Anda di halaman 1dari 63

Sistem RUJUKAN

KESEHATAN
PEORANGAN di daerah
terpencil dan
kepulauan
Oleh: Dr. Rafael paun, M.kes

-Rujukan

kesehatan

sebagai

tanggungjawab

dapat

disebut

penyerahan
dari
satu
ke pelayanan

pelayanan kesehatan
kesehatan yang lain.
-Sistem rujukan sebagai suatu sistem
penyelenggaraan pelayanan kesehatan
yang
melaksanakan
pelimpahan
tanggung jawab timbal balik terhadap
satu kasus penyakit atau masalah
kesehatan secara vertikal (dari unit
yang lebih mampu menangani), atau
secara horizontal (antar unit-unit yang
setingkat kemampuannya).

Sederhananya,

sistem
rujukan
mengatur darimana dan harus
kemana
seseorang
dengan
gangguan
kesehatan
tertentu
memeriksakan keadaan sakitnya.

DEFENISI RUJUKAN

TERSIER

TERSIER

SEKUND
ER

SEKUND
ER

PRIME
R

PRIME
R
RUJUKAN
BALIK

RUJUKAN

Ketimpangan yang sering terjadi di


masyarakat
awam
adalah
pemahaman masyarakat tentang
alur ini sangat rendah sehingga
sebagian
mereka
tidak
mendapatkan
pelayanan
yang
sebagaimana mestinya.
Masyarakat kebanyakan cenderung
mengakses pelayanan kesehatan
terdekat
atau
mungkin
paling
murah
tanpa
memperdulikan
kompetensi
institusi
ataupun
operator
yang
memberikan
pelayanan.

FAKTOR PENENTU
RUJUKAN
ISOLASI
WILAYA
H
ISOLASI
WILAYA
H

TERSIER

KETIADAA
N BIAYA

TERSIER
TIDAK ADA
ATURAN

TRANS
PORTA
SI

KELENG
KAPAN
SARPRA

SEKUND
ER

SEKUND
ER

PRIME
R

PRIME
R

RUJUKAN
BALIK

RUJUKAN

FASKES
TIDAK SIAP

FAKTOR
LAINNYA??
?

JENIS JENIS
RUJUKAN

RUJUKAN
UPAYA
KESEHATAN
PERORANGA
N

RUJUKAN
UPAYA
KESEHATAN
MASYARAKA
T

RUJUKAN UPAYA
KESEHATAN
PERORANGAN
RUJUKAN
KASUS UNTUK
DIAGNOSTIK,
PENGOBATAN,
DAN OPERASI
RUJUKAN
BAHAN
SPECIMEN
U/PEMERIKSAA
N
LABORATORIU
M
RUJUKAN ILMU
PENGETAHUAN

RUJUKAN UPAYA
KESEHATAN
MASYARAKAT

RUJUKAN
KASUS SARANA
DAN
PRASARANA
RUJUKAN TENAGA
AHLI(u/ penyidikan
KLB,
penanggulangan
bencana, dll)
RUJUKAN
OPERASIONAL
(bantuan obat,
vaksin pada
saat bencana,
keracunan
makanan)

ALAT
TRANSPORTASI

ALAT-ALAT
MEDIS

PETUGAS
KESEHATAN

SISTIM
KOMUNIKASI

FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI SISTEM
RUJUKAN KESEHATAN
PERORANGAN
(Studi Kasus DI KABUPATEN FLORES
TIMUR)

Masalah Penelitian
Faktor apa yang

mempengaruhi sistem
rujukan kesehatan
perorangan pada
pelayanan kesehatan
dasar di Kabupaten Flores
Timur?

Tujuan Khusus
Menganalisis faktor pola rujukan kesehatan

perorangan pada sarana pelayanan kesehatan di


Kabupaten Flores Timur
Menganalisis faktor kriteria rujukan kesehatan
perorangan yang digunakan pada sarana pelayanan
kesehatan dasar di Kabupaten Flores Timur.
Menganalisis faktor kapasitas yang mendukung
rujukan kesehatan perorangan pada pelayanan
kesehatan perorangan di Kabupaten Flores Timur
Menganalisis faktor model sistem rujukan kesehatan
perorangan yang digunakan di Kabupaten Flores
Timur

Menganalisis faktor sosial budaya yang

mempengaruhi sistem rujukan kesehatan


perorangan di Kabupaten Flores Timur
Menganalisis faktor geografi yang
mempengaruhi sistem rujukan kesehatan
perorangan di Kabupaten Flores Timur
Menganalisis faktor model transportasi dan
biaya yang digunakan yang mempengaruhi
sistem rujukan kesehatan perorangan di
Kabupaten Flores Timur

Metode Penelitian
Fieldwork:

melaksanakan kerja lapangan untuk


koleksi data, studi dokumentasi dan wawancara
mendalam terhadap petugas puskesmas yang
berhubungan dengan pelaksanaan rujukan selama ini
dan implementasinya di era JKN ke 20 Puskesmas, RS
dan Dinas Kesehatan Kabupaten Flores Timur.
Fokus Group Diskusi (FGD): FGD dilakukan kepada
kepada petugas kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh
agama, guru-guru dan kader kesehatan pada 22
lokasi yaitu di 20 puskesmas se-Kabupaten Flores
Timur, Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan.
Analisis Faktor dengan Metode Rotasi untuk
menetapkan tipologi Puskesmas dan dilanjutkan uji
Regresi Berganda

Kualifikasi Puskesmas di Kabupaten Flores Timur


No

Puskesmas

Pola

Kriteria

Model

Kapasitas

Budaya

Geografi

Transpor/biaya

Total

Kualifik
asi

Ritaebang

14

19

14

75

Kalike

11

14

14

64

Menanga

10

12

15

14

67

Witihama

10

14

13

14

70

Lambunga

10

16

18

15

80

Sagu

16

14

64

Ileboleng

10

14

14

65

Waiwerang

11

13

17

15

79

Baniona

11

15

14

68

10

Waiwadan

10

12

10

15

14

75

11

Lite

10

11

12

14

66

12

Oka

11

14

16

16

78

13

Demonpagong

13

11

18

14

72

14

Lato

13

10

15

13

65

15

Waiklibang

13

10

19

13

73

16

Waimana

10

14

18

13

76

17

Lewolaga

14

11

16

14

75

18

Boru

14

11

19

16

84

19

Lewolema

14

10

15

10

68

20

Ilebura

11

10

13

13

68

Tabel

di atas menunjukkan kualifikasi


puskesmas yang tinggi adalah kualifikasi B
yaitu pukskesmas Lambunga, Waiwerang
dan Boru,
Kulaifikasi C terdapat pada puskesmas
Ritaebang, Menanga, Witihama, Baniona,
Waiwadan, Lite, Oka, Demon pagong,
Waimana, Lewolaga, Lewolema dan Ile
Bura,
dan Kualifikasi D terdapat pada Puskesmas
Kalike, Sagu, Ile boleng dan Lato.

TIPELOGI PUSKESMAS

Hasil Analisis
Faktor
Variabel

Faktor 1

Faktor 2

Pola Rujukan

0.783*

0.324

Kriteri Rujukan

0.551

0.554*

Kapasitas Rujukan

0.373

0.739*

Model Rujukan

-0.175

0.777*

Budaya Rujukan

0.633*

-0.102

Kondisi Geografi

0.866*

-0.033

Transportasi dan Biaya

0.913*

-0.108

Analisis Faktor pembentuk tipe puskesmas.


Pada tabel DIATAS dapat diketahui
Faktor 1 terbentuk dari variabel berikut:
Pola rujukan, Budaya rujuk, Kondisi
Geografi dan Transportasi dan Biaya.
Faktor 2 terbentuk dari variabel berikut:
Kriteria rujukan, kapasitas rujukan dan
Model rujukan

Selanjutnya, dengan memperhatikan


variabel-variabel dominan yang membentuk
Faktor 1 tampak terlihat variabel dominasi
Sosial-Budaya. Dengan demikian Faktor 1
mencirikan Sosial-Budaya (SB).
Kemudian Faktor 2 tampak didominasi oleh
sekumpulan variabel Teknis kesehatan (TK),
artinya, menggambarkan kondisi Teknikal
Kesehatan.
Secara lebih rinci dapat dilihat hasil loading
faktor analisis

Berdasarkan Faktor 1 dan faktor 2 tersebut,


kemudian dibuat tipologi puskesmas dengan
kriteria sebagai berikut:
Tipe 1: Skor total sosial-budaya (SB) dan skor
total Teknikal Kesehatan (TK) sama-sama rendah.
Tipe 2: Skor total sosial-budaya (SB) tinggi, dan
Teknis Kesehatan (TK) rendah.
Tipe 3: Skor sosial-budaya(SB) rendah dan skor
Teknis Kesehatan (TK) tinggi.
Tipe 4: Skor total sosial-budaya (SB) dan skor
Teknis Kesehatan (TK) sama-sama tinggi.

Dari hasil perhitungan diperoleh data sebagai


berikut:
Tipe 1: Puskesmas Kelike, Sagu, Ile Boleng,
Ilebura;
Tipe 2: Puskesmas Menanga, Lite dan
Waiwadan;
Tipe 3: Puskesmas Ritaebang, Demonpagong,
Lato,Waiklibang, Lewolaga, Lewolema;
Tipe 4: Puskesmas Witihama,
Lambunga,Waiwerang, Oka, Waimana, Boru

Perpaduan tipologi puskesmas


dengan kualifikasi Puskesmas
Puskesmas Tipe 1 : Kalike, Sagu, Ileboleng

Kualifikasi D (15%), Baniona dan Ilebura


berkualifikasi C (10%)
Puskesmas Tipe 2 : semuanya berkualifikasi
C (Menanga, Waiwadan, Lite) 15 %
Puskesmas Tipe 3: Ada enam berkualifikasi
C (30%)
Puskesmas Tipe 4 : Ada tiga (Lambunga,
Waiwerang, Boru) berkualifikasi B (15%) dan
ada tiga (Witihama, Oka, Waimana)
berkualifikasi C (15%)

Analisis Regresi Pertama

Dari

hasil analisis regresi


antara sistem rujukan secara
keseluruhan
(dependen
variabel)
dengan
perkembangan
sosial-budaya
dan kondisi teknikal kesehatan
(independen
variabel)
diperoleh hasil sebagai berikut:

Pada Anova, nilai F = 1736.492 dengan p =

0.000. Oleh karena p < 0.05 maka regresi


dapat dipakai untuk memprediksi sistem
rujukan, atau secara bersama-sama variabel
sosial budaya dan kondisi teknikal kesehatan
medis berpengaruh terhadap sistem rujukan
pada tingat kepercayaan 95%.
Nilai B Constanta 1.459 menyatakan bahwa
jika perkembangan sosial-budaya dan kondisi
teknikal kesehatan diabaikan, maka sistem
rujukan = 1.459 point (dari 114 point
maksimalnya).

Nilai B sosbud 0.952 menyatakan bahwa jika setiap

perkembangan sosial-budaya naik satu satuan,


maka skor sistem rujuk meningkat 0.952 satuan
Nilai B teknikal kesehatan 0.992 menyatakan
bahwa setiap bertambah 1 skor teknikal kesehatan
maka skor sistem rujukan meningkat 0.992 point.
Berdasarkan Nilai B constanta dan nilai B teknikal
sosbud dan nilai B teknikal kesehatan dapat dibuat
persamaan:
Y = 1.459 + 0.952 X1 + 0.992X2

Y= Sistem rujukan; X1 = perkembangan sosial

budaya; X2 = Kondisi teknikal kesehatan.


Dasar pengambilan keputusan untuk
mengetahui koefisen pengaruh masing-masing
variabel:
X1: p = 0.000. Oleh karena p< 0.05 maka Ho
ditolak, atau sosbud secara signifikan
berpengaruh terhadap sistem rujukan
X2: p = 0.000. Oleh karena p<0.05 maka Ho
ditolak, atau kondisi teknikal kesehatan secara
signifikan berpengaruh terhadap sistem rujukan.

Kesimpulan: Dengan meningkatkan sosial-

budaya dan kondisi teknikal kesehatan di


setiap puskesmas maka akan
meningkatkan efisiensi dan efektifitas
rujukan.

Regresi kedua

Dari hasil analisis regresi antara sistem rujukan

secara keseluruhan (dependen variabel) dengan


masing- masing dimensi baik sosial-budaya
maupun dengan masing-masing
teknikal
kesehatan (independen variabel) diperoleh hasil
sebagai berikut:
Pada Anova, nilai F = 110.040 dengan p = 0.000.
Oleh karena p < 0.05 maka regresi dapat dipakai
untuk memprediksi sistem rujukan, atau secara
bersama-sama variabel sosial budaya dan kondisi
teknikal kesehatan berpengaruh terhadap sistem
rujukan pada tingat kepercayaan 95%.

Nilai B Constanta -2.719 menyatakan bahwa jika

perkembangan sosial-budaya dan kondisi teknikal


kesehatan diabaikan, maka sistem rujukan =
-2.719 point (dari 114 point maksimalnya).
Nilai B Pola rujukan 0.599 menyatakan bahwa
jika setiap perkembangan sosial-budaya naik satu
satuan, maka skor sistem rujukan meningkat
0.599 satuan
Nilai B Kriteria rujukan 0.875 menyatakan bahwa
jika setiap perkembangan sosial-budaya naik satu
satuan, maka skor sistem rujuk meningkat 0.875
satuan.

Nilai B Kapasitas rujukan 0.960 menyatakan bahwa

jika setiap perkembangan sosial-budaya naik satu


satuan, maka skor sistem rujuk meningkat 0.960
satuan.
Nilai B Model rujukan 1.108 menyatakan bahwa jika
setiap perkembangan sosial-budaya naik satu satuan,
maka skor sistem rujuk meningkat 1.108 satuan.
Nilai B Budaya rujukan 0.753 menyatakan bahwa jika
setiap perkembangan sosial-budaya naik satu satuan,
maka skor sistem rujuk meningkat 0.753 satuan
Nilai B Geografi rujukan 0.854 menyatakan bahwa
jika setiap perkembangan sosial-budaya naik satu
satuan, maka skor sistem rujuk meningkat 0.854
satuan.

Nilai B Transprotasi dan Biaya rujukan 2.801

menyatakan bahwa jika setiap perkembangan sosialbudaya naik satu satuan, maka skor sistem rujuk
meningkat 2.801 satuan.
Dari semua nilai B tampak bahwa coefficients
tranportasi dan biaya relatif lebih besar pengaruhnya
terhadap efisiensi dan efektivitas sistem rujukan.
Berdasarkan semua Nilai B tersebut diatas dapat
dibuat persamaan:
Y = -2.719 + 0.599 X1 + 0.875X2 + 0.960X3 +
1.108X4 + 0.753X5 + 0.854X6 + 2.801X7
Y= Sistem rujukan; X1 = Pola rujukan; X2 = Kriteria
rujukan; X3 = Kapasitas rujukan; X4 = Model
rujukan; X5 = Budaya rujuk; X6 = Keadaan geografi;
X7 = Transportasi dan biaya rujukan

X1: p = 0.078 Oleh karena p> 0.05 maka Ho

diterima, atau pola rujukan tidak signifikan


Dasar
pengambilan
keputusan
berpengaruh
terhadap sistem
rujukan untuk
mengetahui
koefisen

X2: p = 0.000. Oleh


karena pengaruh
p<0.05 maka Ho
ditolak, atau kriteriavariabel:
rujukan secara signifikan
masing-masing
berpengaruh terhadap sistem rujukan.
X3: p = 0.000. Oleh karena p<0.05 maka Ho
ditolak, atau kapasitas rujukan secara
signifikan berpengaruh terhadap sistem
rujukan.

X4: p = 0.000. Oleh karena p<0.05 maka Ho

ditolak, atau model rujukan secara signifikan


berpengaruh terhadap sistem rujukan.
X5: p = 0.004. Oleh karena p<0.05 maka Ho
ditolak, atau budaya rujukan secara signifikan
berpengaruh terhadap sistem rujukan.
X6: p = 0.008. Oleh karena p<0.05 maka Ho
ditolak, atau kondisi geografi rujukan secara
signifikan berpengaruh terhadap sistem rujukan.
X7: p = 0.002. Oleh karena p<0.05 maka Ho
ditolak, atau Tranportasi dan Biaya rujukan secara
signifikan berpengaruh terhadap sistem rujukan.

Kesimpulan
Dengan meningkatkan sosial-budaya dan

kondisi teknikal kesehatan di setiap


puskesmas maka akan meningkatkan
efisiensi dan efektifitas rujukan.
Dengan meningkatnya X2,X3,X4,X5,X6,X7,
di setiap puskesmas maka akan
meningkatkan efisiensi dan efektifitas
rujukan.

Rekomendasi
Melakukan upaya meningkatkan

keberlangsungan pelayanan kesehatan


dasar termasuk koordinasi dan intergrasi
lintas sektor.
Menjamin kecukupan tenaga kesehatan di
tingkat pelayanan kesehatan dasar
(puskesmas) dan meningkatkan kualitas
dan kinerja tenaga kesehatan.
Memenuhi jumlah tenaga kesehatan
terlatih pada pusat-pusat rujukan vertikal

Melakukan pembenahan organisasi dan pelayanan

sistem rujukan dengan memperhatikan kriteria


pembagian wilayah geografi dan adat kebiasaan
masyarakat setempat.
Melakukan koordinasi rujukan antar sarana
kesehatan, alur rujukan berdasarkan fasilitas
kesehatan yang tersedia, lokasi wilayah Kabupaten
dan koordinasi unsur-unsur pelaksana teknis baik
secara vertikal maupun horisontal.
Mensosialisasikan kepada masyarakat tentang
kriteria-kriteria pada setiap tingkat pelayanan
kesehatan (Polindes, Pustu, Puskesmas, RSUD)
yang dapat memberikan pelayanan dasar bagi
masyarakat.

Bekerjasama dengan instansi lintas sektor

untuk membenahi sarana transportasi umum,


sarana jalan ke dan dari pusat-pusat
pelayanana kesehatan.
Mengimbangi perencanaan pembangunan
infrastruktur kesehatan dengan strategi sosialbudaya, menyempurnakan analisis
pembangunan kesehatan untuk melengkapi
model analisis pembangunan kesehatan yang
sudah ada.
Melakukan penyusunan Standar Operasional
Prosedur (SOP) dan alur rujukan setiap faskes

PETUNJUK TEKNIS
SISTEM RUJUKAN PELAYANAN
KESEHATAN PROVINSI NTT
Disampaikan oleh :
KEPALA BIDANG PELAYANAN MEDIK
DINAS KESEHATAN PROVINSI NTT

Pada Pertemuan : Pembahasan Sistem


Rujukan
RUJUKAN PROP
Dinas Kesehatan Provinsi NTT
Di Kupang, Tangal, 8 Februari 2012

42

PRINSIP PELAYANAN
RUJUKAN
KEGAWATDARURATAN

Rujukan penderita gawat darurat, batas

wilayah administrasi dapat diabaikan karena


yang penting adalah penderita mendapatkan
pertolongan yang cepat dan tepat
Pada kasus gawat darurat hirarkis fasilitas
pelayanan sesuai prosedur tidak berlaku.
Pasien dengan emergensi harus secepatnya
mencapai fasilitas pelayanan yang dapat
memberikan pertolongan segera dalam satu
periode waktu yang sangat menentukan
(golden period)

Titik temu pelayanan pada waktu yang sangat

tepat dalam suatu proses pelayanan rujukan


pasien emergensi disebut the moment of truth
Periode waktu tempuh ke fasilitas pelayanan
rujukan selama 2 jam, untuk kasus emergensi
tidak berlaku, karena time saving is life and
limb saving (hemat waktu utk hidup dan
amankan tubuh)
komunikasi dalam rujukan kegawatdaruratan
amat sangat penting. Rujukan harus diawali
dan diakhiri dengan komunikasi

PRINSIP DAN KEWENANGAN


SETIAP FASILITAS PELAYANAN

1. Menentukan kegawatdaruratan
penderita
Fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama

harus dapat menentukan tingkat kegawat


daruratan kasus yang ditemui
Sesuai
dengan wewenang dan tanggung
jawabnya, dokter umum harus menentukan
kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan
kasus mana yang harus dirujuk
Perawat hanya akan memberikan pertolongan
untuk life saving (bantuan hidup) dan stabilisasi
pasien agar dapat segera dirujuk ke fasyankes
yang tepat dan terdekat untuk segera dapat
ditolong.

2. Menentukan tempat tujuan


rujukan
Prinsip

dalam menentukan tempat


rujukan adalah fasilitas pelayanan yang
mempunyai kewenangan dan terdekat,
termasuk fasilitas pelayanan swasta
dengan tidak mengabaikan kesediaan
dan kemampuan penderita.
harus ada kepastian melalui komunikasi.
Tempat tujuan rujukan harus sudah
menerima informasi mengenai data
pasien dan petugas yang mendampingi

3. Memberikan informasi kepada


penderita dan keluarganya
Penderita dan keluarganya perlu diberi

informasi
mengenai
urgency
dilakukannya rujukan serta konsekuensi
apabila hal tersebut tidak dilakukan
Penderita
atau keluarganya harus
menandatangani
formulir
informed
concent mengenai hal ini
Fasilitas
pelayanan
berkewajiban
mempersiapkan
formulir
informed
concent tersebut.

4. Memberikan informasi pada tempat


rujukan yang dituju .
Melalui

telepon atau radio komunikasi


disampaikan kepada tempat rujukan yang
dituju untuk:
a. Memberitahukan bahwa akan ada
penderita yang dirujuk,
b. Meminta petunjuk apa yang perlu
dilakukan dalam rangka persiapan dan
selama dalam perjalanan ke tempat rujukan
c. Meminta petunjuk cara penanganan untuk
menolong penderita bila tidak mungkin
dikirim

5. Persiapan Penderita
Sebelum dikirim keadaan umum

penderita harus diperbaiki lebih dahulu


Keadaan umum ini perlu dipertahankan
selama dalam perjalanan
Untuk itu infuse maupun obat-obatan
yang diperlukan untuk itu perlu
disertakan pada waktu pasien diangkut
Seorang petugas perlu mendampingi
penderita dalam perjalanan, untuk
menjaga keadaan umum penderita

6. Pengiriman Penderita
Kendaraan

yang digunakan
untuk mengangkut penderita
diutamakan
yang
dapat
mempercepat sampai ke tujuan
dan
dapat mengakomodasi tujuan
menjaga kestabilan keadaan
umum penderita

7. Tindak lanjut
Untuk penderita yang telah

dikembalikan dan
memerlukan tindak lanjut,
dilakukan tindakan sesuai
dengan saran yang
diberikan

PRINSIP MERUJUK DAN


MENERIMA PASIEN GAWAT
DARURAT

Setiap

fasilitas pelayanan harus tahu


periode emas dalam mengatasi kegawat
daruratan
medic
tertentu,
seperti
pendarahan <2jam, jantung 30 menit,
otak 3 menit
prinsip merujuk pasien gawat darurat bagi
iniciating
facility:
harus
mempunyai
tenaga terlatih PPGD, baik dokter maupun
tenaga
perawatnya
dan
dilengkapi
peralatan medis sesuai kebutuhannya

harus

tahu fasilitas kesehatan


rujukan, tujuan yang paling tepat,
paling dekat dan paling singkat,
mengirimkan pasiennya yang
berada dalam kondisi gawat
daruratan
medik
yang
dihadapinya, untuk mendapatkan
pelayanan sesegera mungkin

mengirimkan

pasien dengan pendampingan


oleh tenaga yang mempunyai kemampuan
memberikan
pertolongan
darurat
selama
diperjalanan
telah mendapatkan kepastian dari fasilitas
pelayanan
kesehatan
terujuk
tentang
kesiapannya menerima pasien yang akan
dikirim
menyerahkan pasien dan menunggu kepastian
tentang tindak lanjut pelayanan yang akan
diberikan, baru kembali pulang setelah serah
trima pelayanan pasien

PRINSIP MENERIMA PASIEN


GAWAT DARURAT BAGI
RECEIVING FACILITY

setiap

kondisi kegawat daruratan


perlu pertolongan sesegera mungkin
Urusan
administrasi
dapat
dilaksanakan setelah pertolongan
bantuan hidup (life saving) diberikan
Telah
mempersiapkan
tenaga,
tempat, peralatan, bahan dan obat
untuk pertolongan

Memberikan layanan segera,berupa:

a. Pemeriksaaan awal, menindak-lanjuti informasi,

yang diberikan melalui kontak komunikasi awal


b. Melengkapi pemeriksaan lanjutan, baik fisik dan
penunjang, untuk menegakkan diagnosis pasti
dan kegawatdaruratnnya
c. Membuat recana tindakan medis dan pengobatan
serta monitoring kondisi kegawatdaruratan
d. Memberikan layanan, berupa obat ataupun
tindakan medis sejalan dengan hasil pemeriksaan
atas kasusnya.

dari aspek keperawatan, selain berkolaborasi

dengan dokter yang menangani aspek


medisnya, juga melakukan pengkajian dalam
aspek keperawatannya, mendiagnosis dan
merencanakan
asuhan
keperawatan,
selanjutnya
melaksanakan
tindakan
keperawatan yang sejalan dengan asuhan
medis, sehingga keduaannya berjalan sinergis
Melakukan pemantuan dan tindakan sesuai
hasilnya, sampai batas waktu tertentu untuk
menyimpulkan kemajuannya

Melakukan penilaian pada waktu yang

ditetapkan, dan menyimpulkan bahwa:


a. Pelayanan di fasilitas akan ditindak lanjuti sesuai
kondisinya yang membaik ( dubia ad bonam)
b. Memberitahu keluarga, tentang kondisi pasien
yang tidak jelas menunjukan kemajuan dan
memberi opsi untuk suatu tindakan/rujukan ke
institusi pelayanan yg lebih mampu.
c. Memberitahu keluarga tentang kondisi pasien
yang memburuk (dubia ad malam), dan
memberikan
pendampingan
keluarga
oleh
perawat.

Sekian dan Terima


kasih

Anda mungkin juga menyukai