Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN

PIELONEFRITIS
By : KELOMPOK IX

DEFINISI
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala
ginjal, tunulus, dan jaringan interstinal dari salah satu
atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).
Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal
yang dapat timbul secara hematogen atau retrograd
aliran ureterik (J. C. E. Underwood, 2002: 668)
Inflamasi pelvis ginjal disebut Pielonefritis, penyebab
radang pelvis ginjal yang paling sering adalah kuman
yang berasal dari kandung kemih yang menjalar naik ke
pelvis ginjal. Pielonefritis ada yang akut dan ada yang
kronis (Tambayong. 2000)

PIELONEFRITIS AKUT
Pielonefritis akut adalah peradangan pada pielum
dengan manifestasi pembentukan jaringan parut
pada ginjal dan dapat menyebabkan kerusakan
pada ginjal, gagal ginjal, pembentukan abses
(misalnya nefrik,perinefrik), sepsis, atau kegagalan
multisistem (Muttaqin, Arif & Kumala Sari, 2014:
90)
Pielonefritis akut biasanya singkat dan sering
terjadi infeksi berulang karena terapi tidak
sempurna atau infeksi baru. 20% dari infeksi yang
berulang terjadi setelah dua minggu setelah terapi
selesai.

PIELONEFRITIS KRONIS
Pielonefritis kronis juga berasal dari
adanya bakteri, tetapi dapat juga karena
faktor lain seperti obstruksi saluran kemih
dan refluk urin.
Pielonefritis kronis dapat merusak jaringan
ginjal secara permanen akibat inflamasi
yang berulangkali dan timbulnya parut
dan dapat menyebabkan terjadinya renal
failure (gagal ginjal) yang kronis.

ETIOLOGI
1. Bakteri
- Escherichis colli
- Basilus proteus dan Pseudomonas auroginosa
- Klebsiella enterobacter
- Species proteus
- Enterococus
- Lactobacillus
2. Obstruksi urinari track.
3. Refluks, yang mana merupakan arus balik air kemih dari
kandung kemih kembali ke dalam ureter.
4. Kehamilan
5. Infeksi Saluran Kemih

PATOFISIOLOGI
Invasi bakteri pada parenkim ginjal memberikan manifestasi
peradangan dalam bentuk pielonefritis.
Infeksi dipengaruhi oleh faktor invasi bakteri dan faktor
imunologis host.
Faktor bakteri seperti Escerichia coli yang bersifat
uropatogenik menempel pada sel epitel, dan mampu bertahan
dari pembersihan aliran urin.
Invasi bakteri ini melekat pada epitel dan memicu respon
peradangan pada tubulointerstisial.
Faktor host melakukan proses fagositosis dalam urin secara
maksimal pada PH 6,5 7,5 dan osmolalitas dari 485 mOsm.
Apabila nilai-nilai ini menyimpang akan mengakibatkan
penurunan proses fagositosis secara signifikan.

PATHWAY PIELONEFRITIS

Mekanisme Inflamasi
Respon sitokin saluran kemih diawali ketika bakteri mencapai
permukaan mukosa.
Penempelan pada sel epitel mengaktifkan rangkaian pertama sitokin
termasuk diantaranya adalah IL-6, IL-1, IL-8 dan kemokin lainnya.
Besar dan pelepasan sitokin dipengaruhi oleh virulensi dari infeksi
kuman, termasuk fimbrae.
Aktivasi sel epitelial diikuti oleh munculnya neutrofil dan sel inflamasi
lainnya dan beberapa saat kemudian diikuti oleh respon sitokin.
Inflamasi lokal menyebabkan gejala lokal yang berhubungan dengan
pielonefritis.
Peningkatan suhu dan respon fase akut bila bakteri, komponen
bakteri, atau mediator pejamu, keluar dari saluran kemih dan
mencapai hepar, hipotalamus atau daerah sistemik lain dimana
muncul respon pejamu.

Tanda & Gejala


1. Pyelonefritis Akut, ditandai dengan :
Pembengkakan ginjal atau pelebaran penampang ginjal
Pada pengkajian didapatkan adanya demam yang
tinggi, menggigil, nausea.
Nyeri pada pinggang, sakit kepala, nyeri otot dan
adanya kelemahan fisik.
Pada perkusi di daerah CVA ditandai adanya tenderness.
Klien biasanya disertai disuria, frequency, urgency
dalam beberapa hari.
Pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh
atau hematuria dengan bau yang tajam, selain itu juga
adanya peningkatan sel darah putih.

2. Pielonefritis Kronis
Terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang, sehingga kedua ginjal
perlahan-lahan menjadi rusak, dengan tanda dan gejala sebagai berikut :
Adanya serangan pielonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidak
mempunyai gejala yang spesifik.
Adanya keletihan.
Sakit kepala, nafsu makan rendah dan BB menurun.
Adanya poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis,
proteinuria, pyuria dan kepekatan urin menurun.
Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami
gagal ginjal.
Ketidak normalan kalik dan adanya luka pada daerah korteks.
Ginjal mengecil dan kemampuan nefron menurun dikarenakan luka pada
jaringan.
Tiba-tiba ditemukan adanya hipertensi.

KOMPLIKASI
Ada tiga komplikasi penting dapat
ditemukan pada pielonefritis akut
(Patologi Umum & Sistematik J. C. E.
Underwood, 2002: 669)
1. Nekrosis papila ginjal
2. Fionefrosis
3. Abses perinefrik.

Pemeriksaan Penunjang
1.

Urinalisis
Leukosuria atau piuria, hematuria
2.
Bakteriologis
Mikroskopis, biakan bakteri, tes kimiawi
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni
5. Metode tes
- Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess
untuk pengurangan nitrat).
- Tes esterase lekosit positif: maka pasien mengalami piuria.
- Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi
nitrat urin normal menjadi nitrit.
6. Penyakit Menular Seksual (PMS)
7. Tes- tes tambahan :
- Urogram intravena (IVU).
- Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi
- Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan


Nancy E.Smith tahun 2007:
Mengkaji riwayat medis, obat-obatan, dan alergi.
Monitor Vital Sign
Melakukan pemeriksaan fisik
Mengobservasi dan mendokumentasi karakteristik urine klien.
Mengumpulkan spesimen urin segar untuk urinalisis.
Memantau input dan output cairan.
Mengevaluasi hasil tes laboratorium (BUN, creatinin, serum
electrolytes)
Memberikan dorongan semangat pada klien untuk mengikuti
prosedurpengobatan. Karena pada kasus kronis, pengobatan
bertambah lama dan memakan banyak biaya yang dapat
membuat klien berkecil hati.

ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
Dalam melakukan pengkajian pada klien
pielonefritis menggunakan pendekatan bersifat
menyeluruh yaitu :
1. Data biologis meliputi :
- Identitas Klien
- Identitas penanggung
2. Riwayat kesehatan
3. Pengkajian fisik
- Palpasi kandung kemih
- Infeksi darah meatus
4. Riwayat psikososial

Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan pemenuhan eliminasi urin b/d respon inflamasi
saluran kemih, iritasi saluran kemih.
2. Nyeri b/d respon inflamasi akibat infeksi pada pielum dan
parenkim ginjal.
3. Hipertermi b/d respon sistemik sekunder dari infeksi pada
pielum dan parenkim ginjal.
4. Resiko kekambuhan infeksi saluran kemih b/d tidak
terpajannya pemenuhan informasi, manisterpretasi,
kesalahan sumebr informasi, rencana perawatan rumah.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
intake nutrisi yang tidak adekuat, efek sekunder dari
anoreksia, mual, muntah.
6. Kecemasan b/d prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit
dan perubahan kesehatan.

INTERVENSI

DX 1
Perubahan pemenuhan eliminasi urin b/d
respon inflamasi saluran kemih, iritasi saluran kemih.

Kaji pola berkemih dan catat produksi urin tiap 6


jam.
Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung
kemih.
Istirahatkan pasien
Anjurkan untuk miksi setiap 3-4 jam.
Anjurkan klien untuk minum minimal 2.000 cc/hari.
Kolaborasi :
- Diagnostik kultur dan uji sensivitas
- Peberian antimikroba

DX 2 : Nyeri b/d respon inflamasi akibat infeksi pada


pielum dan parenkim ginjal.
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
noninvasif.
Lakukan manajemen nyeri keperawatan :
- Atur posisi fisiologis
- Istirahatkan klien
- Manajemen lingkungan : lingkungan tenag, kurang cahaya, dan batasi
pengunjung.
- Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
- Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman, misalnya pada saat tidur, bagian belakangnya dipasang bantal kecil.
Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri dan menghubungkan
berapa lama nyeri akan berlangsung.
Observasi tingkat nyeri dan respon motorik klien 30 menit setelah pemberian
obat analgetik untuk mengkaji efektifitasnya, serta setiap 1-2 jam setelah
tindakan perawatan selama 1-2 hari.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik

DX 3 : Hipertermi b/d respon sistemik sekunder dari


infeksi pada pielum dan parenkim ginjal.

Monitor suhu tubuh pasien


Penuhi hidrasi cairan tubuh
Beri kompres dingin di kepala dan di
aksila
Pertahankan tirah baring total
selama fase akut.
Kolaborasi pemberian terapi :
antipiretik dan antimikroba.

DX 4 : Resiko kekambuhan infeksi saluran kemih b/d tidak


terpajannya pemenuhan informasi, manisterpretasi, kesalahan
sumebr informasi, rencana perawatan rumah.
Kaji tingkat pengetahuan klien tentang intervensi menurunkan
resiko kekambuhan dan rencana perawatan rumah.
Cari sumber yang meningkatkan penerimaan informasi
Intervensi menurunkan resiko kekambuhan :
- Informasikan untuk menghindari penggunaan kateter terus
menerus.
- Informasikan untuk mengkonsumsi cairan minimal 2.500 ml/hari.
- Identifikasi, khususnya pada orang yang memiliki anaka dengan
ISK berulang.
- Tekankan pentingnya mempertahankan asupan nutrisi yang
mengandung protein dan kalori yang tinggi, serta asupan cairan
yang cukup setiap hari.
Beri informasi tentang manajemen nyeri keperawatan
Berikan motivasi dan dukungan moral

DX 5 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi yang tidak
adekuat, efek sekunder dari anoreksia, mual,
muntah.

Pantau / catat permasukan diet


Tawarkan perawatan mulut sering/cuci dengan
larutan (25%) cairan asam asetat.
Berikan makanan sedikit tapi sering
Konsul dengan ahli gizi/tim pendukung nutrisi
Batasi kalium, natrium dan pemasukan fosat
sesuai indikasi
Awasi pemeriksaan labiratorium, contoh; BUN,
albumin serum, transferin, natrium dan kalium.

DX 6 : Kecemasan b/d prognosis penyakit,


ancaman, kondisi sakit dan perubahan
kesehatan.

Kaji tingkat kecemasan


Beri kesempatan klien untuk
mengungkapkan perasaannya
Beri support pada klien
Beri dorongan spiritual
Beri penjelasan tentang penyakitnya
Kaji tingkat kecemasan

Anda mungkin juga menyukai