Anda di halaman 1dari 9

Pengolaan Kualitas

Lingkungan oleh
Masyarakat atau
(Kearifan Lokal) di Maluku
(Harua & Aru)

Pendahuluan
Manusia dan alam tidak dipisahkan. Perilaku dan pemikiran
manusai pada zaman yang semakin cangih ini, membuat
manusai ingin terus maju dengan memnfaatkan sumber daya
alam yang ada, tanpa mempedulikan atau memikirkan apa yang
akan terjadi kedepannya, dengan masalah lingkungan yang
setiap harinya terus bermunculan.
Kesadaran akan masalah lingkungan yang terus bermunculan
membuat orang berupaya untuk mengurangi dan menghindari
permasalahan lingkungan, tanpa disadari kearifan lokal telah
berperan dalam menjaga keleastarian lingkungan sebelum
gerakan kepedulian lingkungan bermunculan. Setiap daerah
memiliki adat atau kebiasaan turun temurun yang diakui sebagai

Kearifan Lokal dan Pengelolan Lingkungan Hidup


kearifan local, merupakan pengetahuan local yang berasal dari budaya
masyarakat, yang unik, mempunyai hubungan dengan alam dalam sejarah yang
panjang, beradaptasi dengan system ekologi setempat, bersifat dinamis dan
selalu terbuka dengan tambahan pengetahuan baru. Secara lebih spesifik,
kearifan local dapat diartikan sebagai suatu pengetahuan local, yang unik yang
berasal dari budaya atau masyarakat setempat, yang dapat dijadikan dasar
pengambilan keputusan pada tingkat local dalam bidang pertanian, kesehatan,
penyediaan makanan, pendidikan, pengelolaan sumberdaya alam dan beragam
kegiatan lainnya(Wahyu, 2007).
Pengolahan lingkungan hidup dalam masyarakat adat, mendapat pengakuan dari
pemerintah yakni Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Pemerintah mengakui, menghormati dan
melindungi hak-hak masyarakat adat, masyarakat tradisionaldan kearifan lokal
atas wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang telah dimanfaatkan secara turun
temurun dijadikan acuan dalam pengelolaan wilayah pesisr dan pulau-pulau
kecil yang berkelanjutan.

Karifan lokal masyarakat Maluku (Harua &


Aru)
Sasi merupakan praktik-praktik pengelolaan dan perlindungan
sumber daya alam yang dilaksanakan masyarakat adat maluku
yang dinilai selaras dengan prinsip pengelolaan lingkungan hidup
yang lestari dan berkelanjutan. Sasi juga didukung oleh kebijakan
adat sebagai bentuk pengetahuan lokal yang secara turuntemurun telah mengatur bahwa pengelolaan dan pemanfaatan
alam harus memperhatikan kelestarian sumber daya alam serta
lingkungan.
Di Maluku masyarakat adat yang tinggal pulau-pulau kecil
maupun di wilayah pesisir memiliki sistem sasi atau larangan
memanen atau mengambil dari alam (di laut atau didarat)
sumber daya alam tertentu untuk waktu tertentu. Sasi sebagai
upaya perlindungan guna menjaga mutu dan populasi sumber

Sasi ikan lompa di Pulau Haruku kabupaten Maluku tengah, terkenal sebagai satu
acara tahunan yang unik bagi masyarakat di Pulau Haruku yang menunjukkan
salah satu bentuk kearifan lokal dalam menjaga kelestarian lingkungan. Dengan
ditetapkannya sasi atas spesies dan di wilayah tertentu oleh Kewang maka
siapapun tidak berhak untuk mengambil spesies tersebut. Ketentuan ini
memungkinkan adanya pengembang-biakan ikan lompa, untuk kemudian di
panen ketika sasi dibuka lagi. Keunikan sasi di pulau haruku ini karena sasi ini
merupakan perpaduan antara sasi laut dengan sasi kali (sungai). Hal ini
disebabkan karena keunikan ikan lompa itu sendiri yang, dapat hidup baik di air
laut maupun di air kali. Setiap hari, dari pukul 04.00 dinihari sampai pukul 18.30
petang, ikan ini tetap tinggal di dalam kali Learisa Kayeli sejauh kurang lebih 1500
meter dari muara. Pada malam hari barulah ikan-ikan ini ke luar ke laut lepas
untuk mencari makan dan kembali lagi ke dalam kali pada subuh hari. Pada saat
mulai memberlakukan masa sasi (tutup sasi), dilaksanakan upacara yang disebut
panas sasi. Upacara ini dilakukan tiga kali dalam setahun, dimulai sejak benih
ikan lompa sudah mulai terlihat

Pengawasan dan pengaman lembaga kewang (polisi adat di Maluku Tengah)


menjamin terjaganya keseimbangan hubungan antara manusia dan lingkungan
hidupnya dengan pemanfaatan sumber daya alam secara terkendali dan bijaksana.

Masyarakat Adat Aru (Maluku Tenggara), tercermin dalam eksploitasi


sumberdaya pesisir dan laut sebagai mata-pencaharian utamanya dengan
memanfaatkan pengetahuan dan kearifan lokal pada sebuah ekosistem pesisir
dan kepulauan. Pada Musim Timur (Mei-Oktober) mereka bekerja di kebun
membuat kanji dari sagu dan berburu, Pada Musim Barat (November-April) lebih
terfokus pada sumberdaya laut seperti mengumpulkan Teripang dipesisir pantai
yang sedang pasang ataupun berburu Hiu. Pengambilan teripang memanfaatkan
pengetahuan/kearaifan lokal (indigenous knowledge) mengenai kehidupan
Teripang seperti habitat yang disukainya, bulan apa bereproduksi, pada cuaca
bagaimana menampakkan diri dan sebagainya.
Di Musim Barat saat pasang naik merupakan saat yang tepat untuk
memanenTripang; tetapi dibatasi dari November sampai Maret saja karena
Tripang (khususnya Tripang Putih dan Tripang Matahui) berproduksi pada bulan
April. Masyarakat adat Aru sangat kuat memegang kepercayaan yang dianutnya
yang berhubungan erat dengan mitologi. Hal ini menjadi instrumen tangguh
dalam menjaga kelestarian alam dan keberlanjutanya, karena alam dan seluruh
isinya dianggap sebagi milik leluhurnya yang senantiasa memantau agar
pengunaan sumber daya alam sehemat mungkin sekedar untuk memenuhi
kebutuhan hidup dan memikirkan mereka yang akan hidup.

Pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup masyarakat


Maluku Haruku & Aru memiliki tujuan yaitu merupakan wujud
dari kesadaran dan kearifan lokal, dengan adanya sasi warga
masyarakat tidak mengelola sumber daya alamnya secara
sembarangan sehingga sumber daya alam yang ada dapat
berdaya guna dan lestari demi kepentingan dan kesejahtraan
masyarakat. Sasi sebagai kearifan lokal masyarakat Haruku dan
Aru, merupakan modal dan model pengelolaan dan perlindungan
lingkungan hidup agar penggunaan sumber daya alam harus
selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup.
Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana, dan/atau program
pembangunan harus dijiwai oleh kewajiban melakukan
pelestarian lingkungan hidup dan mewujudkan tujuan
pembangunan berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai