Sekretaris: M. Nashry Anggota: Maya Indah Damanik Nurliadi Tondi F Sinurat Windu Pandiangan Habibi Lisnawati Sinaga
Suku Wik memiliki budaya yang setiap tahun
mereka selalu melakukan pertunjukan Tarian Laura Aboriginal dan festival budaya yang telah dilaksanakan selama ribuan tahun. Pada dasarnya pelaksanaan festival tersebut merupakan upacara adat Wik. Sehingga ketika upacara berlangsung, hukum adat berlaku atasnya. Jadi, ada ketentuanketentuan yang harus dilakukan oleh penari, penyanyi, pelaku adat, dan pendatang non-pribumi yang ikut menyaksikan. Termasuk untuk pengambilan gambar dan penyebarluasannya. Ketika festival tersebut berlangsung, wisatawan domestik maupun internasional dapat menyaksikan dengan bebas pertunjukan ini. Meskipun pada dasarnya Tarian Laura Festival seringkali hanya dipertunjukkan bagi orang-orang pribumi saja namun pada saat ini sudah dapat disaksikan terbuka untuk 2
Yang menjadi permasalahan dalam kasus ini yaitu
pengambilan gambar mereka oleh seorang fotografer komersial dan direproduksi ke dalam CD, kartu pos, kaset, dan website tanpa persetujuan mereka. Dalam adat Wik, citra seseorang dianggap sebagai perpanjangan rohnya dan jika gambar mereka diproduksi maka itu harus dilakukan setelah berkonsultasi dengan mereka. Selain itu, ini merupakan pelanggaran dalam adat mereka bila memperlihatkan gambar dari orang-orang yang sudah meninggal. Artinya menyebarluaskan gambar penari yang sekarang sudah meninggal bertentangan dengan adat Wik. Sehingga mereka menuntut agar pembuatan produk dihentikan dan dihapus dari situs web. Orang-orang Wik memiliki sedikit pengetahuan tentang hak cipta dan undang-undang hak kekayaan intelektual. Yang mereka ketahui adalah aturan hukum adat mereka yang melarang penyebarluasan foto mereka. Pada saat foto diambil, mereka tidak memahami bahwa hak cipta atas foto tersebut berada pada orang yang mengambil foto 3
Benar bahwa hak cipta foto tersebut berada ditangan
fotografer namun, meskipun demikian fotografer harus mengetahui terlebih dahulu aturan adat yang digunakan dalam tarian. Hukum adat Wik menyatakan bahwa memperlihatkan gambar orang-orang yang sudah meninggal merupakan suatu pelanggaran dan bertentangan dengan adat Wik. Hal itu merupakan privasi dari suatu kebudayaan, dan mereka berhak menuntut jika ada orang lain yang mempergunakan sesuatu yang berhubungan dengan adat mereka, menyebarluaskannya demi kepentingannya sendiri (komersil) dan tanpa seizin mereka. Walau bagaimana pun, setiap suku memiliki aturan adat masing-masing yang harus dihormati oleh siapa pun yang datang ke tempat mereka tinggal/melakukan festival. Tujuan perlindungan hukum hak cipta atas folklor adalah untuk perlindungan terhadap eksploitasi ekonomis oleh pihak asing dan juga untuk menghindari tindakan pihak asing yang menggunakan tanpa seizin negara pemilik folklor (melanggar hak moral). 4
Sedangkan Di Indonesia,pada UU No.19 Thun 2002
Tentang Hak Atas cipta Pasal 7 berbunyi Potret adalah gambar dari wajah orang yang digambarkan baik bersama bagian tubuh lainnya ataupun tidak, yang diciptakan dengan cara dan alat apapun. Pada kasus yang telah dijabarkan sebelumnya jika dihubungkan dengan undang-undang hak cipta di Indonesia,kasus ini tidak menjadi permasalahan,karena si pemotret sebagai pemegang hasil cipta atas hasil potretannya Yang menjadi permasalan ialah si pemotret tidak meminta izin untuk mempublikasikan hasil pemotretannya dengan tanpa memahami aturan adat yang dimiliki oleh suku wik.