Anda di halaman 1dari 19

PERBURUHAN DI INDONESIA

OLEH :
Drs. SELAMAT, M.M

Tiga Aktor Hukum Perburuhan


Pemerintah

Menjaga stabilitas negara termasuk relasi pengusahapekerja;


Dalam konteks hukum perburuhan, negara
memberikan proteksi melalui undang-undang
perburuhan;

Pengusaha

Karakter memperoleh keuntungan yang sebesarbesarnya;

Pekerja

Mendapatkan kesejahteraan
Undang-undang yang memberikan proteksi;

Kebijakan Perburuhan yang Fleksibel &


Ramah Pasar
Tahun 1998, Pemerintah dengan asistensi ILO
membahas rencana reformasi aturan
perburuhan. UU No.22 Tahun 1957 UU 12/1964
tentang Perselisihan perburuhan, UU No
1/48UU Kerja, UU No 23/48 Tentang
Pengawasan Perburuhan, UU No 33/1947
tentang Kecelakaan Kerja

White Paper Bappenas


Kebijakan Pasar Kerja yang Ramah Pasar dan fleksibel
(Regulasi perburuhan yang melunak dan liberal)
White Paper BAPPENAS Employment Friendly Labor
Policies 2003
Untuk mengurangi pengangguran, kebijakan pasar kerja yang selama
dijalankan perlu diganti dengan kebijakan penciptaan lapangan kerja
Hasilnya; pelunakan aturan ditiga bidang a.l. mengurangi kenaikan
UMR tidak lebih dari 4 % 2 tahun sekali, PHK dipermudah dan
pesangon diperkecil, dan perluasan kontrak kerja dan outsourcing

Aturan Perburuhan Fleksibel Melahirkan


Konsekuensi;
Peran negara yang semakin berkurang dalam
hubungan perburuhan
Easy to fire Easy to Hire
Meningkatnya jumlah buruh kontrak &
outsourcing---jumlah buruh tetap menurun
Menurunnya peran serikat buruh dalam
berunding bersama
Sistem peradilan yang tidak memihak buruh

3 undang-undang pokok perburuhan


Undang-undang No 21/2000 tentang Serikat
Pekerja/Serikat Buruh;
Undang-undang No 13/2003 tentang
Ketenagakerjaan
Undang-undang No 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

UU No 21/2000
Undang-undang ini disahkan pada 4 Agustus
2000, sebagai bagian dari ratifikasi Indonesia
terhadap konvensi ILO No 87 dan Konvensi ILO
No 98 tentang Kebebasan Berserikat dan Hak
Berunding Bersama
10 orang maksimal dapat membentuk serikat
buruh dianggap kontroversi
Ketentuan Pidana bagi Pengusaha yang
melakukan tindakan anti union/union busting
Pasal 28 jo Pasal 43

Pasal Inti dari UU 21/2000


Secara administratif, serikat buruh harus tercatat di
Dinas Tenaga Kerja. Pencatatan dilampiri dengan
daftar nama anggota pembentuk, AD/ART/susunan
nama pengurus (Pasal 18)
Siapapun dilarang untuk menghalang-halangi atau
memaksa pekerja untuk membentuk/tidak
membentuk, menjadi pengurus/tidak menjadi
pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi
anggota dan menjalankan atau tidak menjalankan
kegiatan serikat pekerja dengan cara:

Pasal 28 UU 21/2000
Melakukan PHK, memberhentikan sementara,
menurunkan jabatan atau melakukan mutasi;
Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja;
Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;
Melakukan kampanye anti pembentukan serikat
pekerja
Pelanggaran atas Pasal 28 dikenakan sanksi pidana
penjara paling singkat 1 tahun dan atau denda paling
sedikit 100 juta dan paling banyak 500 juta

Kendala Pasal 28 jo Pasal 43


Praktek Anti Union/Union Busting dengan
berbagai pola dan bentuk nya masih tetap marak
dan terus terjadi;
Kebijakan anti union manajemen terkadang
tidak disadari oleh serikat pekerja
Lemahnya pegawai pengawas dalam
menindaklanjuti laporan anti union/union
busting
Ketidaktahuan kepolisian atas unsur pidana
dalam UU No. 21/2000

UU 13/2003
Sebagai UU payung yang mengatur hukum
ketenagakerjaan secara umum, didalamnya
mengatur berbagai isu perburuhan; jam kerja,
pengupahan, hak mogok, hubungan kerja
kontrak dan outsourcing, pengawasan
perburuhan, dll
UU ini juga mengatur ketentuan pidana dan
denda administratif bagi pengusaha yang
melanggar aturan ketenagakerjaan

Pasal-pasal krusial dalam UU No.13/2003


Pasal 64-66 (tentang outsourcing)
Penyedia jasa tenaga kerja
Pemborongan pekerjaan
Pasal 150 -172 (tentang PHK)
Alasan-alasan terjadinya PHK; karena perusahaan
tutup tutup karena pailit atau 2 tahun rugi (harus
dibuktikan dgn laporan keuangan), efisiensi, merger,
perubahan kepemilikan, mengundurkan diri, pensiun,
mangkir 5 hari kerja dianggap mengundurkan diri
(Pasal 168), Pasal PHK karena kesalahan berat (oleh
Mahkamah Konstitusi Pasal 158 diputuskan tidak
memiliki kekuatan hukum yang mengikat)

Hak Mogok
Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja dan
serikat pekerja dilakukan secara sah, tertib dan
damai sebagai akibat gagalnya perundingan.
sah artinya mengikuti prosedural yang diatur
undang-undang.
akibat gagal perundingan dilakukan karena;
apabila upaya perundingan lebih dulu namun gagal
menjadi kesepakatan;
Apabila pihak pengusaha menolak untuk diajak
berunding

Syarat administratif
7 hari kerja sebelum mogok dijalankan, pekerja
wajib memberitahukan secara tertulis kepada
pengusaha dan Disnaker
Waktu (hari, tanggal dan jam) dimulai dan
diakhiri mogok kerja;
Tempat mogok kerja;
Alasan dan sebab mengapa harus melakukan
mogok kerja;
Tanda tangan ketua dan sekretaris sebagai
penanggung jawab mogok kerja;

Akibat Hukum Mogok Tidak Sah


Biasanya pengusaha menggunakan Pasal
Mangkir 5 hari kerja untuk langsung mem PHK
pekerja yang mogok;
Kriminalisasi buruh
Perbuatan tidak menyenangkan (Pasal 335
KUHAP)
Pasal kekerasan (Pasal 170 KUHP)
Pasal fitnah, bohong, (Pasal 311 KUHP)

Peran SB dalam Mogok


Rencanakan mogok dengan matang
Perbandingan permasalahan dengan keluhan
anggota yang sesungguhnya
Sejauhmana perusahaan mau mendengar
Tujuan mogok dan langkah aksi selanjutnya;
Susun perangkat aksi yang efektif (koordinator
aksi, korlap, humas, dll)

UU No 2/2004
Pemberlakuannya ditunda setahun dengan
Perpu 1/2005
PHI baru diresmikan pada 14 Januari 2006
Pada masa transisi dikeluarkan Keputusan
Ketua Mahkamah Agung RI Nomor
KMA/034/SK/IV/2006 tentang Petunjuk
Pelaksana UU No 2/2004 tentang PPHI
Ada sekitar 33 Pengadilan Hubungan Industrial
yang tersebar di 33 Provinsi di seluruh
Indonesia

Perselisihan yang diatur dalam UU 2/2004

Perselisihan Hak
Perselisihan PHK
Perselisihan Kepentingan
Perselisihan antar SP/SB
Serikat Buruh dapat bertindak sebagai Kuasa
Hukum
Hukum acara yang digunakan adalah hukum
acara perdata.

Kondisi Riil PHI


Jargon cepat, adil,dan murah masih
dipertanyakan bentuknya;
Mafia peradilan dan Mafia hukum di setiap lini
peradilan (mulai dari panitera hingga majelis
hakim);
Putusan yang tidak dapat/sulit dieksekusi;
Proses beracara yang rumit

Anda mungkin juga menyukai