Anda di halaman 1dari 33

Oleh Kelompok C :

Jemi Syaputra
Mery Oktika Sari
Novpiodita Pratiwi
Pembimbing :
dr. Wasis Rohima, Sp.A, M.Kes
KEPANITERAAN KESEHATAN ANAK & REMAJA
RSUD Dr. M. Yunus BENGKULU
2014

Intermittent preventive treatment


(ITP) pada malaria strategi yang
menjanjikan
untuk
pengendalian
kejadian malaria pada bayi dan anak.
Studi meta analisis (Aponte JJ, dkk :
2009) 30 % ( 95 % CI : 20-39 )
efisien sbg protektif pada bayi
terhadap malaria klinis

Intervensi
untuk
mengurangi
paparan
malaria
(kemoprofilaksis) mempengaruhi sistem imun
adaptif, yang pada akhirnya dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas malaria pada anak pada saat
usianya lebih tua nanti (Rebound Effect).

Penelitian awal pada anak-anak di Afrika yang


menerima kemoprofilaksis menunjukkan peningkatan
signifikan kejadian malaria ketika intervensi dihentikan.

Di Gambia, anak-anak yang menerima kemoprofilaksis


(pada musim penularan) dari usia 3 bulan 5 tahun
peningkatan signifikan dalam episode klinis malaria
pada tahun setelah kemoprofilaksis dihentikan.

Di Tanzania, pemberian kemoprofilaksis pada tahun


pertama kehidupan diikuti peningkatan yang
signifikan risiko malaria dan anemia pada tahun kedua
kehidupan. Pada usia lima tahun kumulatif Insiden
gejala klinis malaria sama pada kelompok intervensi
dan kelompok kontrol.

Salah
satu
alasan
yang
mendasari
pengembangan
IPT

membiarkan
beberapa infeksi terjadi antara interval
pemberian obat, tidak seperti pemberian
kemopropilaksis karena telah terganggunya
perkembangan kekebalan secara alami
terhadap malaria.

Maka, sejumlah studi telah meneliti kejadian


malaria pada bayi pada tahun pertama
setelah mereka menerima IPT (IPTi). Dalam
studi awal IPTi dilakukan Tanzania, para
peneliti menemukan bahwa, perlindungan
dan pertahanan muncul sampai tahun kedua
kehidupan dengan penurunan 35% dalam
kejadian malaria pada anak-anak yang
sebelumnya menerima IPTi.

Hanya sedikit informasi yang tersedia tentang


pemberian ITP pada anak-anak yang usia lebih tua
dikaitkan dengan peningkatan risiko malaria pada
periode beberapa tahun setelah intervensi.

Peningkatan risiko tidak diamati secara keseluruhan di


Senegal dan Mali (2008) dengan rasio tingkat kejadian
(IRR) dari 0,98 (95% CI: 0,82-1,17) dan 1,07 (95% CI:
0,90-1,27) masing-masing. Tidak ada peningkatan
yang signifikan secara keseluruhan (IRR = 1,38; 95%
CI: 0,98-2,16; p = 0.059)

Sebuah studi meta-analisis data IPT pada anak-anak


menunjukkan bukti yang lemah (IRR = 1.11; 95% CI
0,99-1,24; P = 0,07) dari peningkatan kejadian malaria
pada beberapa tahun setelah intervensi.

Karena kekurangan informasi tentang dampak jangka


panjang dari IPT tersebut, penulis mempelajari
kejadian malaria pada anak-anak Burkinabe yang
menerima IPT selama satu musim penularan.

Protokol asli untuk percobaan ini (Protokol S1), Protokol


yang diubah (Protocol S2) dan didukung CONSORT
checklist (Checklist S1) tersedia sebagai informasi
pendukung.

Persetujuan etis diperoleh dari komite etika kesehatan


di Burkina Faso dan dari London School of Hygiene and
Tropical Medicine ethics committee (Ethics S1).

pertemuan diadakan dengan otoritas kesehatan


setempat dan masyarakat untuk menjelaskan tujuan
dan metode studi. Informed consent tertulis diperoleh
dari orang tua/ wali anak sebelum didaftarkan ke Data
Safety and Monitoring Board (DSMB) yang memantau
penelitian

Wilayah Studi dan populasi

Dilakukan dari Agustus 2008 - November 2009 di


district kesehatan Bousse', di pusat kota Burkina
Faso.

