Anda di halaman 1dari 30

Ivan choirul wiza

Asma adalah penyakit saluran napas kronik


akibat terjadinya peningkatan kepekaan
saluran napas terhadap berbagai
rangsangan. Pada penderita yang peka hal
ini menyebabkan munculnya serangan
batuk, bunyi mengi, banyak dahak, sesak
napas, dan tidak enak didada terutama
pada malam hari atau pagi hari

Etiologi
-herediter
-alergi
-kebiasaan : polusi udara, stress, makanan
-obat : obat nyeri seperti NSAID

Patofisiologi asma melibatkan pelepasan


mediator kimiawi ke jalan napas dan
adanya aktivitas yang berlebihan dari
sistem saraf parasimpatis

Sel dendritikaktiviasi limfosit T respon


imun pengeluaran sitokin inflamasi
memprovokasi kontraksi otot polos
bronkus

Kontraksi otot polos saluran respiratorik


diperkuat oleh
-penebalan dinding saluran nafas akibat
edem akut
-infiltrasi sel-sel inflamasi dan remodeling
-hiperplasia dan hipertropfi kronis otot
polos, vaskuler dan sel-sel sekretori serta
deposisi matrik pada dinding saluran
respiratorik

Mengi saat ekspirasi


Batu berat pada malam hari dada sesak yang
terjadi berulang dan nafas tersengal-sengal.
Hambatan pernafasan yang reversibel secara
bervariasi selama siang hari.
Adanya peningkatan gejala pada saat olah
raga, infeksi virus, paparan terhadap alergan,
dan peruahan musim.
Terbangun malam hari dengan gejala tersebut
diatas.

Klasifikasi Asma
Berdasarkan etiologi :
Asma intrinsik
Asma yang tidak disebabkan oleh faktor
lingkungan.
Asma ekstrinsik
Penyakit asma yang berhubungan dengan
atopi, predisposisi genetik yang
berhubungan dengan IgE sel mast dan
respon eosinofil terhadap alergan.

Klasifikasi Asma ditinjau dari


berat ringannya penyakit

DERAJAT ASMA

GEJALA

INTERMITEN

Gejala < 1x/minggu

Mingguan

Tanpa gejala di luar serangan

Serangan singkat

Fungsi paru asimtomatik dan

GEJALA MALAM

< 2 kali sebulan

FUNGSI PARU
VEP1 atau APE >
80%

normal di luar serangan.


PERSISTEN

Gejala > 1x/minggu tapi < 1x/hari > 2 kali

RINGAN

Serangan dapat mengganggu

Mingguan

aktivitas dan tidur.

seminggu

VEP1 atau APE >


80%
normal

PERSISTEN

Gejala harian

> sekali

SEDANG

Menggunakan obat setiap hari

seminggu

Harian

VEP1 atau APE >


60% tetapi < 80%
normal

Serangan mengganggu aktivitas


dan tidur

Serangan 2x/minggu, bisa


berhari hari

PERSISTEN

Gejala terus menerus

BERAT

Aktivitas fisik terbatas

Kontinu

Sering serangan

Sering

VEP1 atau APE <


80% normal

Terapi farmakologi untuk asma


-Short acting B2 agonist (salbutamol,
terbutalin)
-Antikolinergik
-Kortikosteroid

1.Penanganan anestesi preoperatif


a.Evaluasi preoperatif
b.pengelolaan preoperatif
c.premedikasi
2.Penanganan anestesi intraoperatif
a. Regional anestesi
b. Anestesi umum
-agent inhalasi
-obat induksi intravena
-muscle relaxant
c. Terapi bronkospasme intaroperatif
d. Penanganan post operatif

a. Evaluasi preoperatif
1.)Riwayat penyakit
-lama penyakit , frekuensi serangan, lama
berat serangan, faktor-faktor yang
mempengaruhi, riwayat terakhir kali
serangan, pengobatannya
2)pemeriksaan fisik
-dilihat dari derjat obstruksi jalan nafas yang terjadi
I: sianosis, ekspirasi memanjang, tampak sesak
P: takikardi
P: hipersonor
A: wheezing, ronki
- tanda serangan asma berat dilihat dari penggunaan otot
pernafasan tambahan
3) Lab
-eosnifil total dalam darah sering meningkat

4) Rontgen thorax
-dilakukan bila ada kecurigaan proses
patologi di paru
5)Pemeriksaan fungsi paru (spirometri)
-untuk mengetahui kondisi klinis asma perlu
dilakukan pengukuran aliran udara ekspirasi
yaitu volume ekspirasi paksa detik
pertama(FEV1) dan arus puncak ekspirasi
(PEFR)

Hubungan asma dengan pemeriksaan spirometri


Keadaan Klinik

% FEV/FVC

Normal

80-100

Asma Ringan

75-79

Asma Sedang

50-74

Asma Berat

35-49

Status Asmatikus

<35

6) Analisa gas darah


-pemeriksaan gas darah biasanya dilakukan
pada serangan asma yang berat
7) Fisoterapi dada
-keadaan akut untuk dilakukan fisioterapi
adalah pasien-pasien dengan retensi
sputum yang berlebihan atau abnormal
akibat batuk yang terus menerus atau pada
pasien yang batuknya sangat lemah

b. Pengelolaan preoeratif
-persiapan pertama dengan gangguan
pernafasan yang menjalani pembedahan
adalah menentukan reversibilitas kelainan
-proses obstruksi reversible (dengan
bronkodilator) atau ireversible

c. Terapi medis
Preparat yang digunakan untuk asma adalah
-Simpatomimetik atau b2 adrenergik
agonisbronkodilatasi
contoh : albuterol(ventolin) 2 puffs dengan
MDI 3-4 jam
salmeterol (serevent) 2 puff dengan MDI
setiap 12jam
metaproterenol 2 puff dengan MDI 3-4 jam
-Parasimpatolitik bronkodilatasi
contoh Ipratropium bromide inhaler

-metilxantin
teofilin
-kortikosteroid
steroid intravena meliputi hidrokortisone
100mg tiap 8 jam
-kromolin
-mukolitik

Premedikasi
Tujuan untuk menghilangkan cemas,
meminimalkan reflek bronkokontriksi
terhadap iritasi jalan nafas
-sedatif (benzodizepin)
-opioid (fentanil)
-bronkodilator inhaler atau kortikosteroid
inhaler, kortikosteroid parentral

A. Regional Anestesi
Pada pasien asma yang pernapasannya
tergantung pada penggunaan otot-otot
tambahan (intercostal untuk inspirasi, otot
perut untuk ekspirasi paksa).
Spinal anestesi dapat memperburuk kondisi
jika hambatan motorik menurunkan FRC,
mengurangi kemampuan untuk batuk dan
membersihkan lendir atau memicu
gangguan respirasi atau bahkan terjadi
gagal napas.

Faktor-faktor penting yang menghalangi


keberhasilan penggunaan regional anestesi
seperti pasien tidak tahan berbaring dimeja
operasi dalam waktu lama, batuk spontan
dan tidak terkendali dapat membahayakan
yaitu pada tahap kritis pembedahan.

B. Anestesi Umum
Waktu paling kritis pada pasien asma yang
dianestesi adalah selama instrumentasi jalan
napas
Nyeri, stress, emosional atau rangsangan
selama anestesi dangkal dapat menimbulkan
bronkospasme
Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan
pelepasan histamin (seperti curare, atracurium,
mivacurium, morfin, meperidin) harus dicegah
atau diberikan dengan sangat lambat jika
digunakan.

