Kelompok 2
SKENARIO
Seorang laki-laki 56 tahun datang ke rumah sakit
karenabatuk hebat & sesak napas. Ia memiliki riwayat
sesak berulang sejak 3 tahun lalu dan semakin
memburuk terutama selama 3 bulan terakhir. Hasil
pemeriksaan tanda vital: suhu 37C, denyut nadi
adalah 104x/mnt, dan pernafasan 34x/menit yang
tampak terengah-engah pada pemeriksaan dada.
Dokter melakukan tes spirometry dan hasilnya
menunjukkan PEF 50% dari nilai prediksi. Tes
oksimetri 84%. Dia adalah seorang perokok berat yang
mulai merokok sejak ia berusia 15 tahun. Dia biasanya
merokok 2 bungkus rokok per hari, tapi sejak gejala
penyakitnya makin berat ia hanya merokok 1 bungkus
per hari.
SPIROMETRI
Spirometri merupakan suatu alat sederhana yang
digunakan untuk mengukur volume udara dalam paru.
Alat ini juga dapat digunakan untuk mengukur volume
statikdan volume dinamik paru. Volume statikterdiri
atas volume tidal (VT), volume cadangan inspirasi
(VCI), volume cadangan ekspirasi (VCE),
volume residu (VR), kapasitas vital (KV), kapasitas
vital paksa (KVP),kapasitas residu fungsional (KRF)
dankapasitas paru total (KPT). Contoh volume
dinamik adalah volume ekspirasi paksa detik pertama
(VEP1) danmaximum voluntary ventilation(MVV).
Nilai normal setiap volume atau kapasitas paru
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, tinggi badan,
berat badan, ras dan bentuk tubuh.
INDIKASI SPIROMETRI
Diagnostik
- mengevaluasi hasil pemeriksaan yang abnormal
- mengukur efek penyakit terhadap fungsi paru
- menyaring individu dengan risiko penyakit paru
- menilai risiko prabedah
- menilai prognosis
- menilai status kesehatan sebelum masuk program dengan aktivitas
fisik berat
Memantau
- Menilai hasil pengobatan
- Menjelaskan perjalanan penyakit yang mempengaruhi fungsi paru
- Memonitor individu yang pekerjaannya terpajan zat berbahaya
- Memonitor reaksi obat yang mempunyai efek toksis terhadap paru
Evaluasi gangguan / ketidakmampuan
- Menilai pasien sebagai bagian program rehabilitasi
INTERPRETASI SPIROMETRI
Normal VEP1 : >80% nilai prediksi
Obstruksi VEP1 : <80%
MEKANISME BATUK
Sebagai
Fase
Fase
a.
Kelainan gas-gas
dalam pernapasan, dalam
cairan tubuh seperti hiperkapnia dan hipoksia.
Hiperkapnia dapat terjadi oleh difusi O2 yang
buruk melalui membran paru sehingga CO2
memiliki difusi 20x lebih cepat daripada O2.
Gangguan difusi dapat disebabkan oleh:
Kelebihan jarak difusi (pada edema, fibrosis paru)
DD
Emfisema
Bronkitis
Asma
kronis
bronkiale
Laki-laki
L>P
L>P
L=P
56 tahun
+/-
Batuk hebat
Dispneu
Oksmetri
Riwayat
merokok sejak
usia 15 tahun
Takikardi
Pernapasan
PEF Severe
Terengah-
Anamnesis
Warna sputum
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
PENEGAKKAN
DIAGNOSA
Pemeriksaan Fisis
Inspeksi
o
o
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah , sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
o Suara
o
o Ekspirasi
o Bunyi
memanjang
Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan rutin
Faal paru :
.Spirometri
Dilakukan dgn menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan , 15-20 menit
kemudian.
Dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <20%
nilai awal dan <200ml. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.
2.
3.
Radiologi :
Emfisema hiperinflasi, hiperlusen, rg.retrosternal melebar, diafragma
mendatar, jantung menggantung
Bronkitis kronik corakan bronkovaskuler bertambah pada 21% kasus
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Radiologi
CT-Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini & menilai jenis serta derajat emfisema
atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto thoraks polos
Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
7.
Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh pulmonal
dan hipertrofi ventrikel kanan
8.
Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
9.
Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur
resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk
memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita
PPOK di Indonesia
10.
CHRONIC OBSTRUCTIVE
PULMONARY DISEASE
(COPD)
EMPHYSEMA
PATOFISIOLOGI BRONKITIS
KRONIS
Berdasarkan
survey kesehatan RT
Dep.Kes.RI tahun 1992, PPOK bersama
asma bronkial menduduki peringkat ke
enam.
Merokok
Polusi udara
Faktor genetik
PENATALAKSANAAN PPOK
SUMBER : PATOFISIOLOGI PRICE WILSON VOLUME 2
Prosedur
Tujuan
1. Menghentikan merokok
Mengatasi infeksi
3. Obat bronkodilator
Meringankan bronkospasme
4. Latihan pernapasan
Meningkatkan keefektifan
pernapasan
Meningkatkan proteaseantiprotease.
FAKTOR RESIKO
Merokok
Polusi udara
Desfisiensi alfa antiprotease
KOMPLIKASI PPOK
Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang
berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman,
hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada
kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah,
ditandai dengan menurunnya kadar limposit
darah.
Kor pulmonal :
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG,
hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung
kanan
PROGNOSIS