Anda di halaman 1dari 48

OBSTETRI

GINEKOLOGI SOSIAL
Dr. H. Syahredi SA., SpOG(K)

Perkembangan
Obstetri Ginekologi
Sosial

Apakah ObGinSos itu ?

Apakah yang dikerjakan oleh ObGinSos ?

Konsultasi apa yang diminta dari seorang konsultan ObGinSos?

Banyak yang masih belum memahami ObGinSos


1. Informasi yang belum jelas
2. Kurang tanggap

Feto Maternal

Onkologi
Ginekologi

Fertiliti dan
Endokrinologi

UroGinekologi

Biomedis
Molekular Gangguan fungsi

Menghilangkan/mengurangi
penyakit

CURE

ObGinSos dikembangkan karena keprihatinan atas


hasil pelayanan Obstetri

Angka Kematian Maternal dan Perinatal

Angkanya tinggi dan penurunannya


lambat ????
Jumlah Tenaga Terampil Kesehatan (SpOG, Dokter,
Bidan) dan RS beserta alat canggih meningkat

Yang meningkat :

Selain proses kehamilan, persalinan dan nifas, juga kanker


reproduksi dan infeksi jalan lahir.

Mengapa penderita kanker serviks, ovarium dan endometrium


datangnya selalu terlambat ?

Mengapa sifilis, gonorea dan HIV/AIDS makin meningkat?


ObGin bukan hanya biomedis, tetapi juga dipengaruhi faktor
lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya

Biomedis BioPsikoSosial

CARE

Paripurna = CURE + CARE

Program Kerja
ObGinSos
1. Skala Makro Komuniti
Hospital without a Wall
Manajerial dan etika
2. Skala Mikro individu
Biopsikososiospiritual
Klinik dan etika

ObginSos tidak memiliki wujud fisik yang


jelas namun kegiatannya ada dimanamana dan menyangkut materi semua
subbagian.

Feto Maternal Risk Approach Strategy, system rujukan, Safe


Motherhood, Making Pregnancy Safer, dan Maternal Perinatal
Mortality/Morbidity.

Onkologi Promotif, preventif, rehabilitatif

FER Masalah Sosial PUA dan pengaturan kesuburan

UroGinekologi kehidupan sosial penderita prolapse uteri


atau inkontinensia urine

ObGinSos menyatukan semua subbagian yang terpisah-pisah


menjadi unit pelayanan masing-masing

Skala Makro ObGinSos memberikan advokasi


kepada para pengambil kebijakan, seperti
pimpinan Pemda dan Dinas Kesehatan dalam
mengidentifikasi, menganalisis, menyusun dan
melaksanakan program kespro.

Skala Mikro memberikan konsultasi tentang


bagaimana menyeimbangkan CURE dan CARE

Semua species Bukan hanya berkembang biak


tetapi meningkatkan mutu

Reproduksi organ reproduksi 3 fungsi utama :


Hamil, haid dan seksual
dipengaruhi
Faktor lingkungan

Ilmu yang mempelajari organ genitalia perempuan,


yang dipengaruhi faktor lingkungan :
Ilmu Kesehatan Reproduksi (Reproductive Health)
Sehari-hari dikenal dengan istilah ilmu Obstetri
Ginekologi

Obstetri

Ilmu yang
berkaitan dengan
kehamilan,
persalinan dan
masa nifas
Ginekologi

Ilmu yang
mempelajari alat
dan fungsi
reproduksi
perempuan,
diluar kehamilan,
baik yang
fisiologis maupun
yang patologis.

Berkonotasi klinis
Ilmu Kesehatan
Reproduksi :
ObGin Klinis + ObGin
Sosial

Perkembangan Obstetri
Ginekologi

Sejak manusia ada ilmu obstetri telah ada namun masih


dijalankan oleh dukun tanpa keilmuan dan teknologi

Morbiditas dan mortalitas dianggap suratan nasib

Ginekologi lebih sulit ditelusuri

Sejalan perkembangan ilmu dapat diterangkan bagaimana


kehamilan itu terjadi, perubahan apa yang terjadi pada ibu
dan anak selama hamil, bagaimana proses persalinan diawali
dan diakhiri, serta proses involusi dan laktasi paska salin.

Pelayanan Obstetri yang awalnya terletak pada upaya kuratif


dalam bentuk intra partum care, sekarang ditambah upaya
preventif (PreNatal Care) dan upaya rehabilitative (Post Natal
Care)
Maternity Care

Dalam bidang Ginekologi mulai melihat


perbedaan kelainan alat dan fungsi reproduksi
di luar kehamilan seperti gangguan haid,
infeksi dan tumor.

Bentuk pelayanan klinisnya tidak seragam


karena untuk tiap bentuk kelainan,
patogenesisnya berbeda-beda.

Kelemahan Obstetri dan Ginekologi


Klinik (ObGinKl)

Hanya memperhatikan kasus-kasus yang datang ke klinik/RS.

Hanya memperhatikan perjalanan penyakit saja, tidak memperhatikan


penyebab dan penyebarannya (Epidemiologi).

Kurang menyadari bahwa kejadian, perjalanan dan prognosis suatu


penyakit sangat dipengaruhi faktor sosial (pendidikan, budaya, ekonomi,
agama, demografi, gender dll)

Kurang memperhatikan bahwa tidak semua perempuan mempunyai hak


akses yang sama dalam menggunakan pelayanan reproduksi.

Sering lebih memperhatikan penanggulangan penyakitnya daripada


manusia yang sakitnya.

Hanya memberikan Physical Security, tetapi belum bisa menjamin


tercapainya Emotional Security yang mempunyai nilai Emotional Quotient
(EQ) dan Spiritual Quotient (SQ).

Obstetri Ginekologi Sosial


(ObGinSos)

Setiap peristiwa ObGin, baik normal maupun


patologis, kejadian dan perjalanan penyakit
selanjutnya, selalu mempunyai penyebab yang
bersifat multifaktorial, termasuk faktor sosial.

Pendekatan secara klinis saja tidak memadai


perlu mengembangkan ObGinSos

Obstetri Sosial adalah ilmu yang mempelajari


hubungan timbal balik antara proses reproduksi
dengan lingkungannya, terutama lingkungan
sosial.

Obstetri Ginekologi Sosial adalah ilmu yang


mempelajari hubungan timbal balik antara alat
dan fungsi reproduksi dengan lingkungannya,
terutama lingkungan sosial.

Pengertian sehari-hari :
Kompetensi Organisatoris Manejerial dengan
memperhatikan Etika Tatanan Pelayanan
Kesehatan Reproduksi yang efektif dan efisien
hang didukung oleh sifat kepemimpinan, yang
sesuai dengan keadaan lingkungan
masyarakatnya.

Ciri-ciri ObGinSos

Berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan bioteknologi serta


sosioekonomi dan budaya masyarakat.

Ciri keprofesiannya, penguasaan Kompetensi Epidemiologi Klinis, Etika dan


Manajerial.

Tujuannya untuk meningkatkan derajat kesehatan, khususnya kesehatan


reproduksi perempuan, mempersiapkan generasi (SDM) yang baik, dalam
rangka untuk melestarikan umat manusia.

Sasarannya, semua perempuan dalam pengertian seutuhnya.

Cara pendekatannya, bersifat Life Cycle Approach seperti bayi, anak, remaja,
masa reproduksi dan menopause/paska menopause.

Tolak keberhasilannya, angka morbiditas/mortalitas ibu dan anak, harapan


hidup dan Quality of Life (QOL)

Pengampunya, SpOG yang menguasai ilmu biomedis, khususnya Obstetri dan


Ginekologi ditambah dengan ilmu pendukung dan ilmu pendampingnya.

Kesehatan Reproduksi
Pengertian keilmuan :
Ilmu yang mempelajari alat dan fungsi reproduksi, baik pada lakilaki maupun perempuan, yang merupakan bagian integral dari
sistem tubuh manusia lainnya, serta hubungannya secara timbal
balik dengan lingkungannya, termasuk lingkungan sosial.
WHO :
The basic elements of reproductive health are : responsible
reproductive/sexual behavior, widely available family planning
service, effective maternity care and safemotherhood, effective
control of reproductive tract infection, elimination of sexually
transmitted diseases (STD), prevention and management of
infertility, elimination of unsafe abortion, and prevention and
treatment of malignancy of reproductive organs. Furthermore,
reproductive health affects, and is affected by, other aspects of
healths, most particularly human immunodeficiency virus (HIV)
infection/acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), nutrition,

International Conference on Population


development (ICPD) di Cairo, 13
September 1994
Revisi Kesehatan Reproduksi :

Reproductive health is a state of complete physical, mental and


Sosial wellbeing and not merely the absence of disease and
infirmity, in all matters relating to the reproductive system and to
its functions and processes. Reproductive health therefore implies
that people are able to have a satisfying and safe sex life and that
they have the capability to produce and the freedom to decide if,
when and how to do so. Implicit in this last condition are the right
of men and women to be informed and have access to safe,
effective, affordable and acceptable methods of family planning of
their choice. It also includes the right of access to others methods
of their choice for regulation of fertility, which are not against the
law, and the right of access to appropriate health care services
that will enable women to go safely through pregnancy and
childbirth and provide couples with the chance of having a healthy

Kondisi Kesehatan Reproduksi di Indonesia

Prevalensi anemia pada ibu hamil adalah 51%, sedangkan pada ibu
nifas 45%.

Ibu hamil yang disertai kurang gizi kronis, masih cukup tinggi yaitu
14,5%.

Prevalensi STD, khususnya HIV/AIDS, cenderung meningkat. Pada


1998, angka nasional untuk HIV, diperkirakan 0,06% (naik 2x lipat dari
th 1996 dan 1994)

Th 1997 menunjukkan ada 8,3% perempuan pada masa reproduksi,


atau 4,6 juta, menghadapi kehamilan yang tidak dikehendaki.
(biasanya diikuti upaya pengguguran)

Data tahun 2007 menyatakan AKI adalah 226/100.000 kelahiran hidup


(tertinggi di ASEAN).

Data tahun 2005 : angka morbiditas selama kehamilan, persalinan dan


nifas adah sebesar 22,6%.

Tatanan pelayanan kesehatan reproduksi masih kurang baik, baik


dalam jumlah, mutu maupun penyebarannya, termasuk system
rujukannya.

Prevalensi onkologi reproduksi : sebagian besar datang

Mengapa kondisi kesehatan


reproduksi di Indonesia itu buruk?

Multifaktorial faktor pendidikan, sosio ekonomi rendah


dan faktor status perempuan.

ICPD Cairo 1994 mencanangkan Hak Azasi Perempuan


Jauh dari harapan

Contoh :

Hak untuk mengontrol kesuburan masih ditentukan


pihak lain seperti suami, orang tua ataupun keluarga lain.

Kehidupan seksual sering terperangkap oleh adat dan


kebiasaan yang merugikan.

Diharapkan keberpihakan kepada wanita makin jelas untuk


meningkatkan status dan Hak Azasi , namun tetap
memperhatikan budaya bangsa yang baik, termasuk
kehidupan beragama dan hukum perkawinan, agar kita tidak
terjebak dan terperosok ke dalam situasi yang buruk dan sulit

Banyak perempuan hamil termasuk Golongan


Resiko Tinggi karena adanya Unmet needs
Terjebak dalam

4 Terlalu (Terlalu Muda, Terlalu Tua, Terlalu Sering


dan Terlalu Banyak)

3 Terlambat ( Terlambat mengambil keputusan,


Terlambat sampai di tempat rujukan, dan
Terlambat mendapat pertolongan di tempat
rujukan

Status perempuan juga memperburuk keadaan


kesehatan ginekologi khususnya infeksi dan
Ginekologi Reproduksi.

Selain status perempuan, hal lain yang memperburuk


keadaan kesehatan reproduksi adalah Sarana dan
Prasarana kesehatan kita yang masih kurang baik
jumlah, mutu dan penyebarannya.

Mutu : bukan hanya pada ilmu dan ketrampilan, tapi


juga memerlukan wawasan.

Masih bersifat Clinical Oriented tidak melihat


kondisi di lapangan dan tidak memahami
epidemiologi.

Masih banyak tenaga tidak terampil (Dukun beranak /


Unskilled Attendant)

Buruknya kondisi kesehatan reproduksi di Negara


kita tanggung jawab semua pihak termasuk
Pemerintah, DPR/MPR, dan lembaga-lembaga
negara lainnya.

Political Will

Pengembangan wawasan dan perubahan


pengertian kesehatan reproduksi secara global
direspon pemerintah dengan mengambil
Kebijakan

Kebijakan dan Strategi


Nasional Program
Kesehatan Reproduksi
1. Mengutamakan kepentingan klien dengan
memperhatikan hak reproduksi, kesetaraan
dan keadilan gender.
2. Menggunakan pendekatan siklus kehidupan
dalam menangani masalah kesehatan
reproduksi.
3. Memperluas jangkauan pelayanan kesehatan
secara proaktif.
4. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat
melalui pelayanan kesehatan reproduksi yang
berkualitas.

Paket Kesehatan Reproduksi Esensial


(PKRE)
1. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir (KIBBL)
2. Keluarga Berencana (KB)
3. Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR)
4. Pencegahan dan Penanganan Penyakit Menular
Seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS.

Paket Kesehatan Reproduksi Komprehensif = PKRE


+ Menopause/pasca menopause dan Onkologi
Reproduksi.

POGI dan Kolegium berkewajiban membantu


pemerintah dengan menawarkan perbaikan
pengadaan ketenagaan, baik kualitas maupun
kuantitas serta penyempurnaan manajemen
pelayanan.

Peningkatan Sarana Memberikan Advocacy kepada pemerintah

Peningkatan SDM Penyusunan kurikulum yang dinamis, dengan materi


yang relevan terhadap permasalahan yang aktual

Pengelola kesehatan reproduksi menjadi klinisi yang berwawasan


ObGinSos.

Pendekatan masalah pelayanan harus bersifat Life Cycle Approach.

Mengadopsi Safemotherhood, Making Pregnancy Safer, Audit Maternal


Perinatal, Risk Approach Strategy dan sistem rujukan.
Poji Rochyati (di Jawa Timur) berhasil menurunkan AKI menjadi 100 per
10.000 kelahiran hidup

KB harus merupakan bagian integral dari pelayanan obstetri (Interval care)

Pelayanan kesehatanan reproduksi paripurna meliputi : Prenatal Care (PNC),


Intrapartum Care (IPC), Postpartum Care (PPC) dan Interval Care (IC).

Program KB harus dapat menghindarkan


kehamilan resiko tinggi dan kehamilan yang
tidak dikehendaki

Setiap kehamilan adalah


dikehendaki/direncanakan

Didukung oleh kemudahan akses

Menurut ICPD Cairo, KB bukan sekedar


pengaturan kesuburan harus mencerminkan
hak perempuan dalam mengatur kesehatan
reproduksinya.

Dalam Bidang
Ginekologi :
Yang perlu mendapat perhatian adalah :

Kanker mulut rahim

STD khususnya HIV/AIDS

Kesehatan reproduksi remaja

Menopause / pasca menopause

Perlu digalakkan pelayanan Ginekologi yang


berwawasan Biopsikososiospiritual (CURE dan
CARE)

Kebijakan Pemerintah dalam Kesehatan


Reproduksi Serta Kaitannya dengan Obstetri
Ginekologi Sosial (Kenyataan dan Harapan)

Kondisi Kesehatan Reproduksi (Kespro) dinegara kita


masih memprihatinkan.

Penyebabnya multifaktorial : Sosekbud (umur, paritas,


ekonomi rendah, pendidikan) dan biomedis (sarana dan
prasarana pelayanan kespro yang kurang).

Sosekbud bukan faktor resiko yang berpengaruh


terhadap kejadian penyakit kehamilan, tetapi
berpengaruh terhadap perjalanan penyakit. Co : remaja
(usia muda) hamil Preeklampsi sosek rendah
tidak mampu mendapat pelayanan kehamilan dan
persalinan PEB/Eklampsi/Kematian.

Faktor lainnya adalah Demografi dan Geografi.

Kesehatan Reproduksi

Definisi Normatif :
suatu kesejahteraan fisik, mental dan sosial secara utuh,
tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan
dalam semua hal berkaitan dengan sistem reproduksi
serta fungsi serta prosesnya.

Definisi Keilmuan :
Ilmu yang mempelajari tentang alat dan fungsi
reproduksi, baik pada laki-laki maupun perempuan, yang
merupakan bagian integral dari sistem tubuh manusia
lainnya, serta hubungannya secara timbal balik dengan
lingkungannya, terutama lingkungan sosial.

Definisi WHO
The basic elements of reproductive health are :
Responsible reproductive / sexual behaviour, widely
available family planning service, effective maternal care
and safemotherhood, effective control of reproductive
tract infection, elemination of sexually transmitted
disease (STD), prevention and management of infertility,
elemination of unsafe abortion, and prevention and
treatment of malignancy of reproductive organs.
Fithermore, reproductive health affects and is affected
by other aspects of health, most particularly human
immunideficiency virus (HIV) infection / acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS), nutrition and child
health, adolescent health and sexuality, lifestyle and

Pendekatannya harus melalui siklus kehidupan


perempuan (Life Cycle Approach), yaitu :

Bayi

Anak

Remaja

Usia reproduksi

Menopause/pasca menopause.

Perkembangan Kebijakan
dan Program Kesehatan
Reproduksi
1. Safemotherhood Initiative (1987)
2. Pendidikan dan penelitian bidan di desa (19901996)
3. Akselerasi penurunan AKI (1994)
4. Gerakan Sayang Ibu (1996)
5. Indonesia Sehat (2000)
6. Making Pregnancy Safer (2000)

Program yang lebih terarah dan sistematis


dimulai setelah adanya International
Conference on Population Development (ICPD)
di Cairo, Mesir tahun 1994

Terjadi perubahan paradigma dalam masalah


kependudukan dan pembangunan dari
pendekatan pengendalian populasi dan
penurunan angka fertilitas/keluarga berencana,
menjadi pendekatan yang terfokus kepada
kesehatan reproduksi serta hak reproduksi.

Dipertegas oleh Konferensi Sedunia IV tentang


wanita di Beijing China tahun 1995 dan ICPD
+5 di Haque tahun 1999 menetapkan :

Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan


sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh,
tidak semata-mata bebas dari penyakit atau
kecacatan dalam semua hal yang berkaitan
dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan
prosesnya.

Penerapan pelayanan kespro dilaksanakan secara


terpadu dan berkualitas dengan memperhatikan hak
reproduksi perorangan melalui :
1. Paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial
(PKRE) yang terdiri dari :

Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir (KIBBL) termasuk


penanganan pasca keguguran.

Keluarga Berencana (KB)

Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR)

Pencegahan dan Penanganan Penyakit Menular


Seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS.

2. Paket Kesehatan Reproduksi Komprehensif (PKRK) =


Paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial
ditambah

Menopause/pasca menopause dan

Kebijakan Nasional Program Kesehatan


Reproduksi
1. Mengutamakan kepentingan klien dengan
memperhatikan hak reproduksi, kesetaraan dan
keadilan gender.
2. Menggunakan pendekatan siklus kehidupan
3. Memperluas jangkauan pelayanan secara
proaktif
4. Peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui
pelayanan kespro yang bermutu.

Strategi Nasional Program Kesehatan


Reproduksi
1. Meningkatkan upaya advokasi dan kesepakatan politik di tiap
tingkat administrasi, untuk menciptakan suasananyang
mendukung.
2. Menyediakan pelayanan kesehatan terpadu dan merata di
setiap tingkat, sesuai dengan kewenangan.
3. Meningkatkan mutu pelayanan dengan memperhatikan
kepuasan klien.
4. Mengembangkan prioritas, sesuai dengan masalah spesifik
daerah, minimal PKRE, sebagai bagian dari desentralisasi.
5. Melaksanakan kegiatan lintas sektoral, lintas program, dengan
melibatkan organisasi profesi, LSM, agen donor dan
masyarakat.
6. Meningkatkan kesetaraan dan keadilan gender, termasuk
pengakuan hak perempuan dalam kesehatan reproduksi.

Target Nasional Program Kesehatan


Reproduksi
1. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir :

Menurunkan AKI menjadi 125 per 100.000 kelahiran


hidup.

Menurunkan AKN menjadi 15 per 100.000 kelahiran


hidup.

Menurunkan anemia gizi besi pada ibu hamil


menjadi 20%.

Menurunkan angka kehamilan yang tidak diinginkan


dari 17,7% menjadi 11%.

