Anda di halaman 1dari 33

REFLEKSI KASUS

NEUROFIBROMATOSIS
Nur Anisah Syafitri Setiawan - 20090310151

Pengertian

Neurofibromatosis adalah penyakit genetik


yang menyebabkan tumor tumbuh di sistem
syaraf. Tumor berawal dari sel sel
pendukung yang membentuk syaraf dan
serabut mielin yaitu membran tipis yang
menyelubungi
dan
melindungi
syaraf.
Gangguan ini menyebabkan tumor tumbuh
pada syaraf dan menyebabkan terjadinya
abnormalitas seperti perubahan kulit dan
kelainan bentuk tulang.
Terdapat 2 klasifikasi dari neurofibromatosis
yaitu
neurofibromatosis
type
1
(NF1),
neurofibromatosis
type
2
(NF2),
dan
schwannomatosis yang diketahui sebagai

Neurofibromatosis Type 1 (NF1)

Neurofibromatosis type 1 (NF1) adalah penyakit genetik


multisistem yang ditandai dengan kelainan pada kulit,
syaraf, dan tulang. Pada NF1 terdapat lesi kulit yang khas
yaitu terdapat cafe au lait spots (bintik bintik berwarna
cokelat muda pada kulit) dan freckles pada ketiak dengan
displasia skeletal, serta terdapat pertumbuhan tumor ganas
dan jinak pada sistem syaraf tetapi biasanya tumor jinak.
NF1 berbeda dengan NF pusat atau NF2 dimana pasien
menunjukkan temuan lesi kulit yang lebih sedikit dibanding
NF2 tetapi memiliki insiden untuk terjadi meningioma dan
neuroma akustik yang tinggi. NF1 memiliki insidensi lebih
rendah dibanding tumor SSP dan NF2, tetapi komplikasi
NF1 mencakup hilangnya penglihaan sekunder karena
glioma saraf optik , tumor medulla spinalis, skoliosis, lesi
vaskular, dan kelainan tulang panjang.

Patofisiologi

Manifestasi dari NF1 merupakan hasil dari mutasi atau


deletion dari gen NF1. Gen ini memproduksi neurofibromin
yang berfungsi sebagai tumor supresor. Kurangnya
produksi dari protein ini menyebabkan timbulnya gejala
gejala penyakit. Hanya 1 gen yang kurang atau bermutasi
sudah dapat menyebabkan penyakit ini.
NF1 gen diketahui berlokasi pada rantai panjang pada
kromosom 17 . Pada individu yang terkena ditemukan
lebih dari 250 mutasi mengarah kepada pemotongan
protein.
Mutasi pada gen lainnya (SPRED1) telah teridentifikasi
pada pasien dengan sindrom seperti NF atau Legius
sindrom. Tetapi pada pasien ini tidak terdapat
pertumbuhan neurofibroma atau nodul Lisch yang
biasanya ditemukan pada orang dewasa dengan NF1.

Diagnosis
Kriteria diagnosis dari NF1 minimal terdapat 2 dari 7 kriteria
dari NF1. Beberapa kriteria biasanya tidak muncul sampai di
akhir masa anak anak atau remaja. Kriteria diagnosis NF1 :
1. Terdapat 6 cafe au lait spots atau makula
hiperpigementasi diameter 5 mm pada anak-anak
prepubertas dan 15 mm pada postpubertal.
2. Terdapat > 2 freckles pada aksila atau inguinal
3. Terdapat 2 tipikal neurofibroma atau 1 plexiform
neurofibroma
4. Optic nerve glioma
5. Terdapat 2 iris hamartomas (Lisch nodules), biasanya
teridentifikasi dengan penggunaan slit lamp.
6. Sphenoid displasia atau abnormalitas dari tulang panjang
seperti pseudarthrosis
7. First degree relative with NF1 (ibu, ayah, kakak, adik).

Manifestasi klinis

Cafe au lait. Biasanya ditemukan pada saat


lahir atau semakin banyak dan semakin besar
pada saat anak anak. Pada dewasa cafe au
lait biasanya sudah tidak jelas.
Freckles pada aksila atau inguinal biasanya
ditemukan pada saat lahir atau pada masa
anak anak sampai remaja.

Neurofibroma subkutan atau kutan


jarang ditemukan pada anak
anak tetapi biasanya muncul pada
remaja dan dewasa. Dapat
ditemukan papul papul pada
tubuh, ekstremitas, scalp, atau
kepala.
Neurofibroma plexiform
biasanya tumbuh menyebar
dengan invasif lokal yang
cukup dalam, biasanya terkait
dengan erosi tulang dan rasa
nyeri. Neurofibrma plexiform
dapat diikuti dengan
hiperpigmentasi atau

Terdapat kehilangan penglihatan asimetris yang


non correctable dengan defek pada lapang
pandang perifer, kesulitan membedakan warna,
pucat pada optik nerve atau proptosis tetapi tanpa
berkurangnya ketajaman penglihatan.
Beberapa anak yang sudah
besar atau pada remaja
biasanya terdapat penurunan
visus yang lebih buruk
dikarenakan terdapat optic nerve
glioma .
Sphenoid bone diplasia
biasanya asimptomatik. Pasien
dengan neurofibroma
plexiform pada kelopak mata
dan ipsilateral sphenoid
displasia lebih sering
ditemukan.

Congenital pseudarthrosis dapat muncul pada


saat lahir dengan kelainan tibia yang paling sering
muncul.
Penipisan dan angulasi dari
tulang panjang dapat muncul
pada masa awal anak anak dan
remaja dengan deformitas dari
prominens tibia anterior yang
progresif.
Skoliosis dengan atau tanpa
kifosis dapat muncul pada anak
anak atau remaja. Ketika
muncul pada anak kurang dari
10 tahun biasanya prognosisnya
lebih buruk.

Diagnosis banding

Brainstem gliomas
Cauda equina and conus medullaris
syndromes
Low grade Astrocytoma
Meningioma
Neurofibromatosis type 2
Spinal cord hemorrhage
Spinal cord infarction
Spinal epidural abscess

Pemeriksaan penunjang

Diagnosis dari NF1 biasanya terlihat jelas dari gejala


klinis. Molekular tes mungkin bermanfaat untuk pasien
dengan temuan klinis yang samar seperti terdapat cafe
au lait tetapi tidak ada keluarga yang menderita NF1.
Urinary free catecholamines (norepinephrine dan
epinephrine) serta metabolit (normetanephrine,
metanephrine, dan vanillyl mendelic acid) diukur pada
pemeriksaan urin tampung 24 jam adalah tes skrining
yang baik pada penderita yang dicurigai dengan
pheochromocytoma.
Plasma catecholamines dapat juga diukur menggunakan
cairan chromatography. Penghitungan plasma bebas
metanephrine lebih sensitif untuk mendeteksi
pheochromocytoma dibandingkan plasma
catecholamines.

Imaging Studies

Pemeriksaan foto polos dapat mendeteksi adanya


abnormalitas pada tulang yang berhubungan
dengan NF1.
Penggunaan CT Scan atau MRI masih kontroversi
karena gambaran
belum tampak
sampai
Gambaran
MRI menunjukkan
timbulnya gejalaadanya
neurologis.
unidentified bright
objects pada parenkim otak pada
pasien dengan NF1.
MRI juga dapat
berfungsi untuk
mengevaluasi optik
nerve atau chiasma
optikus.

Other tests

EEG dibutuhkan pada pasien yang mengalami


kejang. Kejang dilaporkan lebih banyak
terdapat pada pasien dengan NF1 sebanyak
4-7%.
Pemeriksaan slit lamp oleh dokter mata dapat
mempertegak diagnosis dengan
ditemukannya Lisch nodules.
Pada pemeriksaan histologis ditemukan sel
sel tumor.

Penatalaksanaan

Pada pasien dengan neurofibromatosis 1 (NF1) perlu


dilakukan kontrol rutin untuk memantau perkembangan
dan menghindari terjadinya komplikasi.
Pemeriksaan rutin dapat mengurangi angka kematian dan
meningkatkan kualitas hidup.
Penggunaan kemoterapi seperti rapamycin complex 1
inhibitor (RAD001) diketahui dapat mengurangi
pertumbuhan tumor ketika digunakan sendiri dan ketika
digunakan bersama dengan erlotinib (epidermal growth
factor receptor tyrosine kinase inhibitor) dapat
menghambat pertumbuhan tumor yang lebih lanjut dan
apoptosis sel tumor.
Penggunaan kemoterapi terutama dengan carboplantin
dan vincristine menunjukkan efektivitas untuk mengontrol
progresivitas dari optic nerve gliomas.