Empat desa (Laye, Niou, Sao dan Toeghin) yang


masing-masing memiliki Puskesmas dimasukkan.

Daerah penelitian merupakan daerah penularan


tinggi malaria dan memiliki musim yang
biasanya terjadi terjadi antara bulan Juli dan
Oktober.

Anak-anak berusia 3-59 bulan yang berada di


desa-desa penelitian didaftar.

Desain Penelitian

Individu dipilih secara acak, double-blind, placebo-controlled dari IPT


malaria dilakukan selama musim penularan malaria tahun 2008

3014 anak terdaftar telah screening.

Semua anak diberi long lasting insecticide treated net (LLIN)

1509 anak secara acak menerima IPT yaitu sulphadoxine / pirimetamin


(SP) ditambah amodiakuin (AQ) dan 1505 secara acak menerima
plasebo.

SP diberikan sebagai dosis tunggal: sulphadoxine 25mg/kgbb &


pirimetamin 1,25 mg dan AQ diberikan selama 3 hari dengan dosis 10
mg/kgbb/hari.

Tiga putaran IPTc diberi mulai Agustus 2008 dengan interval satu
bulan antara pemberian obat.

Intervensi berakhir setelah ronde ketiga pemberian IPT, tetapi anakanak diobservasi sampai akhir musim penularan malaria berikutnya.

Keluaran utama yang diukur pada penelitian ini adalah kejadian


malaria di musim penularan malaria setelah penghentian intervensi
(2009).

Pengawasan episode malaria

Pengawasan pasif untuk kejadian malaria diperhatikan dari hari


pemberian dosis pertama IPT pada bulan Juli 2008 sampai akhir
November 2009.

Orangtua/Wali disarankan untuk membawa anak ke pusat


kesehatan desa kapan saja jika mereka sakit. Pemeriksaan klinis
dilakukan oleh perawat. Pengasuh ditanya apakah anak menderita
demam dalam 24 jam, Suhu ketiak diukur dan tanda-tanda dan
gejala penyakit ditulis. Rapid malaria diagnosis test (RDT)
dilakukan dan apusan darah tebal dan tipis disiapkan jika anak
mengalami demam atau riwayat demam.

Anak-anak dengan RDT positif yang dianggap memiliki malaria


tanpa komplikasi diobati di Puskesmas dengan artesunat ditambah
amodiakuin (AS + AQ) atau artemeter lumethantrine (CoartemH).

Jika seorang anak memiliki tanda-tanda atau gejala malaria berat,


pengobatan dengan kina diberikan dan, bila diperlukan, anak
dirujuk ke rumah sakit kabupaten sesuai dengan pedoman lokal.

Anak-anak dengan penyakit lain selain malaria diberi perawatan


yang tepat secara gratis. Penerimaan rumah sakit karena malaria
dan penyebab lainnya dicatat dan kondisi anak-anak dipantau
sampai keluar dari Puskesmas.

Pemantauan infeksi malaria, anemia dan gizi

Dari Juli 2009 sampai November 2009, kunjungan rumah mingguan


dibuat untuk memantau prevalensi infeksi malaria.

Setiap minggu, 150 anak per kelompok pengobatan dipilih secara


acak untuk kunjungan rumah. Riwayat demam dalam 24 jam di
catat, suhu ketiak diukur dan apusan darah tipis dan tebal
disiapkan untuk semua anak. Selama kunjungan rumah,
orangtua/wali anak ditanyakan, apakah LLIN digunakan dan
apakah anak itu tidur di bawah jaring pd malam sebelumnya.

diakhir musim 2009 transmisi malaria dilakukan survei cross


sectional dari semua anak dalam percobaan. Anak-anak diperiksa
klinisnya oleh staf medis peneliti. Orangtua/wali ditanyakan jika
anak mereka demam dalam 24 jam terakhir dan Suhu aksila
diukur. Apusan darah tebal dan tipis, filter paper blood spot
disiapkan, hemoglobin di periksa. Berat badan dan tinggi badan
anak-anak dicatat.

Selama survei ini, Rapid Malaria Diagnostic test (RDT) dilakukan


pada saat itu juga pada anak yang mengalami riwayat demam. Jika
tes RDT positif dan anak itu diduga menderita malaria tanpa
komplikasi, mereka dirujuk ke Puskesmas untuk pengobatan yang
tepat dengan AS + AQ atau CoartemH.

Metode laboratorium

Apusan darah tebal dan tipis dikeringkan dan diwarnai


dengan Giemsa 5%, lalu dibaca secara independen
oleh dua teknisi laboratorium. Jumlah parasit diukur /
200 sel darah putih (WBC) dan diubah menjadi
kepadatan parasit per ml dengan asumsi bahwa 1 mL
darah mengandung 8000 WBC.

Bila terjadi perbedaan antara dua pembaca, slide


diperiksa ulang oleh teknisi laboratorium ketiga.

Aritmatika rata-rata dari 2 pembacaan digunakan


sebagai kepadatan parasit akhir setelah kesepakatan
kedua pembaca. Jika tidak ada kesepakatan setelah
pembacaan ketiga, aritmatika rata-rata dari tiga
kepadatan parasit ini tidak digunakan.

Konsentrasi Hemoglobin ditentukan menggunakan


HemocueH 321 (Hemocue AB, Angelholm, Swedia)

Ukuran sampel dan kekuataan Penelitian

Pengukuran sampel pada tahap pertama penelitian ditetapkan


untuk mendeteksi penurunan 20% dalam kejadian klinis
malaria dan penurunan 50% kejadian ke rumah sakit untuk
malaria berat pada anak-anak yang telah menerima IPT.

Rincian mengenai perhitungan ukuran sampel untuk penelitian


telah diterbitkan terpisah (Konate' et al., 2010).

Berdasarkan persyaratan yang ditetapkan di atas, setidaknya


1.500 anak-anak dibutuhkan per kelompok pengobatan untuk
penelitian sehingga memiliki kekuatan 90% untuk mendeteksi
pengurangan titik akhir yang disebutkan di atas.

Dengan demikian, 1509 dan 1505 anak yang terdaftar, diacak


untuk masing-masing menerima SP + AQ atau plasebo.

Antisipasi dilakukan bahwa akan ada 10% - 20% yang hilang


dari follow up pada tahun kedua. Oleh karena itu, diperkirakan
dengan ukuran sampel ini, penelitian ini akan > 90%
kekuatannya untuk mendeteksi 20% peningkatan dari
kejadian klinis malaria dan >90% untuk mendeteksi 20%
peningkatan dalam prevalensi parasit pada musim penularan
malaria setelah intervensi pada anak-anak yang menerima IPT
dengan SP + AQ.

Penanganan data dan Analisis data

Data dimasukan oleh dua independent data clerk menggunakan


Microsoft ACCESS dan analisis dilakukan dengan menggunakan
STATA versi 11.

Periode intervensi dari dosis pertama IPT - akhir November


2008 (42 hari setelah dosis ketiga IPT).

Periode pasca intervensi dengan resiko penularan tinggi malaria


Juli-November 2009

Periode setelah intervensi


2008 - November 2009,

Anak-anak dikelompokkan dalam dua kategori usia


bulan dan 24-59 bulan

Secara singkat, sebuah episode klinis malaria demam atau


riwayat demam dalam 24 jam sebelumnya dan terdapat
minimal 5000 bentuk aseksual P. falciparum per ml dan tidak
ada penyebab demam yang lain.

Anak dianggap tidak berisiko selama 21 hari jika mereka telah


mengalami episode malaria dan telah diobati dengan antimalaria.

secara keseluruhan Desember


3-23

Tingkat kejadian malaria pada anak-anak yang telah menerima


IPTC atau plasebo selama periode intervensi dibandingkan dengan
menggunakan model regresi Cox. Incidence rate ratio (IRR)
disesuaikan dengan usia (digunakan sebagai variabel kategori),
jenis kelamin dan desa. Interval kepercayaan yang meliputi IRR
yang dihitung dengan menggunakan standar robust error untuk
menjumlahkan anak yang memiliki episode yang multipel.

IRR juga disesuaikan dengan semua penyebab dan malaria yang


spesifik di rumah sakit juga diperkirakan dengan menggunakan
regresi Cox Rasio prevalensi (RRS) malaria, anemia (Hb, 11 g / dL),
dan anemia sedang-berat (Hb, 8 g / dL) diperkirakan dengan
menggunakan general model linear. Konsentrasi kepadatan parasit
dan Hb dibandingkan dengan menggunakan Tes t.

Z-skor berat badan-terhadap-umur (WAZ, underweight), tinggiterhadap-umur (HAZ; stunting) dan berat-terhadap-tinggi (WHZ;
wasting) ditentukan dengan menggunakan standar pertumbuhan
anak WHO.

Gizi kurang, pendek dan berat bedan rendah didefinisikan sebagai


z-skor, -2 untuk indikator yang relevan.

General model linear telah dicocokkan dengan usia, jenis kelamin


dan desa sebagai kovariat untuk memperkirakan PR untuk Gizi
kurang, pendek
dan berat bedan rendah pada anak yang
menerima IPTC dibandingkan dengan mereka yang telah menerima
plasebo pada tahun sebelumnya.

Karasteristik anak pada awal setelah intervensi pada


musim penularan yang tinggi pada malaria.
berdasarkan karakteristik pada 1509 dan 1505 anak yang
diacak dimana pada tahap awal uji akan menerima IPTc
atau plasebo yang dilaporkan pada bagian lain. Pada awal
pasca intervensi musim penularan malaria (juli 2009), 1416
(93,8%) anak dari yang telah diintervensi yang
memungkinkan untuk ditindak lanjuti dibandingkan dengan
1399 (93,0%) dibandingkan dengan anak dari kontrol. 6
dari 93 anak (6,2%) anak dari yang telah di intervensi yang
tidak di mungkinkan untuk di tindak lanjuti telah meninggal
dan 87 telah pindah dari daerah penelitian. Perbandingan
angka untuk 106 anak yang sebelumnya menerima plasebo
masing2x 11 dan 94 orang, 1 anak yang mengalami alergi
SP+AQ dikeluarkan dari penelitian. Umur rata- rata anak
pada awal setelah intervensi yang ditindak lanjuti adalah
45,9 bulan (95%, CI 45,3-46,5). Usia dan jenis kelamin anak
pada 2 penelitian ini sama, Sebagaimana distribusi anak di
desa. proporsi anak yang dilaporkan tidur dibawah kelambu
selama kunjungan rumah mingguan sama diantara anak
yang mendapatkan IPTc sebelumnya dan anak yang
menerima plasebo (93,1% vs 93,3%). Proporsi dari
pemakaian kelambu sama dengan IPT.

Efek IPTc terhadap kejadian klinis malaria setelah intervensi


pada musim penularan malaria
Selama musim penularan malaria (juli 2009 samapai
november 2009), 3493 episode malaria telah tercatat pada
penelitian anak; 1834 anak yang mendapatkan IPTc pada
2008 dan 1659 episode pada mereka yang telah menerima
plasebo. Tingkat kejadian malaria selama periode penularan
yang tinggi adalah 3,84 (95% CI;3,67-4,02) dimana anak
tersebut sebelumnya menerima IPTc dan 3,45 (95% CI;3,293,62) yang sebelumnya diindikasikan menerima plasebo.
Terdapat Sedikit peningkatan pada kejadian malaria pada
yang telah diintervensi dibandingkan dengan kelompok
kontrol
(IRR=1,12;95%
CI
1,04-1,20)
(p=0,003).
Peningkatan serupa pada kejadian malaria yang telah di
observasi ketika seluruh analisis pada semua sampel
setelah intervensi pada periode desember 2008 sampai
november 2009 termasuk musim panas 2009, (IRR=1,12; CI
1,04-1,20) (p=0,002). IRR untuk malaria klinis ini terjadi
pada musim penularan yang tinggi setelah intervensi (juli
sampai november 2009) adalah 1,16 (95% CI 1,05-1,28)
(p=0,04) Untuk anak yang telah berusia 24 bulan atau lebih
pada saat awal dari intervensi dan 1,09 (95% CI 0,97-1,21)
pada anak yang saat ini berusia < 24 bulan.

Namun tidak ada bukti yng kuat bahwa


pengaruh IPT selama setelah intervensi yang
berhubungan dengan usia (0,15). Rata2 usia
anak yang mengalami episode malaria setelah
intervensi musim penularan malaria tidak
berbeda diantara anak yang sebelumnya
menerima IPTc dan mereka yang sebelumnya
menerima plasebo (39,2 bulan; 95% CI 38,539,6 vs 38,5 bulan; 95% CI 37,6-39,3) (p=0,18).
Kaplan-meier menegaskan bahwa anak yang
menerima IPTc pada 2008 memiliki peningkatan
risiko malaria klinis (p<0,0001) selama musim
penularan
malaria
lanjutan
dibandingkan
dengan anak yang menerima plasebo. Tidak
terdapat bukti dari peningkatan malaria setelah
intervensi pada IPT ketika episode malaria
didefinisikan sebagai demam atau riwayat
demam dan adanya parasitemia (IRR=1,04;95%
CI 0,97-1,10) (p=0,29).

Pengaruh IPTc pada penerimaan rumah sakit di periode


setelah intervensi
Dari juli 2009 sampai november 2009, 37 anak yang
menerima IPTc setahun sebelum masuk RS termasuk 19
rawat inap akibat malaria dibandingkan 39 anak, 16 dengan
malaria dan diantara mereka sebelumnya menerima
plasebo. Tidak ada bukti peningkatan kejadian dari semua
penyebab masuk RS (IRR 0,98;95% CI 0,61-1,56) (p=0,93)
atau penerimaan masuk RS akibat malaria (IRR 1,21;95% CI
0,61-2,43) (P=0,58) pada anak yang sebelumnya menerima
IPTc. Penemuan yang sama telah di observasi ketika data
dari musim panas setelah periode intervensi telah
dimasukkan dalam analisis. Untuk periode desember 2008
sampai november 2009, 49 dan 52 semua sebab masuk RS
setelah di observasi dimana masing2x adalah anak yang
telah di intervensi dan kontrol; IRR yang disesuaikan adalah
0,97 (95% CI 0,65-1,47) (p=0,90). Jumlah penerimaan RS
untuk malaria adalah 19 dan 16 di dua kelompok
pengobatan (IRR=121;95% CI 0,61-2,43) (p=0,58). Terdapat
8 kematian pada masing2 kelompok pengobatan selama
periode setelah intervensi.

Efek IPT pada infeksi malaria di periode setelah intervensi


Kunjungan rumah mingguan yang dilakukan dari bulan juli sampai november
2009 pada 1495 anak pada masing2x kelompok pengobatan; apusan darah
disedikan dari 1457 anak (97,4%) yang sebelumnya menerima IPTc dan dari
1442 (96,4%) anak yang sebelumnya menerima plasebo. 548 anak (37,6%)
pada kelompok IPTc asli dan 607 (42,1%) anak pada kelompok plasebo asli.
Adalah parasitemia. Ada beberapa bukti menunjukkan bahwa anak dari
kelompok setelah intervensi memiliki prevelensi yang rendah infeksi malaria
selama IPT dibandingklan dengan kontrol (PR=0,88; 95% CI 0,79-0,98)
(p=0,04). Nilai tengah kepadatan parasit selama infeksi tinggi pada anak
yang sebelumnya menerima IPTc (5767/uL) rentang antar kuartil 670 / mL11.837 / mL) (P, 0,0001).
Dari anak-anak yang ada pada awal musim penularan tinggi malaria pada
2009 (1416 yang di intervensi dan 1399 kelompok kontrol) 1336 anak
diberikan pada kelompok intervensi dan 1.321 anak pada kelompok kontrol
berpartisipasi dalam studi cross-sectional pada akhir musim penularan
malaria tahun 2009. apusan darah tebal dan tipis yang tersedia dari 1.324
(99,1%) anak yang sebelumnya menerima IPT dan dari 1302 (98,6%) anak
yang sebelumnya menerima plasebo. Secara keseluruhan, prevalensi infeksi
malaria meningkat dengan usia anak 24 bulan atau lebih sebanyak 1,72 kali
lipat (95% CI 1,49-2,00) (P, 0,001) mereka lebih mungkin menderita malaria
dibandingakan adik-adik mereka. Prevalensi malaria adalah 40,4% pada anakanak dari kelompok IPTc dan 40,1% pada anak kelompok kontrol (adjusted
PR = 1,00 95% CI 0,86-1,13) (P = 0.99). Seperti diamati selama kunjungan
rumah mingguan, Kepadatan parasit median lebih tinggi pada anak-anak
yang telah menerima IPTC pada tahun 2008 dibandingkan pada anak-anak
kontrol (3059 / mL; kuartil antar berkisar 773 / mL-9163 / mL dan 2026 / mL;
rentang antar kuartil 590 / mL-6640 / mL dan masing-masing) (P = 0,006).

Pengaruh IPT pada anemia pada periode pasca


intervensi

Kadar hemoglobin diukur pada akhir pengawasan pada


1.324 anak yang sebelumnya telah menerima IPTC dan
pada 1304 anak-anak yang telah menerima plasebo.

Tidak terdapat bukti yang berarti bahwa konsentrasi


Hb antara anak kelompok intervensi dan kontrol
berbeda (10,79 g/dL; 95% CI: 10,71 g/dL-10,87 g/dL
dibandingkan 10,83 g/dL; 95% CI 10,74 g /dL-10.90
g/dL) (P = 0,54).

Prevalensi anemia (Hb, 11 g/dL) dan anemia sedang


berat (Hb, 8 g/dll) serupa pada kedua kelompok studi
678 (51,2%) dibandingkan dengan 631 (48,4%) dan 49
(3,7%) dibandingkan dengan 57 (4,7%) masing-masing
(RR: 1,06 95% CI: 0,95-1,18) (P = 0,29) dan (RR 0,85;
95% CI: 0,58-1,24) (P = 0,40).

Pengaruh IPT terhadap indikator antropometri di periode setelah


intervensi

Berat dan tinggi badan diukur pada periode setelah intervensi ,


masing2x 1336 dan 1321 anak dikelompok dalam intervensi dan
kontrol;

skor Z untuk berat badan terhadap usia, tinggi badan terhadap usia
dan berat badan terhadap tinggi badan diperoleh dari 999 anak di
kelompok intervensi dan 987 anak dari pada kelompok kontrol .

Prevalensi pada yang tidak digunakan adalah 6,4% pada anak


dalam kelompok IPTC (64) dan 6,3% pada kontrol.

Proporsi anak sebelum IPTC dan kontrol yang terhambat masing2x


adalah 38,4% (384) dan 39,6% (391) dan proporsi anak dengan
berat badan kurang masing2x adalah 21,4% (214) dan 21,5% (212).

Tidak ada bukti peningkatan dalam risiko dari gizi kurang (P = 0,82),
perawakan pendek (P = 0,92) atau berat badan rendah (P = 0,30)
pada anak-anak yang sebelumnya menerima IPTC .

Anak-anak yang sebelumnya terdaftar dalam studi IPT dengan


pemberian SP + AQ ditindaklanjuti lagi selama 12 bulan untuk
menyelidiki apakah mereka mengalami peningkatan risiko
malaria (Rebound malaria) di musim penularan malaria
berikutnya sebagai konsekuensi dari gangguan perkembangan
imunitas adaptif akibat berkurangnya paparan malaria.

Studi ini menemukan bukti bahwa anak-anak menerima IPT pada


tahun sebelumnya mengalami sedikit peningkatan kejadian klinis
malaria di musim penularan malaria berikutnya tetapi tidak ada
pergeseran usia di mana annak-anak ini mengalami malaria.

Dalam sebuah penelitian paralel dalam Mali, yang menggunakan


metode yang sangat mirip, terjadi peningkatan kecil yang mirip
(9%; 95% CI: 21-21) diamati. Statistik tidak signifikan, kenaikan
(IRR = 1,07; 95% CI: 0,90-1,27) telah dilaporkan dari studi
sebelumnya pada anak-anak yang menerima SP dua bulanan di
Kambila, Mali.

Studi IPT lain pada anak-anak, yang diuji 3 rejimen obat yang
berbeda (SP dua bulanan, AS + AQ dua bulan sekali dan AS + AQ
bulanan) di Ghana, dilaporkan peningkatan malaria di semua
kelompok perlakuan pada tahun setelah intervensi berhenti,
namun perbedaan antara intervensi dan plasebo secara statistik
tidak signifikan

Penelitian IPT sebelumnya yang memeriksa apakah IPT


diikuti oleh 'Rebound' malaria dilakukan di daerah-daerah
yang relatif rendah penggunaan ITN dan intensitas
penularan malaria rendah.

Dalam tempat penelitian ini penularan malaria dalam batas


sedang dan 93% dari anak-anak tidur di bawah ITN. Hal ini
juga bisa mengganggu pengembangan sistem imun adaptif
terhadap malaria, meskipun tidak ada bukti langsung untuk
mendukung pendapat ini.

Cakupan ITN dan intensitas penularan malaria berbeda


antara daerah. Di wilayah hutan Ghana, di mana penularan
malaria memiliki intensitas lebih tinggi daripada di daerah
penelitian di Burkina Faso, tidak ada bukti rebound malaria
pada anak-anak yang diamati dengan IPT AS + AQ
dikombinasikan dengan manajemen rumah malaria. Strategi
yang menggabungkan pencegahan dan pengobatan.

Namun, saat ini data tidak cukup untuk menunjukkan


apakah ada hubungan antara tingkat penularan malaria dan
rebound morbidity.

Pengaruh IPTC pada klinis malaria setelah Tahun intervensi,


muncul sedikit lebih tinggi pada anak yang lebih tua yang
kemungkinan besar telah memiliki pajanan malaria yang
lebih banyak dari pada adik-adik mereka.

Pengamatan ini konsisten dengan laporan sebelumnya dari


Senegal [2] yang mencatat peningkatan kejadian malaria
relatif lebih besar pada tahun setelah intervensi pada anak
yang lebih tua yang telah menerima AS + SP. jumlah anakanak yang masih berusia kurang dari 24 bulan dalam
penelitian ini relatif kecil dalam tahun post intervensi;
penelitian ini hanya didukung untuk mendeteksi kelebihan
20% klinis malaria pada anak-anak (anak muda dan lebih
tua).

Selain itu, tidak menemukan bukti bahwa efek IPTC pada


klinis malaria selama tahun setelah intervensi bervariasi
berdasarkan usia. Sebaliknya, peningkatan signifikan lebih
tinggi terlihat pada kejadian malaria pada anak-anak muda
(3-11 bulan pada saat pendaftaran) dibandingkan anak yang
lebih tua (12-59 bulan) yang diterima AS + AQ bulanan di
Ghana.

Studi ini tidak menunjukkan perlindungan yang bertahan


selama musim penularan malaria yang tinggi setelah
intervensi pada anak yang lebih muda.

Sebagian kecil klinis malaria setelah periode intervensi pada kelompk


anak intervensi tidak disertai dengan peningkatan perawatan anak
yang masuk rumah sakit atau yang masuk rumah sakit karena
malaria. Namun, penelitian kami tidak kuat untuk mendeteksi efek
rebound di rumah sakit, dan hati-hati diperlukan dalam interpretasi
hasil ini.

Anak-anak yang telah menerima IPTC pada tahun sebelumnya yang


tidak mengalami peningkatan risiko infeksi malaria, pada akhir musim
penularan malaria berikutnya mereka juga tidak memiliki prevalensi
tinggi infeksi malaria selama survei mingguan, meskipun kerentanan
mereka sedikit meningkat.

Walaupun anak-anak yang telah menerima IPT pada tahun 2008


tampaknya memiliki prevalensi lebih rendah terinfeksi malaria di
musim penularan malaria berikutnya, daripada anak-anak kontrol,

Kemampuan untuk mengendalikan kepadatan parasit berkurang,


yang penting bagi pengembangan klinis malaria, dan mungkin
menjelaskan sedikit peningkatan klinis malaria tersebut. Temuan
serupa telah diamati sebelumnya pada anak-anak dan bayi yang
menerima IPT.

Parasitemia tinggi merupakan faktor risiko penting untuk anemia


malaria. Namun, dalam penelitian ini, anak-anak yang menerima IPTC
tidak terdapat peningkatan risiko anemia atau anemia sedang berat
pada akhir musim malaria berikutnya. Temuan ini konsisten dengan
laporan sebelumnya dari Senegal dan Ghana.

Keterbatasan penelitian ini, dan penelitian sebelumnya yang


meneliti peran IPTC dalam menyebabkan morbiditas Rebound
malaria, adalah bahwa Intervensi diberikan hanya satu
musim penularan malaria saja. Hal ini mungkin tidak cukup
untuk secara signifikan merusak akuisisi imunitas dan
menyebabkan peningkatan morbiditas malaria.

Selain itu, sebagian besar anak-anak terdaftar dalam


Studi yang dilakukan selama ini telah mengalami eksposur
signifikan terhadap malaria sebelum intervensi dan mungkin,
oleh karena itu, mereka telah memiliki sistem kekebalan
terhadap malaria sebelum menerima IPTC yang mungkin
sudah cukup untuk mengimbangi efek negatif dari
berkurangnya paparan malaria musim penulatan malaria
berikutnya.

Jika IPTC digunakan dalam skala besar dan diberikan setiap


beberapa tahun pertama kehidupan seorang anak, mungkin
dampak beberapa tahun dari IPTC pada pengembangan
kekebalan terhadap malaria dapat diselidiki dengan seksama.

Anda mungkin juga menyukai