2. Keluarga Berencana

Cakupan KB PUS 70%

Menurunkan prevalensi 4 Terlalu dari 65%


menjadi 50%

Target Nasional Program Kesehatan


Reproduksi

3. Kesehatan Reproduksi Remaja:

Menurunkan prevalensi anemia pada remaja


menjadi kurang dari 20%.

Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan


remaja melalui jalur sekolah menjadi 85% dan jalur
lain minimal 20%.

Menurunkan prevalensi permasalahan remaja.

4. Penanggulanan PMS termasuk HIV/AIDS

Menurunkan prevalensi GO dan sifilis pada GRT,


masing-masing menjadi kurang dari 10% dan 1 %.

Menurunkan prevalensi HIV pada GRT menjadi


kurang dari 1 %

5. Kesehatan reproduksi usia lanjut

Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan


Reproduksi

Diberikan PKRE secara terpadu, klien mendapat


semua pelayanan sekaligus dalam 1 kali
kunjungan.

Fasilitas harus menambah kemampuan petugas


dan sarasa prasarana, minimal untuk PKRE.

Bila PKRE sudah tercapai, upaya pelayanan


ditambah dengan PKRK.

Th 2000 PBB mencanangkan Millenium Development


Goals (MDGs), didalamnya terdapat 8 tujuan yang
ingin dicapai dan akan dievaluasi tahun 2015.

Termasuk didalamnya 3 tujuan yang berhubungan


dengan kespro yaitu tujuan No 4, 5 dan 6 masingmasing berkaitan dengan kesehatan ibu, anak dan
HIV/AIDS.

5 = AKI dapat diturunkan menjadi 1/3 dari AKI tahun


1999, yaitu sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2015.

Kebijakan dalam Kesehatan


Reproduksi dilihat dari sudut
OBGINSOS

Skala Makro Masyarakat Hospital without


a wall

Skala Mikro Individu Biopsikososiospiritual

Pada dasarnya kebijakan dan program pemerintah


dalam bidang kespro sesuai dengan pola pikir dan
falsafah kerja OBGINSOS.
Masih ada kekurangan dalam kebijakan dan
program pemerintah antara lain karena terbatas
dana, sarana dan prasarana, bagaimana kita

Tugas kita bukan hanya mengidentifikasi


kekurangan, tetapi harus mampu menganalisa
secara rasional, kemudian harus mampu
memberikan solusi.

POGI/HOGSI/IDAI bekerjasama dengan


organisasi profesi lain, senter pendidikan , LSM,
donor agency dll untuk membantu apa yang
belum bisa dilakukan pemerintah.

Pelayanan kespro harus meningkatkan kualitas


hidup atau Quality of Life (QOL)

Quality of Life (QOL)


The word quality to the relationship that exist
beetween the medical condition of the patient, on
the one hand and the patients ability to pursue
human purposes. These purposes are understood
as the material, Sosial, moral and spiritual values
that transcend physical biological life. The qualoity
referred to, is the quality of relation and not a
property or attribute. Thus, for the patients to
judge that they have QOL, means that the patients
themselves should evaluate that, based on
medical condition, they are able to pursue values
important to them at some qualitive or acceptable
level.

Kesimpulan

Kondisi kesehatan reproduksi di negara kita


masih memprihatinkan.

Kebijakan/program pemerintah, saat ini, belum


seluruhnya sesuai dengan pengertian
kesehatan reproduksi, karena masih ada
kesenjangan antara kebijakan/program, target
dan pelaksanaannya.

Kendala terhadap kebijakan/program, bersifat


multifaktorial.

Harapan
1. Adanya kerjasama koordinatif, sinergistik yang
berkelanjutan antar stake holder yaitu : Pemda,
Dinkes, LSM, Pusat Pendidikan Kesehatan dan
Masyarakat.
2. SpOG dan POGI dan organisasi profesi lainnya,
berkewajiban untuk mendukung kebijakan /
program pemerintah.
3. Khususnya SpOG(K) ObGinSos, harus berusaha
untuk menyeimbangkan program skala Makro
dan Mikro, CURE dan CARE sesuai dengan
kondisi budaya kita.

THANK
YOU

Anda mungkin juga menyukai