Anda di halaman 1dari 29

PRESENTASI KASUS

Disusun Oleh :
Farenthya Jessica Ramadhini
1102012083
Pembimbing :
dr. M. Tri Wahyu Pamungkas Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD ARJAWINANGUN
Juni 2016

LAPORAN KASUS

Nama
: Ny. E
Umur
: 47 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Giri Nata
Tanggal masuk
: 05-06-2016
Tanggal pemeriksaan : 06-06-2016

ANAMNESIS

Keluhan Utama
Penurunan kesadaran terjadi 7 jam smrs
Keluhan tambahan
Lemah, tidak bisa bicara
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun pada tanggal 5 Mei 2016
dengan penurunan kesadaran 7 jam SMRS. Penurunan kesadaran
timbul mendadak saat pasien sedang jongkok. Sebelum terjadi
penurunan kesadaran pasien mengaku bahwa belum makan. Pasien
menyangkal mengalami kejang. Pasien tidak mengalami mual dan
muntah.
Pasien menyangkal sulit buang air besar dan buang air kecil. Pasien
mengakui mempunyai riwayat hipertensi. Pasien menyangkal kalo
mempunyai penyakit jantung. Pasien juga menyangkal adanya
keluhan sering haus terus menerus dan sering kecing pada malam
hari. Pasien mengaku bahwa sebelum kejadian tidak mengonsumsi
obat apapun.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat hipertensi diakui pasien
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat diabetes disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Ibu pasien dan kakak pertama pasien mempunyai
hipertensi

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum: berat


Kesadaran : Delirium
GCS
: E1 M5 V2
Tanda vital : Tekanan darah : 180/90 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu
: 37,4C

Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
RCL +/+, RCTL +/+

Leher
: Pembesaran KGB (-)
Thoraks : Jantung : BJ I-II Reguler, Murmur (-),
Gallop (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/ Abdomen : Datar, simetris, nyeri tekan (-),
nyeri lepas (-), Bising usus (+)
Ekstremitas: Akral hangat, edema (-), sianosis (-)

Status Neurologis
Pupil

Tanda rangsang
meningeal

Saraf Kranial

N. I (olfactorius)

Kanan
Tidak dilakukan

Kiri
Tidak

N. II(opticus)
Reflek cahaya langsung
N. III (oculomotorius)

dilakukan

+
+
Tidak dilakukan Tidak

N. IV (troklearis)

dilakukan
Tidak dilakukan Tidak
dilakukan

N. V (trigeminus)
N. VI(abdusen)

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

N. VI(abdusen)

dilakukan
Tidak dilakukan Tidak

Tidak

dilakukan

N. VII (facialis)
N.VIII(vestibulococlear
is)
Tes rhinne
Tes weber
Tes swabach
N.
(glossofaringeus)
Posisi uvula
Reflek muntah
N. X (vagus)
N. XI (asesorius)
Menengok
Mengangkat bahu
N. XII (hipoglosus)
Menjulurkan lidah

Tidak dilakukan

Tidak
dilakukan
Tidak
dilakukan
Tidak
dilakukan
IX
Sulit dinilai
Sulit dinilai

Sulit dinilai

Motorik

PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Laboratorium
(05 Mei 2016)

RESUME
Ny. E, 47 thn., datang ke IGD
RSUD Arjawinangun dengan
penurunan kesadaran sejak 7 jam
SMRS. Keluhan disertai dengan
kelemahan pada eksremitas
kanan. Pasien mempunyai
riwayat hipertensi.

TD: 180/90 mmHg; N: 80 x/m; RR: 22x/m; S:


37,40C
Kesadaran : Delirium
GCS : e1m5v2
Status Generalis : dalam batas normal ; Kejang
tonik-klonik (+)

DIAGNOSIS
Diagnosis klinis
: Hemiperese dextra,
penurunan kesadaran
Diagnosis topis
: Hemisfer Cerebri
dextra
Diagnosis etiologis : Stroke Hemoragik
DIAGNOSA BANDING
Stroke non hemoragik

PENATALAKSANAAN
Terapi umum :
Bedrest
Infus RL 20gtt/menit
Terapi khusus :
NGT
Manitol 4x125
Candesatran amp
PROGNOSIS
Quo Ad Vitam
: dubia ad malam
Quo Ad Fungtionam : dubia ad malam

TINJAUAN PUSTAKA
Menurut WHO MONICA project, stroke
didefinisikan sebagai gangguan fungsional
otak yang terjadi secara mendadak dengan
tanda klinis fokal atau global yang
berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali akibat
pembedahan atau kematian), tanpa tandatanda penyebab non vaskular, termasuk
didalamnya tanda-tanda perdarahan
subaraknoid, perdarahan intraserebri, iskemik
atau infark serebri.

Epidemiologi
Kegawadaruratan
neurologi
yang
masih
menyebabkan kematian tertinggi adalah stroke. 1
Stroke menduduki peringkat ke-3 sebagai penyebab
kematian setelah penyakit jantung dan kanker di
Amerika Serikat dan sekitar 500.000 orang terserang
stroke setiap tahunnya. Prevalensi stroke di
Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1000 penduduk
serta yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan
adalah 6 per 1000 penduduk. Hal ini menunjukkan
sekitar 72,3% kasus stroke di masyarakat telah
didiagnosis oleh tenaga kesehatan. Prevalensi stroke
tertinggi dijumpai di NAD (16,6%) dan terendah di
Papua (3,8%). Terdapat 13 provinsi dengan
prevalensi stroke lebih tinggi dari angka nasional. 3

KLASIFIKASI
Berdasarkan patologi anatomi dan
penyebabnya
Stroke Iskemik
Transient Ischemic Attack (TIA)
Trombosis Serebri
Emboli Serebri
Stroke Hemoragik
Perdarahan Intraserebral
Perdarahan Subarakhnoid

Berdasarkan stadium.pertimbangan waktu


Transient Ischemic Attack (TIA)
Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Stroke in Evolution
Completed Stroke

Berdasarkan sistem pembuluh darah


Sistem Karotis
Sistem Vertebro-basilar

Patogenesis
Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral biasanya timbul
karena pecahnya mikroaneurisma (Berry
aneurism) akibat hipertensi maligna. Hal ini
paling sering terjadi di daerah subkortikal,
serebelum, pons dan batang otak. Perdarahan
di daerah korteks lebih sering disebabkan oleh
sebab lain, misalnya tumor otak yang
berdarah, malformasi pembuluh darah otak
yang pecah atau penyakit pada dinding
pembuluh darah (Congophilic Angiopathy)
tetapi dapat juga akibat hipertensi maligna
dengan
frekuensi
lebih
kecil
daripada
perdarahan subkortikal.

Perdarahan Subarakhnoid
Perdarahan terjadi biasanya akibat pecahnya
aneurisma kongenital yang sering terjadi di arteri
komunikans anterior, arteri serebri media, arteri
serebri posterior dan arteri komunikans posterior.
Gejala timbul sangat mendadak, berupa sakit kepala
hebat dan munta-muntah. Darah yang masuk ke
ruang subarakhnoid dapat menyebabkan komplikasi
hidrosefalus karena gangguan absorbsi cairan otak
di Granulatio Pacchioni. Perdarahan subarakhnoid
sering bersifat residif selama 24-72 jam pertama dan
dapat menimbulkan vasospasme serebral hebat
disertai infark otak.

MANIFESTASI KLINIS
Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya
hemiparesis) yang timbul mendadak.
Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih
anggota badan (gangguan hemihipestesi).
Perubahan mendadak status mental (somnolen,
delirium, letargi, sopor atau koma).
Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau
kesulitan memahami ucapan).
Disartria (bicara pelo/cadel).
Gangguan penglihatan (hemianopia/monokuler)
atau diplopia.
Ataksia (trunkal atau anggota badan).
Vertigo, mual dan muntah atau nyeri kepala.

DIAGNOSIS
Stroke merupakan kegawatan neurologi yang serius
dan menduduki peringkat tinggi sebagai penyebab
kematian. Menit pertama sampai beberapa jam
setelah onset stroke defisit neurologis merupakan
kesempatan untuk mencegah kematian ataupun
kecacatan permanen yang serius. Sistem diagnosis
dan penanganan yang cepat dan tepat sangat
penting dalam terapi stroke akut yang optimal.
Diagnosis stroke akut didasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan
neurologis
dan
pemeriksaan
penunjang.

Pemeriksaan radiologi:
CT-Scan
otak

segera
memperlihatkan
perdarahan intraserebral. Pemeriksaan ini penting
untuk membedakan perdarahan otak atau infark
otak. Pada infark otak, gambaran CT-Scan pada
hari-hari pertama tidak memberikan gambaran
jelas dan biasanya baru tanpak setelah 72 jam
serangan. Perdarahan/infark di batang otak
sangat
sulit
diidentifikasi
sehingga
perlu
pemeriksaan MRI
untuk memastikan proses
patologis di batang otak.

Penatalaksanaan
Menurunkan tekanan darah sistemik yang tinggi (TD sistolik
>220 mmHg atau TD diastolik >120 mmHg atau MAP >130
pada stroke hemoragik) sedini dan secepat mungkin agar
membatasi pembentukan edema vasogenik akibat robeknya
sawar darah otak pada daerah iskemia sekitar perdarahan.
Pada perdarahan subarakhnoid tekanan darah diturunnkan
hingga sistolik 140-160 mmHg tetapi tergantung kondisi
pasien agar tidak terjadi vasospasme. Penurunan tekanan
darah akan menurunkan risiko perdarahan ulang atau terusmenerus akan tetapi daerah otak sekitar hematom
bertambah iskemik karena autoregulasi hilang sehingga
obat antihipertensi diberikan apabila TD sistolik >180
mmHg atau TD diastolik >100 mmHg. Pada fase akut
sebaiknya digunakan obat antihipertensi intravena baik
kontinu maupun intermitten agar dapat diatur penurunan
tekanan darah sesuai target dengan pemantauan kontinu.

Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai