oleh MPR berbagai alasan dan kepentingan, entah karena kepentingan penguasa maupun karena alasan kenegaraan.
Kedudukan MPR sebelum amandemen
UUDLEGISLATIF MPR 1945
Kedudukan MPR sesudah
amandemen UUDLEGISLATIF 1945
Struktur organisasi WAKIL KETUA IV(DPD) I(DPR) II(DPR) III(DPD)
Pada masa orde lama di bawah kekuasaan Soekarno,
MPR sangat dijunjung tinggi sebagai mejelis permusyawaratan yang menjadi manifestasi konsep musyawarah mufakat yang dianggap sebagai karakter bangsa Indonesia dalam mengambil kebijakan-kebijakan untuk kepentingan umum. Kedudukan MPR pun sebagai lembaga negara tertinggi langsung di bawah UUD 1945, sebagai lembaga menguasai tatanan hirarki ketatanegaraan. Pada waktu Belanda melakukan agresi militer I dan II yang kemudian membuat Indonesia menjadi negara serikat, eksistensi lembaga MPR kian menghilang karena tidak dibutuhkan dalam praktek negara federasi seperti yang pernah ditetapkan Belanda kepada Indonesia.
Setelah praktek negara serikat yang hanya
berlaku kurang lebih 8 bulan, Indonesia kembali pada bentuk negara kesatuan dan dengan segera membentuk sebuah badan untuk menyusun UUD yang kelak di definitifkan sebagai UUD NKRI, maka terbentuklah Badan Konstituante(1955-1959). Pada tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkannya dekrit presiden yang berisi; membubarkan konstituante, dan memberlakukan UndangUndang Dasar Sementara(UUDS) dengan kembali pada UUD 1945 serta membentuk MPRSementara.
Pada masa yang dikenal dengan
reformasi 1998 tersebut, MPR pun kembali bekerja seperti yang menjadi amanh UUD 1945. Pada waktu itu MPR menjalankan hampir semua tugas dan fungsinya seperti melantik wakil presiden jadi presiden, menetapkan UUD melalui amandeman bahkan bekarja selama 4 tahun untuk menyelsaikan amandemen tersebut.
Pada tahun 2003; status MPR pun
dirubah kedudukannya bukan lagi sebagai lembaga tertinggi tetapi menjadi lembaga tinggi setara dengan lembaga-lembaga negara lainnya. Walaupun kedudukannya dirubah tetapi tugas dan fungsinya seperti yang diamanatkan oleh UUD 1945 tidak berubah sampai pada saat ini.
Ada perbedaan mendasar antara keberadaan MPR
pada masa sebelum dan sesudah amandemen yaitu pada pelaksanaan konsep pembagian dan pemisahan kekuasaan(relasi lembaga-lembaga negara) serta pada latar belakang dan orientasi keberadaan MPR itu sendiri. Pada pelaksanaan konsep pembagian dan pemisahan kekuasaan MPR pada masa sebelum amandemen adalah manifestasi pembagian kekuasaan karena memakai frame hirarki lembaga sedangkan pada masa sesudah amandemen manifestasi dari pemisahan kekuasaan karena memakai kerangka struktur horisontal
Pada latar belakang dan tujuan
keberadaan MPR, pada masa sebelum amandemen, MPR digunakan sebagai lembaga tertinggi dengan tujuan mempertahankan kekuasaan presiden sedangkan pada masa sesudah amendemen, MPR digunakan sebagai lembaga tinggi seperti lembaga tinggi negara lainnya dengan tujuan tercapainya prinsip check and balances dalam ketatanegaraan.