/kgBB/menit untuk
menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat
ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya

8. Trombolitik atau revaskularisasi pada


pasien infark miokard.
9. Intubasi dan ventilator pada pasien
dengan hipoksia berat, asidosis/tidak
berhasil dengan oksigen.
10. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
11. Operasi pada komplikasi akut infark
miokard, seperti regurgitasi, VSD dan
ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.

Anda mungkin juga menyukai