1. Agent Inhalasi
Agent inhalasi anestesi seperti
halothan
-menimbulkan pelebaran bronkus sebagai akibat dari blokade
pada reflex bronkokonstruksi bronkodilator yang poten
-halotan tidak ideal pada pasien yang menderita kelainan
jantung karena halotan dapat mengakibatkan disaritmia
karena efek katekolamin release.
MAC :0,72%
Isofluran dan desfluran
-dapat pula menimbulkan bronkodilator dengan derajat yang
setara tetapi harus dinaikkan secara lambat karena sifatrnya
iritasi ringan di jalan napas
ISO MAC :1.12 %

Sevofluran
-tidak terlalu berbau (tidak menusuk) dan
memiliki efek bronkodilator serta sifatnya
tidak iritasi di jalan napas.
MAC : 2.05%

2. Obat-Obat Induksi Intravena


Untuk induksi anestesi dapat digunakan obatobat yang mempunyai onset kerja yang cepat
-Contoh obat induksi yang dapat digunakan
adalah ketamin. Dosis induksi 1-3mg/kgBB
OOA 30 detik, DOA 10-20 menit tetapi
memerlukan waktu 60-90 menit untuk
berorientasi penuh
3. Muscle relaxant
-Faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam
penggunan muscle relaxan adalah perlu
tidaknya mereverse kerjanya

-Dengan menghambat penghancuran ACH


endogen, inhibitor cholinesterase seperti
neostigmin dapat meningkatkan sekresi jalan
napas dan dapat menimbulkan bronkospasme
-Efek ini dapat dicegah dengan penggunaan
antagonis muscarinik seperti atropin 1 mg atau
glycopyrrolate 0,5 mg untuk meminimalkan
efek samping muskarinik.
-suksinilkolin dapat menyebabkan pelepasan
histamin tetapi secara umum dapat digunakan
dengan aman pada kebanyakan pasien asma.

Terapi bronkospasme intraopratif


Apabila terjadi bronkospasme yang berat terjadi
managemen yang harus dilakukan :
-Oksigenasi dengan pemberian oksigen 100%
-Mendalami anestesi dengan meningkatkan
agen volatile
-Aminophillyn 5-7 mg/kg i.v secara pelan-pelan
-Ipratropium bromide 0,25 mg nebulizer,
adrenalin bolus I.v (10g=0,1 ml), ketamin 2
mg/kg magnesium 2 gr i.v secara lambat
-Hidrokortison 200 mg i.v.

Pada akhir pembedahan sebaiknya pasien


sudah bebas wheezing, aksi pelemas otot
nondepolarisasi perlu direvese dengan
anticholin esterase yang tidak memacu
terjadinya bronkospasme, bila sebelumnya
diberikan antikolinergik dengan dosis sesuai

Ekstubasi dalam perlu dilakukan sebelum


terjadi pulihnya reflek jalan napas normal untuk
mencegah brokospasme atau setelah pasien
asma sadar penuh.

Lidocain bolus 1,5-2 mg/ kgBB diberikan


intravena atau dengan kontinue dosis 1-2 mg/
mnt dapat menekan reflek jalan napas.2

d. Penanganan postopeartif
-Kontrol nyeri post operasi yang bagus adalah
epidural analgesia. NSAID harus dihindari karena
dapat mencetus terjadinya bronkospasme
-Oksigenasi harus tetap diberikan
-Pasien asma yang selesai menjalani operasi
pemberian bronkodilator dilanjutkan lagi
sesegera mungkin pada pasca pembedahan
-Pemberian bronkodilator melalui nebulator atau
sungkup muka. Sampai pasien mampu
menggunakan MDI (Meteroid Dose Inheler)
sendiri

Pasien akan memperoleh manfaat dari terapi


MDI specer bila memenuhi kriteria sebagai
berikut;3
1. Frekuensi pernapasan < 25 kali/menit
2. Mampu menahan napas selama 5 detik atau
lebih
3. Kapasitas vital > 15 ml/kgbb
4. Mampu komunikasi verbal dan mengikuti
instruksi
5. Koordinasi tangan-mulut-inspirasi memadai
6. PEFR 150 Lt/menit untuk wanita dan > 200
Lt/menit untuk pria

Anda mungkin juga menyukai