Anda di halaman 1dari 66

Integritas

Sektor Publik
2007

Komisi Pemberantasan Korupsi


Direktorat Penelitian dan Pengembangan
2007
Integritas Sektor Publik
Indonesia 2007
Fakta Korupsi dalam Layanan Publik
Survei Integritas
Sektor Publik Indonesia 2007
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
Jl. H.R. Rasuna Said Kav. C-1 Jakarta Selatan-Indonesia
Telp. (021) 255 783 00
Fax. (021) 528 924 48
www.kpk.go.id

April 2008

Pengukuran tingkat integritas dilakukan untuk mengubah perspektif layanan dari orientasi
pada lembaga penyedia layanan publik atau petugas penyedia layanan publik (supply) ke
perspektif kustomer (demand).
Kata Pengantar

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa survei “Integritas Sektor
Publik Indonesia Tahun 2007, Tentang fakta Korupsi dalam Pelayanan Publik” telah
berhasil diselesaikan dengan baik oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan, Deputi
Bidang Pencegahan, Komisi Pemberantasan Korupsi.

Survei dilakukan terhadap 30 instansi pusat yang memberikan layanan kepada publik
(masyarakat, perusahaan maupun layanan antar lembaga). Responden dalam survei ini
adalah pengguna layanan langsung (bukan calo atau biro jasa) dari layanan yang disediakan
oleh instansi tersebut. Survei dilaksanakan dalam waktu 3 bulan pada Agustus - Oktober
2007. Seluruh data yang diperoleh dalam laporan survei ini adalah data primer yang
bersumber dari hasil wawancara secara langsung dengan responden dilapangan.

Kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan
maupun kontribusi dalam penyusunan hasil studi ini. Kami menyadari bahwa hasil survei
ini masih jauh dari sempurna oleh karenanya saran dan kritik sangat diharapkan, guna
perbaikan survei lanjutan dengan topik yang sama dimasa mendatang.

Jakarta, April 2008

Pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi

Kata

Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007 iii


Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
Daftar Isi

Kata Pengantar .................................................................................... iii


Daftar Isi ............................................................................................ v

Pendahuluan
Latar Belakang ................................................................................. 2
Rumusan Permasalahan ..................................................................... 3
Tujuan ............................................................................................ 3

Integritas Sektor Publik Indonesia 2007


Fakta Korupsi Dalam Layanan Publik
Skor Integritas Publik ........................................................................ 6

I. Pengalaman Integritas ................................................................... 12


I.1. Cara Pandang Masyarakat terhadap korupsi di pelayanan Publik .... 14
I.2. Pengalaman Masyarakat terhadap korupsi di pelayanan Publik ..... 18

II. Potensi Integritas .......................................................................... 28


II.1. Sistem Administrasi ................................................................ 30
II.2. Lingkungan Kerja .................................................................... 34
II.3. Prilaku Petugas Layanan ......................................................... 40

III. Kesimpulan ................................................................................. 52

Lampiran ............................................................................................ 56
Metodologi Penelitian ........................................................................... 62
Ruang Lingkup ................................................................................. 62
Metodologi Pengumpulan Data ............................................................ 65
Metodologi Pengolahan Data .............................................................. 67
Metodologi Survei ............................................................................. 67

Dafta

Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007 v


Pendahuluan
Latar Belakang

Tindak pidana korupsi dalam berbagai bentuk mencakup pemerasan, penyuapan dan
gratifikasi pada dasarnya telah terjadi sejak lama dengan pelaku mulai dari pejabat negara
sampai pegawai yang paling rendah. Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini, terutama
yang dilakukan oleh aparatur pemerintah sudah mulai dilakukan secara sistematis baik oleh
perorangan maupun berkelompok (berjamaah), serta semakin meluas dan semakin canggih
dalam proses pelaksanaannya. Korupsi ini semakin memprihatinkan bila terjadi dalam aspek
pelayanan yang berkaitan dengan sektor publik, mengingat tugas dan kewajiban utama dari
aparat pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada publik/masyarakat.

Korupsi pada hakekatnya berawal dari suatu kebiasaan (habit) yang tidak disadari oleh setiap
aparat, mulai dari kebiasaan menerima upeti, hadiah, suap, pemberian fasilitas tertentu ataupun
yang lain dan pada akhirnya kebiasaan tersebut lama-lama akan menjadi bibit korupsi yang
nyata dan dapat merugikan keuangan negara. Untuk mencabut akar permasalahan sumber
terjadinya korupsi di sektor publik, perlu didefinisikan sifat dari korupsi dan dilakukan
pengukuran secara komprehensif dan berkesinambungan. Untuk dapat mendefinisikan sifat
korupsi, dimulai dengan melakukan pengukuran secara obyektif dan komprehensif dalam
mengidentifikasi jenis korupsi, tingkat korupsi dan perkembangan korupsi dan menganalisa
bagaimana korupsi bisa terjadi dan bagaimana kondisi korupsi saat ini.

Untuk dapat mencegah secara efektif terjadinya korupsi, hendaknya dihindari pengukuran
korupsi yang semata-mata bertujuan untuk mendeteksi pelaku korupsi dan menghukumnya.
Penting untuk mulai menempatkan strategi pencegahan korupsi dengan tujuan
untuk mengeliminasi faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi sejak dini. Dalam menetapkan
strategi pencegahan korupsi, perlu diidentifikasi dan dianalisa faktor-faktor yang menjadi
akar penyebab yang berkontribusi menimbulkan korupsi pada lembaga publik dan layanan
publiknya.

Berdasarkan pemikiran di atas, maka penting untuk menilai tingkat integritas lembaga publik
yang secara sistematis dapat menggambarkan sifat- sifat korupsi di lembaga publik tersebut.
Pengukuran tingkat integritas dilakukan untuk mengubah perspektif layanan dari orientasi
pada lembaga penyedia layanan publik atau petugas penyedia layanan publik (supply) ke
perspektif kustomer (demand). Diukur pula tingkat korupsi yang dialami dan dipersepsikan
oleh kustomer langsung pengguna layanan publik dan faktor-faktor penyebab timbulnya
korupsi.

Melalui diseminasi secara aktif hasil penilaian survei integritas kepada publik dan
media, diharapkan akan mendorong lembaga publik secara volunter melakukan upaya-
upaya pencegahan korupsi, terutama di unit layanan publiknya. Upaya tersebut bila dilakukan
secara komprehensif pada akhirnya akan menaikkan integritas lembaga publik yang bersangkutan
Hal ini merupakan peluang untuk menciptakan dan menyebarkan konsensus akan pentingnya
pemberantasan korupsi terutama pada lembaga pelayanan publik.

LatarBelakang

2 Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007


Rumusan Permasalahan

Produk akhir kinerja instansi publik pada dasarnya berupa pelayanan publik, baik secara langsun
maupun tidak. Oleh karena itu, secara ideal berbagai bentuk penilaian instansi publik seharusny
dilihat dari perspektif penerima layanan (masyarakat). Namun demikian, selama ini yang lebih
menonjol penilaian terhadap instansi publik dilakukan oleh penyedia layanan sendiri, baik
secara internal organisasional melalui berbagai bentuk pengawasan manajerial, maupun
secara eksternal sesuai dengan hierarki kewenangan yang ada. Model penilaian seperti ini
cenderung mendorong terjadinya self services serta berbagai ekses birokratisasi termasuk
korupsi dan berbagai bentuk gratifikasi di dalamnya. Padahal, seharusnya berbagai bentuk
layanan dari instansi tersebut bersifat public services yang mengutamakan hak-hak penerima
layanan. Dalam konteks ini, survei integritas menjadi salah satu instrumen penting di dalam
menilai pelayanan publik dilihat dari penilaian penerima layanan (masyarakat)

Tujuan

1. Menetapkan tingkat integritas sektor publik melalui kegiatan survei.


2. Memberikan peringkat integritas sektor pelayanan publik pada lembaga publik di Indonesia.
3. Memberikan informasi tingkat pelaksanaan unsur-unsur integritas di sektor pelayanan
publik .
4. Memberikan informasi mengenai kinerja sektor publik di Indonesia.

Rumu
Tuju

Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007 3


Integritas Sektor
Publik Indonesia
Fakta Korupsi dalam
Layanan Publik
Skor Integritas Publik

Skor Integritas Publik merupakan skor yang didapat berdasarkan nilai rata-rata dari dua unsur
yakni nilai Pengalaman Integritas (Experienced Integrity) dan nilai Potensi Integritas (Potential
Integrity) dengan bobot yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil kompilasi pendapat dari
21 pakar, diperoleh angka 0,705 untuk Bobot Pengalaman Integritas dan 0,295 untuk Bobot
Potensi Integritas.

Untuk skala 1-10, skor rata-rata Integritas Sektor Publik Indonesia Tahun 2007 adalah 5,53.
Skor rata-rata tersebut dianggap masih cukup rendah. Sebagai acuan, rata-rata nilai integritas
di Korea untuk tahun 2006 adalah 8,77. Rincian Skor integritas sektor publik per instansi dan
per unit layanan adalah sebagai berikut : Skor Integritas Peringkat Unit
Peringkat Unit Layanan Layanan
Skor
Departemen/instansi Unit layanan di Departemen/Instansi Bersangkutan
Integritas 1 6,18 12
Kenaikan Pangkat 6,37 3
Badan Kepegawaian Negara 6,31 Pengangkatan PNS
Mutasi 6,23 9
Pensiun 6,47 1
Departemen Dalam Negeri 6,25 2 Pengurusan DAU, DAK dan Dana Perimbangan Daerah 6,28 7
Persetujuan Eselon I dan II 6,34 4
Pengurusan Program Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Kota Program PPMK 6,19 11
Pengurusan Program Sarana Prasarana Daerah 6,17 13
PT. PERTANI 6,17 3 Distribusi dan Produksi pupuk, beras, benih padi dan palawija, pestisida dan bahan6,28 6
kimia, alat mesin pertanian
Jasa perdangangan hasil bumi 6,12 16
Departemen Perdagangan 6,17 4 Pelayanan Perdagangan Dalam Negeri Pendaftaran keagenan/Distributor 6,08 19
Pelayanan Perdagangan Luar Negeri : Layanan Perizinan Ekspor 6,44 2
TASPEN 6,12 5 Tabungan Pensiun 6,12 15
Departemen Koperasi UKM 6,09 6 Penjamin Modal 6,09 17
Badan Pengawasan Obat dan Makanan 6,09 7 Pengawasan Trapetik ,Napza ,Tradisional 6,09 18
Departemen Pendidikan Nasional 6,02 8 Izin/Akre ditasi TK, SD, SLTP, SLTA, Umum dan Khusus, PTS /Sertifikasi Guru 5,85 27
Izin Pendidikan Luar Sekolah 6,21 10
PT. ASKES 5,97 9 Pengurusan Penggunaan Askes 5,97 21
Jasa Raharja 5,94 10 Klaim Kecelakaan 5,94 24
Badan Kordinasi Penanaman Modal 5,87 11 Izin PMA /PMDN 5,87 26
Departemen Sosial 5,86 12 Panti Rehabilitasi Sosial /Panti Asuhan dan Jompo/Penyantunan Veteran dan Cacat5,83 28
Pemberdayaan Masyarakat (KUBE) 5,87 25
Departemen Perindustrian 5,84 13 SIUP dan TDP 5,60 35
Metrologi/Tera 6,31 5
TELKOM 5,75 14 Pemasangan Baru 5,60 36
Pemutusan 6,02 20
Penyambungan Kembali 6,12 14
Departemen Keuangan 5,73 15 Pajak 5,96 22
Cukai/Bea masuk 5,50 40
PERTAMINA 5,69 16 Distribusi dan Jaringan dan Jaringan Pelayanan Domestik /Distribusi dan Pemasaran 5,45 43
BBM
Distribusi dan Pemasaran Non BBM 5,95 23
Bank Rakyat Indonesia 5,63 17 Peminjaman Modal 5,63 32
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo 5,62 18 Pelayanan ASKESKIN 5,60 34
Pelayanan Rawat Inap 5,57 39
Pelayanan Rawat Jalan 5,69 29
PT.JAMSOSTEK 5,62 19 Jaminan Hari Tua dan Tabungan Perumahan 5,63 33
Asuransi Kecelakaan Kerja 5,65 30
Asuransi Kesehatan Tenaga Kerja 5,58 38
Departemen Kelautan dan Perikanan 5,41 20 Bongkar Muat ,Cold Storage,dll 4,90 52
Izin Pengembangan Usaha Perikanan/Izin Pelayanan usaha Penangkapan/ Izin Kapal 5,59 37
Perikanan
Mahkamah Agung 5,28 21 Banding 4,96 50
Peninjauan Kembali PK (Putusan Pengandilan) 5,23 47
Penetapan hukum Tetap 5,64 31
Kasasi 5,29 46
Departemen Kesehatan 5,25 22 Izin Pendirian Rumah Sakit,Izin praktek Dokter/ Izin Penempatan Dokter 5,44 44
Industri farmasi/Izin Pendirian Apotik/Rumah Obat, Izin Penyarluran alat Kesehatan4,98 49
dan Obat/Izin Edar Alat Kesehatan dan Obat.
PT. Perusahaan Listrik Negara 5,16 23 Izin Penyambungan Dan Pemasangan Listrik 4,52 57
Pelayanan Gangguan 5,47 42
Penambahan Daya 5,42 45
Departemen Agama 5,15 24 Pelayanan Haji 5,50 41
4,85 54
Departemen Tenaga Kerja dan 4,85 25 Administrasi
Pengurusan Pernikahan
PJTKI 6,25 8
Transmigrasi Pelayanan TKI di Terminal 3 3,45 65
Kepolisian Republik Indonesia 4,81 26 Tindak Pidana Umum, Tindak Pidana Khusus, Narkoba dan Lakalantas 5,08 48
Retribusi STNK dan BPKB/SIM/STNK/BPKB 4,62 56
PT. Pelabuhan Indonesia II 4,76 27 Jasa Kepelabuhan 4,88 53
Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan 4,72 55
Departemen Perhubungan 4,24 28 Izin Usaha Angkutan Darat/Laut (Pelayaran), Udara (Penerbangan) 4,22 60
Izin Trayek Angkutan Darat Antar Provinsi 4,90 51
Izin Pengujian Kelayakan Kendaraan Angkatan Umum Darat (KIR) 3,99 64
Badan Pertanahan Nasional 4,16 29 Setifikat Tanah/Penggabungan Sertifikat 4,09 63
Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran Pertama Kali 4,23 59
Departemen Hukum dan HAM 4,15 30 Kenotariatan 4,13 62
Keimigrasian/Paspor 4,21 61
Lembaga Pemasyarakatan 4,33 58

Nilai 5,53 tersebut diperoleh dari hasil survei yang dilakukan di 30 instansi publik dengan
IntegritasSektorPublikIndonesia
FaktaKorupsiDalamLayananPublik
sampel 65 unit layanan. Skor integritas dari suatu instansi, merupakan hasil dari kompilasi skor
integritas dari setiap unit layanan yang disurvei di instansi tersebut. Rincian peringkat Unit

6 Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007


Layanan berurut dari 65 unit layanan yang disurvei adalah sebagai berikut :
• Data menunjukkan bahwa dalam satu instansi, terdapat unit layanan yang berada pada
peringkat yang baik dan unit layanan yang berada di peringkat buruk (misalnya, Unit Layanan
di Departemen Tenaga Kerja). Di samping itu ada instansi yang seluruh unit layanannya
berada di peringkat baik (misalnya, Unit Layanan di Badan Kepegawaian Negara). Namun
yang lebih memprihatinkan adalah apabila seluruh unit layanan yang menjadi sampel di
suatu instansi berada pada peringkat yang buruk (misalnya Unit Layanan di Departemen
Hukum dan HAM).
• Dari tabel terlihat bahwa Unit Pelayanan TKI di Terminal III (Skor Integritas: 3,46) ole
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Unit Pelayanan Izin Pengujian
Kelayakan Kendaraan Angkutan Umum Darat (KIR) (Skor Integritas: 3,99) oleh Departemen
Perhubungan adalah Unit Layanan yang memiliki skor integritas paling rendah dengan
nilai dibawah 4,00. Unit-Unit Layanan yang nilai skor integritasnya dibawah nilai rata-rata
jumlahnya ternyata masih sangat banyak yaitu 26 Unit Layanan dari 65 unit layanan yang
disurvei.
• Di samping nilai skor integritas yang rendah oleh sebagian unit layanan, sekitar 30,7% dari
unit layanan yang disurvei mampu mencapai nilai 6 (diatas nilai rata-rata 5,53). Namun
demikian, nilai integritas tersebut belum cukup menunjukkan bahwa pelayanan publik di
unit layanan tersebut telah berjalan dengan baik.
Beberapa catatan yang bisa dijadikan bahan pertimbangan mengapa skor integritas di unit
layanan-unit layanan tertentu lebih tinggi, terutama untuk skor integritas yang nilainya lebih
dari 6,00 adalah sebagai berikut:
1. Pengguna layanan pada Unit Layanan yang dinilai adalah sama-sama aparat pemerintah
(PNS), dimana komunikasi lebih mudah, rutin dan telah dengan baik terjalin, sehingga
pengguna lebih biasa mendapatkan pelayanan sesuai dengan prosedur;
2. Pengguna layanan yang berasal dari PNS memiliki “toleransi” dalam menjawab pertanyaan
yang bertujuan menilai integritas suatu unit layanan dengan petugas yang berasal dari
sesama PNS;
3. Pengguna layanan terbiasa mendapatkan pelayanan yang periodik (misal tiap tahun) dari
unit layanan yang dinilai sehingga proses pelayanan berjalan sesuai dengan prosedur
yang sama setiap tahunnya;
4. Pengguna layanan adalah sebuah lembaga/organisasi/unit kerja sehingga pelayanan
yang diberikan oleh unit layanan akan sesuai dengan prosedur;
5. Pengguna layanan yang merupakan lembaga/organisasi/unit kerja memiliki orang-orang
yang bertugas secara tetap/rutin berhubungan dengan unit layanan, sehingga network/
jaringan yang terjalin menjadi solid/kuat, akibatnya penerima layanan merasa tidak menemui
kesulitan dalam pengurusan layanannya.
Dengan keterangan tersebut, ada kemungkinan bahwa apabila unit layanan melayani orang
yang belum terbiasa mendapatkan pelayanan di sana, bukan mendapatkan layanan secara
periodik, atau bukan melayani sesama organisasi/lembaga pemerintah, dimungkinkan terdapat
“perbedaan” dalam perlakuan pemberian layanan.
Berdasarkan uraian mengenai skor integritas tersebut, tabel berikut menjelaskan mengenai
kondisi unit layanan di masing-masing instansi. Beberapa instansi diharapkan memberikan
perhatian lebih kepada unit layanannya karena keseluruhan unit layanan yang dijadikan sam-
Integ
Fak

Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007 7


pel nilainya di bawah rata-rata. Sedangkan instansi dengan unit layanan sampelnya yang
memiliki skor integritas di atas rata-rata sebaiknya terus meningkatkan kualitas layanan yang
diberikan, mengingat skor integritas maksimal adalah 10. Artinya skor integritas yang dimiliki
saat ini walaupun nilainya di atas rata-rata sampel, namun dari sisi kualitas masih jauh dari
sempurna.

Jumlah
Skor Integritas Total Departemen/ Nama Departemen/Instansi
Instansi
19
Skor Intergritas Departemen/ Badan Kepegawaian Negara, Departemen Dalam
Instansi di atas rata-rata Negeri, PT. PERTANI, Depatemen Perdagangan,
TASPEN, Departemen Koperasi & UKM, Badan
Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen
Pedidikan Nasional, PT. ASKES, JASA RAHARJA, Badan
Koordinasi Penanaman Modal, Departemen Sosial,
Departemen Perindustrian, PT. TELKOM, Departemen
Keuangan, PERTAMINA, Bank Rakyat
Indonesia, RSCM, PT. JAMSOSTEK.
11
Depatemen Kelautan dan Perikanan, Mahkamah
Skor Intergritas Departemen/ Agung, Departemen Kesehatan, PT. PLN,
Instansi di bawah rata-rata Departemen Agama, Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, POLRI, PT. Pelabuhan Indonesia II,
Departemen Perhubungan, Badan Pertanahan
Nasional, Departemen Hukum dan HAM
17
Badan Kepegawaian Negara, Departemen Dalam
Skor Intergritas Unit Layanan Negeri, PT. PERTANI, Depatemen Perdagangan,
Sampel yang berada di TASPEN, Departemen Koperasi & UKM, Badan
Departemen/Instansi Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen
bersangkutan seluruhnya Pendidikan Nasional , PT. ASKES, JASA RAHARJA, Badan
di atas rata-rata Koordinasi Penanaman Modal, Departemen Sosial,
Departemen Perindustrian, PT TELKOM, Bank Rakyat
Indonesia, RSCM, PT. JAMSOSTEK.
5
Departemen Keuangan, PERTAMINA, Departemen
Kelautan dan Perikanan, Mahkamah Agung,
Skor Intergritas Unit Layanan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
.
Sampel yang berada di
Departemen/Instansi
bersangkutan sebagian di atas rata-
8
rata sebagian di bawah rata-rata
Departemen Kesehatan, PT. PLN, Departemen Agama,
POLRI, PT. Pelabuhan Indonesia II,
Skor Intergritas Unit Layanan
Departemen Perhubungan, Badan Pertanahan
Sampel yang berada di
rata-rata Nasional, Departemen Hukum dan HAM.
Departemen/Instansi
bersangkutan seluruhnya di bawah

Nilai integritas yang diperoleh di tiap departemen, merupakan akumulasi dari nilai Potensi
integritas dan pengalaman integritas dari tiap-tiap unit layanan yang dijadikan sampel. Nilai
rata-rata Integritas Sektor Publik Indonesia 2007 sebesar 5,53 tersebut diperoleh dengan
memperhitungkan nilai rata-rata pengalaman integritas yang berjumlah 5,34 dan nilai rata-
rata potensi integritas yang berjumlah 6,00.
Terlihat bahwa nilai rata-rata potensi integritas lebih tinggi dari pengalaman integritas. Kondisi ini
sedikit berbeda dengan yang dihasilkan oleh survei sejenis di Korea (sejak tahun 2002 hingga 200
IntegritasSektorPublikIndonesia
FaktaKorupsiDalamLayananPublik

8
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
nilai rata-rata potensi integritas di Korea lebih rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata
pengalaman integritasnya). Hal ini dapat diartikan bahwa :

1. Meskipun nilai rata-rata potensi integritas Indonesia masih rendah yakni hanya 6,00
namun setidaknya menunjukkan bahwa secara umum telah tersedia sistem dan lingkungan
yang berpotensi mendukung terselenggaranya transparansi dan profesionalitas petugas
dalam melayani masyarakat. Namun demikian, tersedianya sistem ini belum cukup untuk
membendung terjadinya suap dalam pemberian layanan (ditunjukkan dengan lebih
rendahnya nilai Pengalaman Integritas dibandingkan dengan Nilai Potensi Integritas);

2. Masyarakat menilai bahwa meskipun sistem dan fasilitas telah telah tersedia namun tetap
tidak memadai untuk mendukung terselenggaranya pelayanan yang diharapkan oleh
pengguna;

3. Perlu adanya mekanisme yang benar-benar mendorong agar sistem yang sudah tersedia
dapat bekerja sesuai peruntukannya, sehingga fasilitas dan atau standar baku operasional
yang sudah disusun tidak menjadi hiasan belaka.

Instansi dengan nilai potensi integritas tertinggi adalah Badan Kepegawaian Negara (BKN)
dengan nilai 7,34. Sayangnya nilai potensi yang telah relatif baik ini tidak diikuti oleh nilai
pengalaman integritas yang hanya berada di peringkat ke enam dengan nilai 5,89. Hal ini
menunjukkan bahwa meskipun responden menilai Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah
memiliki sistem administrasi, lingkungan kerja dan berbagai perangkat yang berpotensi
mendukung terciptanya integritas dalam layanan, namun ternyata seluruh kelengkapan
tersebut diangap penggunanya kurang mampu menghasilkan pelayanan yang adil, transparan
dan terukur (accountable). Untuk nilai pengalaman integritas dan potensi integritas di tiap-
tiap instansi yang Skor
disurvey
Experienceddapat terlihat dalam tabel berikut : Skor Integritas Rank Departemen
Integrity Rank untuk Departemen
Departemen/Lembaga Skor Potensial Rank Potensial
Departemen Experienced Integrity
Integrity Departemen Integrity Departemen
Departemen
5,89 6,31 1
Badan Kepegawaian Negara 6,14 6 7,34 1 6,25 2
Departemen Dalam Negeri 6,02 1 6,49 8 6,17 3
PT. PERTANI 5,99 2 6,52 6 6,17 4
Departemen Perdagangan 6,02 4 6,59 3 6,12 5
TASPEN 5,91 3 6,37 10 6,09 6
Departemen Koperasi & UKM 5,79 5 6,52 5 6,09 7
Badan Pegawasan Obat dan Makanan 5,82 10 6,81 2 6,02 8
Departemen Pendidikan Nasional 5,80 8 6,49 7 5,97 9
PT. ASKES 5,82 9 6,37 11 5,94 10
Jasa Raharja 5,73 7 6,22 14 5,87 11
Badan Koordinasi Penanaman Modal 5,65 11 6,20 16 5,86 12
Departemen Sosial 5,52 12 6,35 12 5,84 13
Departemen Perindustrian 5,49 15 6,59 4 5,75 14
TELKOM 5,60 17 6,38 9 5,73 15
Departemen Keuangan 5,44 13 6,05 18 5,69 16
PERTAMINA 5,40 18 6,29 13 5,63 17
Bank Rakyat Indonesia 5,55 19 6,19 17 5,62 18
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo 5,52 14 5,80 21 5,62 19
PT. JAMSOSTEK 5,28 16 5,84 20 5,41 20
Departemen Kelautan dan Perikanan 5,30 21 5,72 22 5,28 21
Mahkamah Agung 4,85 20 5,24 26 5,25 22
Departemen Kesehatan 4,95 24 6,21 15 5,16 23
PT. Perusahaan Listrik Negara 4,92 22 5,64 24 5,15 24
Departemen Agama 4,40 23 5,71 23 4,85 25
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi 4,80 27 5,93 19 4,81 26
Kepolisian Republik Indonesia 4,50 25 4,84 27 4,76 27
PT. Pelabuhan Indonesia 4,18 26 5,39 25 4,24 28
Departemen Perhubungan 3,88 28 4,38 30 4,16 29
Badan Pertanahan Nasional 3,92 30 4,84 28 4,15 30
Departemen Hukum dan HAM 29 4,70 29

Dalam tabel tersebut juga terlihat bahwa Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
memiliki skor integritas yang sama dengan Departemen Koperasi dan UKM. Nilai potensi
integritas BPOM cukup baik 6,81 dan berada di peringkat dua namun karena karena nilai
pengalaman integritasnya yang rendah membuat secara keseluruhan integritas pelayanan
BPOM hanya berada di peringkat tujuh. Integ
Fak

9
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
Kondisi yang tidak jauh berbeda juga terlihat ketika membandingkan nilai pengalaman
integritas dan potensi integritas di tiap unit layanan. Seperti yang terlihat dalam tabel pada
halaman berikut.

Layanan-layanan seperti layanan pensiun dan layanan perijinan ekspor mempunyai nilai
potensi yang lebih baik dibandingkan dengan nilai pengalamannya. Hal yang
berbeda dialami oleh unit layanan di Mahkamah Agung (MA), 3 dari 4 unit layanan
di Mahkamah Agung memiliki nilai potensi integritas yang lebih kecil dari nilai pengalaman.
Secara substantif hal ini menjelaskan bahwa buruknya potensi integritas pada 3 unit layanan
di MA tersebut dapat disebabkan karena lemahnya dukungan sistem dan lingkungan kerja
yang tidak mendukung tercegahnya perilaku koruptif. Sebagaimana diketahui, sistem
administrasi, lingkungan kerja, perilaku petugas dan adanya upaya pencegahan korupsi
merupakan indikator-indikator yang menentukan nilai dari potensi integritas.

Skor Skor Skor Peringkat


Unit Layanan di Departemen/Instansi bersangkutan Experience Integrity Potential Integrity Integritas Unit Integritas Unit Departemen/Instansi
Layanan Layanan
2
Pensiun 6,08 7,40 6,47 31 Badan Kepegawaian Negara
Pelayanan Perdagangan Luar Negeri : Layanan Perizinan Ekspor 6,06 7,35 6,44 4 Departemen Perdagangan
Kenaikan Pangkat 5,95 7,38 6,37 5 Badan Kepegawaian Negara
Persetujuan Eselon I dan II 6,20 6,67 6,34 6 Departemen Dalam Negeri
Metrologi/Tera
pestisida dan bahan kimia, alat mesin pertanian 5,97 7,13 6,31 Departemen Perindustrian
Distribusi
PengurusdanDAU,Produksi
DAK danpupuk,
Danaberas, benih padi
Perimbangan dan palawija,
Daerah 6,11
6,21 6,71
6,45 6,28
6,28 7 PT. PERTANIDalam Negeri
Departemen
Pengurusan PJTKI 5,82 7,29 6,25 8 Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Mutasi 5,80 7,27 6,23 Badan Kepegawaian Negara
Izin Pendidikan Luar Sekolah 6,01 6,68 6,21 9 Departemen Pendidikan Nasional
Pengurusan Program Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Kota 6,10 6,42 6,19 Departemen Dalam Negeri
Program PPMK 10
Pengangkatan PNS 5,71 7,30 6,18 11
12 Badan Kepegawaian Negara
Pengurusan Program Sarana Prasarana Daerah 6,08 6,40 6,17 13 Departemen Dalam Negeri
Penyambungan Kembali 5,90 6,65 6,12 14 TELKOM
Tabungan Pensiun 6,02 6,37 6,12 15 TASPEN
Jasa Perdagangan Hasil Bumi 5,99 6,43 6,12 16 PT. PERTANI
Penjamin Modal 5,91 6,52 6,09 17 Departemen Koperasi & UKM
Pengawasan Trapetik, Napza, Tradisional 5,79 6,81 6,09 18 Badan Pegawasan Obat dan Makanan
Pelayanan Perdagangan Dalam Negeri : Pendaftaran Keagenan/ 5,97 6,34 6,08 19 Departemen Perdagangan
Distributor
Pemutusan 5,89 6,33 6,02 20 TELKOM
Pengurusan Penggunaan Askes 5,80 6,37 5,97 21 PT. ASKES
Pajak 5,90 6,10 5,96 22 Departemen Keuangan
Distribusi dan Pemasaran Non BBM 5,82 6,27 5,95 23 PERTAMINA
Klaim Kecelakaan 5,82 6,22 5,94 24 Jasa Raharja
Pemberdayaan Masyarakat (KUBE) 5,71 6,26 5,87 25 Departemen Sosial
Izin PMA/PMDN 5,73 6,20 5,87 26 Badan Koordinasi Penanaman Modal
Izin/Akreditas TK, SD, SLTP, SLTA Umum dan Khusus, PTS/ 5,65 6,33 5,85 27 Departemen Pendidikan Nasional
Sertifikat Guru
Panti Rehabilitasi Sosial/Panti Asuhan dan Jompo/Penyantunan 5,54 6,52 5,83 28 Departemen Sosial
Veteran dan Cacat
Pelayanan Rawat Jalan 5,60 5,92 5,69 29 Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Asuransi Kecelakaan Kerja 5,60 5,76 5,65 30 PT. JAMSOSTEK
Penetapan Hukum Tetap 5,66 5,60 5,64 31 Mahkamah Agung
Peminjaman Modal 5,40 6,19 5,63 32 Bank Rakyat Indonesia
Jaminan Hari Tua dan Tabungan Perumahan 5,56 5,80 5,63 33 PT. JAMSOSTEK
Pelayanan ASKESKIN 5,52 5,79 5,60 34 Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
SIUP dan TDP 5,30 6,32 5,60 35 Departemen Perindustrian
Pemasangan Baru 5,29 6,33 5,60 36 TELKOM
Izin Pengembangan Usaha Perikanan/Izin Pelayanan Usaha 5,46 5,91 5,59 37 Departemen Kelautan dan Perikanan
Penangkapan/Izin Kapal Perikanan
Asuransi Kesehatan Tenaga Kerja 5,44 5,92 5,58 38 PT. JAMSOSTEK
Pelayanan Rawat Inap 5,52 5,68 5,57 39 Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Cukai/Bea Masuk 5,29 6,00 5,50 40 Departemen Keuangan
Pelayanan Haji 5,33 5,91 5,50 41 Departemen Agama
Pelayanan Gangguan 5,12 6,30 5,47 42 PT. Perusahaan Listrik Negara
Distribusi dan Jaringan Pelayanan Domestik/Distribusi dan 5,09 6,30 5,45 43 PERTAMINA
Pemasaran BBM
Izin Pendirian Rumah Sakit, Izin Praktek Dokter/Izin Penempatan 4,99 6,53 5,44 44 Departemen Kesehatan
Dokter
Penambahan Daya 5,30 5,72 5,42 45 PT. Perusahaan Listrik Negara
Kasasi 5,31 5,24 5,29 46 Mahkamah Agung
Peninjauan Kembali PK (Putusan Pengadilan) 5,38 4,88 5,23 47 Mahkamah Agung
Tindak Pidana Umum, Tindak Pidana Khusus, Narkoba dan 5,05 5,15 5,08 48 Kepolisian Republik Indonesia
Lakalantas
Industri Farmasi/Izin Pendirian Apotik/Rumah Obat, Izin 4,65 5,77 4,98 49 Departemen Kesehatan
Penyaluran Alat Kesehatan dan Obat/Izin Edar Alat Kesehatan
dan Obat
Banding 4,84 5,24 4,96 50 Mahkamah Agung
Izin Trayek Angkutan Darat antar Provinsi 4,94 4,83 4,90 51 Departemen Perhubungan
Bongkar Muat, Cold Storage, dll 4,77 5,20 4,90 52 Departemen Kelautan dan Perikanan
Jasa Kepelabuhan 4,53 5,71 4,88 53 PT. Pelabuhan Indonesia II
Administrasi Pernikahan 4,56 5,55 4,85 54 Departemen Agama
Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan 4,49 5,27 4,72 55 PT. Pelabuhan Indonesia II
Retribusi STNK dan BPKB/SIM/STNK/BPKB 4,62 4,62 4,62 56 Kepolisian Republik Indonesia
Izin Penyambungan dan Pemasangan Listrik 4,37 4,88 4,52 57 PT. Perusahaan Listrik Negara
Lembaga Pemasyarakatan 2,96 3,66 4,33 58 Departemen Hukum dan HAM
Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran Pertama Kali 4,02 4,73 4,23 59 Badan Pertanahan Nasional
Izin Usaha Angkutan Darat/Laut (Pelayaran)/Udara (Penerbangan) 4,33 3,97 4,22 60 Departemen Perhubungan
Keimigrasi/Paspor 5,43 6,14 4,21 61 Departemen Hukum dan HAM
Kenotariatan 3,82 4,87 4,13 62 Departemen Hukum dan HAM
Sertifikat Tanah/Penggabungan Sertifikat 3,74 4,94 4,09 63 Badan Pertanahan Nasional
Izin Pengujian Kelayakan Kendaraan Angkutan Umum Darat (KIR) 3,82 4,41 3,99 64 Departemen Perhubungan
IntegritasSektorPublikIndonesia
FaktaKorupsiDalamLayananPublik
Pelayanan TKI di Terminal 3 2,99 4,56 3,45 65 Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi

(* Tabel diatas merupakan penjabaran dari Layanan berurut dari 65 unit layanan yang terdapat pada halaman 7)

10 Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007


Pengalaman Integritas
(Experienced Integrity)
I. Pengalaman Integritas (Experienced Integrity)

Pengalaman Integritas (Experienced Integrity) merupakan salah satu unsur penyusun skor
integritas publik. Experienced Integrity disusun dari indikator Pengalaman Korupsi (Experienced
Corruption) dengan bobot 0,748 dan Cara Pandang terhadap Korupsi (Perceived Corruption)
dengan bobot 0,252.

Nilai rata-rata experienced integrity dari 65 unit layanan dan 30 instansi yang disurvei adalah
5,34. Nilai rata-rata tersebut masih sangat rendah, terutama bila dibandingkan dengan negara-
negara lain yang juga melakukan survei integritas sektor publik di negaranya, misalnya Korea
yang nilainya sudah hampir mendekati sempurna yakni 9,14.

Sebagai gambaran, akan ditunjukkan 5 instansi dan 5 unit layanan yang memiliki skor
experienced integrity terbaik dan terburuk dalam pelayanan publik tahun 2007. Nilai yang
cukup tinggi dengan skor experienced integrity di atas 6,00 (rata-rata 5.34) hanya dapat dicapai
oleh 3 instansi, dan nilai yang buruk dengan skor experienced integrity di bawah 4,00 masih
diduduki oleh 2 instansi.

Experienced Integrity berdasarkan Departemen/Instansi


(5 tertinggi dan 5 terendah)

DEPDAGRI (dengan 4 unit layanan sampel), PT. PERTANI (dengan 2 unit layanan sampel) dan
PT. TASPEN (dengan 1 unit layanan sampel) adalah instansi dengan skor experienced integrity
di atas 6,00. Sedangkan Badan Pertanahan Nasional (dengan 2 unit layanan sampel) dan
Departemen Hukum dan HAM (dengan 3 unit layanan sampel) merupakan instansi dengan
nilai skor experienced integrity terendah yaitu di bawah 4,00.

(ExperiencedIntegrity)
PengalamanIntegritas

12 Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007


Dalam rangka memperdalam analisa, 5 unit layanan dengan skor experienced integrity
tertinggi dan terendah akan ditunjukkan dalam gambar berikut.

Experienced Integrity berdasarkan Unit Layanan


(5 tertinggi dan 5 terendah)

Angkutan

5.50

Gambar ini menjelaskan bahwa terdapat 2 unit layanan DEPKUMHAM (dari 3 unit layanan
sampel) yang berada pada peringkat experienced integrity lima terendah. Kondisi ini harus
mendapat perhatian serius dari DEPKUMHAM dan segera diupayakan untuk dilakukan
perbaikan-perbaikan.
Kondisi sebaliknya terjadi di seluruh unit layanan sampel DEPDAGRI (4 unit layanan) yang
mendapatkan skor experience integrity tertinggi. Kondisi ini seharusnya tidak membuat
DEPDAGRI menjadi cepat berpuas diri, akan lebih baik jika DEPDAGRI melakukan evaluasi
terhadap penilaian ini untuk kemudian mengidentifikasi aspek mana yang menyebabkan
penilaian menjadi lebih tinggi, dan adakah hal lain yang jika dibiarkan akan mengurangi
penilaian skor experience integrity ini di masa yang akan datang. Evaluasi tersebut tentunya
juga menilai apakah memang pelayanan yang diberikan sudah cukup baik, ataukah
pengguna layanan memiliki “hubungan yang baik dan menguntungkan” dengan unit-unit
layanan yang diberikan oleh DEPDAGRI sehingga berpengaruh terhadap penilaian mereka
terhadap layanan yang diberikan oleh DEPDAGRI.
Bagian selanjutnya akan membahas 2 indikator experienced integrity yang terdiri dari cara
pandang masyarakat terhadap korupsi dan pengalaman masyarakat terhadap korupsi
dengan lebih detail.

(Ex
Penga

Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007 13


I. 1. Cara Pandang Masyarakat terhadap Korupsi di Pelayanan Publik

Yang dimaksud dalam cara pandang disini adalah bagaimana masyarakat memandang
korupsi di lembaga pelayanan publik, termasuk tingkat toleransinya dan menilai
pemahaman masyarakat mengenai apakah imbalan yang mereka berikan diluar tarif
resmi kepada petugas layanan mereka anggap suap atau bukan.
Masyarakat Indonesia ternyata memiliki toleransi yang cukup tinggi dalam memandang
korupsi di lembaga pelayanan publik. Penilaian dilakukan berdasarkan bagaimana
masyarakat memandang pemberian imbalan dalam pengurusan layanan, maksud pemberian
imbalan, dan mengenai tingkat keseriusan korupsi di unit layanan yang mereka datangi.
Sebanyak 45 persen masyarakat pengguna layanan publik memandang bahwa pemberian
imbalan atau lainnya pada suatu instansi merupakan hal yang wajar dalam proses
pengurusan pelayanan. Artinya, pemberian imbalan dalam pengurusan layanan
dianggap oleh 45 persen pengguna layanan sebagai hal yang biasa dilakukan dan
bisa diterima apabila yang bersangkutan sedang mengurus layanan. Pendapat
tersebut tentunya dipengaruhi oleh kondisi dan pengalaman selama bertahun-tahun
yang terjadi dalam pelayanan publik di Indonesia. Secara lebih spesifik, tingginya
toleransi masyarakat dalam memandang korupsi di pelayanan publik berbeda terhadap
setiap unit layanan. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa unit layanan tertentu
memang sudah sangat terbiasa dan wajar menerima imbalan dari pengguna layanan
publik. Lihat gambar berikut.

Apakah pemberian imbalan atau lainnya pada unit layanan


merupakan hal yang wajar dalam proses pengurusan layanan ?

Bongkar Muat, Cold Storage, dll


Tidak 100
(Dept. Kelautan & Perikanan)
Ya
Izin usaha angkutan darat/pelayaran/
97 3
penerbangan (Dept. Perhubungan)

Jasa Kepelabuhan (PT. Pelindo II) 97 3

Pemberdayaan Masyarakat/Kube
94 6
(Dept. Sosial)

Izin pengembangan usaha perikanan/


88 12
Pelayanan usaha penangkapan /Kapal

Jasa gudang/ Usaha penumpukan 80 20


(PT. Pelindo II)

Pemasangan baru telpon (TELKOM) 79 21

Dist. & Jaringan layanan domestik/Dist. &


77 23
Pemasaran BBM (Pertamina)

Peminjaman modal (BRI) 75 25

0%
50% 100%

(ExperiencedIntegrity)
PengalamanIntegritas

14 Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007


Ternyata unit layanan Bongkar muat, cold storage, dll yang berada di Departemen Kelautan
merupakan unit layanan di mana masyarakat pengguna layanannya merasa sangat
wajar memberikan imbalan dalam proses pengurusan layanan. Bahkan di unit layanan
ini seluruh responden (100 persen) selalu memberi imbalan atau lainnya di luar biaya
resmi yang harus mereka bayarkan. Kondisi yang tidak jauh berbeda juga dirasakan oleh
pengguna layanan di Izin usaha angkutan darat / pelayaran / penerbangan (Dephub),
Jasa Kepelabuhanan (dari PT. Pelindo II), dan Pemberdayaan Masyarakat/Kube (Depsos)
di mana hampir seluruh (lebih dari 90 persen) masyarakat pengguna layanannya
menganggap memberikan imbalan adalah suatu yang wajar mereka lakukan jika
mengurus layanan di unit-unit layanan tersebut. Lima jenis layanan lain dalam
gambar merupakan layanan-layanan di mana lebih dari 75 persen masyarakat
pengguna layanannya merasa biasa memberikan imbalan atau lainnya pada saat
melakukan pengurusan layanan di unit-unit layanan tersebut. Pada unit-unit layanan
sampel yang lain (56 unit layanan) jawaban dari masyarakat yang menyatakan bahwa
pemberian imbalan dalam proses pengurusan layanan adalah wajar berkisar antara
3 s/d71 persen.
Di luar jawaban wajar dari pengguna layanan, mayoritas pengguna layanan (97%) d
Unit layanan perdagangan dalam negeri merasa bahwa pemberian imbalan merupakan
hal yang tidak wajar. Artinya, masyarakat pengguna layanan di unit ini sudah memberikan
sinyal yang nyata bahwa unit layanan yang mereka manfaatkan harus transparan dalam
mengenakan tarif.
Bila unit layanan yang dimaksud telah terbiasa dalam sistem pemberian imbalan ini,
maka keberatan pengguna layanan dalam memberikan imbalan terhadap proses
pengurusan layanan sejatinya dapat langsung ditindaklanjuti dengan melakukan
berbagai perubahan dan segera melakukan survei kepuasan pelanggan untuk
mengevaluasi sejauh mana kelemahan unit layanan tersebut. Namun bila unit layanan
ini tidak juga mencanangkan perubahan, akan sangat jelas bahwa tidak ada komitmen
dari pimpinan unit layanan tersebut untuk berubah dan membenahi diri, dan sudah
selayaknya bagi KPK untuk mencermati fenomena tersebut.

Apakah pemberian imbalan atau lainnya pada instansi


merupakan hal yang wajar dalam proses pengurusan layanan ?

Tidak Dept. Kelautan dan Perikanan 91 9


Ya
16
PT. Pelindo II 84

18
Departemen Sosial 82

BRI 75 25

Departemen Perhubungan 71 29

0% 50% 100%

(Ex
Penga

Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007 15


Bila dilihat berdasarkan instansi, terlihat bahwa masyarakat pengguna layanan memandang
sangat wajar pemberian imbalan dalam proses pengurusan layanan terutama untuk
unit-unit layanan yang berada di Departemen Kelautan dan Perikanan, PT. Pelindo II,
Departemen Sosial, BRI dan Departemen Perhubungan. Kondisi ini hanya menggambarkan
bahwa lebih dari 70 persen masyarakat pengguna layanan di instansi-instansi tersebut
merasa wajar memberikan imbalan dalam proses pengurusan layanan di luar biaya
resmi yang mereka bayarkan. Untuk 25 instansi sampel yang lain, persentase masyarakat
pengguna layanan yang menganggap bahwa pemberian imbalan pada suatu instansi
merupakan hal wajar dalam pengurusan layanan berada pada tingkat 13-70 persen.

Sebagian besar (66%) pengguna layanan menganggap berbagai bentuk imbalan yang
diberikan dalam proses pengurusan layanan sebagai tanda terimakasih atas pelayanan
yang diberikan. Sisanya menganggap sebagai tambahan upah kerja, pelicin proses
pelayanan atau sebagai kompensasi kekurangan persyaratan administratif. Kondisi
semacam ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sudah sangat terbiasa
memberikan imbalan sebagai kompensasi dari layanan yang mereka terima. Artinya,
mereka kurang memahami bahwa layanan yang mereka terima tersebut merupakan
hak yang memang seharusnya mereka terima. Sementara pihak pemberi layanan pun
tidak memahami bahwa mereka memang memiliki kewajiban dan tugas untuk memberi
layanan. Kekurangpahaman masyarakat terhadap tugas dan kewajiban pemberi layanan
membuat mereka merasa berhutang budi sehinga mereka membalas layanan yang telah
mereka terima dengan memberikan imbalan kepada pemberi layanan tersebut.
Kebiasaan ini terjadi, kemungkinan disebabkan oleh paradigma lama di mana birokrat
biasa dihormati masyarakat, sehingga cara pandang masyarakat mengenai peran
birokrat yang seharusnya sebagai pelayan masyarakat susah untuk diubah. Akan sangat
memudahkan jika di dalam lingkungan birokrasi sendiri ditumbuhkan paradigma baru
bahwa mereka adalah pengabdi dan pengayom masyarakat, dan tidak menganggap
bahwa masyarakat yang datang untuk meminta layanan adalah beban yang
mengganggu atau dijadikan sebagai “sumber mata pencaharian” baru.

Berdasarkan data dari tiap unit layanan, 26 unit layanan menyatakan bahwa lebih dari
70 persen masyarakat pengguna layanannya memandang bahwa memberikan imbalan
sebagai wujud ucapan terimakasih. Namun ternyata masyarakat ada yang memandang
bahwa memberikan imbalan kepada petugas layanan merupakan tambahan upah
kerja. Namun yang lebih memprihatinkan adalah masyarakat pengguna layanan di unit
layanan tertentu memandang bahwa imbalan diberikan secara sengaja kepada petugas
layanan adalah sebagai pelicin dari proses layanan.

Bentuk imbalan yang diberikan sebagai


“Pelicin Proses Pelayanan”
Lembaga Pemasyarakatan (Dept. Hukum & HAM) 77 23

Peninjauan Kembali PK (MA) 58 42


Tidak
Ya

Retribusi STNK/BPKB/SIM (POLRI) 56 44

Tindak pidana umum, khusus, narkoba, lakalantas (POLRI) 55 45

KIR (Dept. Perhubungan) 55 45

Izin usaha angkutan darat/pelayanan/penerbangan (Dept. Perhubungan) 53 47


(ExperiencedIntegrity)
PengalamanIntegritas 0% 50% 100%

16
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
Data menunjukkan bahwa unit layanan dimana lebih dari 50 persen penggunanya berpenda
bahwa pemberian imbalan ditujukan sebagai pelicin proses pelayanan, umumnya adalah
unit layanan di bidang penegak hukum. Empat besar dari 6 unit layanan yang oleh
sebagian besar penggunanya harus diberi imbalan lebih supaya proses pelayanan
lancar adalah Lembaga Pemasyarakatan (DepkumHam); Peninjauan Kembali PK (MA);
Retribusi STNK/BPKB/SIM (POLRI); dan Layanan Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkoba
dan Lakalantas (POLRI). Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan mengingat harusnya
lembaga penegak hukum adalah yang memimpin di depan upaya-upaya penindakan
dan pencegahan korupsi.

Untuk memperkuat data mengenai besarnya toleransi masyarakat terhadap korupsi


di pelayanan publik Indonesia, masyarakat pengguna layanan diminta berpendapat
mengenai tingkat keseriusan korupsi dalam pelayanan publik yang mereka terima.
Ternyata memang terbukti bahwa 77 persen pengguna layanan publik menganggap
bahwa tingkat korupsi di pelayanan publik belum serius dan hanya 27 persen yang
menganggap tingkat korupsi di layanan publik mencapai tahap serius.
Pandangan masyarakat terhadap serius tidaknya korupsi di pelayanan publik secara lebih
detail berbeda untuk setiap unit layanan. Dari 65 unit layanan yang disurvei, 80 persen
(52) unit layanan publik oleh masyarakat penggunanya dinilai tidak memiliki tingkat
korupsi yang serius. Hal ini tentunya sangat memprihatinkan, dengan rata-rata integritas
yang rendah yakni 5,53, ternyata mayoritas masyarakat pengguna layanan tidak
menganggap serius korupsi yang terjadi di tempat mereka mendapatkan layanan.

Bagaimana Tingkat Korupsi


pada Unit Layanan ini ?

Tidak Serius TKI di Terminal III (Dept. Tenaga kerja & Transmigrasi) 93 7

Serius

Lembaga Pemasyarakatan (Dept. Hukum & HAM) 82 18

Retribusi STNK/BPKB/SIM (POLRI) 79 21

72
Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran Pertama kali (BPN) 28

72
Izin Trayek Angkutan Darat antar Provinsi (Dept. Perhubungan) 28

0% 100%
50%

Hanya 20 persen (13) unit layanan yang mereka anggap memiliki tingkat korupsi yang
serius. Dari 13 unit layanan tersebut, 5 unit layanan dinilai masyarakat penggunanya
berada pada tingkat korupsi yang paling serius, karena lebih dari 70 persen masyarakat
penggunanya menilai bahwa unit layanan yang bersangkutan memiliki tingkat korupsi
yang serius. Lima unit layanan tersebut adalah Layanan TKI di Terminal III oleh Depnakertr
(93%), Lembaga Pemasyarakatan oleh Depkumham (82%), Retribusi STNK/BPKB/ SI
oleh POLRI (79%), Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran pertama kali oleh
BPN (72%), serta Izin Trayek Angkutan Darat antar Provinsi oleh Dephub (72%).

(Ex
Penga

17
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
I. 2. Pengalaman Masyarakat terhadap Korupsi di Pelayanan Publik
Pengalaman korupsi yang langsung dirasakan masyarakat dalam mengurus layanan
bisa ditunjukkan dalam bentuk biaya-biaya lebih yang harus dibayarkan oleh masyarakat
pengguna layanan di luar biaya resmi yang ditetapkan. Dari 3611 masyarakat yang
mengurus layanan, 33 persen pernah mengeluarkan biaya/imbalan tambahan di luar
biaya yang berlaku. Bila diperhatikan, unit layanan yang paling sering memungut biaya
lebih menurut penilaian pengguna layanan adalah Unit Layanan Lembaga Pemasyarakatan
(Depkumham); Bongkar Muat, Cold Storage, dll (DKP); TKI di Terminal III (Depnakertrans);
serta Sertifikasi Tanah/ Penggabungan Sertifikat (BPN).
Empat belas unit layanan berikut adalah unit layanan yang lebih dari 60 persen
pengguna layanannya merasakan secara langsung harus mengeluarkan biaya/ imbalan
tambahan di luar biaya resmi yang harus dikeluarkan.

Selama menerima pelayanan di Unit Layanan ini, selain mengeluarkan


biaya resmi, apakah Anda mengeluarkan biaya/imbalan tambahan ?

95 5
Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham)

Bongkar Muat, Cold Storage (DKP) 88 12

TKI di Terminal III (Depnakertrans) 87 13

Sertifikat Tanah, Penggabungan Sertifikat (BPN) 87 13

Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/Penerbangan (Dephub) 84 16


Tidak Pernah Izin KIR (Dephub) 83 17
Pernah
Jasa Kepelabuhan (Pelindo II) 81 19
76 24
Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan (Pelindo II)
72 28
Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran Pertama (BPN)
67 33
Banding (MA)
Distribusi dan Jaringan Pelayanan Domestik/Distribusi dan 66 34
Pemasaran BBM (Pertamina)
63 37
Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkoba, Lakalantas (POLRI)
62 38
Pelayanan Gangguan (PLN)
61 39
Izin Penyambungan dan Pemasangan Listrik (PLN)
0% 50% 100%

Lembaga Pemasyarakatan di bawah tanggung jawab Departemen Hukum dan HAM


merupakan unit layanan di mana hampir seluruh pengguna layanannya harus
mengeluarkan biaya/ imbalan tambahan pada saat menerima layanan. Kondisi ini
sangat memprihatinkan mengingat pengguna layanan dari Lembaga Pemasyarakatan
adalah para narapidana yang dalam jangka waktu yang relatif panjang ‘diharuskan
menikmati’ layanan yang diberikan oleh Unit Layanan ini. Pengeluaran biaya/imbalan
tambahan yang ‘harus’ mereka rasakan tentu saja sangat memberatkan dan membebani
pengguna layanan ini. Pengeluaran biaya/imbalan tambahan juga hampir dirasakan
oleh seluruh pengguna layanan bongkar muat dan cold storage dari Departemen
(ExperiencedIntegrity)
Kelautan dan Perikanan, TKI di Terminal III dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
PengalamanIntegritas
serta Sertifikasi Tanah dan Penggabungan Sertifikat dari BPN.

18
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
Selama menerima layanan dari instansi ini, Selain mengeluarkan
biaya resmi apakah Anda mengeluarkan biaya/imbalan tambahan ?

Tidak Pernah
Pernah Departemen Perhubungan 80 20

Badan Pertanahan Nasional 79 21

PELINDO II 78 22

69
Departemen Hukum dan HAM 31

60
Perusahaan Listrik Negara 40

0% 100%
50%

Bila diperhatikan, Departemen Perhubungan, Badan Pertanahan Nasional, PELINDO


II, Departemen Hukum dan HAM dan PLN memiliki unit layanan-unit layanan
sampel yang pengguna layanannya paling sering harus mengeluarkan biaya/
imbalan tambahan di luar biaya resmi yang wajib mereka bayarkan dalam memperoleh
layanan. Fakta ini diharapkan menjadikan instansi-instansi yang bersangkutan tergerak
untuk segera mengkoreksi dan memperbaiki kualitas layanan yang mereka berikan
kepada masyarakat.

Dari masyarakat yang pernah mengeluarkan biaya di luar biaya resmi yang ditentukan,
umumnya berdasarkan pengalaman bentuk imbalan yang diberikan kepada petugas
layanan adalah dalam bentuk uang tunai atau cek. Dari 1327 orang yang mengaku
mengeluarkan biaya di luar biaya resmi, 87,9% menyatakan bahwa mereka memberikan
imbalan kepada petugas layanan dalam bentuk uang tunai/cek, dan hanya sebagian
kecil yang berbentuk barang/souvenir (5,0 persen atau 62 orang), entertaint (3,5 persen
atau 46 orang) atau fasilitas dan berbagai kemudahan tertentu lainnya (3,9 persen atau
52 orang).

Menurut pengalaman Anda, imbalan dalam bentuk apakah yang


diberikan kepada petugas layanan pada instansi ini ?

Fasilitas dan kemudahan lain


Entertaintment Departemen Perhubungan 76.9 5 4.1 5.8
Barang/ souvenir
Uang tunai/ cek PELINDO II 76.7 2.53.2 3.8

Departemen Hukum dan HAM 69.2 5.8 1 5.8

Badan Pertanahan Nasional 79.2


POLRI 50.4 5.4 3.7 5.8

Perusahaan Listrik Negara


59.5 .52.48
Mahkamah Agung
50.4 2.5 1
Departemen Agama
45.9 3.3.8
Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi
47.5 2.5
0% 50% 100%
(Ex
Penga

Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007 19


Berdasarkan data menurut instansi, terlihat bahwa Departemen Perhubungan merupakan
instansi yang pengguna layanannya paling banyak mengeluarkan biaya/ imbalan
tambahan di luar biaya resmi baik dari sisi jenis dan jumlah.
Dari seluruh pengguna layanan di Departemen Perhubungan, 77 persen reponden
mengaku memberikan imbalan atau tambahan biaya dalam bentuk uang tunai/cek, 5
persen dalam bentuk barang/souvenir, 4 persen dalam bentuk entertaint dan 6 persen
dalam bentuk fasilitas dan kemudahan lainnya. Selain pengguna layanan di Departemen
Perhubungan, pengguna layanan di instansi lain yang juga mengalami memberikan
biaya/imbalan tambahan di luar biaya resmi dalam bentuk uang tunai/cek, barang/
souvenir, entertaintment serta fasilitas dan kemudahan lain adalah PELINDO II, Departemen
Hukum dan HAM, POLRI dan Mahkamah Agung. Pengguna layanan di unit layanan PLN
umumnya mengeluarkan biaya tambahan atau imbalan dalam bentuk uang tunai/cek,
barang/souvenir dan entertaintment. Sedangkan di Departemen Agama dalam bentuk
uang tunai/cek, barang/souvenir dan entertaintment, di Departemen Tenagakerja dan
Transmigrasi dalam bentuk uang tunai/cek dan entertaintment. Sedangkan pengguna
layanan di unit-unit layanan pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) 79 persen berdasarkan
pengalaman mengeluarkan biaya tambahan/imbalan hanya dalam bentuk uang tunai/
cek.

Menurut pengalaman Anda, apakah anda memberikan imbalan


dalam bentuk uang tunai/cek kepada petugas layanan pada
unit layanan ini ? (jawaban ‘Ya’)

95
Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham) 88
Bongkar Muat, Cold Storage (DKP) 87
TKI di Terminal III (Depnakertrans) 87
Sertifikasi Tanah, Penggabungan Sertifikat (BPN) 84
Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/Penerbangan (Dephub) 81
Jasa Kepelabuhan (Pelindo II) 80
Kenotariatan (Depkumham) 77
Izin KIR (Dephub)
76
Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan (Pelindo II)
75
Jasa Kepelabuhan (Pelindo II)
72
Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran Pertama (BPN)
68
Izin Trayek Angkutan Darat antar Provinsi (Dephub)
67
Banding (MA)
66
Distribusi dan Jaringan Pelayanan Domestik/
Distribusi dan Pemasaran BBM (Pertamina) 62
Pelayanan Gangguan (PLN)
61
Izin Penyambungan dan Pemasangan Listrik (PLN)
59
Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkoba, Lakalantas (POLRI)
57
Penambahan Daya (PLN)
55
Peninjauan Kembali PK (MA)
53
Administrasi Pernikahan (Depag)
50
Industri Farmasi/Izin Pendirian Apotik (Rumah Obat) /
Penyaluran Alat Kesehatan dan Obat (Depkes)
0% 50% 100%

(ExperiencedIntegrity)
PengalamanIntegritas

20 Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007


Biaya/imbalan yang paling sering diberikan oleh pengguna layanan adalah dalam bentuk u
tunai/ cek. Bila dilihat distribusinya berdasarkan unit layanan terlihat bahwa pengguna
layanan di unit layanan Lembaga Pemasyarakatan dari Depkumham; Bongkar muat, cold
storage dari DKP; TKI di Terminal III dari Depnakertrans; Sertifikasi tanah, penggabungan
sertifikat dari BPN; Izin usaha angkutan darat/Pelayaran/Penerbangan dari Dephub; Jasa
kepelabuhanan dari PELINDO II; serta Kenotariatan dari Depkumham merupakan unit-
unit layanan yang lebih dari 80 persen pengguna layanannya mengaku pernah
mengeluarkan biaya/imbalan tambahan dalam bentuk uang tunai/cek di luar biaya
resmi yang harus mereka bayarkan. Empat belas unit layanan lain merupakan unit layana
yang 50 persen ke atas pengguna layananannya mengaku pernah mengeluarkan uang
tunai/cek sebagai biaya/imbalan tambahan di luar biaya resmi. Bila diperhatikan
terlihat bahwa seluruh unit-unit layanan sampel yang berada di PLN, Departemen
Perhubungan dan PELINDO II merupakan unit layanan yang terdaftar sebagai
unit layanan di mana pengguna layananannya pernah mengeluarkan uang tunai/cek
sebagai biaya/imbalan tambahan di luar biaya resmi yang mereka bayarkan.

Menurut pengalaman Anda, apakah Anda memberikan imbalan dalam bentuk


uang tunai/cek kepada layanan pada instansi ini ? (Jawaban ‘Ya’)

79

Badan Pertanahan Nasional 77

77
Departemen Perhubungan
PELINDO II
69
Departemen Hukum dan HAM
60
Perusahaan Listrik Negara
50
Mahkamah Agung
50
POLRI
0% 50% 100%

Bila dianalisa berdasarkan instansi, pemberian imbalan/biaya tambahan dalam bentuk


uang tunai/cek paling banyak dirasakan oleh pengguna layanan di Badan Pertanahan
Nasional (BPN), disusul kemudian oleh Departemen Perhubungan dan PELINDO II. Di
unit-unit layanan sampel pada tiga instansi tersebut, lebih dari 70 persen pengguna
layanannya mengaku pernah mengeluarkan uang tunai/cek sebagai biaya tambahan
diluar biaya resmi yang mereka keluarkan.

Bila mengeluarkan biaya tambahan dalam bentuk uang tunai/cek pada unit layanan
tempat mereka mengurus layanan, uang tunai umumnya dikeluarkan dan diberikan
kepada petugas pelayanan langsung. Namun ada juga masyarakat yang membayar biaya
tambahan di setiap jenjang pengurusan atau setiap pengambil keputusan.
Data yang diperoleh dari pengguna layanan yang menjawab secara multiple di setiap
unit layanan menggambarkan, bahwa paling tidak pada 7 unit layanan (7 teratas dalam
gambar) pengguna layanannya harus mengeluarkan biaya/imbalan tambahan di luar
biaya resmi yang dibayarkan lebih dari satu kali (tingkat). Pengguna layanan yang
bersangkutan berkemungkinan selain membayar biaya tambahan kepada petugas Penga (Ex

21
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
layanan secara langsung juga membayar di setiap jenjang pengurusan atau di setiap
pengambil keputusan. Bahkan ada kemungkinan pengguna layanan membayar biaya/
imbalan tambahan di tiga tingkat, yaitu petugas langsung, setiap jenjang pengurusan
dan setiap pengambil keputusan.

Di tingkat mana Anda mengeluarkan


biaya/imbalan tambahan ?

Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham)


45.6 22.8 71.9
Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkoba,
Lakalantas (POLRI)
55.1 22.5 34.7
Banding (MA) 23.3 46.7
36.7
Peninjauan Kembali PK (MA) 35.5
45.2 25.8
Izin KIR (Dephub)
67.2 14.1 23.4
77.4 25.8
Jasa Kepelabuhan (Pelindo II)
81.3 12.5 9.4
Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/Penerbangan (Dephub)
Kenotariatan (Depkumham) 80 8 12

TKI di Terminal III (Depnakertrans) 75 5 18.3

Sertifikasi Tanah, Penggabungan Sertifikat (BPN) 63.3 18.3 6.7


Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan (Pelindo II) 58.4 2.1 22.5
Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran Pertama (BPN)
46.7 6.7 21.7
Penambahan Daya (PLN)
40.9 6.8 22.7
45.8 9.7 13.9
Retribusi STNK/ BPKB/ SIM (POLRI)
64 4
Izin Trayek Angkutan Darat antar Provinsi (Dephub)
20 23
Setiap pengambil keputusan Penetapan Hukum Tetap (MA) 23.3
61.5 5 2.6
Setiap jenjang pengurusan
Pelayanan Gangguan (PLN)
Petugas langsung 46.9 3.1
Bongkar Muat, Cold Storage (DKP) 12.5
7.5 4.6
Administrasi Pernikahan (Depag) 48.5
60.5
Izin Penyambungan dan Pemasangan Listrik (PLN)
12 4
Industri Farmasi/Izin Pendirian Apotik (Rumah Obat) / Penyaluran
44
Alat Kesehatan dan Obat Kasasi
(Depkes)
(MA) 33.3 10 13.3
Distribusi dan Jaringan Pelayanan Domestik/
40.3 9.7
Distribusi dan Pemasaran BBM (Pertamina)
0% 50% 100% 150%

Pada gambar terlihat bahwa unit layanan Lembaga Pemasyarakatan dari Depkumham
berdasarkan pengalaman responden merupakan unit layanan di mana pengguna
layanan harus mengeluarkan biaya/imbalan tambahan lebih dari satu kali (tingkat). Di
Lembaga Pemasyarakatan, 72 persen pengguna layanannya mengaku harus
mengeluarkan biaya tambahan di setiap pengambil keputusan. Selain itu 46 persennya
mengaku mengeluarkan biaya tambahan yang diberikan kepada petugas secara langsung
dan 23 persen menyatakan bahwa mereka juga harus mengeluarkan biaya tambahan di
setiap jenjang pengurusan.
Unit-unit layanan lain, terutama Unit Layanan Tindak pidana umum, khusus, narkoba,
lakalantas dari POLRI; Banding dan Peninjauan Kembali dari MA; Izin KIR dan Izin Usaha
Angkutan Darat, Pelayaran dan Penerbangan dari Dephub; serta Jasa Kepelabuhan dari
PELINDO II, kondisinya tidak jauh berbeda dengan Lembaga Pemasyarakatan.

(ExperiencedIntegrity)
PengalamanIntegritas

22
Di tingkat mana Anda mengeluarkan
biaya/imbalan tambahan?

Departemen Perhubungan 70.3 10.7 15.7

Departemen Hukum dan HAM 45.8 12.5 36.7

Setiap pengambil keputusan


Setiap jenjang pengurusan PELINDO II
63.3
8 .3
Petugas langsung 34.7 19.8
Mahkamah Agung

(Ex
Penga

23
II. Potensi Integritas (Potential Integrity)

Potensi Integritas (Potential Integrity) merupakan salah satu unsur penyusun skor integritas
publik. Terdapat empat indikator yang digunakan untuk menyusun Potential Integrity yakni
indikator Sistem Administrasi (Administrative System) dengan bobot 0.265, Lingkungan Kerja
(Working Environment) dengan bobot 0.265, Perilaku Petugas Pelayanan (Personal Attitude)
dengan bobot 0,261 dan Pencegahan Korupsi (Corruption Control Measures) dengan bobot
0,171.

Nilai rata-rata potential integrity dari 65 unit layanan dan 30 instansi yang disurvei adalah
6,00. Nilai rata-rata tersebut bila dibandingkan dengan nilai rata-rata experienced integrity 5,34
memang lebih tinggi. Namun seperti halnya nilai rata-rata experience, nilai rata-rata potential
integrity ini masih jauh lebih rendah dibandingkan negara lain yang melakukan survei serupa
seperti Korea yang sudah mencapai nilai rata-rata potential integrity sebesar 8,42 (2006)
Sebagai gambaran, akan ditunjukkan 5 instansi dan 5 unit layanan yang memiliki skor potential
integrity terbaik dan terburuk dalam pelayanan publik tahun 2007. Sebagai gambaran,
berbeda dengan skor experienced integrity, perbedaan skor potential integrity antar satu
instansi dengan instansi lain tidak terlalu mencolok. Sebagian besar skor terdistribusi di dekat
skor rata-rata (6,00).

Badan Kepegawaian Negara (dengan 4 unit layanan sampel) merupakan satu-satunya instansi
dengan skor potential integrity lebih dari 7. Sementara 5 instansi lain di bawahnya memiliki nilai
potential integrity yang tidak jauh berbeda. Sedangkan Departemen Perhubungan (dengan 3
unit layanan sampel), Departemen Hukum dan HAM (dengan 3 unit layanan sampel), Badan
Pertanahan Nasional (dengan 2 unit layanan sampel) dan POLRI (dengan 2 unit layanan sampel)
merupakan instansi dengan nilai skor potential integrity terendah yaitu di bawah 5,00.
Dalam rangka mempertajam analisa, 5 unit layanan dengan skor potential integrity tertinggi
dan terendah akan ditunjukkan dalam gambar berikut.

Potential Integrity berdasarkan Departemen/Instansi


(5 Tertinggi dan 5 Terendah)
7.34
Badan Kepegawaian Negara
(4 unit layanan)
Badan Pengawasan Obat dan Makanan 6.81
(1 unit layanan)
Departemen Perdagangan 6.59
(2 unit layanan)
Departemen Perindustrian 6.59
(2 unit layanan)
Departemen Koperasi dan UKM 6.52
(1 unit layanan)

PT. PERTANI 6.52


4.38
Departemen Perhubungan
(3 unit layanan)

Departemen Hukum dan HAM 4.70


(3 unit layanan)

Badan Pertanahan Nasional 4.84


(2 unit layanan)
Kepolisian Republik Indonesia
4.84
(2 unit layanan)
5.24
Mahkamah Agung
(4 unit layanan) 4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00 7.50

Skor Potential Integrity

(PotentialIntegrity)
PotensiIntegritas

28
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
Potential Integrity berdasarkan Unit Layanan
(5 Tertinggi dan 5 Terendah)

Pensiunan (BKN) 7.40

Kenaikan Pangkat (BKN) 7.38

Pelayanan Perdagangan Luar Negeri


(Dept. Perdagangan)
7.35

Pengangkatan PNS (BKN) 7.30

Pengurusan PJTKI (DEPNAKER) 7.29


3.66
Lembaga Pemasyarakatan (DEPKUMHAM)
3.97
Izin Usaha Angkutan Darat/Laut/Udara (DEPHUB)
4.41
Izin pengujian kelayakan kendaraan angkutan
umum darat (KIR)(DEPHUB)
4.56
Pelayanan TKI di Terminal III (DEPNAKER)
4.62
Retribusi STNK dan BPKB/SIM (POLRI)
3.00 3.50 4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00 7.50

Skor Potential Integrity

Gambar menjelaskan bahwa terdapat 2 unit layanan Departemen Perhubungan (dari 3 unit
layanan sampel) yang berada pada peringkat potential integrity lima terendah. Kondisi ini
harus mendapat perhatian serius dari Departemen Perhubungan untuk segera dilakukan
perbaikan-perbaikan.
Kondisi sebaliknya terjadi bahwa 3 unit layanan sampel di Badan Kepegawaian Negara (dari 4
unit layanan) mendapatkan skor potential integrity tertinggi.
Kondisi ini sebaiknya juga tidak membuat BKN mengurangi kualitas layanannya. Seperti halnya
pada experience integrity, selain dari itu BKN juga harus mengevaluasi mengenai pencapaian n
yang tinggi tersebut, apakah memang pelayanan yang diberikan sudah cukup baik, ataukah
pengguna layanan memiliki “hubungan yang baik dan menguntungkan” dengan unit-unit
layanan yang diberikan oleh BKN sehingga berpengaruh terhadap penilaian mereka
terhadap layanan yang diberikan oleh BKN.

Bagian selanjutnya akan membahas 4 indikator potential integrity dengan lebih detail.

(Po
Poten

29
II. 1. Sistem Administrasi
Berdasarkan survei, hampir seluruh masyarakat pengguna layanan tidak kesulitan
mendapatkan informasi tentang layanan yang akan mereka urus. Data menunjukkan
bahwa 96 persen masyarakat menyatakan bahwa unit layanan memiliki informasi
terkait layanan yang mereka berikan, dan hanya 4 persen masyarakat yang menyatakan
bahwa unit layanan yang mereka datangi tidak memiliki informasi layanan.

Unit Layanan yang menurut pengguna layanannya (persen)


tidak memiliki informasi tentang layanan

29
Peninjauan Kembali PK (MA)
24.4

Pelayanan Perdagangan Dalam Negeri (Dept. Perdagangan) 17.5

Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham) 11.1


Retribusi STNK/BPKB/SIM (POLRI)

Administrasi Pernikahan (Depag) 10.6


10.2
TPU, TPK, Narkoba, Lakalantas (POLRI)
10
Pajak (Dept. Keuangan)

Kasasi (MA) 10
0 10 20 30
Secara umum masyarakat memang tidak kesulitan untuk mendapatkan informasi di
unit layanan. Hal ini terbukti dari data bahwa masyarakat pengguna layanan yang
menyatakan bahwa unit layanan yang bersangkutan tidak memiliki informasi maksimal
hanya 29 persen dari pengguna layanan dan itu berada di unit layanan Peninjauan
Kembali PK dari Mahkamah Agung. Detailnya, terdapat 8 unit layanan yang lebih dari
10 persen masyarakat pengguna layanannya menyatakan unit layanan yang bersangkutan
tidak memiliki informasi layanan, seperti ditunjukkan dalam gambar.

Namun bila ditelusuri lebih lanjut, dari mana informasi layanan tersebut diperoleh

Dari mana masyarakat


mendapatkan informasi layanan ?

Petugas layanan langsung 90 10

Papan pengumuman 55 45

Tidak 25 75
Media elektronik
Ya
27 73
Costumer service
19 81
Brosur/pamflet/selebaran

0% 50% 100%

(PotentialIntegrity)
PotensiIntegritas

30
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
ternyata data menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat (90 persen) menyatakan
bahwa mereka mendapatkan informasi dari petugas layanan secara langsung
(pertemuan face-to-face). Artinya, mereka secara manual harus bertanya kepada petugas
mengenai informasi layanan yang akan mereka urus. Cara ini tentu saja sangat konvension
dan kurang informatif, mengingat teknologi sudah berkembang dengan sangat pesat.
Dari seluruh sumber informasi layanan hanya 25 persen masyarakat pengguna layanan
yang menyatakan bahwa di unit layanan yang mereka datangi menyampaikan
informasi layanan melalui media elektronik (touch screen, layar TV, web/komputer).
Informasi yang diterima langsung dari petugas memang tidak selamanya merugikan
karena masyarakat dapat bertanya sesuai dengan kebutuhannya secara langsung.
Interaksi konvensional seperti ini memudahkan bagi pengguna layanan dari kalangan
kebanyakan yang tidak peka teknologi. Namun disatu sisi, semakin sering kontak
langsung antara petugas dengan pengguna, semakin memperbesar peluang terjadinya
perilaku korup. Proses “tawar-menawar” yang tidak prosedural antara petugas dan
penerima layanan dapat muncul pertama kali ketika masyarakat menanyakan prosedur
layanan, yang seharusnya akan dapat dihindarkan jika masyarakat mengetahui informasi
melalui media lain.
Secara lebih spesifik, umumnya unit layanan menyampaikan informasi mengenai
layanan melalui beberapa sumber. Selain dari petugas layanan langsung atau customer
service, biasanya untuk unit layanan yang telah memiliki SOP, juga akan menyediakan
informasi layanan melalui brosur/pamflet atau papan pengumuman bahkan melalui
media elektronik (touch screen, layar TV, dll).
Persyaratan dan prosedur yang ditetapkan oleh unit layanan secara umum cukup
mudah diketahui oleh masyarakat pengguna layanan. Dari 3611 responden, 95 persen
menyatakan bahwa mereka mengetahui persyaratan dan prosedur yang telah ditetapkan
untuk mendapatkan layanan di unit layanan yang akan mereka urus. Dan sebagian
besar dari mereka (90 persen) juga menyatakan bahwa mereka tidak mengalami
kesulitan dalam memperoleh informasi mengenai syarat dan prosedur layanan di unit
layanan tempat mereka mengurus layanan ini.
Secara lebih spesifik tabel berikut menunjukkan pengetahuan pengguna layanan
mengenai persyaratan dan prosedur sekaligus kesulitan dalam memperoleh informasi
mengenai persyaratan dan prosedur tersebut.

Kesulitan mendapatkan
Tahu Persyaratan (Ya)
Unit Layanan Informasi persyaratan (Ya)

73,5 57,1
Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkotika, Lakalantas (POLRI) 93,8 43,8
Bongkar Muat, Cold Storage, dll (DKP) 96,7 40,0
Banding (MA) 76,7 38,3
TKI di Terminal III (Depnakertrans) 96,7 36,7
Kasasi (MA) 80,7 35,0
Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham) 77,4 32,3
Peninjauan Kembali PK (MA)

Memang secara umum masyarakat pengguna layanan umumnya mengetahui


persyaratan dan prosedur dalam unit layanan tempat mereka mengurus layanan.
Namun bila dilihat pada tabel terlihat bahwa kira-kira masih ada 7 unit layanan yang
lebih dari 30 persen penggunanya menyatakan masih mendapatkan kesulitan dalam
mendapatkan informasi persyaratan layanan yang dimaksud. Data tabel sekaligus juga
(Po
Poten

31
menunjukkan bahwa unit-unit layanan dalam penegakan hukum justru merupakan
unit layanan di mana masyarakat penggunanya paling kesulitan memperoleh informasi
mengenai persyaratan dan prosedur layanan. Tercatat dari 7 unit layanan tersebut, 5
unit layanan adalah layanan di bidang penegak hukum yang berasal dari Mahkamah
Agung, POLRI dan Dept. Hukum dan HAM.

Secara umum masyarakat pengguna layanan menyatakan bahwa menurut pandangan


mereka prosedur pelayanan di unit layanan tempat mereka mengurus layanan adalah
mudah (56 persen), biasa saja (36 persen) dan sulit (8 persen). Bila dikaji lebih
lanjut dengan memperhatikan setiap unit layanan maka terlihat bahwa walaupun
secara umum prosedur pelayanan di unit layanan adalah mudah, namun masih ada
beberapa unit layanan yang menurut penilaian masyarakat penggunanya prosedur
relatif lebih sulit.

Bagaimana prosedur pelayanan


di unit layanan ini ?

Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham) 42.1


Mudah 42.1 15.8
Biasa Saja Penyidikan Obat dan Makanan (BPOM )
31.7 42.5 25.8
Sulit Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkotika,
Lakalantas (POLRI)
30.1 36.7 32.7
29
Peninjauan Kembali PK (MA) 29 42

Sertifikasi Tanah/Penggabungan Sertifikat (BPN) 21.7 38.3 40


26.7
Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/ 21.7 51.6
Pendaftaran Pertama (BPN)

Izin Penyambungan dan Pemasangan Listrik (PLN) 21.1 34.2 44.7

Kasasi (MA) 20 40 40
0% 100%
50%

Terlihat pada gambar bahwa di unit layanan Lembaga Pemasyarakatan dari Dep-
kumham, pengguna layanan yang menyatakan prosedur pelayanannya sulit masih
cukup dominan. Enam unit layanan lain adalah unit layanan yang dinilai lebih dari 20
persen pengguna layanannya memiliki prosedur pelayanan yang sulit. Secara kes-
eluruhan, urutan instansi yang dianggap pengguna layanannya memiliki prosedur pe-
layanan yang sulit adalah Dept. Hukum dan HAM, BPOM, POLRI, Mahkamah Agung,
Badan Pertanahan Nasional dan PLN.

Mengenai waktu penyelesaian layanan, masih cukup besar masyarakat (42 persen) yang
menilai bahwa layanan yang mereka terima tidak selalu selesai tepat waktu. Artinya, unit
layanan masih harus terus memperbaiki diri dengan berusaha menepati batas waktu
penyelesaian layanan seperti yang telah mereka tetapkan sendiri. Untuk lebih jelasnya,
pada gambar berikut dijelaskan mengenai unit layanan apa saja yang kurang menepati
waktu penyelesaian layanan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan.

(PotentialIntegrity)
PotensiIntegritas

32
Apakah pelayanan yang Anda terima telah sesuai dengan
batas waktu yang ditetapkan ?

Bongkar Muat, Cold Storage, dll (DKP)


Selalu sesuai 100
Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/
Tidak selalu sesuai Pendaftaran Pertama (BPN) 3
96.7

Kenotariatan (Depkumham) 88 12

Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/ 81.3 18.7


Penerbangan (Dephub)
Sertifikasi Tanah/Penggabungan 80 20
Sertifikat (BPN)

Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham) 75.4 24.6

Izin Pengembangan Usaha Perikanan/


Penangkapan/Izin Kapal (DKP)
75.3 24.7

TKI di Terminal III (Depnakertrans) 73.3 26.7

Penyidikan Obat dan Makanan (BPOM) 73.3 26.7

Asuransi Kecelakaan Kerja (Jamsostek) 70.6 29.4

Banding (MA) 70 30

Persetujuan Eselon I dan II (Depdagri) 66.7 33.3


Panti Rehabilitas Sosial/Asuhan & Jompo/
65.9 34.1
Penyantunan Veteran dan Cacat (Depsos)

Peninjauan Kembali PK (MA) 64.5 35.5

Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkotika, 63.3 36.7


Lakalantas (POLRI
Distribusi dan Jaringan Pelayanan Domestik/ 61.3 38.7
Distribusi dan Pemasaran BBM (Pertamina)
0%
50% 100%

Terlihat bahwa unit layanan Bongkar Muat, Cold Storage,dll yang berada di Departemen
Kelautan dan Perikanan merupakan unit layanan yang paling banyak mengecewakan
pengguna layanannya. Hal tersebut dikarenakan 100 persen pengguna layanannya
menyatakan bahwa unit layanan Bongkar Muat, Cold Storage tidak selalu tepat waktu
dalam penyelesaian layanannya. Limabelas unit layanan lain yang ditampilkan dalam
gambar adalah unit layanan yang dinilai oleh lebih dari 60 persen pengguna layanannya
tidak selalu tepat waktu dalam penyelesaian layanan. Terlihat bahwa sebagian besar
unit layanan yang tidak tepat waktu dalam penyelesaian layanan ini adalah jenis-jenis
layanan perizinan dan jenis-jenis layanan yang terkait dengan penegakan hukum. Bila
diranking berdasarkan instansi, terlihat bahwa instansi-instansi yang dinilai lebih dari 60
persen pengguna layanannya tidak tepat waktu dalam penyelesaian layanan adalah DKP,
BPN, Depkumham, Dephub, Depnakertrans, BPOM, Jamsostek, MA, Depdagri, Depsos,
POLRI dan PERTAMINA.
Selain waktu, biaya merupakan salah satu sistem administrasi layanan yang dijadikan
perhatian utama oleh pengelola dan pengguna layanan. Sebagian besar masyarakat
pengguna layanan (73 persen) menyatakan bahwa biaya yang mereka keluarkan dalam
mengurus layanan telah sesuai dengan standar/tarif yang telah ditentukan. Kondisi ini
tentu saja cukup baik. Namun yang harus menjadi perhatian selain masih terdapat 15
persen mayarakat yang menyatakan biaya yang dipungut tidak sesuai dengan standar/
tarif yang ditentukan, ternyata masih sekitar 12 persen responden menyatakan bahwa
mereka tidak tahu apakah biaya yang mereka keluarkan dalam mengurus layanan
tersebut sesuai dengan standar/tarif yang ditetapkan atau tidak. Artinya, mereka tidak
mengetahui standar/tarif yang ditetapkan sebenarnya berapa. Hal ini bisa terjadi karena
(Po
Poten

33
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
unit layanan yang bersangkutan kemungkinan tidak menginformasikan besar biaya
yang harus dikeluarkan untuk pengurusan layanan tertentu. Kondisi semacam ini lah
yang biasanya memicu pungutan liar dan suap dalam pelayanan publik. Bila diperinci
untuk tiap unit layanan, kondisi detail ditunjukkan oleh gambar berikut.

Apakah biaya yang Anda keluarkan sudah sesuai


dengan standar/tarif yang telah ditentukan ?

14
Tidak tahu Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham) 66.7 19.3
Tidak 30
TKI di Terminal III (Depnakertrans) 1.7
Ya 68.3
32.7
Tindak Pidana Umum, Tindak Pidana Khusus,
38.8 28.6
Narkotika, Lakalantas (POLRI)
32.3
Asuransi Kecelakaan Kerja (Jamsostek) 35.3 32.4
23.3 26.7 50
Pelayanan Perdagangan Luar Negeri
(Dept. Perdagangan) 18.7
Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/
56.3 25
Penerbangan (Dephub)
42.2
Izin KIR (Dept. Perhubungan) 35.9 21.9
36.6 46.7
Pengurusan Program PPMK 16.7

0%
50% 100%

Terlihat pada gambar bahwa 8 unit layanan berikut menggambarkan adanya ketidakjelasan
dalam penentuan biaya pelayanan. Pada Lembaga Pemasyarakatan dan TKI di Terminal
III lebih dari 60 persen pengguna layanannya menyatakan bahwa biaya yang mereka
bayarkan tidak sesuai dengan standar tarif yang ditetapkan oleh unit layanan itu sendiri.
Sementara di Perdagangan Luar Negeri dan Pengurusan Program PPMK kondisi yang
terjadi adalah sebagian besar dari pengguna layanan tersebut tidak mengetahui standar
biaya yang ditetapkan oleh unit layanan yang bersangkutan.
Pelaksanaan Sistem Administrasi yang baik dalam layanan publik ini mencerminkan
tingkat transparansi unit layanan kepada masyarakat pengguna layanannya. Secara
umum masih diperlukan banyak perbaikan dalam sistem administrasi di unit layanan
dan instansi publik di Indonesia.

II. 2. Lingkungan Kerja (Working Environment)


Faktor kebiasaan yang umum terjadi dalam lingkungan kerja merupakan salah satu
pemicu dalam korupsi di sektor pelayanan publik. Kebiasaan-kebiasaan tersebut
diantaranya adalah kebiasaan menawarkan jalur cepat untuk pelayanan, kebiasaan
menerima dan menawarkan tips/hadiah/imbalan dalam pengurusan layanan, serta
kebiasaan pertemuan dan komunikasi langsung dengan petugas layanan dalam
mempercepat layanan.
Adanya tawaran dari petugas untuk mempercepat proses layanan dengan memberi
imbalan tertentu ternyata dialami oleh 25 persen pengguna layanan di unit layanan
yang mereka datangi. Artinya, karena sudah menjadi kebiasaan,walaupun sudah dilakukan
perbaikan-perbaikan dalam sistem pelayanan, namun usaha untuk tetap mencari
keuntungan dengan menawarkan jasa untuk mempercepat proses layanan dengan
menarik imbalan tertentu tetap saja masih terjadi. Unit layanan yang secara mencolok
(PotentialIntegrity)
PotensiIntegritas
masih melakukan hal tersebut adalah Lembaga Pemasyarakatan dari Depkumham; Izin

34
Usaha Angkutan Darat, Pelayaran dan Penerbangan dari Dephub; Retribusi STNK/SIM/
BPKB dari POLRI; dan Bongkar Muat, Cold Storage dari DKP.
Lihat gambar berikut.

Selama Anda menerima layanan di Unit Layanan ini, apakah ada/terdapat


petugas yangmenawarkan jasa untuk mempercepat proses pelayanan
dengan imbalan tertentu ?

Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham)


84.2 15.8
Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/
Penerbangan (Dephub)
81.3 18.7
Retribusi STNK/SIM/BPKB (POLRI)
72.2 27.8
Bongkar Muat, Cold Storage (DKP)
71.9 28.1
Izin KIR (Dephub)

TKI di Terminal III (Depnakertrans) 68.8 31.3

Izin Pengembangan Usaha Perikanan/ 66.7 33.3


Penangkapan/Izin Kapal (DKP)

Izin Penyambungan dan Pemasangan


65.2 34.8
Listrik (PLN)
63.2 36.8
Tidak ada Penambahan Daya (PLN) 56.8 43.2
Ada Kasasi (MA)
56.7 43.3

Jasa Kepelabuhan (Pelindo II)


54.8 45.2
Panti Rehabilitasi Sosial/Asuhan & Jompo/
Penyantunan Veteran dan Cacat (Depsos) 53.7 46.3
Banding (MA) 53.3 46.7
Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkotika,
Lakalantas (POLRI) 53.1 46.9

Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan 51.7 48.3


(Pelindo II)
51.6 48.4
Peninjauan Kembali PK (MA) 0% 50% 100%

Ada 16 unit layanan dari 9 instansi yang lebih dari 50 persen pengguna layanannya
menyatakan bahwa petugas layanan di unit layanan yang bersangkutan memiliki
inisiatif menawarkan jasa untuk mempercepat proses pelayanan dengan meminta
imbalan tertentu. Kondisi yang terjadi karena kebiasaan yang sudah berlangsung lama
ini dikhawatirkan akan semakin sulit diatasi bila tidak segera dilakukan perbaikan-
perbaikan dan pembenahan.

Selama Anda menerima layanan di Instansi ini, apakah ada/terdapat


petugas yang menawarkan jasa untuk mempercepat proses
pelayanan dengan imbalan tertentu ?

Tidak ada
Departemen Perhubungan (Dephub) 68.6 31.4
Ada
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) 66.9 33.1
52.5 47.5
Departemen Hukum dan HAM (Depkumham)
52.5 47.5
PT. Pelabuhan Indonesia II (PELINDO II)
0% 50% 100%

(Po
Poten

Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007 35


Seperti telah disebutkan sebelumnya, 16 unit layanan yang dianggap lebih dari 50
persen pengguna layanannya petugasnya memiliki inisiatif untuk meminta imbalan
dengan cara mempercepat proses layanan berasal dari 9 instansi.
Bila disimpulkan dari 9 instansi tersebut, Departemen Perhubungan, Departemen
Kelautan dan Perikanan, Departemen Hukum dan HAM serta PELINDO II merupakan
instansi yang dinilai oleh sebagian besar pengguna layanannya memiliki petugas
layanan yang selalu berinisiatif menawarkan jasa mempercepat proses layanan
dengan imbalan tertentu.
Kebiasaan petugas menerima tips dan pengguna layanan yang terbiasa memberikan
tips juga masih terjadi. Sebesar 29 persen pengguna layanan mengalami dan menyatakan
bahwa para petugas di unit layanan yang mereka datangi sudah terbiasa menerima
tips, hadiah atau imbalan lain sebagai bagian dari pengurusan layanan. Kebiasaan tersebut
ternyata juga mendapatkan dukungan dari masyarakat pengguna layanan sendiri,
karena 20 persen diantara mereka pernah menawarkan tips, hadiah atau imbalan kepada
petugas dalam rangka mempercepat layanan. Kondisi ini menunjukkan bahwa korupsi
bisa dimulai dan dilakukan lewat kondisi yang saling mendukung antara kedua belah
pihak, yaitu antara yang memberi dan antara yang diberi. Oleh karena itu
sosialisasi yang terus menerus dan komprehensif sangat diperlukan untuk mengurangi
atau menghindari kondisi tersebut.

Suasana untuk memberi dan diberi tersebut secara spesifik berbeda di antara unit
layanan yang disurvei. Lihat gambar berikut.

Apakah petugas pada unit layanan ini biasa terima tips, imbalan sebagai
bagian dari pengurusan layanan ? Apakah Anda menawarkan tips,
imbalan kepada petugas untuk mempercepat layanan ?

26.4 75
Retribusi STNK/SIM/BPKB (POLRI)

Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkotika, 30.61 73.17


Lakalantas (POLRI)
20 66.7
Kasasi (MA)
78.1
Izin KIR (Dephub) 51.6

Izin Penyambungan dan Pemasangan 73.7


Listrik (PLN) 42.1 87.7
68.4
Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham)

65
Sertifikasi Tanah/Penggabungan Sertifikat (BPN) 48.3
64
Izin Trayek Angkutan Darat antar provinsi (Dephub)
48
Jasa Kepelabuhan (PELINDO II)
61.3
54.8 Petugas biasa
47.2 59.6 menerima tips, imbalan (%)
Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan (PELINDO II)
56.8 Pengguna layanan menawarkan
45.5 tips, imbalan (%)
Penambahan Daya (PLN)
48.4
Distribusi dan Jaringan Pelayanan Domestik/ 45.2
Distribusi dan Pemasaran BBM (Pertamina) 96.9
96.9
Bongkar Muat, Cold Storage, dll (DKP)
84.84
Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/ 84.4
Penerbangan (Dephub) 40
Kenotariatan (depkumham) 72

Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/ Pendaftaran 46.7 51.7


pertama kali (BPN)
(PotentialIntegrity)
PotensiIntegritas 0% 100%
50%

36
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
Pada gambar dijelaskan bahwa penerimaan dan pemberian tips dan imbalan menjadi
bagian dari pengurusan layanan publik memiliki kasus spesifik di masing-masing unit
layanan.

Pada unit layanan Retribusi STNK/SIM/BPKB dari POLRI terlihat bahwa yang lebih
menonjol adalah kebiasaan petugas layanan untuk menerima tips dan imbalan sebagai
bagian dari pengurusan layanan. Sementara pengguna layanan memiliki inisiatif yang
rendah dalam menawarkan tips dan imbalan kepada petugas layanan. Artinya, karena
kebiasaan tersebut, umumnya petugas layanan lalu berinisiatif untuk meminta imbalan
kepada pengguna layanan.
Pada unit layanan Bongkar Muat, Cold Storage dari DKP dan Izin Usaha Angkutan Darat/
Pelayaran/Penerbangan dari Departemen Perhubungan terlihat bahwa kebiasaan
petugas layanan dalam menerima tips dan imbalan sebagai bagian dari pengurusan
layanan diimbangi dengan inisiatif pengguna layanan dalam menawarkan tips dan imbalan
dalam rangka mempercepat pelayanan. Dalam kondisi ini masing-masing pengguna
dan petugas layanan memiliki andil dalam menyuburkan praktek suap, pungutan liar
dan korupsi di pelayanan publik.

Apakah petugas pada instansi ini biasa terima tips, imbalan sebagai bagian
dari pengurusan layanan ? Apakah Anda menawarkan tips, imbalan kepada
petugas layanan untuk mempercepat layanan ?
76.9
Departemen Perhubungan (Dephub) 59.5
60
PT. Pelabuhan Indonesia II (PELINDO II) 49.2

40.5 54.6 Petugas biasa


Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP)
menerima tips, imbalan (%)

53.3 Pengguna layanan menawarkan


Departemen Hukum dan HAM (Depkumham)
49.2 tips, imbalan (%)

Perusahaan Listrik Negara (PLN) 33.9 52.1

0% 50% 100%

Pada unit layanan Kenotariatan dari Depkumham serta Pengukuran dan Pemetaan
Kadastral/Pendaftaran pertama kali dari BPN terlihat bahwa inisiatif menawarkan tips
dan imbalan dalam rangka upaya mempercepat layanan justru berada di pengguna
layanan. Kondisi semacam ini kemungkinan tidak akan terjadi bila unit layanan yang
bersangkutan secara aktif mensosialisasikan bahwa pengurusan pada unit layanan
tersebut dilakukan berdasar SOP (Standart Operational Procedure) dan ditekankan bahw
petugas layanan tidak menerima suap atau tips.
Masih terkait dengan proses kecepatan layanan dan perilaku petugas layanan, ternyata
masih banyak pengguna layanan (43 persen) yang harus menghadap petugas berulangk
untuk mendapatkan output layanan di unit layanan yang mereka datangi. Dan menurut
29 persen masyarakat pengguna layanan, intensitas pertemuan/komunikasi dengan
petugas tersebut (walaupun sebenarnya tidak sesuai dengan prosedur) ternyata akan
mempercepat proses pelayanan. Untuk lebih jelasnya, data tiap unit layanan dalam
intensitas tatap muka dan komunikasi dengan petugas layanan yang dilakukan di luar
prosedur dalam rangka mempercepat proses layanan ditunjukkan oleh gambar berikut.

(Po
Poten

37
Berdasar pengalaman, untuk mendapat layanan di unit layanan ini,
apakah diperlukan menghadap petugas berulangkali ? Berdasar pengalaman,
apakah intensitas pertemuan/komunikasi dengan petugas (di luar prosedur)
akan mempercepat proses layanan ?

96.7
Bongkar Muat, Cold Storage (DKP) 18.8
45
96.7
Sertifikasi Tanah, Penggabungan Sertifikat (BPN)
32
96
Kenotariatan (Depkumham)

Penyidikan obat dan makanan (BPOM) 86 90.8


14.2 59.7
Lembaga Pemasyaratan (Depkumhum) 80.5
7.3
Panti Rehabilitasi Sosial/Asuhan & Jompo/
80
Penyantunan Veteran Veteran dan Cacat (Depsos) 68.3
Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran 73.3
Pertama kali (BPN) 43.3
Banding (MA)
48.4
71
Peninjauan Kembali PK (MA)
7.9
Izin Usaha Perikanan/Penangkapan/Kapal 70.8
Perikanan (DKP) 42.1
73.7
Izin Penyambungan dan Pemasangan Listrik (PLN)
20.9
70
Izin PMA/PMDN (BKPM)
8.8
Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkotika, 67.7
Asuransi Kecelakaan Kerja (Jamsostek)
Lakalantas (POLRI)
61.2 Menghadap petugas
Penetapan Hukum Tetap (MA) berkali-kali
46.7 57.1
60 Intensitas pertemuan/
Kasasi (MA) 46.7
komunikasi
60
Cukai/Bea Masuk (Depkeu)
55 dengan petugas
45.5 60 mempercepat layanan
Penambahan Daya (PLN)

Izin Trayek Angkutan Darat antar Provinsi (Dephub)


24
61.4 72
10
Pelayanan Perdagangan Luar Negeri (Depdag)

Retribusi STNK/SIM/BPKB (POLRI) 53.3


79.2
51.4
Pajak (Depkeu)
56.7
53.3 68.8
Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/Penerbangan
71.9
(Dephub)
36.7
Pengangkatan PNS (BKN)

Mutasi (BKN)
30
Pengurusan Penggunaan Askes
(PT. ASKES)
29.2
0% 50% 100%

Pada gambar dijelaskan bahwa ada 3 kelompok berbeda terkait dengan petugas dan
percepatan layanan ini. Kelompok pertama adalah kelompok dimana pengguna layanan
menyatakan bahwa untuk mendapat layanan, diperlukan menghadap petugas layanan
berkali-kali, namun intensitas pertemuan/komunikasi tersebut tidak berpengaruh
terhadap kecepatan layanan yang mereka terima.Yang masuk dalam kelompok ini
diantaranya adalah unit layanan Bongkar Muat,Cold Storage (DKP); Penyidikan obat
dan makanan (BPOM), Kenotariatan (Depkumham); Panti rehabilitasi sosial/Asuhan dan
Jompo/Penyantun veteran dan cacat (Depsos); Izin Usaha Perikanan/Penangkapan/
Kapal Perikanan (DKP); dan masih banyak lagi. Kondisi semacam ini menunjukkan
terjadinya birokrasi yang berbelit-belit dan menyulitkan pengguna layanan. Unit
layanan semacam ini merupakan prioritas untuk segera direformasi.

Kelompok kedua adalah kelompok di mana pengguna layanan harus menghadap


petugas berkali-kali dimana intensitas pertemuan/komunikasi dengan petugas
layanan tersebut akan mempercepat proses layanan. Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah unit layanan Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran Pertama kali
(BPN); Tindak Pidana Umum,Khusus, Narkoba dan Lakalantas (POLRI); Cukai/Bea Masuk
(Dept.Keuangan),dll. Kondisi ini menunjukkan telah terjadi kerjasama yang saling
(PotentialIntegrity)
PotensiIntegritas
menguntungkan antara petugas layanan dan pengguna layanan. Kerjasama ini

38
biasanya selalu dibarengi dengan suap dan pungutan liar yang sebenarnya merugikan
pengguna layanan dan negara. Unit layanan dengan kondisi semacam ini juga perlu
dilakukan pembenahan dan pemantauan terutama dari penanggungjawab unit layanan.
Kondisi yang berlarut-larut akan menciptakan budaya korupsi di area pelayanan publik.
Kelompok ketiga adalah kelompok di mana masyarakat pengguna layanan menilai bahwa
intensitas pertemuan/komunikasi dengan petugas (di luar prosedur) di unit layanan
akan mempercepat proses layanan, namun berdasar pengalaman, mereka dalam
mengurus layanan di unit layanan tersebut tidak perlu menghadap berulang kali. Yang
masuk dalam kelompok ini adalah unit layanan Pelayanan Perdagangan Luar Negeri
(Dept.Perdagangan); Pengangkatan PNS dan Mutasi (BKN);Pengurusan Penggunaan Aske
(PT.ASKES); dan lain-lain. Kondisi ini mencerminkan ketidaktransparanan unit layanan
kepada pengguna layanan dalam proses pelayanan sehingga SOP unit layanan tersebut
tidak dimengerti oleh pengguna layanan. Indikasi lain adalah petugas layanan sengaja
melakukan hal tersebut supaya pengguna layanan melakukan kontak langsung dengan
mereka dalam rangka mempercepat layanan sehingga peluang pungutan liar dapat
dilakukan.

Berdasar pengalaman, untuk mendapat layanan di instansi ini,


apakah diperlukan menghadap petugas berulang kali ? Berdasar pengalaman,
apakah intensitas pertemuan/komunikasi dengan petugas (diluar prosedur)
akan mempercepat proses layanan ?

Badan Pengawas Obat dan Makanan 14.17 90.9


(BPOM)
Departemen Kelautan dan Perikanan 10.7 77.7
(DKP)
Badan Koordinasi Penanaman Modal 20.9 70
(BKPM)
56.7 88.3
Badan Pertanahan Nasional (BPN)
66.1
Mahkamah Agung (MA) 46.3
68.3
Departemen Hukum dan HAM (Depkumham) 49.2 56.7
55.8 Menghadap petugas
Departemen Keuangan (Depkeu) berkali-kali
37.8 Intensitas pertemuan/
Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) 39.4
komunikasi
45.5 dengan petugas
Perusahaan Listrik Negara (PLN) 47.9 mempercepat layanan
Departemen Perhubungan 40.5 62
(Dephub)
0%
50% 100%

Unit-unit layanan yang ditampilkan dalam tabel di atas harus segera mendapat perhatian
dari instansi yang membawahinya. Seperti terlihat pada tabel bahwa instansi tersebut
sebaiknya segera memperbaiki unit-unit layanannya dalam rangka menciptakan
transparansi pelayanan dan mencegah terjadinya korupsi di lingkungan instansi yang
bersangkutan.
Lingkungan kerja (Working environment) memang sangat menentukan proses kerja
dan perilaku petugas. Oleh karena itu, untuk memperkecil potensi korupsi di lembaga
pelayanan publik, instansi serta unit-unit layanan sebaiknya memperhatikan lingkungan
kerja unit layanannya sehingga profesionalitas petugas, unit layanan dan instansi menjadi
lebih baik.

(Po
Poten

39
II. 3. Perilaku Petugas Layanan (Personal Attitude)
Personal attitude merupakan salah satu faktor pemicu korupsi dalam pelayanan publik.
Perilaku-perilaku petugas layanan terutama dalam perbedaan perlakuan layanan sering
terjadi dalam layanan publik.
Pada prakteknya di lapangan terkait dengan perilaku petugas layanan, ternyata masih
terdapat 31 persen pengguna layanan yang merasa prosedur pelayanan yang
diberlakukan tidak sama antara sesama pengguna layanan. Selain dari itu 29 persen
dari pengguna layanan juga pernah merasakan langsung perbedaan perlakuan
pelayanan tersebut. Kondisi semacam ini patut mendapat perhatian oleh
penanggungjawab unit layanan karena bila dibiarkan berlarut-larut perilaku petugas
layanan tersebut, akan menurunkan kredibilitas unit layanan yang bersangkutan.

Apakah prosedur pelayanan yang telah ditetapkan diberlakukan sama terhadap


semua penerima layanan ? Selama Anda menerima layanan, apakah pernah
menerima perbedaan perlakuan layanan ?

96.9
96.9
Bongkar muat, cold storage, dll (DKP)
Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/ 84.4
Penerbangan (Dephub) 84.4 91.2
Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham) 84.2
Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran
81.7
pertama kali (BPN)
78.3
Izin Pengembangan Usaha Perikanan/Usaha
72 79.8
Penangkapan/Kapal Perikanan (DKP)
72 79.8
Izin Trayek Angkutan Darat antar Provinsi (Dephub) 67.7
Peninjauan Kembali PK (MA) 61.3
Izin KIR (Dephub) 65.6

57.8 66.7
Kasasi (MA)

53.3 70
53.3
TKI di Terminal III (Depnakertrans)
59.2
69.4
Tindak Pidana Umaum, Khusus, Narkotika,
Lakalantas (POLRI) 63.9
54.2
Retribusi STNK/SIM/BPKB (POLRI)
Sertifikasi Tanah/Penggembangan Sertifikat (BPN)
61.7
Izin Penyambungan dan Pemasangan Listrik (PLN) 60.5
58.3
50
Asuransi Kecelakaan Kerja (PT. Jamsostek) 55.9
55.9
Jaminan Hari Tua dan Tabungan Perumahan 54.1
Tidak selalu sama (%)
(PT. Jamsostek) 54.1
Panti Rehabilitasi Sosial/Asuhan dan Jompo/ 53.7 Pernah (%)
Santunan Veteran&Cacat (Depsos) 53.7
32.3
Jasa Kepelabuhanan (PELINDO II)
53.9 61.3
Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan
(PELINDO
Penambahan Daya (PLN) II) 59.6
47.7 52.3
Banding (MA) 56.7

46.7
0% 100%
50%

Berdasarkan jenis layanan, gambar berikut menjelaskan bahwa terdapat korelasi yang
kuat antara pernyataan pengguna layanan mengenai prosedur pelayanan yang tidak
selalu sama diberlakukan terhadap semua penerima layanan dengan pengalaman
pribadi saat menerima perbedaan perlakuan dalam pengurusan layanan. Dijelaskan
bahwa unit layanan Bongkar muat, cold storage, dll dari Departemen Kelautan dan
Perikanan dinilai masyarakat pengguna layanannya sangat buruk dalam perbedaan
perlakuan pelayanan. Unit-unit layanan lain yaitu Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/
Penerbangan dari Dephub; Lembaga Pemasyarakatan dari Depkumham; Pengukuran
(PotentialIntegrity)
PotensiIntegritas

40
dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran Pertama Kali dari BPN; Izin Pengembangan Usaha
Perikanan/Usaha Penangkapan/Kapal Perikanan dari DKP; dan Izin Trayek Angkutan
Darat antar Provinsi dari Dephub; serta 13 unit layanan lain juga harus segera melakukan
perubahan dalam kualitas petugas layanannya.

Apakah prosedur pelayanan yang telah ditetapkan diberlakukan sama terhadap


semua penerima layanan ? Selama Anda menerima layanan, apakah pernah
menerima perbedaan perlakuan layanan ?

84.3
Departemen Kelautan dan 84.3
Perikanan (DKP)
Departemen Perhubungan 71.9
(Dephub) 67.8
Badan Pertanahan Nasional 71.7
(BPN) 68.3
59.5
Mahkamah Agung (MA) Tidak selalu
51.2
57.5 sama (%)
Departemen Hukum dan HAM 63.3
(Depkumham) Pernah (%)
Pelabuahan Indonesia II 48.3 60
(PELINDO II)
0% 50% 100%

Berdasarkan instansi sebagai penanggungjawab unit layanan tersebut, instansi yang


ditunjukkan dalam gambar berikut sebaiknya harus segera memperbaiki kualitas petugas
layanannya. Hal tersebut dikarenakan rata-rata lebih dari 50 persen pengguna layanannya
merasakan perbedaan perlakuan para petugas layanan di unit-unit layanan yang
berada pada instansi tersebut.

Dalam hal apakah perbedaan


perilaku itu terjadi ?

Waktu penyelesaian 82 18

Biaya pengurusan 54 46

Alur pengurusan 37 63
Tidak
Ya Fasilitas layanan 23 77

Sikap/perilaku petugas 42 58

Syarat pengurusan 20 80

0% 50% 100%

Dari 29 persen pengguna layanan yang merasa mengalami perbedaan pelayanan pada
saat mengurus layanan, secara umum paling banyak dirasakan dan dialami adalah
perbedaan layanan dalam waktu penyelesaian layanan. Perbedaan lain yang juga
cukup banyak dialami adalah adanya perbedaan dalam biaya pengurusan, sikap/perilaku
petugas dan alur pengurusan. Perbedaan lain yang walaupun tidak banyak namun
masih juga dialami oleh sebagian kecil pengguna layanan adalah perbedaan dalam hal
fasilitas layanan dan syarat pengurusan.
(Po
Poten

41
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
Dalam hal apakah perbedaan perilaku pelayanan publik itu terjadi ?
(Persen Penggunaan Layanan)

62 46 85 31
Penetapan Hukum Tetap (MA) 100 69
59 50 79 44
Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkotika, Lakalantas (POLRI) 88 65
Banding (MA) 100 100 50 21 71 36
100 67 50 75 58
Kenotariatan (Depkumham) 25
95 47 63 90 26
PeninjauanBesar
Kembali PK (MA) 42
TDP dan SIUP untuk Pedagang (Deperind) 50 25 75 75 75 50
Izin Pendidikan Luar Sekolah/Keterampilan/Kursus (Depdiknas) 50 67 33
100 33 67
Izin KIR (Dephub) 41 43
89 65 54 60
Retribusi STNK/SIM/BPKB (POLRI) 44 44
80 59 62 59
Pelayanan Haji (Depag 100 94 25 38 25 56
Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/Penerbangan (Dephub) 100 100 22 15 33 41
Kasasi (MA) 81 69 38 31 81 13
Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham) 42 50 40 56
87 44
Keimigrasian/Paspor (Depkumham) 83 25 50 25
75 58
Administrasi Pernikahan (Depag) 75 90 40 30 55 15
Izin Pengembangan Usaha Perikanan/Usaha Penangkapan/Kapal Perikanan (DKP) 86 92 85 20 133
83 83 33 33 8
Pemasangan Baru Telpon (PT. TELKOM) 67
100 100 50
Pemberdayaan Masyarakat (KUBE)(Depsos) 33
Sertifikasi Tanah/Penggembangan Sertifikat (BPN) 94 69 34 17 34 17
Penambahan Daya (PLN) 65 39 52 22 57 22
Panti Rehabilitasi Sosial/Asuhan dan Jompo/SantunanVeteran&Cacat (Depsos) 100 86 64
Pajak (Depkeu) 86 14 43 86 14
56 66 22
TKI di Terminal III (Depnakertrans) 16 25 59
100 2
Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/ Pendaftaran pertama kali (BPN) 113 11 49
100
Asuransi Kecelakaan 37 53 11
Bongkar muat, Kerja (PT. Jamsostek)
cold storage, dll (DKP) 100 19 23 3
Industri farmasi/Izin Pendirian Apotik/Penyaluran alat kesehatan dan obat (Depkes) 100 25 13 29 29 42
Jasa Kepelabuhanan (PELINDO II) 68 26 11 21 5
90 Syarat
Cukai Bea Masuk (Depkeu) 56
Sikap/ perlakuan
75
Pelayanan Gangguan (PLN) 63 13 50 25 Fasilitas
75
Izin Akreditasi Sekolah Umum, Khusus, PTS/Akreditasi Guru (Depdiknas) 50 33 33 33 50 17 Alur
Biaya
68 42 11 19 64
Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan (PELINDO II) Waktu
83 33 67 17
Izin Pendirian Rumah Sakit, Praktek Dokter/ Penempatan Dokter (Depkes)
0% 50% 100% 150% 200% 250% 300% 350% 400%

Secara lebih terperinci, perbedaan perlakuan tersebut akan berbeda dirasakan oleh
pengguna layanan di unit layanan yang berbeda. Gambar berikut menampilkan contoh
beberapa unit layanan yang menurut pengalaman sebagian pengguna layanannya
melakukan perbedaan-perbedaan perlakuan pelayanan. Dari yang menjawab ‘pernah
menerima perbedaan perlakuan pelayanan’ dengan menjawab secara multiple, rata-
rata pengguna layanan mengalami perbedaan perlakuan dalam waktu penyelesaian
layanan. Bahkan di beberapa unit layanan, beberapa responden mengalami perbedaan
perlakuan tidak hanya dari satu jenis perlakuan, tetapi bisa dua, tiga bahkan semua
jenis perbedaan perlakuan dialami. Pada gambar terlihat bahwa terutama pada
5 peringkat pertama yaitu unit layanan Penetapan Hukum Tetap (MA); Tindak Pidana
Umum, Khusus, Narkotika dan Lakalantas (POLRI); Banding (MA); Kenotariatan
(Depkumham) dan Peninjauan Kembali PK (MA), perbedaan perlakuan pelayanan bisa
dialami oleh pengguna layanan di waktu penyelesaian, biaya pengurusan, alur pengurusan,
(PotentialIntegrity)
PotensiIntegritas

42
fasilitas layanan, sikap/perlakuan petugas, dan atau syarat pengurusan. Hal yang lebih
menarik lagi adalah bahwa 5 unit layanan yang dimaksud adalah unit layanan yang
berada di Lembaga Penegak Hukum. Kondisi ini sangat memprihatinkan mengingat
upaya pemberantasan korupsi termasuk di dalamnya upaya pencegahan seharusnya
dipelopori oleh lembaga penegak hukum.

Dalam hal apakah perbedaan perlakuan pelayanan publik itu terjadi ?


(Presen Penggunaan Layanan)
Mahkamah Agung (MA) 94
59
69
Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) 80

77
Departemen Perhubungan (Dephub) 93

(Po
Poten

43
Bentuk kampanye anti koropsi apa
yang ada pada unit layanan ini ?

Pengumuman langsung
Tidak 51 49
Ya Pamflet/poster/brosur
47 53

Himbauan di papan pengumuman 56 44

stiker/spanduk 45 55
Iklan layanan masyarakat melalui media
39 61
0% 50% 100%

Di luar kondisi masih banyaknya unit layanan yang berada di lingkungan rawan
korupsi, tercatat bahwa 54 persen masyarakat pengguna layanan menyatakan bahwa
unit layanan yang mereka kunjungi memiliki bentuk kampanye anti korupsi. Bentuk-
bentuk kampanye tersebut terdiri dari pengumuman langsung, pamflet/ poster/brosur,
himbauan di papan pengumuman, stiker/spanduk dan iklan layanan masyarakat melalui
media.
Upaya pencegahan korupsi dalam pelayanan publik menunjukkan keseriusan unit
layanan dan instansi dalam memerangi korupsi secara komprehensif di luar upaya
penindakan yang dilakukan. Semakin intensif usaha pencegahan korupsi yang dilakukan
maka semakin efektif pula upaya pemberantasan korupsi bisa dilakukan di unit layanan
dan instansi yang bersangkutan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perannya sebagai trigger mechanism sangat
mendorong upaya-upaya pencegahan korupsi, terutama di lembaga pelayanan publik.
Potret kondisi aktual pelayanan publik terkait dengan transparansi, suap, pungutan liar,
dan upaya-upaya pencegahan korupsi ini dilakukan juga dalam upaya meningkatkan
efektifitas pemberantasan korupsi di Indonesia, terutama di sektor layanan publik.

(Po
Poten

49
Kesimpulan
III. Kesimpulan
Agar memudahkan maka kesimpulan dari fakta yang dijumpai di lapangan dirangkai dengan
rekomendasi dalam bentuk matriks berikut ;

Kesimpulan Fakta dari Hasil Survei Rekomendasi

Integritas sektor publik 1. Rata-rata nilai integritas dari 30Survei akan dilakukan terus
di Indonesia masih rendah instansi dengan sampel 65 unit menerus dan KPK akan terus
layanan adalah 5,53 memonitor perkembangan/
kemajuan yang dicapai.
2. Nilai experience integrity yang Bagi yang nilai integritasnya
terendah untuk unit layanan sangat rendah akan diberikan
adalah 2,96, sangat jauh dari perhatian lebih. Dalam hal ini
standar suatu layanan. antara lain unit pelayanan TKI
(Depnakertrans) di terminal 3 dan
layanan di Lembaga
pemasyarakatan (Depkumham)
akan menjadi prioritas KPK.

Rata-rata nilai potensi integritas (6)Perlu adanya mekanisme khusus


Sistem dan mekanisme lebih baik daripada pengalaman yang dapat memastikan bahwa
layanan telah mulai dibangun integritas (5,34), seluruh perangkat baik itu berupa
namun tidak sanggup/tidak SOP/sistem/aturan maupun
cukup efektif mendukung fasilitas yang telah ada dijalankan
terciptanya kondisi ideal yang sebagaimana mestinya.
seharusnya.
Intensifikasi sosialisasi pada sisi
Cara pandang masyarakat/ 1. Terhadap 10 unit layanan, yangpengguna layanan bahwa
pengguna layanan masih mayoritas penggunanya layanan yang diberikan oleh
permisif/toleran terhadap (75-100%) merasa bahwa petugas merupakan tugas
perilaku korupsi. pemberian imbalan (tips) petugas yang bersangkutan yang
merupakan hal yang wajar harus dikerjakan sesuai dengan
dalam pengurusan layanan. aturan yang ada.

2. Meskipun 88% pengguna di


unit layanan bongkar muat dan
cold storage di DKP mengaku
membayar imbalan di luar
biaya resmi, namun semua
responden menganggap
bahwa biaya tersebut adalah
hal yang wajar.

Dari 1327 orang yang mengaku Pemberian tips/imbalan lain/suap


Imbalan/tips/suap yang mengeluarkan biaya di luar biaya berupa uang tunai/cek
diberikan umumnya dalam resmi, 87,9% nya memberikan menunjukkan bahwa praktek
bentuk uang tunai/cek imbalan kepada petugas layanan suap masih dilakukan dalam
dalam bentuk uang tunai/cek bentuk yang sederhana dan
praktis. Praktis karena mudah
proses transaksinya. Untuk itu
kontak antara petugas dan
pengguna semaksimal
mungkin dihindari, jikalau harus
ada, pertemuan antara petugas
dan pengguna sebaiknya
dilakukan di tempat yang terbuka
dan dapat dimonitor oleh banyak
Kesimpulan orang, sehingga proses
pemberian suap dapat segera
terlihat.
52 Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
Kesimpulan Fakta dari Hasil Survei Rekomendasi

Nilai suap dibandingkan biaya Tiga puluh tujuh persen (37%) nyaKondisi ini cukup
resmi cukup besar. membayar imbalan/biaya memprihatinkan, hal ini dapat
tambahan lebih dari 20% dari biayaterjadi karena memang ada
resmi. Secara nominal range biayainterest namun tidak tertutup
tambahan tersebut bervariasi, kemungkinan adanya upaya
tercatat biaya tambahan terbesar pemerasan yang dilakukan oleh
adalah Rp. 150 juta. (layanan di petugas layanan. Bagi kondisi
Mahkamah Agung) yang sudah kearah upaya
pemerasan, perlu disosialisasikan
mekanisme yang mampu
melindungi pengguna layanan
dari upaya pemerasan yang
berasal dari oknum petugas
pemberi layanan. dalam hal ini
dibukanya aduan pelayanan
menjadi amat penting.

Perlu adanya terobosan dalam


perbaikan pemberian layanan.
1. Skor tingkat Keterbukaan Pemberian informasi yang
Tingkat keterbukaan Informasi paling rendah = 2.27 lengkap dan proaktif kepada
informasi layanan sangat 2. Sebagian besar masyarakat masyarakat pengguna
rendah. Layanan masih (90 persen) mendapatkan merupakan salah satu tolak ukur
dalam tataran konvensional informasi dari petugas layanan bagi KPK untuk menilai komitmen
serta kurang memanfaatkan secara langsung. Artinya, suatu unit layanan dalam
teknologi. mereka secara manual harus memperbaiki kinerja unit
bertanya kepada petugas layanannya tersebut.
mengenai informasi layanan
yang akan mereka urus. (terjadi
kontak langsung face-to-face)
3. Hanya 25% pengguna layanan
yang melihat adanya
penggunaan teknologi (touch
screen, layar TV, web/
computer) untuk
menyampaikan informasi di
unit layanan yang mereka
datangi.

1. Tiga puluh satu persen (31%) 1. Mekanisme reward and


pengguna layanan merasa punishment terhadap
Petugas masih berperilaku prosedur pelayanannya tidak petugas suatu unit layanan
koruptif diberlakukan sama dengan perlu untuk ditegakkan.
pengguna layanan yang lain. 2. Perlu adanya mekanisme
2. Dua puluh sembilan persen check and balances, dalam
(29%) pengguna layanan memonitor kinerja petugas.
menyatakan bahwa petugas di 3. KPK perlu sesekal
unit layanan yang mereka melakukan “shock therapy”
datangi sudah terbiasa secara random untuk
menerima tips, hadiah atau memonitor perilaku petugas
imbalan lain sebagai bagian di unit layanan yang nilai
dari pengurusan pelayanan. integritasnya rendah seperti di
lembaga pemasyarakatan dan
layanan TKI di Terminal 3

Dua puluh persen (20%) 1. Perlu disosialisasikan ke


pengguna layanan mengakui masyarakat pengguna bahwa
bahwa mereka pernah tawaran mereka termasuk Kesim
Inisiatif pemberian suap juga menawarkan tips, hadiah atau perbuatan koruptif yang
berasal dari pengguna layanan imbalan kepada petugas dalam bahkan dapat dikenai sanksi
rangka mempercepat layanan. pidana.
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007 53
Kesimpulan Fakta dari Hasil Survei Rekomendasi

2. Sosialisasi perlu dilakukan KPK


terhadap pengguna layanan
di tempat-tempat unit
pelayanan publik yang
bersangkutan.”

Perlu ditegakkan kembali


standarisasi dalam pemberian
Tidak ada Transparansi/ 1. Dua belas persen (12%) layanan publik termasuk standar
informasi yang jelas mengenai pengguna layanan tidak tahu untuk mencantumkan secara
biaya dan waktu yang apakah biaya yang mereka transparan biaya dan waktu yang
dibutuhkan dalam keluarkan sesuai/tidak dengan dibutuhkan untuk menyelesaikan
penggurusan layanan biaya yang ditetapkan. satu layanan.
2. Empat puluh dua (42%)
pengguna menilai bahwa
layanan yang mereka terima
tidak selalu selesai tepat waktu.Hal ini menunjukkan kurangnya
sosialisasi dan tidak
Pelayanan aduan yang ada 1. Empat puluh dua (42%) digarapnya layanan pengaduan
tidak berjalan dengan efektif. pengguna tidak tahu aduannyasecara profesional. Layanan
ditindaklanjuti atau tidak yang baik adalah layanan yang
bahkan 27% pengguna secaramenanggapi aduan dengan
tegas menyatakan bahwa profesional dan menindaklanjuti
aduannya tidak dilayani. pengaduan tersebut dengan
upaya yang konkrit. Untuk itu
perlu dilakukan kajian dan
monitoring terhadap unit
pengaduan yang ada di suatu
unit layanan untuk memastikan
dampak/manfaat yang
ditimbulkan dari unit pengaduan
tersebut.

Belum ada upaya yang serius dari


unit layanan terkait untuk men-
ingkatkan upaya pencegahan
2. Empat puluh empat persen korupsi di unit layanan tersebut.
Tidak ada upaya pencegahan (44%) pengguna tidak melihat Perlu adanya penghargaan bagi
korupsi yang serius di unit adanya kampanye anti korupsiunit layanan yang telah mengu-
layanan di unit layanan tersebut. payakan adanya upaya pencega-
han korupsi.

Kesimpulan

54 Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007


Lampiran
Karakteristik Responden

Jumlah Dan Jenis Kelamin Responden

Responden berjumlah 3611, tersebar di 65 unit layanan yang berada di 30 instansi.


Jumlah responden per-instansi rata-rata adalah 120 orang, dengan jumlah responden per
unit layanan rata-rata 30 orang.

Jenis Kelamin Responden berdasarkan instansi

Responden terdiri dari 37,6 persen (1359 orang) wanita dan 62,4 persen (2252 orang) pria.
Sebaran responden per instansi yang membawahi unit layanan sampel ditunjukkan oleh
gambar berikut.
Sebagian besar responden yang tersebar berdasarkan instansi adalah pria. Hal tersebut
dikarenakan sebagian besar yang mengurus layanan di instansi tempat unit layanan tersebut
berada adalah pria. Jumlah responden wanita lebih banyak di Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi karena salah satu unit layanan di Depnakertrans tersebut adalah layanan yang
melayani Tenaga Kerja Indonesia yang sebagian besar adalah wanita (TKW). Di PT. Taspen
Lampiranresponden wanita sebagian besar adalah janda (isteri) dari pensiunan.

56 Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007


Tingkat Pendidikan Dan Pekerjaan Responden

Tingkat pendidikan responden sebagian besar adalah SLTA (41 persen) dan S-1 (29 persen)
serta sebagian kecil tidak tamat SD+SD (5 persen),SLTP (7 persen) dan S2/S3 (2 persen).

Tingkat Pendidikan Responden berdasarkan Instansi

Sebaran tingkat pendidikan responden berdasar instansi tempat unit layanan tersebut
berada ditampilkan dalam gambar berikut. Terlihat bahwa pengguna layanan di unit layanan
di bawah Mahkamah Agung dan Departemen Dalam Negeri 80 persennya adalah lulusan
S-1. Responden dengan tingkat pendidikan Tidak tamat SD dan SD paling besar berada di
unit layanan di bawah Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Sedangkan responden
lulusan S2/S3 terbanyak adalah pengguna layanan di unit layanan yang berada di bawah
Departemen Kesehatan. Secara umum, responden pengguna layanan dengan tingkat
pendidikan SLTA tersebar merata di seluruh unit layanan pada instansi sampel.
Lamp

Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007 57


Jenis Pekerjaan Responden berdasarkan instansi

Pekerjaan pengguna layanan yang menjadi responden dalam studi ini sebagian besar adalah
pegawai/ karyawan (58 persen), dan sebagian kecil Profesional (8 persen), Pedagang/Petani/
Nelayan (7 persen), Wiraswasta (8 persen), Tenaga Kerja Indonesia (2 persen), mahasiswa (1
persen), pensiunan (4 persen) dan tidak bekerja (8 persen).
Dalam gambar terlihat bahwa seluruh responden pengguna layanan di unit layanan yang
berada di Departemen Dalam Negeri adalah pegawai. Hal tersebut dikarenakan memang
jenis layanan dari Departemen Dalam Negeri umumnya adalah melayani instansi atau
pegawai (PNS) di instansi tersebut (layanan antar lembaga).

Lampiran

58 Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007


Usia Dan Tingkat Pengeluaran Responden

Rata-rata usia pengguna layanan yang dijadikan responden dalam survei ini paling banyak
adalah di sekitar 31-40 tahun (39,6 persen), kedua adalah 41-50 tahun (25,9 persen), kemudian
21-30 tahun (21,5 persen), lebih dari 50 tahun (12,55 persen) dan yang paling sedikit adalah
kurang dari atau sama dengan 20 tahun (0,53 persen).

Usia Responden berdasarkan Instansi

Bila didistribusikan berdasarkan instansi tempat unit layanan di mana responden mengurus
layanannya, terlihat bahwa responden dengan usia 31-40 tahun dan 41-50 tahun tersebar
secara merata di seluruh instansi, sedangkan responden dengan usia kurang dari atau sama
dengan 20 tahun hanya ada di unit layanan yang berada di Kepolisian Negara RI, PT. Telkom
dan RSCM. Responden dengan usia lebih dari 50 tahun sangat banyak terdapat di unit layanan
yang berada di PT. Taspen. Hal tersebut dikarenakan pengguna layanan di unit layanan dan
instansi tersebut umumnya adalah pensiunan atau istri/janda pensiunan tersebut. Lamp

Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007 59


Tingkat Pengeluaran Rata-rata per Bulan
Responden berdasarkan instansi

Tingkat pengeluaran rata-rata per bulan responden pengguna layanan yang menjadi sampel
sebagian besar berada di sekitar Rp. 1 juta – Rp. 2 juta (37 persen), Rp. 2 juta – Rp. 3 juta (33,6
persen), Lebih dari Rp. 4 juta (13,5 persen), Rp. 3 juta – Rp. 4 juta (9,2 persen) dan di bawah Rp.
1 juta (6,7 persen).

Sebaran tingkat pengeluaran berdasarkan instansi ditunjukkan oleh gambar berikut. Terlihat
bahwa pada pengguna layanan di unit layanan yang berada di bawah BKN tingkat pengeluarannya
sebagian besar berada di sekitar Rp. 2 juta – Rp. 3 juta, dan sebagian kecil adalah Rp. 3 juta
– Rp. 4 juta. Sebagai informasi tambahan, sebagian besar atau bahkan seluruh responden
pengguna layanan di BKN adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Lampiran

60 Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007


Metodologi Penelitian
Metodologi Penelitian

Ruang Lingkup Penelitian

1. Jenis Responden

Responden adalah pengguna layanan publik yang secara langsung menerima layanan
yang diberikan oleh unit layanan yang disurvei. Responden dapat berupa individu
yang mewakili dirinya sendiri ataupun individu yang mewakili suatu instansi yang
membutuhkan layanan

Unit Layanan adalah unit yang berada di suatu instansi yang memberikan layanan
kepada pengguna. Pengguna dapat berasal dari pihak internal maupun eksternal dari
instansi tersebut.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian di lakukan terhadap 65 unit pemberi layanan dari 30 instansi pusat yang
berlokasi di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi).

3. Jumlah dan sebaran responden

Total responden yang diwawancarai dalam survei ini berjumlah 3611 orang, yang
merupakan pengguna
N0. Nama langsung layanan dariUnit65Layanan
Nama unit pemberi layanan dariResponden
Jumlah 30 instansi
Departemen/ Institusi
1 Departemen Hukum dan HAM 1 Kenotariatan 25
2 Keimigrasian/paspor 38
3 Lembaga Pemasyarakatan 57
3 Layanan 120

2 Departemen Keuangan 1 Pajak 60


2 Cukai/ Bea Masuk 60

3 1
2

4 1

6 1

MetodologiPenelitian

62
11 Lembaga dengan Skor Integritas Terendah

Lembaga/ Instansi Skor Integritas

Departemen Kelautan dan Perikanan 5,41


Mahkamah Agung 5,28
Departemen Kesehatan 5,25
PT. Perusahaan Listrik Negara 5,16
Departemen Agama 5,15
Departemen Tenaga Kerja dan 4,85
Transmigrasi
Kepolisian Republik Indonesia 4,81
PT. Pelabuhan Indonesia 4,76
Departemen Perhubungan 4,24
Badan Pertahanan Nasional 4,16
Departemen Hukum dan HAM 4,15

11 Unit Layanan dengan Skor Integritas Terendah

Unit Layanan Skor Integritas Lembaga/Instansi

4,72
Gudang/ Lapangan Penumpukan PT. Pelabuhan Indonesia
4,62
Retribusi STNK dan BPKB/SIM/STNK/BPKB Kepolisian Republik Indonesia
4,52
Izin Penyambungan dan Pemasangan Listrik PT. Perusahaan Listrik Negara
4,33
Lembaga Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM
4,23
Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/ Badan Pertahanan Nasional
Pendaftaran Peratama Kali
4,22
Izin Usaha Angkutan Darat/Laut Departemen Perhubungan
(Pelayaran)/Udara (Penerbangan)
4,21
Keimigrasian Paspor
Departemen Hukum dan HAM
Kenotariatan
4,09 Departemen Hukum dan HAM
Sertifikasi Tanah/ Penggabungan Sertifikat
3,99 Badan Pertahanan Nasional
Izin Pengujian Kelayakan Kendaraan
Departemen Perhubungan
Angkutan Umum Darat (KIR) 4,13
Pelayanan TKI di Terminal 3 3,45
Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi
Meto

69
Skor Indikator
dibawah Rata-Rata 5.53

Pengalaman Korupsi 5.34 Tinggi pengalaman korupsi dalam setiap tahap suatu layanan

Cara pandang 4.78 Masyarakat PERMISIF


korupsi

4.03 SOP ada tetapi tidak diinformasikan dengan baik


Sistem Administrasi (layanan tidak transparan al. Waktu, biaya, persyaratan dll)

4.07 Mekanisme pengaduan masyarakat tidak tersedia dan


Upaya kampanye anti KKN rendah
Pencegahan Korupsi

Apakah pemberian imbalan atau lainnya pada suatu instansi


merupakan hal yang wajar dalam proses pengurusan layanan?

Tidak
Dept.Kelautan dan Perikanan
91 9
Ya PT. PELINDO
84 16
Departemen Sosial
82 18
BRI
75 25
Departemen Perhubungan
71 29
0% 50%
100%

Apakah pemberian imbalan atau lainnya pada suatu instansi


merupakan hal yang wajar dalam proses pengurusan layanan?

Tidak Bongkar muat,cold storage,dll


(Dept.Kelau-tan &Perikanan) 100
Izin usaha angkutan darat/pelayaran/
Ya penerbangan (Dept.Perhubungan)
97 3

Jasa Kepelabuhanan (PT. Pelindo) 97 3

Pemberdayaan Masyarakat/Kube (Dep-t.Sosial) 94 6


Izin pengembangan usaha perikanan/
Pelayanan us-aha penangkapan/ Kapal
88 12

Jasa gudang/Usaha penumpukan (PT.Pelindo) 80 20

Pemasangan baru telpon (TELKOM) 79 21


Distribusi dan Jaringan pelayanan domestik/ 77 23
Distribusi dan Pemasaran BBM (Pertamina)

Peminjaman modal (BRI) 75 25


0%
50% 100%

MetodologiPenelitian

70
Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007
Cara Pandang Masyarakat terhadap Korupsi
di Pelayanan Publik

45 persen pengguna layanan publik memandang pemberian imbalan atau lainnya pada
suatu instansi merupakan hal yang wajar (Masyarakat PERMISIF)
100% dari 88% responden yang memberikan imbalan dalam layanan cold storage DKP
menganggap pemberian Imbalan hal yang wajar.
Tingginya toleransi masyarakat dalam memandang korupsi di pelayanan publik berbeda
terhadap setiap unit layanan. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa unit layanan tertentu
memang sudah sangat terbiasa dan wajar menerima imbalan dari pengguna layanan publik.

Masyarakat Permisif

Selama
Tidak menerima pelayanan dari Instansi ini, selain mengeluarkan
Pernah
biaya resmi, apakah
Pernah Anda
Departemen mengeluarkan biaya/imbalan
Perhubungan 80 tambahan? 20

Badan Pertanahan Nasional 79 21

PT. PELINDO 78 22
69 31
NegaraDepartemen Hukum dan HAM
60 40
PT. Perusahaan Listrik Negara
0% 50% 100%

Selama menerima pelayanan di Unit Layanan ini, selain mengeluarkan


biaya resmi, apakah Anda mengeluarkan biaya/imbalan tambahan?

Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham) 95 5


Tidak Pernah
Bongkar Muat,Cold Storage (DKP) 88 12
Pernah
TKI di Terminal III (Depnakertrans) 87 13

Sertifikasi Tanah, Penggabungan Sertifikat (BPN) 87 13

Izin Usaha Angk.Darat/Pelayaran/Penerbangan (Dephub) 84 16

Izin KIR (Dephub) 83 17

Jasa Kepelabuhanan (Pelindo) 81 19

Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan (Pelindo) 76 26


Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/
Pendaftaran Pertama (BPN) 72 28

Banding (MA) 67 33
Distribusi dan Jaringan Pelayanan Domestik/Distribusi dan 66 34
Pemasaran BBM (Pertamina)
Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkoba, Lakalantas (POLRI) 63 37

Pelayanan Gangguan (PLN) 62 38

Izin Penyambungan dan Pemasangan Listrik (PLN) 61 39


0% 50% 100%
Meto

Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007 71


Biaya Tambahan

• Mengenai nilai biaya tambahan bervariasi


Persen Biaya Tambahan Responden %
dari kurang 2.5 persen sampai lebih dari
< 2,5% 28,65
20 persen.
2,5 % - 5 % 8,39
• Tidak banyak responden yang terbuka untuk 5 % - 10 % 9,7
menyebutkan nominal imbalan yang telah 10 % - 15 % 7,09
mereka berikan di luar biaya resmi. 15 % - 20 % 8,68
• Dari 1207 orang yang mengaku memberikan > 20% 37,48

tambahan imbalan di luar biaya resmi, hanya


691 orang (57,25%) yang menyebutkan nominal imbalan yang diberikan.
• Dari responden yang terbuka tersebut, ternyata 37%nya membayar imbalan/biaya
tambahan lebih dari 20% dari biaya resmi. Secara nominal range biaya tambahan tersebut
bervariasi dari Rp. 1000,- sampai Rp. 150 juta

Berapa persen besarnya biaya tambahan dari biaya


resmiyang Anda keluarkan di Unit Layanan ini?

Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham)

TKI di Terminal III (Depnakertrans)

Jasa Kepelabuhanan (Pelindo)

Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan


(Pelindo)

Kenotariatan (Depkumham)

Sertifikasi Tanah, Penggabungan Sertifikat


(BPN)
Izin Penyambungan dan Pemasangan
Listrik (PLN)

Izin KIR (Dephub)

Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/


Pendaftaran Pertama (BPN)
Industri Farmasi/Izin Pendirian Apotik (Rumah Obat)/
Penyaluran Alat Kesehatan dan Obat (Depkes)

Retribusi STNK/BPKB/SIM (POLRI)

Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkoba,


Lakalantas (POLRI)

Izin pendirian RS, Izin Praktek Dok-ter/Izin


penempatan dokter (Dep-kes)
Administrasi Pernikahan (Depag)

Izin Usaha Angk.Darat/Pelayaran/


Penerbangan (Dephub)

MetodologiPenelitian

72
Apakah pelayanan yang Anda terima telah sesuai
dengan batas waktu yang ditetapkan?

Bongkar Muat, Cold Storage, dll (DKP)


Selalu sesuai 100
Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/
Pendaftaran Pertama (BPN) 3,3
Tidak selalu sesuai 96,7
Kenotariatan (Depkumham)
88 12
Izin Usaha Angk.Darat/Pelayaran/
81,3 18,7
Penerbangan (Dephub)
Sertifikasi Tanah, Penggabungan Sertifikat (BPN) 80 20

Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham) 75,4 24,6


Izin Pengembangan Usaha Perikanan/
75,3 24,7
Penangkapan/Izin Kapal (DKP)
TKI di Terminal III (Depnakertrans) 73,3 26,7

Penyidikan Obat dan Makanan (BPOM) 73,3 26,7

Asuransi Kecelakaan Kerja (Jamsostek) 70,6 29,4

Banding (MA) 70 30

Persetujuan Eselon I dan II (Depdagri) 66,7 33,3


Panti Rehabilitasi Sosial/Asuhan&Jompo/ 65,9 34,1
Penyantunan Veteran dan Cacat (Depsos)
Peninjauan Kembali PK (MA) 64,5 35,5

Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkoba, Lakalantas (POLRI) 63,3 36,7

Distribusi dan Jaringan Pelayanan Domestik/Distribusi dan 61,3 38,7


Pemasaran BBM (Pertamina)
0% 50% 100%

Apakah biaya yang Anda keluarkan sudah sesuai


dengan standar/tarif yang telah ditentukan?

14
Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham) 66,7 19,3
30 68,3 1,7
TKI di Terminal III (Depnakertrans)
32,7
Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkoba, Lakalantas (POLRI) 38,8 28,6
32,3
Asuransi Kecelakaan Kerja (Jamsostek) 35,3 32,4
23,3 26,7 50
Pelayanan Perdagangan Luar Negeri (Dept.Perdagangan)
18,7
Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/Penerbangan (Dephub) 56,3 25
Tidak tahu Izin KIR (Dept.Perhubungan) 35,9 21,9
42,2
Tidak Pengurusan Program PPMK 16,7 46,7
36,6
Ya
0% 50% 100%

Meto

Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007 73


Apakah petugas pada instansi ini biasa terima tips,imbalan sebagai bagian
dari pengurusan layanan?Apakah Anda menawarkan tips,
imbalan kepada petugas layanan untuk mempercepat layanan?

76,9
Departemen Perhubungan 59,5
(Dephub) 60 Petugas biasa terima
49,2 tips,imbalan(%)
PT. Pelabuhan Indonesia (PELINDO)
54,6
40,5 Pengguna layanan
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menawarkan
53,3 tips,imbalan(%)
49,2
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP)
52,1
Perusahaan Listrik Negara (PLN) 33,9

0% 50% 100%

Pada Institusi ini, bentuk kampanye anti korupsi apa yang ada?
(Persen Pengguna Layanan yang menjawab ‘Belum Ada’)

93
Departemen Perdagangan
75
Departemen Koperasi dan UKM
73
Departemen Perindustrian
Mahkamah Agung 69

PT. ASKES 66
63
Departemen Pendidikan Nasional
Departemen Tenaga Kerja dan 60
Transmigrasi
0% 50% 100%

MetodologiPenelitian

74 Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007

Anda mungkin juga menyukai