Anda di halaman 1dari 29

MANAJEMEN TB INTRA

DAN EKSTRA
PULMONAL

TUBERKULOSIS

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular


yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis
dengan gejala klinik yang sangat bervariasi dan
menyerang pada bagian atau organ tubuh tertentu
misalnya paru-paru, kelenjar getah bening, selaput otak,
tulang, ginjal, kulit dan lain-lain.

MORFOLOGI DAN BIOMOLEKULER


MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS
Mycobacterium tuberculosis yang merupakan basil aerob,
non-motil, dan tahan terhadap asam, pengeringan serta
alcohol
berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak
berspora dan tidak berkapsul
tumbuh optimal pada suhu sekitar 37 C dengan tingkat pH
optimal pada 6,4 sampai 7,0
membelah diri dari satu sampai dua kuman membutuhkan
waktu 14-20 jam

PATOGENESIS TUBERKULOSIS

TUBERKULOSIS PRIMER
Tuberculosis primer merupakaan TB yang
pertama kali diderita Individu

Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali

Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa


garis garis fibrotik

Menyebar dengan cara


- Perkontinuitatum
- Penyebaran secara bronkogen
-Penyebaran secara hematogen dan limfogen

TUBERKULOSIS POST-PRIMER
(TUBERKULOSIS SEKUNDER)
TB post-primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai
infeksi endogen setelah TB primer

Sering muncul pada usia 15-40 tahun

TB post primer terjadi karena imunitas menurun seperti


malnutrisi, alkohol, penyakit malignan, diabetes, AIDS, gagal
ginjal

diserap/ reabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan


cacat.
Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses
penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis
Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa).
Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar.

KLASIFIKASI TB PARU

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)


1. BTA (+)
2. BTA (-)

.Berdasarkankan
1. Kasus

golongan pasien

baru
2. Kasus kambuh (relaps)
3. Kasus defaulted atau drop out (lalai)
4. Kasus gagal
5. Kasus kronik
6. Kasus Bekas TB

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,

TB Ekstra Paru

misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),


kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin, dll. Diagnosis sebaiknya didasarkan
atas kultur spesimen positif, atau histologi, atau bukti klinis
kuat konsisten dengan TB ekstraparu aktif. TB di luar paru
dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit, yaitu :
1.

TB di luar paru ringan Misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa


unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.

2.

TB di luar paru berat

Misalnya : meningitis, millier, perikarditis,

peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus,


TB saluran kencing dan alat kelamin.

TB di luar paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit,


yaitu :
1.

TB di luar paru ringan Misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis


eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi
dan kelenjar adrenal.

2.

TB di luar paru berat

Misalnya : meningitis, millier,

perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang


belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.

Diagnosis definitif ditegakkan berdasar pada ditemukan bakteri tahan


asam, selain itu pemeriksaan histopatologi

berupa sel epitel

granuloma dengan bagian tepi yang terdiri dari limfosit dan sel
langhans dan nekrosis perkejuan pada daerah sentral.
Weir membuat kriteria TB ekstra pulmonal sebagai berikut :
1.

Kultur MTB yang positif dari bahan pemeriksaan.

2.

Hasil biopsy didapatkan suatu granuloma dengan pengejuan,


dengan atau tanpa kuman BTA, dan test kulit dengan PPD
memberikan hasil yang positif.

3.

Penderita dengan gejala klinik yang sesuai sebagai suatu infeksi


TB, test kulit dengan PPD memberikan hasil positif, memberi
respon yang baik terhadap obat anti tuberkulosa.

MANIFESTASI KLINIS

batuk kering ataupun batuk produktif

Demam dapat terjadi menetap dan naik turun

Malaise : badan makin kurus (berat badan turun),sakit


kepala, nyeri otot

Keringat malam

Batuk Darah (hemoptoe)


Sesak Nafas

PENEGAKAN DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU

PENATALAKSANAAN
TUBERKULOSIS

Nama Obat

Dosis yang direkomendasikan


Dosis Pemberian Setiap Hari
mg/kgBB
Maksimum (mg)

Dosis Pemberian Intermittern


mg/kgBB
Maksimum (mg)

Isoniazid (H)

5 mg

300 mg

15 mg

750 mg (1 minggu 2X)

Rifampisin(R)

10 mg

600 mg

15 mg

35 mg

2500 mg

50 mg

Streptomisin(S)

600 mg (1 minggu 2X)

Etambutol (E)

15-20 mg

750-1000 mg

15-20 mg

15-25 mg

1800 mg

Pirazinamid(Z)

750-1000 mg

Paduan obat anti TB menurut program pemberantasan TB


paru yang dipergunakan di Indonesia sesuai dengan
rekomendasi WHO ada tiga:
1.Kategori 1 : 2HRZE/ 4H3R3
Pada pasien baru TB paru (+), pasien TB paru BTA(-)
foto toraks (+)
2. Kategori 2 :2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Pada pasien kambuh, gagal dan pada pasien dengan
pengobatan terputus.
3. Kategori 3 :2HRZ/4H3R3
kasus baru BTA sputum (-), rontgen (+) ,kasus baru yang
berat dengan TB esktrapulmonar (di luar kategori I)

Efek samping

Penyebab

MINOR

Tatalaksana
OAT DITERUSKAN

Tidak nafsu makan, mual, sakit

Rifampisin

Obat diminum malam sebelum tidur

perut
Nyeri sendi

Pirazinamid

Beri aspirin/ allopur inol

Kesemuran s/d rasa terbakar di

INH

Beri vitamin B6 (piridoksin) 1 x 100

kaki
Warna kemerahan pada air seni

Rifampisin

mg perhari
Beri penjelasan, tidak perlu diberi
apa-apa
HENTIKAN OBAT

MAYOR
Gatal dan kemerahan pada kulit

Semua jenis OAT

Beri antihistamin dan dievaluasi ketat

Tuli

Streptomisin

Streptomisin dihentikan

Gangguan keseimbangan

Streptomisin

Streptomisin dihentikan

Ikterik / hepatitis imbas obat

Sebagian

Hentikan semua OAT sampai ikterik

(penyebab lain disingkirkan)

besar OAT

menghilang
dan
hepatoprotektor

Muntah dan confusion

Sebagian

Hentikan semua OAT dan lakukan

besar OAT

uji fungsi hati

Gangguan penglihatan

Etambutol

Hentikan etambutol

Kelainan sistemik, termasuk

Rifampisin

Hentikan rifampisin

(vertigo & nistagmus)

syok dan purpura

boleh

diberikan

PENGOBATAN TUBERKULOSIS PADA KEADAAN


KHUSUS
TB MILIER

Paduan obat: 2 RHZE/ 4 RH

Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinik,


radiologik dan evaluasi pengobatan , maka pengobatan lanjutan
dapat diperpanjang sampai dengan 7 bulan 2RHZE/ 7 RH

Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada


keadaan - Tanda / gejala meningitis - Sesak napas - Tanda /
gejala toksik - Demam tinggi

Kortikosteroid: prednison 30-40 mg/hari, dosis diturunkan 5-10


mg setiap 5-7 hari, lama pemberian 4 - 6 minggu.

PLEURITIS EKSUDATIVA TB (EFUSI PLEURA TB)

Paduan obat: 2RHZE/4RH.

Evakuasi cairan dan berikan kortikosteroid

Dosis steroid : prednison 30-40 mg/hari, diturunkan 510 mg setiap 5-7 hari, pemberian selama 3-4 minggu.

Hati-hati pemberian kortikosteroid pada TB dengan lesi


luas dan DM. Ulangan evakuasi cairan bila diperlukan

TB DI LUAR PARU

Paduan obat 2 RHZE/ 1 0 RH.

Prinsip pengobatan sama dengan TB paru, misalnya pengobatan untuk


TB tulang, TB sendi dan TB kelenjar, meningitis pada bayi dan anak
lama pengobatan 12 bulan.

Pada TB diluar paru lebih sering

dilakukan tindakan bedah. Tindakan bedah dilakukan untuk :

Mendapatkan bahan / spesimen untuk pemeriksaan (diagnosis)

Pengobatan : perikarditis konstriktiva


kompresi medula spinalis pada penyakit Pott's

Pemberian kortikosteroid diperuntukkan pada perikarditis TB untuk


mencegah konstriksi jantung, dan pada meningits TB untuk
menurunkan gejala sisa neurologik.

TB PARU DENGAN DIABETES MELITUS (DM)

Paduan obat: 2 RHZ(E-S)/ 4 RH dengan regulasi baik/ gula


darah terkontrol

Bila gula darah tidak terkontrol, fase lanjutan 7 bulan : 2


RHZ(E-S)/ 7 RH

Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek


samping etambutol ke mata; sedangkan penderita DM
sering mengalami komplikasi kelainan pada mata

Perlu

diperhatikan

penggunaan

rifampisin

akan

mengurangi efektivitas obat oral anti diabetes (sulfonil


urea), sehingga dosisnya perlu ditingkatkan

TB PARU DENGAN HIV / AIDS

Paduan obat yang diberikan yaitu: 2 RHZE/RH diberikan 6-9 bulan


setelah konversi dahak

Menurut WHO paduan obat dan lama pengobatan sama dengan TB


paru tanpa HIV / AIDS.

Jangan lakukan desensitisasi OAT pada penderita HIV / AIDS (mis


INH, rifampisin) karena mengakibatkan toksik yang serius pada hati

INH diberikan terus menerus seumur hidup.

Bila terjadi MDR, pengobatan sesuai uji resistensi

TB PARU PADA KEHAMILAN DAN MENYUSUI

Tidak ada indikasi pengguguran pada penderita TB dengan kehamilan

OAT tetap dapat diberikan kecuali streptomisin karena efek samping


streptomisin pada gangguan pendengaran janin

Pada penderita TB dengan menyusui, OAT & ASI tetap dapat diberikan,
walaupun beberapa OAT dapat masuk ke dalam ASI, akan tetapi
konsentrasinya kecil dan tidak menyebabkan toksik pada bayi

Wanita menyusui yang mendapat pengobatan OAT dan bayinya juga


mendapat pengobatan OAT dianjurkan tidak menyusui bayinya, agar bayi
tidak mendapat dosis berlebihan

Pada wanita usia produktif yang mendapat pengobatan TB dengan rifampisin


dianjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi hormonal, karena dapat
terjadi interaksi obat yang menyebabkan efektiviti obat kontrasepsi
hormonal berkurang.

TB Paru dan Gagal Ginjal

Jangan menggunakan OAT streptomisin, kanamisin dan


capreomycin

Sebaiknya hindari penggunaan etambutol karena waktu


paruhnya memanjang dan terjadi akumulasi etambutol.
Dalam keadaan sangat diperlukan, etambutol dapat
diberikan dengan pengawasan kreatinin

Sedapat mungkin dosis disesuaikan dengan faal ginjal


(CCT, Ureum, Kreatnin)

TB Paru dengan Kelainan Hati

Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan pemeriksaan


faal hati sebelum pengobatan

Pada kelainan hati, pirazinamid tidak boleh digunakan

Paduan Obat yang dianjurkan / rekomendasi WHO: 2 SHRE/6 RH


atau 2 SHE/10 HE

Pada penderita hepatitis akut dan atau klinik ikterik , sebaiknya


OAT ditunda sampai hepatitis akut mengalami penyembuhan. Pada
keadaan sangat diperlukan dapat diberikan S dan E maksimal 3
bulan sampai hepatitis menyembuh dan dilanjutkan dengan 6 RH

Hepatitis Imbas Obat

Dikenal sebagai kelainan hati akibat penggunaan obat- obat hepatotoksik (drug
induced hepatitis)

Penatalaksanaan - Bila klinik (+) (Ikterik [+], gejala / mual, muntah [+]) OAT
Stop - Bila klinis (-), Laboratorium terdapat kelainan: Bilirubin > 2 OAT Stop
SGOT, SGPT > 5 kali : OAT stop SGOT, SGPT > 3 kali, gejala (+) : OAT stop
SGOT, SGPT > 3 kali, gejala (-) teruskan pengobatan, dengan pengawasan

Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)

Setelah itu, monitor klinik dan laboratorium. Bila klinik dan laboratorium
normal kembali (bilirubin, SGOT, SGPT), maka tambahkan H (INH)
desensitisasi sampai dengan dosis penuh (300 mg). Selama itu perhatikan
klinik dan periksa laboratorium saat INH dosis penuh , bila klinik dan
laboratorium normal , tambahkan rifampisin, desensitisasi sampai dengan dosis
penuh (sesuai berat badan). Sehingga paduan obat menjadi RHES

Pirazinamid tidak boleh digunakan lagi

RESISTEN GANDA (MULTI DRUG RESISTANCE/ MDR)

Resistensi ganda menunjukkan M.tuberculosis resisten


terhadap rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT
lainnya

Secara umum resistensi terhadap obat tuberkulosis dibagi


menjadi :
Resistensi primer ialah apabila penderita sebelumnya
tidak pernah mendapat pengobatan TB
Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti
apakah penderitanya sudah pernah ada riwayat
pengobatan sebelumnya atau tidak

Resistensi sekunder ialah apabila penderita telah punya


riwayat pengobatan sebelumnya.

Penatalaksanaan TB (MDR)
1. Pemberian minimal 2 3 OAT yang masih sensitif
2. Ditambahkan dengan obat golongan kuinolon, yaitu
Ciprofloksasin dosis 2 x 500 mg atau ofloksasin 1 x
400 mg
3. Diberikan selama minimal 12 bulan sampai 24 bulan

Anda mungkin juga menyukai