Sektor Publik
2007
April 2008
Pengukuran tingkat integritas dilakukan untuk mengubah perspektif layanan dari orientasi
pada lembaga penyedia layanan publik atau petugas penyedia layanan publik (supply) ke
perspektif kustomer (demand).
Kata Pengantar
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa survei “Integritas Sektor
Publik Indonesia Tahun 2007, Tentang fakta Korupsi dalam Pelayanan Publik” telah
berhasil diselesaikan dengan baik oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan, Deputi
Bidang Pencegahan, Komisi Pemberantasan Korupsi.
Survei dilakukan terhadap 30 instansi pusat yang memberikan layanan kepada publik
(masyarakat, perusahaan maupun layanan antar lembaga). Responden dalam survei ini
adalah pengguna layanan langsung (bukan calo atau biro jasa) dari layanan yang disediakan
oleh instansi tersebut. Survei dilaksanakan dalam waktu 3 bulan pada Agustus - Oktober
2007. Seluruh data yang diperoleh dalam laporan survei ini adalah data primer yang
bersumber dari hasil wawancara secara langsung dengan responden dilapangan.
Kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan
maupun kontribusi dalam penyusunan hasil studi ini. Kami menyadari bahwa hasil survei
ini masih jauh dari sempurna oleh karenanya saran dan kritik sangat diharapkan, guna
perbaikan survei lanjutan dengan topik yang sama dimasa mendatang.
Pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi
Kata
Pendahuluan
Latar Belakang ................................................................................. 2
Rumusan Permasalahan ..................................................................... 3
Tujuan ............................................................................................ 3
Lampiran ............................................................................................ 56
Metodologi Penelitian ........................................................................... 62
Ruang Lingkup ................................................................................. 62
Metodologi Pengumpulan Data ............................................................ 65
Metodologi Pengolahan Data .............................................................. 67
Metodologi Survei ............................................................................. 67
Dafta
Tindak pidana korupsi dalam berbagai bentuk mencakup pemerasan, penyuapan dan
gratifikasi pada dasarnya telah terjadi sejak lama dengan pelaku mulai dari pejabat negara
sampai pegawai yang paling rendah. Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini, terutama
yang dilakukan oleh aparatur pemerintah sudah mulai dilakukan secara sistematis baik oleh
perorangan maupun berkelompok (berjamaah), serta semakin meluas dan semakin canggih
dalam proses pelaksanaannya. Korupsi ini semakin memprihatinkan bila terjadi dalam aspek
pelayanan yang berkaitan dengan sektor publik, mengingat tugas dan kewajiban utama dari
aparat pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada publik/masyarakat.
Korupsi pada hakekatnya berawal dari suatu kebiasaan (habit) yang tidak disadari oleh setiap
aparat, mulai dari kebiasaan menerima upeti, hadiah, suap, pemberian fasilitas tertentu ataupun
yang lain dan pada akhirnya kebiasaan tersebut lama-lama akan menjadi bibit korupsi yang
nyata dan dapat merugikan keuangan negara. Untuk mencabut akar permasalahan sumber
terjadinya korupsi di sektor publik, perlu didefinisikan sifat dari korupsi dan dilakukan
pengukuran secara komprehensif dan berkesinambungan. Untuk dapat mendefinisikan sifat
korupsi, dimulai dengan melakukan pengukuran secara obyektif dan komprehensif dalam
mengidentifikasi jenis korupsi, tingkat korupsi dan perkembangan korupsi dan menganalisa
bagaimana korupsi bisa terjadi dan bagaimana kondisi korupsi saat ini.
Untuk dapat mencegah secara efektif terjadinya korupsi, hendaknya dihindari pengukuran
korupsi yang semata-mata bertujuan untuk mendeteksi pelaku korupsi dan menghukumnya.
Penting untuk mulai menempatkan strategi pencegahan korupsi dengan tujuan
untuk mengeliminasi faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi sejak dini. Dalam menetapkan
strategi pencegahan korupsi, perlu diidentifikasi dan dianalisa faktor-faktor yang menjadi
akar penyebab yang berkontribusi menimbulkan korupsi pada lembaga publik dan layanan
publiknya.
Berdasarkan pemikiran di atas, maka penting untuk menilai tingkat integritas lembaga publik
yang secara sistematis dapat menggambarkan sifat- sifat korupsi di lembaga publik tersebut.
Pengukuran tingkat integritas dilakukan untuk mengubah perspektif layanan dari orientasi
pada lembaga penyedia layanan publik atau petugas penyedia layanan publik (supply) ke
perspektif kustomer (demand). Diukur pula tingkat korupsi yang dialami dan dipersepsikan
oleh kustomer langsung pengguna layanan publik dan faktor-faktor penyebab timbulnya
korupsi.
Melalui diseminasi secara aktif hasil penilaian survei integritas kepada publik dan
media, diharapkan akan mendorong lembaga publik secara volunter melakukan upaya-
upaya pencegahan korupsi, terutama di unit layanan publiknya. Upaya tersebut bila dilakukan
secara komprehensif pada akhirnya akan menaikkan integritas lembaga publik yang bersangkutan
Hal ini merupakan peluang untuk menciptakan dan menyebarkan konsensus akan pentingnya
pemberantasan korupsi terutama pada lembaga pelayanan publik.
LatarBelakang
Produk akhir kinerja instansi publik pada dasarnya berupa pelayanan publik, baik secara langsun
maupun tidak. Oleh karena itu, secara ideal berbagai bentuk penilaian instansi publik seharusny
dilihat dari perspektif penerima layanan (masyarakat). Namun demikian, selama ini yang lebih
menonjol penilaian terhadap instansi publik dilakukan oleh penyedia layanan sendiri, baik
secara internal organisasional melalui berbagai bentuk pengawasan manajerial, maupun
secara eksternal sesuai dengan hierarki kewenangan yang ada. Model penilaian seperti ini
cenderung mendorong terjadinya self services serta berbagai ekses birokratisasi termasuk
korupsi dan berbagai bentuk gratifikasi di dalamnya. Padahal, seharusnya berbagai bentuk
layanan dari instansi tersebut bersifat public services yang mengutamakan hak-hak penerima
layanan. Dalam konteks ini, survei integritas menjadi salah satu instrumen penting di dalam
menilai pelayanan publik dilihat dari penilaian penerima layanan (masyarakat)
Tujuan
Rumu
Tuju
Skor Integritas Publik merupakan skor yang didapat berdasarkan nilai rata-rata dari dua unsur
yakni nilai Pengalaman Integritas (Experienced Integrity) dan nilai Potensi Integritas (Potential
Integrity) dengan bobot yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil kompilasi pendapat dari
21 pakar, diperoleh angka 0,705 untuk Bobot Pengalaman Integritas dan 0,295 untuk Bobot
Potensi Integritas.
Untuk skala 1-10, skor rata-rata Integritas Sektor Publik Indonesia Tahun 2007 adalah 5,53.
Skor rata-rata tersebut dianggap masih cukup rendah. Sebagai acuan, rata-rata nilai integritas
di Korea untuk tahun 2006 adalah 8,77. Rincian Skor integritas sektor publik per instansi dan
per unit layanan adalah sebagai berikut : Skor Integritas Peringkat Unit
Peringkat Unit Layanan Layanan
Skor
Departemen/instansi Unit layanan di Departemen/Instansi Bersangkutan
Integritas 1 6,18 12
Kenaikan Pangkat 6,37 3
Badan Kepegawaian Negara 6,31 Pengangkatan PNS
Mutasi 6,23 9
Pensiun 6,47 1
Departemen Dalam Negeri 6,25 2 Pengurusan DAU, DAK dan Dana Perimbangan Daerah 6,28 7
Persetujuan Eselon I dan II 6,34 4
Pengurusan Program Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Kota Program PPMK 6,19 11
Pengurusan Program Sarana Prasarana Daerah 6,17 13
PT. PERTANI 6,17 3 Distribusi dan Produksi pupuk, beras, benih padi dan palawija, pestisida dan bahan6,28 6
kimia, alat mesin pertanian
Jasa perdangangan hasil bumi 6,12 16
Departemen Perdagangan 6,17 4 Pelayanan Perdagangan Dalam Negeri Pendaftaran keagenan/Distributor 6,08 19
Pelayanan Perdagangan Luar Negeri : Layanan Perizinan Ekspor 6,44 2
TASPEN 6,12 5 Tabungan Pensiun 6,12 15
Departemen Koperasi UKM 6,09 6 Penjamin Modal 6,09 17
Badan Pengawasan Obat dan Makanan 6,09 7 Pengawasan Trapetik ,Napza ,Tradisional 6,09 18
Departemen Pendidikan Nasional 6,02 8 Izin/Akre ditasi TK, SD, SLTP, SLTA, Umum dan Khusus, PTS /Sertifikasi Guru 5,85 27
Izin Pendidikan Luar Sekolah 6,21 10
PT. ASKES 5,97 9 Pengurusan Penggunaan Askes 5,97 21
Jasa Raharja 5,94 10 Klaim Kecelakaan 5,94 24
Badan Kordinasi Penanaman Modal 5,87 11 Izin PMA /PMDN 5,87 26
Departemen Sosial 5,86 12 Panti Rehabilitasi Sosial /Panti Asuhan dan Jompo/Penyantunan Veteran dan Cacat5,83 28
Pemberdayaan Masyarakat (KUBE) 5,87 25
Departemen Perindustrian 5,84 13 SIUP dan TDP 5,60 35
Metrologi/Tera 6,31 5
TELKOM 5,75 14 Pemasangan Baru 5,60 36
Pemutusan 6,02 20
Penyambungan Kembali 6,12 14
Departemen Keuangan 5,73 15 Pajak 5,96 22
Cukai/Bea masuk 5,50 40
PERTAMINA 5,69 16 Distribusi dan Jaringan dan Jaringan Pelayanan Domestik /Distribusi dan Pemasaran 5,45 43
BBM
Distribusi dan Pemasaran Non BBM 5,95 23
Bank Rakyat Indonesia 5,63 17 Peminjaman Modal 5,63 32
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo 5,62 18 Pelayanan ASKESKIN 5,60 34
Pelayanan Rawat Inap 5,57 39
Pelayanan Rawat Jalan 5,69 29
PT.JAMSOSTEK 5,62 19 Jaminan Hari Tua dan Tabungan Perumahan 5,63 33
Asuransi Kecelakaan Kerja 5,65 30
Asuransi Kesehatan Tenaga Kerja 5,58 38
Departemen Kelautan dan Perikanan 5,41 20 Bongkar Muat ,Cold Storage,dll 4,90 52
Izin Pengembangan Usaha Perikanan/Izin Pelayanan usaha Penangkapan/ Izin Kapal 5,59 37
Perikanan
Mahkamah Agung 5,28 21 Banding 4,96 50
Peninjauan Kembali PK (Putusan Pengandilan) 5,23 47
Penetapan hukum Tetap 5,64 31
Kasasi 5,29 46
Departemen Kesehatan 5,25 22 Izin Pendirian Rumah Sakit,Izin praktek Dokter/ Izin Penempatan Dokter 5,44 44
Industri farmasi/Izin Pendirian Apotik/Rumah Obat, Izin Penyarluran alat Kesehatan4,98 49
dan Obat/Izin Edar Alat Kesehatan dan Obat.
PT. Perusahaan Listrik Negara 5,16 23 Izin Penyambungan Dan Pemasangan Listrik 4,52 57
Pelayanan Gangguan 5,47 42
Penambahan Daya 5,42 45
Departemen Agama 5,15 24 Pelayanan Haji 5,50 41
4,85 54
Departemen Tenaga Kerja dan 4,85 25 Administrasi
Pengurusan Pernikahan
PJTKI 6,25 8
Transmigrasi Pelayanan TKI di Terminal 3 3,45 65
Kepolisian Republik Indonesia 4,81 26 Tindak Pidana Umum, Tindak Pidana Khusus, Narkoba dan Lakalantas 5,08 48
Retribusi STNK dan BPKB/SIM/STNK/BPKB 4,62 56
PT. Pelabuhan Indonesia II 4,76 27 Jasa Kepelabuhan 4,88 53
Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan 4,72 55
Departemen Perhubungan 4,24 28 Izin Usaha Angkutan Darat/Laut (Pelayaran), Udara (Penerbangan) 4,22 60
Izin Trayek Angkutan Darat Antar Provinsi 4,90 51
Izin Pengujian Kelayakan Kendaraan Angkatan Umum Darat (KIR) 3,99 64
Badan Pertanahan Nasional 4,16 29 Setifikat Tanah/Penggabungan Sertifikat 4,09 63
Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran Pertama Kali 4,23 59
Departemen Hukum dan HAM 4,15 30 Kenotariatan 4,13 62
Keimigrasian/Paspor 4,21 61
Lembaga Pemasyarakatan 4,33 58
Nilai 5,53 tersebut diperoleh dari hasil survei yang dilakukan di 30 instansi publik dengan
IntegritasSektorPublikIndonesia
FaktaKorupsiDalamLayananPublik
sampel 65 unit layanan. Skor integritas dari suatu instansi, merupakan hasil dari kompilasi skor
integritas dari setiap unit layanan yang disurvei di instansi tersebut. Rincian peringkat Unit
Jumlah
Skor Integritas Total Departemen/ Nama Departemen/Instansi
Instansi
19
Skor Intergritas Departemen/ Badan Kepegawaian Negara, Departemen Dalam
Instansi di atas rata-rata Negeri, PT. PERTANI, Depatemen Perdagangan,
TASPEN, Departemen Koperasi & UKM, Badan
Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen
Pedidikan Nasional, PT. ASKES, JASA RAHARJA, Badan
Koordinasi Penanaman Modal, Departemen Sosial,
Departemen Perindustrian, PT. TELKOM, Departemen
Keuangan, PERTAMINA, Bank Rakyat
Indonesia, RSCM, PT. JAMSOSTEK.
11
Depatemen Kelautan dan Perikanan, Mahkamah
Skor Intergritas Departemen/ Agung, Departemen Kesehatan, PT. PLN,
Instansi di bawah rata-rata Departemen Agama, Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, POLRI, PT. Pelabuhan Indonesia II,
Departemen Perhubungan, Badan Pertanahan
Nasional, Departemen Hukum dan HAM
17
Badan Kepegawaian Negara, Departemen Dalam
Skor Intergritas Unit Layanan Negeri, PT. PERTANI, Depatemen Perdagangan,
Sampel yang berada di TASPEN, Departemen Koperasi & UKM, Badan
Departemen/Instansi Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen
bersangkutan seluruhnya Pendidikan Nasional , PT. ASKES, JASA RAHARJA, Badan
di atas rata-rata Koordinasi Penanaman Modal, Departemen Sosial,
Departemen Perindustrian, PT TELKOM, Bank Rakyat
Indonesia, RSCM, PT. JAMSOSTEK.
5
Departemen Keuangan, PERTAMINA, Departemen
Kelautan dan Perikanan, Mahkamah Agung,
Skor Intergritas Unit Layanan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
.
Sampel yang berada di
Departemen/Instansi
bersangkutan sebagian di atas rata-
8
rata sebagian di bawah rata-rata
Departemen Kesehatan, PT. PLN, Departemen Agama,
POLRI, PT. Pelabuhan Indonesia II,
Skor Intergritas Unit Layanan
Departemen Perhubungan, Badan Pertanahan
Sampel yang berada di
rata-rata Nasional, Departemen Hukum dan HAM.
Departemen/Instansi
bersangkutan seluruhnya di bawah
Nilai integritas yang diperoleh di tiap departemen, merupakan akumulasi dari nilai Potensi
integritas dan pengalaman integritas dari tiap-tiap unit layanan yang dijadikan sampel. Nilai
rata-rata Integritas Sektor Publik Indonesia 2007 sebesar 5,53 tersebut diperoleh dengan
memperhitungkan nilai rata-rata pengalaman integritas yang berjumlah 5,34 dan nilai rata-
rata potensi integritas yang berjumlah 6,00.
Terlihat bahwa nilai rata-rata potensi integritas lebih tinggi dari pengalaman integritas. Kondisi ini
sedikit berbeda dengan yang dihasilkan oleh survei sejenis di Korea (sejak tahun 2002 hingga 200
IntegritasSektorPublikIndonesia
FaktaKorupsiDalamLayananPublik
8
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
nilai rata-rata potensi integritas di Korea lebih rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata
pengalaman integritasnya). Hal ini dapat diartikan bahwa :
1. Meskipun nilai rata-rata potensi integritas Indonesia masih rendah yakni hanya 6,00
namun setidaknya menunjukkan bahwa secara umum telah tersedia sistem dan lingkungan
yang berpotensi mendukung terselenggaranya transparansi dan profesionalitas petugas
dalam melayani masyarakat. Namun demikian, tersedianya sistem ini belum cukup untuk
membendung terjadinya suap dalam pemberian layanan (ditunjukkan dengan lebih
rendahnya nilai Pengalaman Integritas dibandingkan dengan Nilai Potensi Integritas);
2. Masyarakat menilai bahwa meskipun sistem dan fasilitas telah telah tersedia namun tetap
tidak memadai untuk mendukung terselenggaranya pelayanan yang diharapkan oleh
pengguna;
3. Perlu adanya mekanisme yang benar-benar mendorong agar sistem yang sudah tersedia
dapat bekerja sesuai peruntukannya, sehingga fasilitas dan atau standar baku operasional
yang sudah disusun tidak menjadi hiasan belaka.
Instansi dengan nilai potensi integritas tertinggi adalah Badan Kepegawaian Negara (BKN)
dengan nilai 7,34. Sayangnya nilai potensi yang telah relatif baik ini tidak diikuti oleh nilai
pengalaman integritas yang hanya berada di peringkat ke enam dengan nilai 5,89. Hal ini
menunjukkan bahwa meskipun responden menilai Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah
memiliki sistem administrasi, lingkungan kerja dan berbagai perangkat yang berpotensi
mendukung terciptanya integritas dalam layanan, namun ternyata seluruh kelengkapan
tersebut diangap penggunanya kurang mampu menghasilkan pelayanan yang adil, transparan
dan terukur (accountable). Untuk nilai pengalaman integritas dan potensi integritas di tiap-
tiap instansi yang Skor
disurvey
Experienceddapat terlihat dalam tabel berikut : Skor Integritas Rank Departemen
Integrity Rank untuk Departemen
Departemen/Lembaga Skor Potensial Rank Potensial
Departemen Experienced Integrity
Integrity Departemen Integrity Departemen
Departemen
5,89 6,31 1
Badan Kepegawaian Negara 6,14 6 7,34 1 6,25 2
Departemen Dalam Negeri 6,02 1 6,49 8 6,17 3
PT. PERTANI 5,99 2 6,52 6 6,17 4
Departemen Perdagangan 6,02 4 6,59 3 6,12 5
TASPEN 5,91 3 6,37 10 6,09 6
Departemen Koperasi & UKM 5,79 5 6,52 5 6,09 7
Badan Pegawasan Obat dan Makanan 5,82 10 6,81 2 6,02 8
Departemen Pendidikan Nasional 5,80 8 6,49 7 5,97 9
PT. ASKES 5,82 9 6,37 11 5,94 10
Jasa Raharja 5,73 7 6,22 14 5,87 11
Badan Koordinasi Penanaman Modal 5,65 11 6,20 16 5,86 12
Departemen Sosial 5,52 12 6,35 12 5,84 13
Departemen Perindustrian 5,49 15 6,59 4 5,75 14
TELKOM 5,60 17 6,38 9 5,73 15
Departemen Keuangan 5,44 13 6,05 18 5,69 16
PERTAMINA 5,40 18 6,29 13 5,63 17
Bank Rakyat Indonesia 5,55 19 6,19 17 5,62 18
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo 5,52 14 5,80 21 5,62 19
PT. JAMSOSTEK 5,28 16 5,84 20 5,41 20
Departemen Kelautan dan Perikanan 5,30 21 5,72 22 5,28 21
Mahkamah Agung 4,85 20 5,24 26 5,25 22
Departemen Kesehatan 4,95 24 6,21 15 5,16 23
PT. Perusahaan Listrik Negara 4,92 22 5,64 24 5,15 24
Departemen Agama 4,40 23 5,71 23 4,85 25
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi 4,80 27 5,93 19 4,81 26
Kepolisian Republik Indonesia 4,50 25 4,84 27 4,76 27
PT. Pelabuhan Indonesia 4,18 26 5,39 25 4,24 28
Departemen Perhubungan 3,88 28 4,38 30 4,16 29
Badan Pertanahan Nasional 3,92 30 4,84 28 4,15 30
Departemen Hukum dan HAM 29 4,70 29
Dalam tabel tersebut juga terlihat bahwa Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
memiliki skor integritas yang sama dengan Departemen Koperasi dan UKM. Nilai potensi
integritas BPOM cukup baik 6,81 dan berada di peringkat dua namun karena karena nilai
pengalaman integritasnya yang rendah membuat secara keseluruhan integritas pelayanan
BPOM hanya berada di peringkat tujuh. Integ
Fak
9
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
Kondisi yang tidak jauh berbeda juga terlihat ketika membandingkan nilai pengalaman
integritas dan potensi integritas di tiap unit layanan. Seperti yang terlihat dalam tabel pada
halaman berikut.
Layanan-layanan seperti layanan pensiun dan layanan perijinan ekspor mempunyai nilai
potensi yang lebih baik dibandingkan dengan nilai pengalamannya. Hal yang
berbeda dialami oleh unit layanan di Mahkamah Agung (MA), 3 dari 4 unit layanan
di Mahkamah Agung memiliki nilai potensi integritas yang lebih kecil dari nilai pengalaman.
Secara substantif hal ini menjelaskan bahwa buruknya potensi integritas pada 3 unit layanan
di MA tersebut dapat disebabkan karena lemahnya dukungan sistem dan lingkungan kerja
yang tidak mendukung tercegahnya perilaku koruptif. Sebagaimana diketahui, sistem
administrasi, lingkungan kerja, perilaku petugas dan adanya upaya pencegahan korupsi
merupakan indikator-indikator yang menentukan nilai dari potensi integritas.
(* Tabel diatas merupakan penjabaran dari Layanan berurut dari 65 unit layanan yang terdapat pada halaman 7)
Pengalaman Integritas (Experienced Integrity) merupakan salah satu unsur penyusun skor
integritas publik. Experienced Integrity disusun dari indikator Pengalaman Korupsi (Experienced
Corruption) dengan bobot 0,748 dan Cara Pandang terhadap Korupsi (Perceived Corruption)
dengan bobot 0,252.
Nilai rata-rata experienced integrity dari 65 unit layanan dan 30 instansi yang disurvei adalah
5,34. Nilai rata-rata tersebut masih sangat rendah, terutama bila dibandingkan dengan negara-
negara lain yang juga melakukan survei integritas sektor publik di negaranya, misalnya Korea
yang nilainya sudah hampir mendekati sempurna yakni 9,14.
Sebagai gambaran, akan ditunjukkan 5 instansi dan 5 unit layanan yang memiliki skor
experienced integrity terbaik dan terburuk dalam pelayanan publik tahun 2007. Nilai yang
cukup tinggi dengan skor experienced integrity di atas 6,00 (rata-rata 5.34) hanya dapat dicapai
oleh 3 instansi, dan nilai yang buruk dengan skor experienced integrity di bawah 4,00 masih
diduduki oleh 2 instansi.
DEPDAGRI (dengan 4 unit layanan sampel), PT. PERTANI (dengan 2 unit layanan sampel) dan
PT. TASPEN (dengan 1 unit layanan sampel) adalah instansi dengan skor experienced integrity
di atas 6,00. Sedangkan Badan Pertanahan Nasional (dengan 2 unit layanan sampel) dan
Departemen Hukum dan HAM (dengan 3 unit layanan sampel) merupakan instansi dengan
nilai skor experienced integrity terendah yaitu di bawah 4,00.
(ExperiencedIntegrity)
PengalamanIntegritas
Angkutan
5.50
Gambar ini menjelaskan bahwa terdapat 2 unit layanan DEPKUMHAM (dari 3 unit layanan
sampel) yang berada pada peringkat experienced integrity lima terendah. Kondisi ini harus
mendapat perhatian serius dari DEPKUMHAM dan segera diupayakan untuk dilakukan
perbaikan-perbaikan.
Kondisi sebaliknya terjadi di seluruh unit layanan sampel DEPDAGRI (4 unit layanan) yang
mendapatkan skor experience integrity tertinggi. Kondisi ini seharusnya tidak membuat
DEPDAGRI menjadi cepat berpuas diri, akan lebih baik jika DEPDAGRI melakukan evaluasi
terhadap penilaian ini untuk kemudian mengidentifikasi aspek mana yang menyebabkan
penilaian menjadi lebih tinggi, dan adakah hal lain yang jika dibiarkan akan mengurangi
penilaian skor experience integrity ini di masa yang akan datang. Evaluasi tersebut tentunya
juga menilai apakah memang pelayanan yang diberikan sudah cukup baik, ataukah
pengguna layanan memiliki “hubungan yang baik dan menguntungkan” dengan unit-unit
layanan yang diberikan oleh DEPDAGRI sehingga berpengaruh terhadap penilaian mereka
terhadap layanan yang diberikan oleh DEPDAGRI.
Bagian selanjutnya akan membahas 2 indikator experienced integrity yang terdiri dari cara
pandang masyarakat terhadap korupsi dan pengalaman masyarakat terhadap korupsi
dengan lebih detail.
(Ex
Penga
Yang dimaksud dalam cara pandang disini adalah bagaimana masyarakat memandang
korupsi di lembaga pelayanan publik, termasuk tingkat toleransinya dan menilai
pemahaman masyarakat mengenai apakah imbalan yang mereka berikan diluar tarif
resmi kepada petugas layanan mereka anggap suap atau bukan.
Masyarakat Indonesia ternyata memiliki toleransi yang cukup tinggi dalam memandang
korupsi di lembaga pelayanan publik. Penilaian dilakukan berdasarkan bagaimana
masyarakat memandang pemberian imbalan dalam pengurusan layanan, maksud pemberian
imbalan, dan mengenai tingkat keseriusan korupsi di unit layanan yang mereka datangi.
Sebanyak 45 persen masyarakat pengguna layanan publik memandang bahwa pemberian
imbalan atau lainnya pada suatu instansi merupakan hal yang wajar dalam proses
pengurusan pelayanan. Artinya, pemberian imbalan dalam pengurusan layanan
dianggap oleh 45 persen pengguna layanan sebagai hal yang biasa dilakukan dan
bisa diterima apabila yang bersangkutan sedang mengurus layanan. Pendapat
tersebut tentunya dipengaruhi oleh kondisi dan pengalaman selama bertahun-tahun
yang terjadi dalam pelayanan publik di Indonesia. Secara lebih spesifik, tingginya
toleransi masyarakat dalam memandang korupsi di pelayanan publik berbeda terhadap
setiap unit layanan. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa unit layanan tertentu
memang sudah sangat terbiasa dan wajar menerima imbalan dari pengguna layanan
publik. Lihat gambar berikut.
Pemberdayaan Masyarakat/Kube
94 6
(Dept. Sosial)
0%
50% 100%
(ExperiencedIntegrity)
PengalamanIntegritas
18
Departemen Sosial 82
BRI 75 25
Departemen Perhubungan 71 29
0% 50% 100%
(Ex
Penga
Sebagian besar (66%) pengguna layanan menganggap berbagai bentuk imbalan yang
diberikan dalam proses pengurusan layanan sebagai tanda terimakasih atas pelayanan
yang diberikan. Sisanya menganggap sebagai tambahan upah kerja, pelicin proses
pelayanan atau sebagai kompensasi kekurangan persyaratan administratif. Kondisi
semacam ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sudah sangat terbiasa
memberikan imbalan sebagai kompensasi dari layanan yang mereka terima. Artinya,
mereka kurang memahami bahwa layanan yang mereka terima tersebut merupakan
hak yang memang seharusnya mereka terima. Sementara pihak pemberi layanan pun
tidak memahami bahwa mereka memang memiliki kewajiban dan tugas untuk memberi
layanan. Kekurangpahaman masyarakat terhadap tugas dan kewajiban pemberi layanan
membuat mereka merasa berhutang budi sehinga mereka membalas layanan yang telah
mereka terima dengan memberikan imbalan kepada pemberi layanan tersebut.
Kebiasaan ini terjadi, kemungkinan disebabkan oleh paradigma lama di mana birokrat
biasa dihormati masyarakat, sehingga cara pandang masyarakat mengenai peran
birokrat yang seharusnya sebagai pelayan masyarakat susah untuk diubah. Akan sangat
memudahkan jika di dalam lingkungan birokrasi sendiri ditumbuhkan paradigma baru
bahwa mereka adalah pengabdi dan pengayom masyarakat, dan tidak menganggap
bahwa masyarakat yang datang untuk meminta layanan adalah beban yang
mengganggu atau dijadikan sebagai “sumber mata pencaharian” baru.
Berdasarkan data dari tiap unit layanan, 26 unit layanan menyatakan bahwa lebih dari
70 persen masyarakat pengguna layanannya memandang bahwa memberikan imbalan
sebagai wujud ucapan terimakasih. Namun ternyata masyarakat ada yang memandang
bahwa memberikan imbalan kepada petugas layanan merupakan tambahan upah
kerja. Namun yang lebih memprihatinkan adalah masyarakat pengguna layanan di unit
layanan tertentu memandang bahwa imbalan diberikan secara sengaja kepada petugas
layanan adalah sebagai pelicin dari proses layanan.
16
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
Data menunjukkan bahwa unit layanan dimana lebih dari 50 persen penggunanya berpenda
bahwa pemberian imbalan ditujukan sebagai pelicin proses pelayanan, umumnya adalah
unit layanan di bidang penegak hukum. Empat besar dari 6 unit layanan yang oleh
sebagian besar penggunanya harus diberi imbalan lebih supaya proses pelayanan
lancar adalah Lembaga Pemasyarakatan (DepkumHam); Peninjauan Kembali PK (MA);
Retribusi STNK/BPKB/SIM (POLRI); dan Layanan Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkoba
dan Lakalantas (POLRI). Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan mengingat harusnya
lembaga penegak hukum adalah yang memimpin di depan upaya-upaya penindakan
dan pencegahan korupsi.
Tidak Serius TKI di Terminal III (Dept. Tenaga kerja & Transmigrasi) 93 7
Serius
72
Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran Pertama kali (BPN) 28
72
Izin Trayek Angkutan Darat antar Provinsi (Dept. Perhubungan) 28
0% 100%
50%
Hanya 20 persen (13) unit layanan yang mereka anggap memiliki tingkat korupsi yang
serius. Dari 13 unit layanan tersebut, 5 unit layanan dinilai masyarakat penggunanya
berada pada tingkat korupsi yang paling serius, karena lebih dari 70 persen masyarakat
penggunanya menilai bahwa unit layanan yang bersangkutan memiliki tingkat korupsi
yang serius. Lima unit layanan tersebut adalah Layanan TKI di Terminal III oleh Depnakertr
(93%), Lembaga Pemasyarakatan oleh Depkumham (82%), Retribusi STNK/BPKB/ SI
oleh POLRI (79%), Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran pertama kali oleh
BPN (72%), serta Izin Trayek Angkutan Darat antar Provinsi oleh Dephub (72%).
(Ex
Penga
17
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
I. 2. Pengalaman Masyarakat terhadap Korupsi di Pelayanan Publik
Pengalaman korupsi yang langsung dirasakan masyarakat dalam mengurus layanan
bisa ditunjukkan dalam bentuk biaya-biaya lebih yang harus dibayarkan oleh masyarakat
pengguna layanan di luar biaya resmi yang ditetapkan. Dari 3611 masyarakat yang
mengurus layanan, 33 persen pernah mengeluarkan biaya/imbalan tambahan di luar
biaya yang berlaku. Bila diperhatikan, unit layanan yang paling sering memungut biaya
lebih menurut penilaian pengguna layanan adalah Unit Layanan Lembaga Pemasyarakatan
(Depkumham); Bongkar Muat, Cold Storage, dll (DKP); TKI di Terminal III (Depnakertrans);
serta Sertifikasi Tanah/ Penggabungan Sertifikat (BPN).
Empat belas unit layanan berikut adalah unit layanan yang lebih dari 60 persen
pengguna layanannya merasakan secara langsung harus mengeluarkan biaya/ imbalan
tambahan di luar biaya resmi yang harus dikeluarkan.
95 5
Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham)
18
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
Selama menerima layanan dari instansi ini, Selain mengeluarkan
biaya resmi apakah Anda mengeluarkan biaya/imbalan tambahan ?
Tidak Pernah
Pernah Departemen Perhubungan 80 20
PELINDO II 78 22
69
Departemen Hukum dan HAM 31
60
Perusahaan Listrik Negara 40
0% 100%
50%
Dari masyarakat yang pernah mengeluarkan biaya di luar biaya resmi yang ditentukan,
umumnya berdasarkan pengalaman bentuk imbalan yang diberikan kepada petugas
layanan adalah dalam bentuk uang tunai atau cek. Dari 1327 orang yang mengaku
mengeluarkan biaya di luar biaya resmi, 87,9% menyatakan bahwa mereka memberikan
imbalan kepada petugas layanan dalam bentuk uang tunai/cek, dan hanya sebagian
kecil yang berbentuk barang/souvenir (5,0 persen atau 62 orang), entertaint (3,5 persen
atau 46 orang) atau fasilitas dan berbagai kemudahan tertentu lainnya (3,9 persen atau
52 orang).
95
Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham) 88
Bongkar Muat, Cold Storage (DKP) 87
TKI di Terminal III (Depnakertrans) 87
Sertifikasi Tanah, Penggabungan Sertifikat (BPN) 84
Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/Penerbangan (Dephub) 81
Jasa Kepelabuhan (Pelindo II) 80
Kenotariatan (Depkumham) 77
Izin KIR (Dephub)
76
Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan (Pelindo II)
75
Jasa Kepelabuhan (Pelindo II)
72
Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran Pertama (BPN)
68
Izin Trayek Angkutan Darat antar Provinsi (Dephub)
67
Banding (MA)
66
Distribusi dan Jaringan Pelayanan Domestik/
Distribusi dan Pemasaran BBM (Pertamina) 62
Pelayanan Gangguan (PLN)
61
Izin Penyambungan dan Pemasangan Listrik (PLN)
59
Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkoba, Lakalantas (POLRI)
57
Penambahan Daya (PLN)
55
Peninjauan Kembali PK (MA)
53
Administrasi Pernikahan (Depag)
50
Industri Farmasi/Izin Pendirian Apotik (Rumah Obat) /
Penyaluran Alat Kesehatan dan Obat (Depkes)
0% 50% 100%
(ExperiencedIntegrity)
PengalamanIntegritas
79
77
Departemen Perhubungan
PELINDO II
69
Departemen Hukum dan HAM
60
Perusahaan Listrik Negara
50
Mahkamah Agung
50
POLRI
0% 50% 100%
Bila mengeluarkan biaya tambahan dalam bentuk uang tunai/cek pada unit layanan
tempat mereka mengurus layanan, uang tunai umumnya dikeluarkan dan diberikan
kepada petugas pelayanan langsung. Namun ada juga masyarakat yang membayar biaya
tambahan di setiap jenjang pengurusan atau setiap pengambil keputusan.
Data yang diperoleh dari pengguna layanan yang menjawab secara multiple di setiap
unit layanan menggambarkan, bahwa paling tidak pada 7 unit layanan (7 teratas dalam
gambar) pengguna layanannya harus mengeluarkan biaya/imbalan tambahan di luar
biaya resmi yang dibayarkan lebih dari satu kali (tingkat). Pengguna layanan yang
bersangkutan berkemungkinan selain membayar biaya tambahan kepada petugas Penga (Ex
21
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
layanan secara langsung juga membayar di setiap jenjang pengurusan atau di setiap
pengambil keputusan. Bahkan ada kemungkinan pengguna layanan membayar biaya/
imbalan tambahan di tiga tingkat, yaitu petugas langsung, setiap jenjang pengurusan
dan setiap pengambil keputusan.
Pada gambar terlihat bahwa unit layanan Lembaga Pemasyarakatan dari Depkumham
berdasarkan pengalaman responden merupakan unit layanan di mana pengguna
layanan harus mengeluarkan biaya/imbalan tambahan lebih dari satu kali (tingkat). Di
Lembaga Pemasyarakatan, 72 persen pengguna layanannya mengaku harus
mengeluarkan biaya tambahan di setiap pengambil keputusan. Selain itu 46 persennya
mengaku mengeluarkan biaya tambahan yang diberikan kepada petugas secara langsung
dan 23 persen menyatakan bahwa mereka juga harus mengeluarkan biaya tambahan di
setiap jenjang pengurusan.
Unit-unit layanan lain, terutama Unit Layanan Tindak pidana umum, khusus, narkoba,
lakalantas dari POLRI; Banding dan Peninjauan Kembali dari MA; Izin KIR dan Izin Usaha
Angkutan Darat, Pelayaran dan Penerbangan dari Dephub; serta Jasa Kepelabuhan dari
PELINDO II, kondisinya tidak jauh berbeda dengan Lembaga Pemasyarakatan.
(ExperiencedIntegrity)
PengalamanIntegritas
22
Di tingkat mana Anda mengeluarkan
biaya/imbalan tambahan?
(Ex
Penga
23
II. Potensi Integritas (Potential Integrity)
Potensi Integritas (Potential Integrity) merupakan salah satu unsur penyusun skor integritas
publik. Terdapat empat indikator yang digunakan untuk menyusun Potential Integrity yakni
indikator Sistem Administrasi (Administrative System) dengan bobot 0.265, Lingkungan Kerja
(Working Environment) dengan bobot 0.265, Perilaku Petugas Pelayanan (Personal Attitude)
dengan bobot 0,261 dan Pencegahan Korupsi (Corruption Control Measures) dengan bobot
0,171.
Nilai rata-rata potential integrity dari 65 unit layanan dan 30 instansi yang disurvei adalah
6,00. Nilai rata-rata tersebut bila dibandingkan dengan nilai rata-rata experienced integrity 5,34
memang lebih tinggi. Namun seperti halnya nilai rata-rata experience, nilai rata-rata potential
integrity ini masih jauh lebih rendah dibandingkan negara lain yang melakukan survei serupa
seperti Korea yang sudah mencapai nilai rata-rata potential integrity sebesar 8,42 (2006)
Sebagai gambaran, akan ditunjukkan 5 instansi dan 5 unit layanan yang memiliki skor potential
integrity terbaik dan terburuk dalam pelayanan publik tahun 2007. Sebagai gambaran,
berbeda dengan skor experienced integrity, perbedaan skor potential integrity antar satu
instansi dengan instansi lain tidak terlalu mencolok. Sebagian besar skor terdistribusi di dekat
skor rata-rata (6,00).
Badan Kepegawaian Negara (dengan 4 unit layanan sampel) merupakan satu-satunya instansi
dengan skor potential integrity lebih dari 7. Sementara 5 instansi lain di bawahnya memiliki nilai
potential integrity yang tidak jauh berbeda. Sedangkan Departemen Perhubungan (dengan 3
unit layanan sampel), Departemen Hukum dan HAM (dengan 3 unit layanan sampel), Badan
Pertanahan Nasional (dengan 2 unit layanan sampel) dan POLRI (dengan 2 unit layanan sampel)
merupakan instansi dengan nilai skor potential integrity terendah yaitu di bawah 5,00.
Dalam rangka mempertajam analisa, 5 unit layanan dengan skor potential integrity tertinggi
dan terendah akan ditunjukkan dalam gambar berikut.
(PotentialIntegrity)
PotensiIntegritas
28
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
Potential Integrity berdasarkan Unit Layanan
(5 Tertinggi dan 5 Terendah)
Gambar menjelaskan bahwa terdapat 2 unit layanan Departemen Perhubungan (dari 3 unit
layanan sampel) yang berada pada peringkat potential integrity lima terendah. Kondisi ini
harus mendapat perhatian serius dari Departemen Perhubungan untuk segera dilakukan
perbaikan-perbaikan.
Kondisi sebaliknya terjadi bahwa 3 unit layanan sampel di Badan Kepegawaian Negara (dari 4
unit layanan) mendapatkan skor potential integrity tertinggi.
Kondisi ini sebaiknya juga tidak membuat BKN mengurangi kualitas layanannya. Seperti halnya
pada experience integrity, selain dari itu BKN juga harus mengevaluasi mengenai pencapaian n
yang tinggi tersebut, apakah memang pelayanan yang diberikan sudah cukup baik, ataukah
pengguna layanan memiliki “hubungan yang baik dan menguntungkan” dengan unit-unit
layanan yang diberikan oleh BKN sehingga berpengaruh terhadap penilaian mereka
terhadap layanan yang diberikan oleh BKN.
Bagian selanjutnya akan membahas 4 indikator potential integrity dengan lebih detail.
(Po
Poten
29
II. 1. Sistem Administrasi
Berdasarkan survei, hampir seluruh masyarakat pengguna layanan tidak kesulitan
mendapatkan informasi tentang layanan yang akan mereka urus. Data menunjukkan
bahwa 96 persen masyarakat menyatakan bahwa unit layanan memiliki informasi
terkait layanan yang mereka berikan, dan hanya 4 persen masyarakat yang menyatakan
bahwa unit layanan yang mereka datangi tidak memiliki informasi layanan.
29
Peninjauan Kembali PK (MA)
24.4
Kasasi (MA) 10
0 10 20 30
Secara umum masyarakat memang tidak kesulitan untuk mendapatkan informasi di
unit layanan. Hal ini terbukti dari data bahwa masyarakat pengguna layanan yang
menyatakan bahwa unit layanan yang bersangkutan tidak memiliki informasi maksimal
hanya 29 persen dari pengguna layanan dan itu berada di unit layanan Peninjauan
Kembali PK dari Mahkamah Agung. Detailnya, terdapat 8 unit layanan yang lebih dari
10 persen masyarakat pengguna layanannya menyatakan unit layanan yang bersangkutan
tidak memiliki informasi layanan, seperti ditunjukkan dalam gambar.
Namun bila ditelusuri lebih lanjut, dari mana informasi layanan tersebut diperoleh
Papan pengumuman 55 45
Tidak 25 75
Media elektronik
Ya
27 73
Costumer service
19 81
Brosur/pamflet/selebaran
0% 50% 100%
(PotentialIntegrity)
PotensiIntegritas
30
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
ternyata data menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat (90 persen) menyatakan
bahwa mereka mendapatkan informasi dari petugas layanan secara langsung
(pertemuan face-to-face). Artinya, mereka secara manual harus bertanya kepada petugas
mengenai informasi layanan yang akan mereka urus. Cara ini tentu saja sangat konvension
dan kurang informatif, mengingat teknologi sudah berkembang dengan sangat pesat.
Dari seluruh sumber informasi layanan hanya 25 persen masyarakat pengguna layanan
yang menyatakan bahwa di unit layanan yang mereka datangi menyampaikan
informasi layanan melalui media elektronik (touch screen, layar TV, web/komputer).
Informasi yang diterima langsung dari petugas memang tidak selamanya merugikan
karena masyarakat dapat bertanya sesuai dengan kebutuhannya secara langsung.
Interaksi konvensional seperti ini memudahkan bagi pengguna layanan dari kalangan
kebanyakan yang tidak peka teknologi. Namun disatu sisi, semakin sering kontak
langsung antara petugas dengan pengguna, semakin memperbesar peluang terjadinya
perilaku korup. Proses “tawar-menawar” yang tidak prosedural antara petugas dan
penerima layanan dapat muncul pertama kali ketika masyarakat menanyakan prosedur
layanan, yang seharusnya akan dapat dihindarkan jika masyarakat mengetahui informasi
melalui media lain.
Secara lebih spesifik, umumnya unit layanan menyampaikan informasi mengenai
layanan melalui beberapa sumber. Selain dari petugas layanan langsung atau customer
service, biasanya untuk unit layanan yang telah memiliki SOP, juga akan menyediakan
informasi layanan melalui brosur/pamflet atau papan pengumuman bahkan melalui
media elektronik (touch screen, layar TV, dll).
Persyaratan dan prosedur yang ditetapkan oleh unit layanan secara umum cukup
mudah diketahui oleh masyarakat pengguna layanan. Dari 3611 responden, 95 persen
menyatakan bahwa mereka mengetahui persyaratan dan prosedur yang telah ditetapkan
untuk mendapatkan layanan di unit layanan yang akan mereka urus. Dan sebagian
besar dari mereka (90 persen) juga menyatakan bahwa mereka tidak mengalami
kesulitan dalam memperoleh informasi mengenai syarat dan prosedur layanan di unit
layanan tempat mereka mengurus layanan ini.
Secara lebih spesifik tabel berikut menunjukkan pengetahuan pengguna layanan
mengenai persyaratan dan prosedur sekaligus kesulitan dalam memperoleh informasi
mengenai persyaratan dan prosedur tersebut.
Kesulitan mendapatkan
Tahu Persyaratan (Ya)
Unit Layanan Informasi persyaratan (Ya)
73,5 57,1
Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkotika, Lakalantas (POLRI) 93,8 43,8
Bongkar Muat, Cold Storage, dll (DKP) 96,7 40,0
Banding (MA) 76,7 38,3
TKI di Terminal III (Depnakertrans) 96,7 36,7
Kasasi (MA) 80,7 35,0
Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham) 77,4 32,3
Peninjauan Kembali PK (MA)
31
menunjukkan bahwa unit-unit layanan dalam penegakan hukum justru merupakan
unit layanan di mana masyarakat penggunanya paling kesulitan memperoleh informasi
mengenai persyaratan dan prosedur layanan. Tercatat dari 7 unit layanan tersebut, 5
unit layanan adalah layanan di bidang penegak hukum yang berasal dari Mahkamah
Agung, POLRI dan Dept. Hukum dan HAM.
Kasasi (MA) 20 40 40
0% 100%
50%
Terlihat pada gambar bahwa di unit layanan Lembaga Pemasyarakatan dari Dep-
kumham, pengguna layanan yang menyatakan prosedur pelayanannya sulit masih
cukup dominan. Enam unit layanan lain adalah unit layanan yang dinilai lebih dari 20
persen pengguna layanannya memiliki prosedur pelayanan yang sulit. Secara kes-
eluruhan, urutan instansi yang dianggap pengguna layanannya memiliki prosedur pe-
layanan yang sulit adalah Dept. Hukum dan HAM, BPOM, POLRI, Mahkamah Agung,
Badan Pertanahan Nasional dan PLN.
Mengenai waktu penyelesaian layanan, masih cukup besar masyarakat (42 persen) yang
menilai bahwa layanan yang mereka terima tidak selalu selesai tepat waktu. Artinya, unit
layanan masih harus terus memperbaiki diri dengan berusaha menepati batas waktu
penyelesaian layanan seperti yang telah mereka tetapkan sendiri. Untuk lebih jelasnya,
pada gambar berikut dijelaskan mengenai unit layanan apa saja yang kurang menepati
waktu penyelesaian layanan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan.
(PotentialIntegrity)
PotensiIntegritas
32
Apakah pelayanan yang Anda terima telah sesuai dengan
batas waktu yang ditetapkan ?
Kenotariatan (Depkumham) 88 12
Banding (MA) 70 30
Terlihat bahwa unit layanan Bongkar Muat, Cold Storage,dll yang berada di Departemen
Kelautan dan Perikanan merupakan unit layanan yang paling banyak mengecewakan
pengguna layanannya. Hal tersebut dikarenakan 100 persen pengguna layanannya
menyatakan bahwa unit layanan Bongkar Muat, Cold Storage tidak selalu tepat waktu
dalam penyelesaian layanannya. Limabelas unit layanan lain yang ditampilkan dalam
gambar adalah unit layanan yang dinilai oleh lebih dari 60 persen pengguna layanannya
tidak selalu tepat waktu dalam penyelesaian layanan. Terlihat bahwa sebagian besar
unit layanan yang tidak tepat waktu dalam penyelesaian layanan ini adalah jenis-jenis
layanan perizinan dan jenis-jenis layanan yang terkait dengan penegakan hukum. Bila
diranking berdasarkan instansi, terlihat bahwa instansi-instansi yang dinilai lebih dari 60
persen pengguna layanannya tidak tepat waktu dalam penyelesaian layanan adalah DKP,
BPN, Depkumham, Dephub, Depnakertrans, BPOM, Jamsostek, MA, Depdagri, Depsos,
POLRI dan PERTAMINA.
Selain waktu, biaya merupakan salah satu sistem administrasi layanan yang dijadikan
perhatian utama oleh pengelola dan pengguna layanan. Sebagian besar masyarakat
pengguna layanan (73 persen) menyatakan bahwa biaya yang mereka keluarkan dalam
mengurus layanan telah sesuai dengan standar/tarif yang telah ditentukan. Kondisi ini
tentu saja cukup baik. Namun yang harus menjadi perhatian selain masih terdapat 15
persen mayarakat yang menyatakan biaya yang dipungut tidak sesuai dengan standar/
tarif yang ditentukan, ternyata masih sekitar 12 persen responden menyatakan bahwa
mereka tidak tahu apakah biaya yang mereka keluarkan dalam mengurus layanan
tersebut sesuai dengan standar/tarif yang ditetapkan atau tidak. Artinya, mereka tidak
mengetahui standar/tarif yang ditetapkan sebenarnya berapa. Hal ini bisa terjadi karena
(Po
Poten
33
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
unit layanan yang bersangkutan kemungkinan tidak menginformasikan besar biaya
yang harus dikeluarkan untuk pengurusan layanan tertentu. Kondisi semacam ini lah
yang biasanya memicu pungutan liar dan suap dalam pelayanan publik. Bila diperinci
untuk tiap unit layanan, kondisi detail ditunjukkan oleh gambar berikut.
14
Tidak tahu Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham) 66.7 19.3
Tidak 30
TKI di Terminal III (Depnakertrans) 1.7
Ya 68.3
32.7
Tindak Pidana Umum, Tindak Pidana Khusus,
38.8 28.6
Narkotika, Lakalantas (POLRI)
32.3
Asuransi Kecelakaan Kerja (Jamsostek) 35.3 32.4
23.3 26.7 50
Pelayanan Perdagangan Luar Negeri
(Dept. Perdagangan) 18.7
Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/
56.3 25
Penerbangan (Dephub)
42.2
Izin KIR (Dept. Perhubungan) 35.9 21.9
36.6 46.7
Pengurusan Program PPMK 16.7
0%
50% 100%
Terlihat pada gambar bahwa 8 unit layanan berikut menggambarkan adanya ketidakjelasan
dalam penentuan biaya pelayanan. Pada Lembaga Pemasyarakatan dan TKI di Terminal
III lebih dari 60 persen pengguna layanannya menyatakan bahwa biaya yang mereka
bayarkan tidak sesuai dengan standar tarif yang ditetapkan oleh unit layanan itu sendiri.
Sementara di Perdagangan Luar Negeri dan Pengurusan Program PPMK kondisi yang
terjadi adalah sebagian besar dari pengguna layanan tersebut tidak mengetahui standar
biaya yang ditetapkan oleh unit layanan yang bersangkutan.
Pelaksanaan Sistem Administrasi yang baik dalam layanan publik ini mencerminkan
tingkat transparansi unit layanan kepada masyarakat pengguna layanannya. Secara
umum masih diperlukan banyak perbaikan dalam sistem administrasi di unit layanan
dan instansi publik di Indonesia.
34
Usaha Angkutan Darat, Pelayaran dan Penerbangan dari Dephub; Retribusi STNK/SIM/
BPKB dari POLRI; dan Bongkar Muat, Cold Storage dari DKP.
Lihat gambar berikut.
Ada 16 unit layanan dari 9 instansi yang lebih dari 50 persen pengguna layanannya
menyatakan bahwa petugas layanan di unit layanan yang bersangkutan memiliki
inisiatif menawarkan jasa untuk mempercepat proses pelayanan dengan meminta
imbalan tertentu. Kondisi yang terjadi karena kebiasaan yang sudah berlangsung lama
ini dikhawatirkan akan semakin sulit diatasi bila tidak segera dilakukan perbaikan-
perbaikan dan pembenahan.
Tidak ada
Departemen Perhubungan (Dephub) 68.6 31.4
Ada
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) 66.9 33.1
52.5 47.5
Departemen Hukum dan HAM (Depkumham)
52.5 47.5
PT. Pelabuhan Indonesia II (PELINDO II)
0% 50% 100%
(Po
Poten
Suasana untuk memberi dan diberi tersebut secara spesifik berbeda di antara unit
layanan yang disurvei. Lihat gambar berikut.
Apakah petugas pada unit layanan ini biasa terima tips, imbalan sebagai
bagian dari pengurusan layanan ? Apakah Anda menawarkan tips,
imbalan kepada petugas untuk mempercepat layanan ?
26.4 75
Retribusi STNK/SIM/BPKB (POLRI)
65
Sertifikasi Tanah/Penggabungan Sertifikat (BPN) 48.3
64
Izin Trayek Angkutan Darat antar provinsi (Dephub)
48
Jasa Kepelabuhan (PELINDO II)
61.3
54.8 Petugas biasa
47.2 59.6 menerima tips, imbalan (%)
Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan (PELINDO II)
56.8 Pengguna layanan menawarkan
45.5 tips, imbalan (%)
Penambahan Daya (PLN)
48.4
Distribusi dan Jaringan Pelayanan Domestik/ 45.2
Distribusi dan Pemasaran BBM (Pertamina) 96.9
96.9
Bongkar Muat, Cold Storage, dll (DKP)
84.84
Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/ 84.4
Penerbangan (Dephub) 40
Kenotariatan (depkumham) 72
36
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
Pada gambar dijelaskan bahwa penerimaan dan pemberian tips dan imbalan menjadi
bagian dari pengurusan layanan publik memiliki kasus spesifik di masing-masing unit
layanan.
Pada unit layanan Retribusi STNK/SIM/BPKB dari POLRI terlihat bahwa yang lebih
menonjol adalah kebiasaan petugas layanan untuk menerima tips dan imbalan sebagai
bagian dari pengurusan layanan. Sementara pengguna layanan memiliki inisiatif yang
rendah dalam menawarkan tips dan imbalan kepada petugas layanan. Artinya, karena
kebiasaan tersebut, umumnya petugas layanan lalu berinisiatif untuk meminta imbalan
kepada pengguna layanan.
Pada unit layanan Bongkar Muat, Cold Storage dari DKP dan Izin Usaha Angkutan Darat/
Pelayaran/Penerbangan dari Departemen Perhubungan terlihat bahwa kebiasaan
petugas layanan dalam menerima tips dan imbalan sebagai bagian dari pengurusan
layanan diimbangi dengan inisiatif pengguna layanan dalam menawarkan tips dan imbalan
dalam rangka mempercepat pelayanan. Dalam kondisi ini masing-masing pengguna
dan petugas layanan memiliki andil dalam menyuburkan praktek suap, pungutan liar
dan korupsi di pelayanan publik.
Apakah petugas pada instansi ini biasa terima tips, imbalan sebagai bagian
dari pengurusan layanan ? Apakah Anda menawarkan tips, imbalan kepada
petugas layanan untuk mempercepat layanan ?
76.9
Departemen Perhubungan (Dephub) 59.5
60
PT. Pelabuhan Indonesia II (PELINDO II) 49.2
0% 50% 100%
Pada unit layanan Kenotariatan dari Depkumham serta Pengukuran dan Pemetaan
Kadastral/Pendaftaran pertama kali dari BPN terlihat bahwa inisiatif menawarkan tips
dan imbalan dalam rangka upaya mempercepat layanan justru berada di pengguna
layanan. Kondisi semacam ini kemungkinan tidak akan terjadi bila unit layanan yang
bersangkutan secara aktif mensosialisasikan bahwa pengurusan pada unit layanan
tersebut dilakukan berdasar SOP (Standart Operational Procedure) dan ditekankan bahw
petugas layanan tidak menerima suap atau tips.
Masih terkait dengan proses kecepatan layanan dan perilaku petugas layanan, ternyata
masih banyak pengguna layanan (43 persen) yang harus menghadap petugas berulangk
untuk mendapatkan output layanan di unit layanan yang mereka datangi. Dan menurut
29 persen masyarakat pengguna layanan, intensitas pertemuan/komunikasi dengan
petugas tersebut (walaupun sebenarnya tidak sesuai dengan prosedur) ternyata akan
mempercepat proses pelayanan. Untuk lebih jelasnya, data tiap unit layanan dalam
intensitas tatap muka dan komunikasi dengan petugas layanan yang dilakukan di luar
prosedur dalam rangka mempercepat proses layanan ditunjukkan oleh gambar berikut.
(Po
Poten
37
Berdasar pengalaman, untuk mendapat layanan di unit layanan ini,
apakah diperlukan menghadap petugas berulangkali ? Berdasar pengalaman,
apakah intensitas pertemuan/komunikasi dengan petugas (di luar prosedur)
akan mempercepat proses layanan ?
96.7
Bongkar Muat, Cold Storage (DKP) 18.8
45
96.7
Sertifikasi Tanah, Penggabungan Sertifikat (BPN)
32
96
Kenotariatan (Depkumham)
Mutasi (BKN)
30
Pengurusan Penggunaan Askes
(PT. ASKES)
29.2
0% 50% 100%
Pada gambar dijelaskan bahwa ada 3 kelompok berbeda terkait dengan petugas dan
percepatan layanan ini. Kelompok pertama adalah kelompok dimana pengguna layanan
menyatakan bahwa untuk mendapat layanan, diperlukan menghadap petugas layanan
berkali-kali, namun intensitas pertemuan/komunikasi tersebut tidak berpengaruh
terhadap kecepatan layanan yang mereka terima.Yang masuk dalam kelompok ini
diantaranya adalah unit layanan Bongkar Muat,Cold Storage (DKP); Penyidikan obat
dan makanan (BPOM), Kenotariatan (Depkumham); Panti rehabilitasi sosial/Asuhan dan
Jompo/Penyantun veteran dan cacat (Depsos); Izin Usaha Perikanan/Penangkapan/
Kapal Perikanan (DKP); dan masih banyak lagi. Kondisi semacam ini menunjukkan
terjadinya birokrasi yang berbelit-belit dan menyulitkan pengguna layanan. Unit
layanan semacam ini merupakan prioritas untuk segera direformasi.
38
biasanya selalu dibarengi dengan suap dan pungutan liar yang sebenarnya merugikan
pengguna layanan dan negara. Unit layanan dengan kondisi semacam ini juga perlu
dilakukan pembenahan dan pemantauan terutama dari penanggungjawab unit layanan.
Kondisi yang berlarut-larut akan menciptakan budaya korupsi di area pelayanan publik.
Kelompok ketiga adalah kelompok di mana masyarakat pengguna layanan menilai bahwa
intensitas pertemuan/komunikasi dengan petugas (di luar prosedur) di unit layanan
akan mempercepat proses layanan, namun berdasar pengalaman, mereka dalam
mengurus layanan di unit layanan tersebut tidak perlu menghadap berulang kali. Yang
masuk dalam kelompok ini adalah unit layanan Pelayanan Perdagangan Luar Negeri
(Dept.Perdagangan); Pengangkatan PNS dan Mutasi (BKN);Pengurusan Penggunaan Aske
(PT.ASKES); dan lain-lain. Kondisi ini mencerminkan ketidaktransparanan unit layanan
kepada pengguna layanan dalam proses pelayanan sehingga SOP unit layanan tersebut
tidak dimengerti oleh pengguna layanan. Indikasi lain adalah petugas layanan sengaja
melakukan hal tersebut supaya pengguna layanan melakukan kontak langsung dengan
mereka dalam rangka mempercepat layanan sehingga peluang pungutan liar dapat
dilakukan.
Unit-unit layanan yang ditampilkan dalam tabel di atas harus segera mendapat perhatian
dari instansi yang membawahinya. Seperti terlihat pada tabel bahwa instansi tersebut
sebaiknya segera memperbaiki unit-unit layanannya dalam rangka menciptakan
transparansi pelayanan dan mencegah terjadinya korupsi di lingkungan instansi yang
bersangkutan.
Lingkungan kerja (Working environment) memang sangat menentukan proses kerja
dan perilaku petugas. Oleh karena itu, untuk memperkecil potensi korupsi di lembaga
pelayanan publik, instansi serta unit-unit layanan sebaiknya memperhatikan lingkungan
kerja unit layanannya sehingga profesionalitas petugas, unit layanan dan instansi menjadi
lebih baik.
(Po
Poten
39
II. 3. Perilaku Petugas Layanan (Personal Attitude)
Personal attitude merupakan salah satu faktor pemicu korupsi dalam pelayanan publik.
Perilaku-perilaku petugas layanan terutama dalam perbedaan perlakuan layanan sering
terjadi dalam layanan publik.
Pada prakteknya di lapangan terkait dengan perilaku petugas layanan, ternyata masih
terdapat 31 persen pengguna layanan yang merasa prosedur pelayanan yang
diberlakukan tidak sama antara sesama pengguna layanan. Selain dari itu 29 persen
dari pengguna layanan juga pernah merasakan langsung perbedaan perlakuan
pelayanan tersebut. Kondisi semacam ini patut mendapat perhatian oleh
penanggungjawab unit layanan karena bila dibiarkan berlarut-larut perilaku petugas
layanan tersebut, akan menurunkan kredibilitas unit layanan yang bersangkutan.
96.9
96.9
Bongkar muat, cold storage, dll (DKP)
Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/ 84.4
Penerbangan (Dephub) 84.4 91.2
Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham) 84.2
Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran
81.7
pertama kali (BPN)
78.3
Izin Pengembangan Usaha Perikanan/Usaha
72 79.8
Penangkapan/Kapal Perikanan (DKP)
72 79.8
Izin Trayek Angkutan Darat antar Provinsi (Dephub) 67.7
Peninjauan Kembali PK (MA) 61.3
Izin KIR (Dephub) 65.6
57.8 66.7
Kasasi (MA)
53.3 70
53.3
TKI di Terminal III (Depnakertrans)
59.2
69.4
Tindak Pidana Umaum, Khusus, Narkotika,
Lakalantas (POLRI) 63.9
54.2
Retribusi STNK/SIM/BPKB (POLRI)
Sertifikasi Tanah/Penggembangan Sertifikat (BPN)
61.7
Izin Penyambungan dan Pemasangan Listrik (PLN) 60.5
58.3
50
Asuransi Kecelakaan Kerja (PT. Jamsostek) 55.9
55.9
Jaminan Hari Tua dan Tabungan Perumahan 54.1
Tidak selalu sama (%)
(PT. Jamsostek) 54.1
Panti Rehabilitasi Sosial/Asuhan dan Jompo/ 53.7 Pernah (%)
Santunan Veteran&Cacat (Depsos) 53.7
32.3
Jasa Kepelabuhanan (PELINDO II)
53.9 61.3
Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan
(PELINDO
Penambahan Daya (PLN) II) 59.6
47.7 52.3
Banding (MA) 56.7
46.7
0% 100%
50%
Berdasarkan jenis layanan, gambar berikut menjelaskan bahwa terdapat korelasi yang
kuat antara pernyataan pengguna layanan mengenai prosedur pelayanan yang tidak
selalu sama diberlakukan terhadap semua penerima layanan dengan pengalaman
pribadi saat menerima perbedaan perlakuan dalam pengurusan layanan. Dijelaskan
bahwa unit layanan Bongkar muat, cold storage, dll dari Departemen Kelautan dan
Perikanan dinilai masyarakat pengguna layanannya sangat buruk dalam perbedaan
perlakuan pelayanan. Unit-unit layanan lain yaitu Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/
Penerbangan dari Dephub; Lembaga Pemasyarakatan dari Depkumham; Pengukuran
(PotentialIntegrity)
PotensiIntegritas
40
dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran Pertama Kali dari BPN; Izin Pengembangan Usaha
Perikanan/Usaha Penangkapan/Kapal Perikanan dari DKP; dan Izin Trayek Angkutan
Darat antar Provinsi dari Dephub; serta 13 unit layanan lain juga harus segera melakukan
perubahan dalam kualitas petugas layanannya.
84.3
Departemen Kelautan dan 84.3
Perikanan (DKP)
Departemen Perhubungan 71.9
(Dephub) 67.8
Badan Pertanahan Nasional 71.7
(BPN) 68.3
59.5
Mahkamah Agung (MA) Tidak selalu
51.2
57.5 sama (%)
Departemen Hukum dan HAM 63.3
(Depkumham) Pernah (%)
Pelabuahan Indonesia II 48.3 60
(PELINDO II)
0% 50% 100%
Waktu penyelesaian 82 18
Biaya pengurusan 54 46
Alur pengurusan 37 63
Tidak
Ya Fasilitas layanan 23 77
Sikap/perilaku petugas 42 58
Syarat pengurusan 20 80
0% 50% 100%
Dari 29 persen pengguna layanan yang merasa mengalami perbedaan pelayanan pada
saat mengurus layanan, secara umum paling banyak dirasakan dan dialami adalah
perbedaan layanan dalam waktu penyelesaian layanan. Perbedaan lain yang juga
cukup banyak dialami adalah adanya perbedaan dalam biaya pengurusan, sikap/perilaku
petugas dan alur pengurusan. Perbedaan lain yang walaupun tidak banyak namun
masih juga dialami oleh sebagian kecil pengguna layanan adalah perbedaan dalam hal
fasilitas layanan dan syarat pengurusan.
(Po
Poten
41
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
Dalam hal apakah perbedaan perilaku pelayanan publik itu terjadi ?
(Persen Penggunaan Layanan)
62 46 85 31
Penetapan Hukum Tetap (MA) 100 69
59 50 79 44
Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkotika, Lakalantas (POLRI) 88 65
Banding (MA) 100 100 50 21 71 36
100 67 50 75 58
Kenotariatan (Depkumham) 25
95 47 63 90 26
PeninjauanBesar
Kembali PK (MA) 42
TDP dan SIUP untuk Pedagang (Deperind) 50 25 75 75 75 50
Izin Pendidikan Luar Sekolah/Keterampilan/Kursus (Depdiknas) 50 67 33
100 33 67
Izin KIR (Dephub) 41 43
89 65 54 60
Retribusi STNK/SIM/BPKB (POLRI) 44 44
80 59 62 59
Pelayanan Haji (Depag 100 94 25 38 25 56
Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/Penerbangan (Dephub) 100 100 22 15 33 41
Kasasi (MA) 81 69 38 31 81 13
Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham) 42 50 40 56
87 44
Keimigrasian/Paspor (Depkumham) 83 25 50 25
75 58
Administrasi Pernikahan (Depag) 75 90 40 30 55 15
Izin Pengembangan Usaha Perikanan/Usaha Penangkapan/Kapal Perikanan (DKP) 86 92 85 20 133
83 83 33 33 8
Pemasangan Baru Telpon (PT. TELKOM) 67
100 100 50
Pemberdayaan Masyarakat (KUBE)(Depsos) 33
Sertifikasi Tanah/Penggembangan Sertifikat (BPN) 94 69 34 17 34 17
Penambahan Daya (PLN) 65 39 52 22 57 22
Panti Rehabilitasi Sosial/Asuhan dan Jompo/SantunanVeteran&Cacat (Depsos) 100 86 64
Pajak (Depkeu) 86 14 43 86 14
56 66 22
TKI di Terminal III (Depnakertrans) 16 25 59
100 2
Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/ Pendaftaran pertama kali (BPN) 113 11 49
100
Asuransi Kecelakaan 37 53 11
Bongkar muat, Kerja (PT. Jamsostek)
cold storage, dll (DKP) 100 19 23 3
Industri farmasi/Izin Pendirian Apotik/Penyaluran alat kesehatan dan obat (Depkes) 100 25 13 29 29 42
Jasa Kepelabuhanan (PELINDO II) 68 26 11 21 5
90 Syarat
Cukai Bea Masuk (Depkeu) 56
Sikap/ perlakuan
75
Pelayanan Gangguan (PLN) 63 13 50 25 Fasilitas
75
Izin Akreditasi Sekolah Umum, Khusus, PTS/Akreditasi Guru (Depdiknas) 50 33 33 33 50 17 Alur
Biaya
68 42 11 19 64
Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan (PELINDO II) Waktu
83 33 67 17
Izin Pendirian Rumah Sakit, Praktek Dokter/ Penempatan Dokter (Depkes)
0% 50% 100% 150% 200% 250% 300% 350% 400%
Secara lebih terperinci, perbedaan perlakuan tersebut akan berbeda dirasakan oleh
pengguna layanan di unit layanan yang berbeda. Gambar berikut menampilkan contoh
beberapa unit layanan yang menurut pengalaman sebagian pengguna layanannya
melakukan perbedaan-perbedaan perlakuan pelayanan. Dari yang menjawab ‘pernah
menerima perbedaan perlakuan pelayanan’ dengan menjawab secara multiple, rata-
rata pengguna layanan mengalami perbedaan perlakuan dalam waktu penyelesaian
layanan. Bahkan di beberapa unit layanan, beberapa responden mengalami perbedaan
perlakuan tidak hanya dari satu jenis perlakuan, tetapi bisa dua, tiga bahkan semua
jenis perbedaan perlakuan dialami. Pada gambar terlihat bahwa terutama pada
5 peringkat pertama yaitu unit layanan Penetapan Hukum Tetap (MA); Tindak Pidana
Umum, Khusus, Narkotika dan Lakalantas (POLRI); Banding (MA); Kenotariatan
(Depkumham) dan Peninjauan Kembali PK (MA), perbedaan perlakuan pelayanan bisa
dialami oleh pengguna layanan di waktu penyelesaian, biaya pengurusan, alur pengurusan,
(PotentialIntegrity)
PotensiIntegritas
42
fasilitas layanan, sikap/perlakuan petugas, dan atau syarat pengurusan. Hal yang lebih
menarik lagi adalah bahwa 5 unit layanan yang dimaksud adalah unit layanan yang
berada di Lembaga Penegak Hukum. Kondisi ini sangat memprihatinkan mengingat
upaya pemberantasan korupsi termasuk di dalamnya upaya pencegahan seharusnya
dipelopori oleh lembaga penegak hukum.
77
Departemen Perhubungan (Dephub) 93
(Po
Poten
43
Bentuk kampanye anti koropsi apa
yang ada pada unit layanan ini ?
Pengumuman langsung
Tidak 51 49
Ya Pamflet/poster/brosur
47 53
stiker/spanduk 45 55
Iklan layanan masyarakat melalui media
39 61
0% 50% 100%
Di luar kondisi masih banyaknya unit layanan yang berada di lingkungan rawan
korupsi, tercatat bahwa 54 persen masyarakat pengguna layanan menyatakan bahwa
unit layanan yang mereka kunjungi memiliki bentuk kampanye anti korupsi. Bentuk-
bentuk kampanye tersebut terdiri dari pengumuman langsung, pamflet/ poster/brosur,
himbauan di papan pengumuman, stiker/spanduk dan iklan layanan masyarakat melalui
media.
Upaya pencegahan korupsi dalam pelayanan publik menunjukkan keseriusan unit
layanan dan instansi dalam memerangi korupsi secara komprehensif di luar upaya
penindakan yang dilakukan. Semakin intensif usaha pencegahan korupsi yang dilakukan
maka semakin efektif pula upaya pemberantasan korupsi bisa dilakukan di unit layanan
dan instansi yang bersangkutan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perannya sebagai trigger mechanism sangat
mendorong upaya-upaya pencegahan korupsi, terutama di lembaga pelayanan publik.
Potret kondisi aktual pelayanan publik terkait dengan transparansi, suap, pungutan liar,
dan upaya-upaya pencegahan korupsi ini dilakukan juga dalam upaya meningkatkan
efektifitas pemberantasan korupsi di Indonesia, terutama di sektor layanan publik.
(Po
Poten
49
Kesimpulan
III. Kesimpulan
Agar memudahkan maka kesimpulan dari fakta yang dijumpai di lapangan dirangkai dengan
rekomendasi dalam bentuk matriks berikut ;
Integritas sektor publik 1. Rata-rata nilai integritas dari 30Survei akan dilakukan terus
di Indonesia masih rendah instansi dengan sampel 65 unit menerus dan KPK akan terus
layanan adalah 5,53 memonitor perkembangan/
kemajuan yang dicapai.
2. Nilai experience integrity yang Bagi yang nilai integritasnya
terendah untuk unit layanan sangat rendah akan diberikan
adalah 2,96, sangat jauh dari perhatian lebih. Dalam hal ini
standar suatu layanan. antara lain unit pelayanan TKI
(Depnakertrans) di terminal 3 dan
layanan di Lembaga
pemasyarakatan (Depkumham)
akan menjadi prioritas KPK.
Nilai suap dibandingkan biaya Tiga puluh tujuh persen (37%) nyaKondisi ini cukup
resmi cukup besar. membayar imbalan/biaya memprihatinkan, hal ini dapat
tambahan lebih dari 20% dari biayaterjadi karena memang ada
resmi. Secara nominal range biayainterest namun tidak tertutup
tambahan tersebut bervariasi, kemungkinan adanya upaya
tercatat biaya tambahan terbesar pemerasan yang dilakukan oleh
adalah Rp. 150 juta. (layanan di petugas layanan. Bagi kondisi
Mahkamah Agung) yang sudah kearah upaya
pemerasan, perlu disosialisasikan
mekanisme yang mampu
melindungi pengguna layanan
dari upaya pemerasan yang
berasal dari oknum petugas
pemberi layanan. dalam hal ini
dibukanya aduan pelayanan
menjadi amat penting.
Kesimpulan
Responden terdiri dari 37,6 persen (1359 orang) wanita dan 62,4 persen (2252 orang) pria.
Sebaran responden per instansi yang membawahi unit layanan sampel ditunjukkan oleh
gambar berikut.
Sebagian besar responden yang tersebar berdasarkan instansi adalah pria. Hal tersebut
dikarenakan sebagian besar yang mengurus layanan di instansi tempat unit layanan tersebut
berada adalah pria. Jumlah responden wanita lebih banyak di Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi karena salah satu unit layanan di Depnakertrans tersebut adalah layanan yang
melayani Tenaga Kerja Indonesia yang sebagian besar adalah wanita (TKW). Di PT. Taspen
Lampiranresponden wanita sebagian besar adalah janda (isteri) dari pensiunan.
Tingkat pendidikan responden sebagian besar adalah SLTA (41 persen) dan S-1 (29 persen)
serta sebagian kecil tidak tamat SD+SD (5 persen),SLTP (7 persen) dan S2/S3 (2 persen).
Sebaran tingkat pendidikan responden berdasar instansi tempat unit layanan tersebut
berada ditampilkan dalam gambar berikut. Terlihat bahwa pengguna layanan di unit layanan
di bawah Mahkamah Agung dan Departemen Dalam Negeri 80 persennya adalah lulusan
S-1. Responden dengan tingkat pendidikan Tidak tamat SD dan SD paling besar berada di
unit layanan di bawah Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Sedangkan responden
lulusan S2/S3 terbanyak adalah pengguna layanan di unit layanan yang berada di bawah
Departemen Kesehatan. Secara umum, responden pengguna layanan dengan tingkat
pendidikan SLTA tersebar merata di seluruh unit layanan pada instansi sampel.
Lamp
Pekerjaan pengguna layanan yang menjadi responden dalam studi ini sebagian besar adalah
pegawai/ karyawan (58 persen), dan sebagian kecil Profesional (8 persen), Pedagang/Petani/
Nelayan (7 persen), Wiraswasta (8 persen), Tenaga Kerja Indonesia (2 persen), mahasiswa (1
persen), pensiunan (4 persen) dan tidak bekerja (8 persen).
Dalam gambar terlihat bahwa seluruh responden pengguna layanan di unit layanan yang
berada di Departemen Dalam Negeri adalah pegawai. Hal tersebut dikarenakan memang
jenis layanan dari Departemen Dalam Negeri umumnya adalah melayani instansi atau
pegawai (PNS) di instansi tersebut (layanan antar lembaga).
Lampiran
Rata-rata usia pengguna layanan yang dijadikan responden dalam survei ini paling banyak
adalah di sekitar 31-40 tahun (39,6 persen), kedua adalah 41-50 tahun (25,9 persen), kemudian
21-30 tahun (21,5 persen), lebih dari 50 tahun (12,55 persen) dan yang paling sedikit adalah
kurang dari atau sama dengan 20 tahun (0,53 persen).
Bila didistribusikan berdasarkan instansi tempat unit layanan di mana responden mengurus
layanannya, terlihat bahwa responden dengan usia 31-40 tahun dan 41-50 tahun tersebar
secara merata di seluruh instansi, sedangkan responden dengan usia kurang dari atau sama
dengan 20 tahun hanya ada di unit layanan yang berada di Kepolisian Negara RI, PT. Telkom
dan RSCM. Responden dengan usia lebih dari 50 tahun sangat banyak terdapat di unit layanan
yang berada di PT. Taspen. Hal tersebut dikarenakan pengguna layanan di unit layanan dan
instansi tersebut umumnya adalah pensiunan atau istri/janda pensiunan tersebut. Lamp
Tingkat pengeluaran rata-rata per bulan responden pengguna layanan yang menjadi sampel
sebagian besar berada di sekitar Rp. 1 juta – Rp. 2 juta (37 persen), Rp. 2 juta – Rp. 3 juta (33,6
persen), Lebih dari Rp. 4 juta (13,5 persen), Rp. 3 juta – Rp. 4 juta (9,2 persen) dan di bawah Rp.
1 juta (6,7 persen).
Sebaran tingkat pengeluaran berdasarkan instansi ditunjukkan oleh gambar berikut. Terlihat
bahwa pada pengguna layanan di unit layanan yang berada di bawah BKN tingkat pengeluarannya
sebagian besar berada di sekitar Rp. 2 juta – Rp. 3 juta, dan sebagian kecil adalah Rp. 3 juta
– Rp. 4 juta. Sebagai informasi tambahan, sebagian besar atau bahkan seluruh responden
pengguna layanan di BKN adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Lampiran
1. Jenis Responden
Responden adalah pengguna layanan publik yang secara langsung menerima layanan
yang diberikan oleh unit layanan yang disurvei. Responden dapat berupa individu
yang mewakili dirinya sendiri ataupun individu yang mewakili suatu instansi yang
membutuhkan layanan
Unit Layanan adalah unit yang berada di suatu instansi yang memberikan layanan
kepada pengguna. Pengguna dapat berasal dari pihak internal maupun eksternal dari
instansi tersebut.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian di lakukan terhadap 65 unit pemberi layanan dari 30 instansi pusat yang
berlokasi di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi).
Total responden yang diwawancarai dalam survei ini berjumlah 3611 orang, yang
merupakan pengguna
N0. Nama langsung layanan dariUnit65Layanan
Nama unit pemberi layanan dariResponden
Jumlah 30 instansi
Departemen/ Institusi
1 Departemen Hukum dan HAM 1 Kenotariatan 25
2 Keimigrasian/paspor 38
3 Lembaga Pemasyarakatan 57
3 Layanan 120
3 1
2
4 1
6 1
MetodologiPenelitian
62
11 Lembaga dengan Skor Integritas Terendah
4,72
Gudang/ Lapangan Penumpukan PT. Pelabuhan Indonesia
4,62
Retribusi STNK dan BPKB/SIM/STNK/BPKB Kepolisian Republik Indonesia
4,52
Izin Penyambungan dan Pemasangan Listrik PT. Perusahaan Listrik Negara
4,33
Lembaga Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM
4,23
Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/ Badan Pertahanan Nasional
Pendaftaran Peratama Kali
4,22
Izin Usaha Angkutan Darat/Laut Departemen Perhubungan
(Pelayaran)/Udara (Penerbangan)
4,21
Keimigrasian Paspor
Departemen Hukum dan HAM
Kenotariatan
4,09 Departemen Hukum dan HAM
Sertifikasi Tanah/ Penggabungan Sertifikat
3,99 Badan Pertahanan Nasional
Izin Pengujian Kelayakan Kendaraan
Departemen Perhubungan
Angkutan Umum Darat (KIR) 4,13
Pelayanan TKI di Terminal 3 3,45
Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi
Meto
69
Skor Indikator
dibawah Rata-Rata 5.53
Pengalaman Korupsi 5.34 Tinggi pengalaman korupsi dalam setiap tahap suatu layanan
Tidak
Dept.Kelautan dan Perikanan
91 9
Ya PT. PELINDO
84 16
Departemen Sosial
82 18
BRI
75 25
Departemen Perhubungan
71 29
0% 50%
100%
MetodologiPenelitian
70
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
Cara Pandang Masyarakat terhadap Korupsi
di Pelayanan Publik
45 persen pengguna layanan publik memandang pemberian imbalan atau lainnya pada
suatu instansi merupakan hal yang wajar (Masyarakat PERMISIF)
100% dari 88% responden yang memberikan imbalan dalam layanan cold storage DKP
menganggap pemberian Imbalan hal yang wajar.
Tingginya toleransi masyarakat dalam memandang korupsi di pelayanan publik berbeda
terhadap setiap unit layanan. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa unit layanan tertentu
memang sudah sangat terbiasa dan wajar menerima imbalan dari pengguna layanan publik.
Masyarakat Permisif
Selama
Tidak menerima pelayanan dari Instansi ini, selain mengeluarkan
Pernah
biaya resmi, apakah
Pernah Anda
Departemen mengeluarkan biaya/imbalan
Perhubungan 80 tambahan? 20
PT. PELINDO 78 22
69 31
NegaraDepartemen Hukum dan HAM
60 40
PT. Perusahaan Listrik Negara
0% 50% 100%
Banding (MA) 67 33
Distribusi dan Jaringan Pelayanan Domestik/Distribusi dan 66 34
Pemasaran BBM (Pertamina)
Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkoba, Lakalantas (POLRI) 63 37
Kenotariatan (Depkumham)
MetodologiPenelitian
72
Apakah pelayanan yang Anda terima telah sesuai
dengan batas waktu yang ditetapkan?
Banding (MA) 70 30
14
Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham) 66,7 19,3
30 68,3 1,7
TKI di Terminal III (Depnakertrans)
32,7
Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkoba, Lakalantas (POLRI) 38,8 28,6
32,3
Asuransi Kecelakaan Kerja (Jamsostek) 35,3 32,4
23,3 26,7 50
Pelayanan Perdagangan Luar Negeri (Dept.Perdagangan)
18,7
Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/Penerbangan (Dephub) 56,3 25
Tidak tahu Izin KIR (Dept.Perhubungan) 35,9 21,9
42,2
Tidak Pengurusan Program PPMK 16,7 46,7
36,6
Ya
0% 50% 100%
Meto
76,9
Departemen Perhubungan 59,5
(Dephub) 60 Petugas biasa terima
49,2 tips,imbalan(%)
PT. Pelabuhan Indonesia (PELINDO)
54,6
40,5 Pengguna layanan
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menawarkan
53,3 tips,imbalan(%)
49,2
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP)
52,1
Perusahaan Listrik Negara (PLN) 33,9
0% 50% 100%
Pada Institusi ini, bentuk kampanye anti korupsi apa yang ada?
(Persen Pengguna Layanan yang menjawab ‘Belum Ada’)
93
Departemen Perdagangan
75
Departemen Koperasi dan UKM
73
Departemen Perindustrian
Mahkamah Agung 69
PT. ASKES 66
63
Departemen Pendidikan Nasional
Departemen Tenaga Kerja dan 60
Transmigrasi
0% 50% 100%
MetodologiPenelitian