Surgical therapy

Plexiform neurofibroma sulit untuk dioperasi, sering


terjadi kekambuhan karena terdapat sisa tumor yang
tertinggal di dalam jaringan lunak.
Tumor yang terletak pada sepanjang nervus brachialis
atau pada pleksus pelvis memerlukan intervensi bedah
tetapi dengan potensi disfungsi syaraf pasca operasi
yang tinggi. Resiko untuk tumor berubah menjadi ganas
juga besar disertai prognosis yang buruk sehingga
dibutuhkan pertimbangan yang matang.
Reseksi pheochromocytoma membutuhkan perawatan
pre operasi dengan alpha blocker (selective
postsynaptic alpha-1 receptor antagonist) untuk
mengimbangi efek pelepasan katekolamin selama
operasi.

Komplikasi

Locally invasive plexiform neurofibromas


Optic nerve gliomas terutama pada anak < 5
tahun
Dumbbell shaped spinal cord neurofibromas
atau neurofibromas brachial atau plexsus
sakralis
Peripheral neuropathy
Scoliosis
Hipertensi karena pheochromocytoma atau
renal vascular stenosis karena fibromuscular
dysplasia.
Peningkatan resiko terjadinya tumor otak,
leukimia, dan malignancy lainnya.

Prognosis

Meskipun penderita NF1 biasanya dapat hidup


sehat dan panjang tetapi secara keseluruhan
angka harapan hidup dikurangi sekitar 8
tahun. Penyebab kematian terbanyak adalah
karena hipertensi, sequelae of spinal cord
lessions, dan malignancy.
Deteksi dini untuk NF1 dapat mengurangi
angka kecacatan dan kematian.

Neurofibromatosis Type 2 (NF2)

Central neurofibromatosis atau


neurofibromatosis type 2 (NF2) adalah
penyakit genetik multisistem yang diikuti
dengan bilateral vestibular schwannomas,
spinal cord schwannomas, meningiomas,
gliomas, dan juvenile cataract dengan kurang
ditemukannya kelainan kulit.
Meskipun terdapat variasi pada usia dan
tingkat keparahan pada penderita, tetapi
angka kematian NF2 cukup tinggi. Diagnosis
pada anak sulit dikarenakan tidak adanya
keterlibatan dari sistem saraf pusat pada usia
muda.

Etiologi

NF2 dihubungkan dengan keadaan autosomal


dominan meskipun setengah dari penderita
NF2 terkena karena mutasi gen. Mutasi
terletak pada lengan panjang kromosom 22.
individu yang terkena hanya perlu 1 mutasi
atau penghapusan untuk dapat terkena NF2.
Gen NF2 diketahui memproduksi merlin yang
berfungsi sebagai tumor supresor. Kekurangan
produksi dari protein ini mengakibatkan
predisposisi tumor untuk berkembang pada
nervus sentral dan perifer.

Kriteria diagnosis
Kriteria diagnosis dari NF1 setidaknya terpenuhi 1
dari beberapa kriteria :
1. Bilateral vestibular schwannomas
2. A first degree relative with NF 2 DAN unilateral
vestibular schwannomas ATAU terdapat 2 dari :
meningioma, schwannoma, glioma, neurofibroma,
posterior subcapsular lenticular opacities.
3. Unilateral vestibular schwannomas dan terdapat 2
dari : meningioma, schwannoma, glioma,
neurofibroma, posterior subcapsular lenticular
opacities.
4. Multiple meningioma dan unilateral vestibular
schwannomas atau terdapat 2 dari : schwannoma,
glioma, neurofibroma, cataract.

Manifestasi klinis

Presenting symptoms terdiri dari hilangnya


pendengaran, tinnitus, dan gangguan keseimbangan
karena gangguan pada nervus vestibularis.
Untuk membedakan gejala klinis dari NF1 dan NF2
biasanya tidak bermasalah. Pasien dengan NF2 hampir
tidak memiliki cafe au lait sementara banyak
terdapat NF1. Freckles pada aksila dan inguinal juga
banyak terdapat pada penderita NF1.
Trasformasi malignant dari tumor jinak hampir tidak
pernah terjadi pada NF2. Namun lesi subkutan pada
penderita NF1 maupun NF2 secara klinis sulit dibedakan.
Pada pemeriksaan histologis lesi kulit pada NF2
didefinisikan sebagai schwannomas atau neurilemomas,
sementara pada NF1 didefinisikan sebagai
neurofibroma.

Subcutaneous and cutaneuos


lessions

Right neck
mass

Facial asymmetry, OS proptosis, and


extropia, as well as several
subcutaneuous lessions on the
forehead and face .

Diagnosis banding

Brainstem gliomas
Ependymoma
Meningioma
Neurofibromatosis Type 1

Genetic studies

Untuk mendeteksi mutasi gen NF2 dapat


menggunakan denaturing high performance
liquid chromatography.
Bagi keluarga yang diketahui tidak terdapat
mutasi dapat diidentifikasi dengan linkage
analysis atau metode pengujian genetik tidak
langsung.
Untuk orang tua yang memiliki NF2, prenatal
tes dapat digunakan pada amniosit atau vili
korionik, baik melalui analisis mutasi gen
secara atau langsung atau melalui linkage
analysis.

Imaging studies

Foto polos mungkin berguna untuk


mengevaluasi skoliosis tetapi terdapat
keterbatasan untuk melihat tumor medulla
spinalis yang mungkin terdapat pada NF2.
MRI merupakan alat diagnosis untuk melihat
central nervus system, nervus cranialis, dan
tumor medulla spinalis.
MRI pada medulla spinalis digunakan untuk
menegakkan diagnosis pasien dengan
keluhan perubahan motorik maupun sensorik
dikarenakan lesi pada spinal cord.

Meningioma to the left of


midline
Multiple
meningiomas (on
the left) on the
surface of the
Bilateral acousticbrain.
neuromas

Small
ependymoma

Other test

Brainstem Auditory Evoked Respons (BAER)


digunakan untuk mendeteksi kemungkinan
hilangnya pendengaran biasanya gejala ini
belum didapatkan gambaran tumor pada MRI.
Pemeriksaan mata penting untuk melihat ada
tidaknya katarak yang dapat muncul pada
pasien dengan NF2.
Pemeriksaan histologi ditemukan 1 sampai 3
tipe sel yaitu sel schwann, sel glial, atau sel
meningeal.

Penatalaksanaan

Pada penderita dengan NF2 pemeriksaan rutin


diperlukan untuk menghindari komplikasi
yang berhubungan dengan CNS atau lesi
spinal cord. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya
kelainan motorik maupun sensorik seperti
paresthesia, radikulopati, kelemahan otot, dan
atropi otot.

Radiasi dan kemoterapi

Penggunaan kemoterapi erlotinib


menunjukkan hasil yang menjanjikan pada
tumor unresectable. Terdapat pengurangan
ukuran tumor dan peningkatan fungsi
auditorik pada vestibular schwannoma
progresif.
Percobaan dengan bevacizumab (antivascular
endothelial growth factor monoclonal
antibody) menunjukkan efektivitas dengan
berkurangnya ukuran dari vestibular
schwannoma. Obat ini juga meningkatkan
kemampuan pendengaran pasien dengan
unresectable tumor.

Tumor Resection dan Radiosurgery

Pada vestibular schwannoma yang kecil


surgical resection dan stereotatic radiosurgery
digunakan dan dapat meningkatkan fungsi
saraf pendengaran dan saraf fasial.
Tumor yang lebih besar mungkin
membutuhkan operasi meskipun akan terjadi
irreversible hearing loss terutama ketika ada
kompresi batang otak, kelumpuhan saraf
wajah, atau terdapat hidrosefalus awal.
Reseksi tumor medulla spinalis biasanya sulit
sehingga diperlukan pertimbangan yang
matang dilihat dari resiko dan keuntungannya.

Long term monitoring

Pemeriksaan neurological rutin diperlukan


untuk mengetahui perubahan/ adanya defisit
neurologi yang dapat berguna untuk
mengetahui progresifitas penyakit.
Pemeriksaan telinga rutin dengan BAER.
Pemeriksaan rutin dengan MRI untuk
mengetahui ada tidaknya lesi pada otak.
Pemeriksaan rutin mata untuk memonitor
kemampuan visual.

Prognosis

Prognosis dari NF2 tergantung dari beberapa


faktor termasuk usia pada saat gejala muncul,
tingkat keparahan dari hilangnya
pendengaran, serta jumlah dan lokasi dari
tumor.
Vestibular schwannoma diketahui
mengakibatkan morbiditas yang cukup
signifikan.

THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai