Peran filsafat
dalam
pendidikan
Aliran
Filsafat
(sebagai
landasan
pelaksanaan
pendidikan)
Realisme
Merupakan filsafat yang memandang realitas secara
dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat
realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani.
Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu
subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak
dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar
manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan
manusia. Beberapa tokoh yang beraliran realisme:
Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken,
Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John
Stuart Mill.
Materialisme
Berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi,
bukan rohani, spiritual atau supernatural. Beberapa
tokoh yang beraliran materialisme: Demokritos,
Pragma
tisme
Aliran yang mengemukakan bahwa segala
sesuatu harus dinilai dari segi kegunaan
praktis. Ukuran kebenaran didasarkan pada
manfaat dari sesuatu itu bagi manusia.
Pendidikan adalah proses eksperimental,
metode mengajar yang penting adalah
metode pemecahan masalah.
Klasifikasi Aliran
Filsafat
Pendidikan
Brameld dalam Philosophies of
Education in
Cultural Perspective, 1955.
Esenstialism
Progressivism
Perennialism
Reconstructionism
Progressivisme
(1918),
transition.
Essensialisme:
Education as cultural conservation,
pendidikan sebagai pemelihara kebudayaan.
Aliran ini ingin kembali kepada kebudayaan
lama, warisan sejarah yang terbukti kebaikankebaikannya bagi kehidupan manusia.
Sebagai reaksi atas kenyataan bahwa
kebudayaan modern gagal mencapai prospek
ideal.
Essensialisme merupakan paduan ide-ide
filsafat idealisme dan realisme (menerapkan
idealisme dan realisme secara eklektis)
Perennialisme (abad
20): Perennial berarti everlasting, abadi.
Didukung idealisme.
Menentang pandangan progresivisme yang
menekankan perubahan dan sesuatu yang
baru. Perenialisme memandang situasi dunia
dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian,
dan ketidakteraturan, terutama dalam
kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual.
Menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsipprinsip umum yang telah menjadi pandangan
hidup yang kukuh, kuat dan teruji.
Rekontruksionisme (1930):
kelanjutan dari gerakan progresivisme
Ingin merombak tata susunan lama,
membangun tata susunan hidup
kebudayaan yang sama sekali baru,
melalui lembaga dan proses pendidikan.
Dalam pendidikan, individu tidak hanya
belajar tentang pengalaman
kemasyarakatan masa kini, tapi harus
mempelopori masyarakat ke arah
masyarakat baru yang diinginkan.