Anda di halaman 1dari 13

BAB 3

PENGARUH AGAMA DAN KEBUDAYAAN HINDU-BUDDHA DI INDONESIA


A. Mengenal Agama Hindu dan Buddha
1. Agama Hindu
Agama Hindu diperkirakan muncul di India antara tahun 3102-1300 SM. Perkembangan agama
Hindu pada hakikatnya terbagi atas empat fase, yaitu sebagai berikut.
a. Zaman Weda (1500 SM) : pada zaman ini muncul kitab suci agama Hindu yakni Weda. Pada
zaman ini pula masyarakat dibagi atas empat kasta, yaitu Brahmana (ulama dan pendeta),
Ksatria (raja, bangsawan, panglima, dan tentara), Vaisya (pedagang, petani, dan nelayan), dan
Sudra (pelayan semua golongan di atasnya).
b. Zaman Brahmana (1000-750 SM) : pada zaman ini, kekuasaan kaum Brahmana sangat besar
dalam kehidupan keagamaan.
c. Zaman Upanisad (750-500 SM) : zaman ini adalah zaman pengembangan dan penyusunan
falsafah agama, yaitu zaman orang berfilsafat atas dasar Weda.
d. Zaman Buddha (500-300 SM) : zaman ini dimulai ketika putra Raja Suddhodana yang bernama
Siddharta menafsirkan Weda dari sudut logika dan mengembangkan sistem yoga dan semadhi,
sebagai jalan untuk mendekatkan diri dengan Tuhan.
2. Agama Buddha
Agama Buddha merupakan perkembangan lebih lanjut dari agama Hindu. Buddha sebenarnya
adalah sebutan bagi seseorang yang telah memperoleh pencerahan. Hal ini sesuai dengan asal kata

Buddha yang berarti yang mencapai pencerahan sejati. Pada awalnya agama Buddha bukanlah suatu agama,
melainkan suatu ajaran dari seseorang yang telah memperoleh pencerahan bernama Siddharta Gautama.
Pangeran Siddharta adalah anak raja beragama Hindu bernama Suddhodana dan Ratu Maha Maya Dewi.
Buddha menemukan bahwa hidup ini adalah penderitaan (ketidakpuasan). Penderitaan atau pengalaman
ketidakpuasan itu disebabkan oleh nafsu keinginan (keserakahan), ketidaksukaan (kebencian), dan kebodohan
(kegelapan, kurangnya kebijaksanaan). Ada keadaan damai di mana tidak ada penderitaan atau pengalaman
ketidakpuasan, yaitu yang disebut Pencerahan atau Nirwana. Dengan Pencerahan, manusia bisa bebas dari
penderitaan atau perasaan ketidakpuasan. Namun, pencerahan itu dapat dicapai hanya dengan melakukan dan
menghayati delapan jalan mulia (delapan jalan kebenaran), yaitu Pandangan Benar, Pikiran Benar, Ucapan
Benar, Perilaku Benar, Penghidupan Benar, Perhatian Benar, dan Konsentrasi Benar. Kitab suci agama Buddha
adalah Tripitaka. Pada tahun 78 M, terjadi perpecahan di antara penganut agama Buddha. Perpecahan ini
melahirkan dua aliran, yaitu Buddha Mahayana dan Buddha Hinayana. Buddha Mahayana lebih kompleks
karena banyak dipengaruhi oleh agama dan kepercayaan lain, seperti agama Hindu dan Taoisme sehingga
mengenal dewa-dewi juga. Sedangkan Buddha Hinayana mendekati ajaran Buddha yang sesungguhnya.
B.
1.

Proses Masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia


Masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu
Ada empat teori mengenai proses masuknya agama dan kebudayaan Hindu ke Indonesia, yaitu sebagai
berikut.
a. Teori Waisya : berdasarkan teori ini diyakini bahwa yang membawa agama dan kebudayaan Hindu masuk
ke Indonesia adalah golongan Waisya (pedagang).
b. Teori Ksatria : berdasarkan teori ini, para prajurit atau tentara yang kalah perang kemudian meninggalkan
India dan akhirnya ada juga yang sampai di wilayah Indonesia. Para prajurit dan tentara
inilah yang menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia.

a.
b.
2.

Teori Brahmana : para Brahmana datang ke Indonesia atas undangan pemimpin suku dalam rangka
melegitimasi kekuasaan mereka sehingga setingkat dengan raja-raja di India.
Teori Arus Balik : berdasarkan teori ini disebutkan bahwa agama dan kebudayaan Hindu disebarkan
oleh bangsa Indonesia sendiri.

Masuknya Agama dan Kebudayaan Buddha


Sekitar abad ke-5 M, agama Buddha mulai dikenal di Indonesia. Sriwijaya merupakan pusat penting
untuk pembelajaran Buddhisme. Pada pertengahan abad ke-8 M, Jawa Tengah berada di bawah kekuasaan
raja-raja Dinasti Syailendra yang menganut agama Buddha. Dinasti Syailendra banyak membangun
monumen Buddha di Jawa, yang paling terkenal adalah Candi Borobudur.

C. Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial Budaya Masyarakat Indonesia pada Masa HinduBuddha
1.

Bahasa dan Tulisan


Masuknya kebudayaan Hindu ke Indonesia membawa pengaruh yang sangat positif bagi bangsa
Indonesia, yaitu pengenalan budaya tulis dalam rupa huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Dalam
perkembangannya, huruf Pallawa menjadi dasar dari huruf-huruf lain di Indonesia seperti huruf Kawi,
Jawa
Kuno, Bali Kuno, Lampung, Batak, dan Bugis-Makassar.
2. Politik dan Pemerintahan
Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Indonesia, sistem pemerintahan yang dianut bangsa
Indonesia adalah sistem pemerintahan desa, yang dipimpin oleh seorang kepala suku dan dipilih
berdasarkan kekuatan dan kelebihannya (primus interpares). Dengan masuknya pengaruh Hindu, mulai
muncul konsep tentang dewa raja. Konsep dewa raja memandang bahwa pimpinan tertinggi dalam sebuah
kelompok adalah seorang raja; raja tersebut diyakini sebagai titisan dewa, yaitu Dewa Wisnu. Oleh karena
itu, kekuasaan raja bersifat mutlak dan berlangsung turun-temurun.
3. Ekonomi dan Sistem Mata Pencarian Hidup
Seperti pada masa-masa sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha, sistem mata pencarian
masyarakat Indonesia bertumpu pada tradisi pertanian atau agraris. Pemahaman tentang pertanian
semakin bertambah maju ketika orang-orang India mengenalkan sistem irigasi dan sistem pelayaran.
4. Agama dan Sosial Budaya
Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha, bangsa Indonesia telah mengenal sistem kepercayaan
Animisme dan dinamisme serta beberapa kegiatan upacara yang terkait dengan pemujaan roh nenek

moyang. Masuknya pengaruh Hindu membuat masyarakat Indonesia mengenal dewa-dewi, yang merupakan
perwujudan dari Tuhan Yang Maha Esa. Dalam kehidupan sosial, pengaruh kebudayaan Hindu yang nyata
adalah dengan dikenalnya sistem pelapisan sosial di dalam masyarakat atau disebut juga sistem kasta.

5.

Seni Bangunan, Seni Pahat, dan Relief Candi

Candi merupakan bangunan utama yang banyak didirikan pada masa pengaruh Hindu-Buddha. Hal ini
dikarenakan baik agama Hindu maupun agama Buddha memiliki konsep pemujaan baik terhadap Buddha
maupun terhadap dewa-dewi agama Hindu . Candi dalam agama Hindu memiliki fungsi yang lebih luas selain
sebagai tempat pemujaan, candi juga berfungsi sebagai makam raja (menyimpan abu jenazah). Hal ini terkait
dengan konsep dewa raja, di mana seorang raja harus dihormati sedemikian rupa karena raja adalah titisan
Dewa Wisnu sang pemelihara alam.

D. Kerajaan-Kerajaan Tradisional di Indonesia yang Bercorak Hindu dan / atau Buddha


1.

Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai merupakan salah satu kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan yang berdiri sekitar abad
ke-4 ini berlokasi di daerah Kutai, Kalimantan Timur. Sumber sejarah yang menjadi bukti arkeologis tentang
keberadaan kerajaan ini adalah dari temuan prasasti yang ditulis di atas yupa atau tugu batu berjumlah tujuh
buah, yang ditemukan sekitar tahun 1879 dan tahun 1940 di daerah hulu Sungai Mahakam. Prasasti tersebut
ditulis dengan menggunakan huruf Pallawa, yaitu huruf yang banyak digunakan di wilayah India Selatan dan
berbahasa Sanskerta. Raja yang terkenal adalah Raja Mulawarman.

2.

Kerajaan Tarumanagara

Kerajaan Hindu tertua berikutnya adalah Kerajaan Tarumanagara yang terletak di wilayah Jawa Barat.
Keberadaan Kerajaan Tarumanagara dibuktikan oleh tujuh buah prasasti yaitu Prasasti Ciaruteun, Prasasti
Kebon Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Pasir Awi, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Tugu, dan Prasasti
Cidanghiang.

Dalam Prasasti Ciaruteun tertulis:


Inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki Dewa Wisnu ialah telapak kaki yang mulia sang
Purnawarman, raja negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia.
Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan atau penaklukan raja atas daerah atau tempat yang
ditemukannya prasasti tersebut. Raja Purnawarman diibaratkan Dewa Wisnu, yang dianggap sebagai
pemelihara dan pelindung rakyat. Prasasti Tugu merupakan prasasti terpanjang dan terpenting dari Raja
Purnawarman. Isinya tentang pembangunan saluran air yang panjangnya 6112 tombak (setara dengan 11 km)
yang diberi nama Gomati. Dalam prasasti ini juga disebutkan tentang penggalian Sungai Candrabhaga (yang
menurut penelitian adalah Sungai Bekasi sekarang). Penggalian sungai ini bertujuan untuk mengatasi masalah
banjir dan untuk mengairi sawah pada musim kemarau.

3.

Kerajaan Pajajaran (Sunda)

Pajajaran adalah pusat Kerajaan Sunda, sebuah kerajaan yang selama beberapa abad (abad ke-7 sampai
abad ke-16) pernah berdiri di wilayah barat Pulau Jawa, meliputi Provinsi Banten, Jakarta, Jawa Barat, dan
sebagian Jawa Tengah. Kerajaan ini bercorak Hindu dan Buddha. Sekitar abad ke-14 diketahui bahwa kerajaan
ini telah beribu kota di Pakuan Pajajaran serta memiliki dua kawasan pelabuhan utama di Sunda Kelapa dan
Banten. Raja yang paling terkenal dari Kerajaan Pajajaran adalah Sri Baduga Maharaja. Kerajaan Pajajaran
(Sunda) berakhir ketika diserang pasukan Maulana Yusuf dari Kesultanan Banten pada tahun 1579.

4.

Kerajaan Melayu

Kerajaan Melayu adalah kerajaan bercorak Buddha yang terletak di Sumatra. Lokasinya dekat Selat Malaka,
yaitu sekitar Jambi (Chan-pei), yaitu di tepi kanan-kiri Sungai Batanghari. Kerajaan ini berdiri sekitar abad ke-7
dan kemudian ditaklukkan oleh Sriwijaya sekitar tahun 692 M, namun kemudian muncul lagi sebagai sebuah

kekuatan besar pada tahun 1275 dan berkembang pesat pada masa pemerintahan Raja Adityawarman.

5.

Kerajaan Sriwijaya

Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan maritim bercorak Buddha yang pernah berdiri di Pulau
Sumatra dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan membentang dari Sumatra,
Jawa, pesisir Kalimantan, Kamboja, Thailand Selatan, dan Semenanjung Malaya. Masyarakat Sriwijaya
sebagian besar hidup dari hasil perdagangan dan pelayaran. Kerajaan ini mengendalikan jalur perdagangan
maritim di Selat Malaka, Selat Sunda, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, Selat Karimata, dan bahkan Tanah
Genting Kra (Thailand dan Myanmar).
Kerajaan Sriwijaya mencapai masa kejayaan pada masa pemerintahan Raja Balaputradewa. Kemajuan
yang pesat dari Kerajaan Sriwijaya didukung oleh faktor-faktor berikut.
. Letaknya strategis yang berada di jalur perdagangan antara India dan Cina.
. Menguasai jalur-jalur perdagangan.
. Hasil-hasil buminya menjadi komoditas yang berharga.
. Memiliki armada laut yang kuat.
. Pendapatan melimpah dari upeti raja-raja yang ditaklukkan dan cukai barang perdagangan.
Sriwijaya mengalami kemunduran sekitar abad ke-12. Faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran
Sriwijaya adalah sebagai berikut.
. Serangan dari Kerajaan Medang Kamulan di bawah pimpinan Raja Dharmawangsa pada tahun 990 M.
. Serangan dari Kerajaan Colamandala (India) pada tahun 1023 M dan 1030 M.
. Negara-negara taklukkan satu per satu melepaskan diri dari kekuasaan Sriwijaya. Hal ini
mengakibatkan kemunduran ekonomi dan perdagangan.

. Terdesak oleh Kerajaan Thailand yang mengembangkan kekuasaannya sampai Semenanjung Malaya.
. Serangan dari Kerajaan Majapahit pada tahun 1477 M, dan berhasil menaklukan Kerajaan Sriwijaya.
Sejak saat itu, berakhirlah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya.

6.

Kerajaan Kalingga

Kalingga adalah kerajaan bercorak Buddha di Jawa Tengah sekitar abad ke-7 M. Dalam catatan I-Tsing,
Kalingga disebut Ho-ling dan berlokasi di Cho-po (Jawa). Beberapa hal mengenai Kerajaan Kalingga yang
disebut dalam catatan I-Tsing adalah sebagai berikut.
. Kalingga terletak di Jawa di Laut Selatan. Kerajaan ini berada di antara Kamboja di sebelah utara,
Bali di sebelah timur, dan Sumatra di sebelah barat.
. Ibu kota kerajaan pada waktu itu dikelilingi benteng yang terbuat dari tonggak kayu.
. Raja tinggal di istana kerajaan yang tersusun atas bangunan bertingkat yang besar, mempunyai atap
dari pohon aren, serta singgasana dari gading gajah.
. Penduduknya pandai membuat arak dari nira pohon kelapa.
. Selain gading gajah dan cula, Kalingga menghasilkan banyak barang tambang berupa emas dan
perak.

7.

Kerajaan Mataram

Kerajaan Mataram (Mataram Kuno atau Mataram Hindu) adalah kelanjutan dari Kerajaan Kalingga di
Jawa Tengah pada abad ke-8, yang kemudian pindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. kerajaan ini
berlokasi di pedalaman Jawa Tengah, di sekitar aliran Sungai Progo, Bogowonto, dan Bengawan Solo.
Kerajaan ini diperintah oleh Dinasti Sanjaya dan Syailendra, dengan raja-raja di antaranya adalah:

Sanjaya
Rakai Panangkaran
Dharanindra
Samaragrawira
Samaratungga
Rakai Pikatan
Rakai Kayuwangi
Rakai Watuhumalang
Dyah Balitung
Daksa
Tulodhong
Wawa
Pada masa pemerintahan Raja Samaratungga dibangun Candi Borobudur dan pada masa Raja Rakai
Pikatan dibangun Candi Prambanan. Kerajaan Mataram runtuh karena bencana alam berupa letusan Gunung
Merapi, bukan karena perang perebutan kekuasaan. Mpu Sindok (menantu Raja Wawa) kemudian memindahkan
Mataram ke Jawa Timur dan menamainya menjadi Kerajaan Medang Kamulan.

8.

Kerajaan Medang Kamulan

Kerajaan Medang Kamulan merupakan kelanjutan dari Kerajaan Mataram Hindu. Menurut para ahli, telah
terjadi suatu bencana alam yaitu letusan Gunung Merapi yang sangat dahsyat. Bencana alam ini telah
memporak-porandakan sebagian besar wilayah Jawa Tengah, sehingga pusat pemerintahan Kerajaan Mataram
Hindu dipindahkan oleh Mpu Sindok ke Jawa Timur. Penguasa Kerajaan Medang Kamulan setelah Mpu Sindok
adalah Sri Isyanatunggawijaya, Sri Makutawangsawardhana, Dharmawangsa, dan Airlangga. Pada tahun 1016,
Kerajaan Medang Kamulan mengalami pralaya atau malapetaka. Ketika pernikahan antara putri Dharmawangsa
dan Airlangga sedang berlangsung, tiba-tiba Kota Watan diserbu oleh Raja Wurawari dari Lwaram.

Dalam serangan ini, Dharmawangsa dan seluruh anggota keluarga kerajaan tewas. Airlangga dapat
meloloskan diri ke hutan pegunungan dan kemudian menjadi pertapa. Airlangga kemudian diangkat menjadi
Raja Medang Kamulan pada tahun 1019 M. Usaha Airlangga untuk meningkatkan kesejahteraan Medang
Kamulan antara lain sebagai berikut.
Memperbaiki Pelabuhan Hujung Galuh di muara Kali Brantas. Pelabuhan Hujung Galuh dan Tuban menjadi
pelabuhan perdagangan yang ramai. Kapal-kapal dari India, Birma, Kamboja, dan Champa banyak yang
berkunjung ke kedua pelabuhan tersebut.
Membangun Waduk Waringin Sapta untuk mencegah banjir musiman.
Membangun jalan-jalan yang menghubungkan wilayah pesisir ke pusat kerajaan.
Airlangga kemudian membagi kerajaan kepada dua putranya. Kerajaan Jenggala kepada Mapanji
Garasakan,
dengan ibu kota Kahuripan, dan Kerajaan Panjalu (Kediri) kepada Sri Samarawijaya dengan ibu kota Daha. Hal
ini dilakukan untuk menghindari perang saudara untuk memperebutkan kekuasaan.

9.

Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri adalah kerajaan agraris yang terletak di daerah Malang dan delta Sungai Brantas. Raja
pertamanya adalah Sri Samarawijaya. Pengganti Raja Sri Samarawijaya adalah Sri Jayawarsa dan Bameswara.
Jayabhaya adalah raja Kediri yang terkenal akan ramalan-ramalannya, ia juga dikenal sebagai sastrawan.
Ramalan-ramalan Raja Jayabhaya kemudian dibukukan dalam buku berjudul Jangka Jayabhaya. Pada masa
Pemerintahan Jayabhaya, Kediri mencapai masa kejayaan. Kediri tidak hanya berkembang sebagai negara
agraris, tetapi juga berkembang sebagai kerajaan maritim. Sesudah Jayabhaya, ada raja yang cukup terkenal
yaitu Kameswhara, yang kemudian digantikan oleh Kertajaya. Pada masa pemerintahan Kertajaya, keadaan
kerajaan penuh ketidakstabilan. Pokok permasalahannya adalah perselisihan raja dengan para brahmana.
Raja Kertajaya ingin disembah oleh para pendeta Hindu dan Buddha (kaum Brahmana). Keinginan itu
ditolak oleh para Brahmana sehingga membuat Kertajaya murka. Para Brahmana kemudian meminta bantuan
Kepada Ken Arok (akuwu Tumapel). Ken Arok menyatakan bahwa Tumapel menjadi kerajaan merdeka dan tidak

berada di bawah kekuasaan Kediri. Raja Kertajaya akhirnya menyatakan perang terhadap Tumapel. Kediri
berhasil dikalahkan oleh Tumapel, dan Kertajaya tewas dalam peperangan di Desa Ganter tahun 1222.
Kerajaan Kediri berakhir dengan kekalahan Kertajaya. Ken Arok memindahkan kerajaan ke Tumapel
(Singasari).

10. Kerajaan Singasari


Kerajaan Singasari adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok
pada tahun 1222. Letak kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di daerah Singasari, Malang. Berdasarkan
Prasasti Kudadu, nama resmi Singasari adalah Tumapel. Ken Arok merupakan raja yang berasal dari
kalangan rakyat biasa. Ken Arok berhasil mempersatukan seluruh wilayah Kediri termasuk Tumapel, serta
membangun kerajaan baru dengan nama Singasari. Ia juga dianggap sebagai pendiri Dinasti Girindra. Ken
Arok kemudian digantikan oleh Anusapati. Pengganti Anusapati adalah Tohjaya. Akan tetapi, pemerintahan
Tohjaya tidak berlangsung lama, karena ia dibunuh oleh Ranggawuni (anak Anusapati). Ranggawuni lalu
menjadi raja (memerintah tahun 1248-1268).
Ranggawuni digantikan oleh Kertanagara. Ia adalah raja dengan cita-cita politik yang tinggi, yakni ingin
meluaskan kekuasaan Singasari ke seluruh wilayah Nusantara. Oleh karena itu, Kertanagara banyak
mengirimkan utusan atau ekspedisi ke kerajaan-kerajaan di luar Jawa atau biasa disebut politik cakrawala
mandala. Pada tahun 1275, Kertanagara mengirimkan ekspedisi ke Melayu (Pamalayu). Ekspedisi Pamalayu
mempunyai tujuan khusus yaitu menjalin kerja sama pertahanan untuk menghadapi ekspansi Mongol ke
Asia Tenggara. Kekuasan Kertanagara berakhir karena ia tewas ditangan Jayakatwang yang ingin
memulihkan kembali Kerajaan Kediri. Kerajaan Singasari pun akhirnya berakhir dan Kediri kembali berdiri.
Raden Wijaya yang merupakan menantu Kertanagara kemudian berhasil menjalin kerja sama dengan Mongol
untuk menghancurkan Kediri. Jayakatwang akhirnya dihukum mati oleh Mongol. Raden Wijaya kemudian
mendirikan Kerajaan Majapahit.

11. Kerajaan Majapahit


Pusat Kerajaan Majapahit diperkirakan terletak di daerah Trowulan, sekitar 10 km sebelah barat daya
Kota Mojokerto, Jawa Timur. Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya yang kemudian menjadi raja pertama
Kerajaan Majapahit. Pengganti Raden Wijaya secara berturut-turut adalah Jayanegara, Tribhuana
Tunggadewi,
Hayam Wuruk, Wikramawardhana, Suhita, Dyah Kertawijaya, Bhre Wengker, dan Bhre Ranawijaya (Brawijaya).
Majapahit mencapai masa kejayaan pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Wilayah Majapahit berhasil
diperluas, pengaruh Majapahit menyebar ke beberapa kerajaan di Asia Tenggara, dan rakyat hidup makmur.
Kemakmuran Majapahit diduga karena majunya pertanian di lembah Sungai Brantas serta dikuasainya jalur
perdagangan rempah-rempah Maluku.
Kejayaan Majapahit tidak dapat dilepaskan dari peranan Gajah Mada. Gajah Mada mengucapkan
sumpahnya yang sangat terkenal yaitu Sumpah Palapa, yang isinya adalah bahwa Gajah Mada pantang
bersenang-senang sebelum dapat menyatukan Nusantara. Pada masa Hayam Wuruk berkuasa, karya sastra
mengalami kemajuan pesat. Beberapa kitan berhasil dibuat di antaranya Kitab Nagarakertagama oleh Mpu
Prapanca, Kitab Sutasoma dan Arjunawijaya oleh Mpu Tantular. Pada tahun 1357, terjadi Perang Bubat, yaitu
perang antara Kerajaan Pajajaran (Sunda) dan Kerajaan Majapahit. Penyebabnya adalah Raja Hayam Wuruk
ingin meminang putri Pajajaran, Dyah Pitaloka Citraresmi.
Pihak Pajajaran menganggap lamaran ini sebagai perjanjian persekutuan. Namun, Gajah Mada
memandang lamaran tersebut mempunyai peluang untuk memaksa Pajajaran takluk kepada Majapahit. Raja
Pajajaran murka dan menolak keinginan pihak Majapahit sehingga perang tidak dapat terelakkan. Raja
Pajajaran dan seluruh anggota kerajaan akhirnya tewas dalam peperangan ini. Kerajaan Majapahit berakhir di
tangan Raden Patah yang memimpin pasukan Islam dari Demak.

12. Kerajaan Bali


Kerajaan Bali memiliki hubungan yang dekat dengan Mataram. Hal ini disebabkan karena Airlangga (raja Mataram)
adalah putra dari Raja Dharma Udayana Warmadewa (Bali) dan Ratu Mahendradatta (putri Raja Dharmawangsa dari
Mataram). Raja pertama di Kerajaan Bali adalah Sri Kesarimarwadewa. Selanjutnya, Raja Ugrasena, Raja Tabendra
Warmadewa, Raja Jayasingha Warmadewa, Raja Jayasadhu Warmadewa, Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi, dan Raja
Dharma Udayana Warmadewa. Pada masa pemerintahan Udayana, tampak sekali kuatnya pengaruh Jawa di Bali,
Karena hampir seluruh prasasti ditulis dalam bahasa Jawa Kuno atau bahasa Kawi.
Dalam bidang agama, pengaruh zaman prasejarah terutama dari zaman Megalithikum sangat kuat. Kepercayaan
pada masa itu dipusatkan pada pemujaan roh nenek moyang yang disimbolkan dengan bangunan pemujaan berbentuk
teras piramida atau punden berundak-undak. Pada zaman Hindu, banyak dibangun pura yang mirip punden berundakundak. Sejak awal sampai masa pemerintahan Sri Wijaya Mahadewi tidak diketahui dengan pasti agama yang dianut di
Kerajaan Bali. Hanya dari nama-nama biksu banyak yang memakai nama Siwa, sehingga diduga agama yang banyak
dianut adalah Hindu Siwa. Pada masa pemerintahan Raja Udayana terdapat dua agama besar yang dianut di Bali, yaitu
Hindu Siwa dan Buddha. Raja terakhir dari Kerajaan bali adalah Paduka Batara Sri Artasura (Raja Bedahulu). Kerajaan
Bali akhirnya harus tunduk terhadap ekspansi dari Majapahit di bawah pimpinan Gajah Mada.

E. Berakhirnya Kerajaan-Kerajaan Hindu-Buddha


Pada akhir abad ke-13, seiring dengan perkembangan pengaruh islam dari Timur Tengah, kerajaan-kerajaan Islam
mulai berdiri di Sumatra. Agama Islam pun segera menyebar ke Jawa dan Semenanjung Malaya melalui penaklukan
dan penyebaran sistematis oleh sekolompok ulama yang dikenal dengan sebutan Walisongo. Hal ini mengakibatkan
pengaruh agama dan kebudayaan Hindu-Buddha mulai menurun dan pada akhir abad ke-15 Islam adalah agama yang
menyebar luas dan sangat berpengaruh di Nusantara dan Semenanjung Malaya.

Anda mungkin juga menyukai