Anda di halaman 1dari 11

PENGHAPUSAN SANKSI

ADMINISTRASI ATAS
KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN
SURAT PEMBERITAHUAN,
PEMBETULAN SURAT
PEMBERITAHUAN, DAN
KETERLAMBATAN PEMBAYARAN
ATAU PENYETORAN PAJAK

KELOMPOK 4:
Deni Rekawati
(145030400111008)
Cici Wijayanti
(145030401111023)
Inggita Nadiah Arifira (145030401111033)
Fitri Kartika Sari
(145030407111004)
Dhinul Rizki Imami
(145030407111055)

Pengurangan atau Penghapusan


Sanksi Administrasi
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat
mengurangkan atau menghapuskan Sanksi Administrasi dalam hal
Sanksi Administrasi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak
atau bukan karena kesalahannya. (Pasal 2 PMK-91/PMK.03/2015 )
Sanksi Administrasi yang dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak
atau bukan karena kesalahannya terbatas atas:
a) keterlambatan penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk
Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa
Pajak Desember 2014 dan sebelumnya;
b) keterlambatan pembayaran atau penyetoran atas kekurangan
pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak
Penghasilan untuk Tahun Pa jak 2014 dan sebelumnya;
c) keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang
untuk suatu saat atau Masa Paj ak sebagaimana tercantum dalam
SPT Masa untuk Masa Pajak De sember 2014 sebelumnya; dan/atau
d) pembetulan yang dilakukan oleh Wa jib Pajak dengan kemauan
sendiri atas SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak
2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak
Desember 2014 dan sebelumnya yang mengakibatkan utang pajak
menjadi lebih besar,

Permohonan Pengurangan atau


Penghapusan Sanksi Admnistrasi
Untuk
mendapatkan
pengurangan
atau penghapusan Sanksi
Administrasi, Wajib Pajak menyampaikan permohonan kepada Direktur
Jenderal Pajak, diajukan paling banyak 2 (dua) kali.
Bagi Wajib Pajak yang telah mengajukan permohonan dua kali,
permohonan yang kedua, harus diajukan setelah surat keputusan
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim dan tetap
diajukan terhadap Surat Tagihan Pajak yang telah diterbitkan surat
keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Sebelum mengajukan permohonan, persyaratan yang harus dipenuhi
oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut : (Pasal 4 Ayat 2)
a) 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Surat Tagihan Pajak;
b) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
c) ditandatangani oleh Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak orang pribadi
atau wakil Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak badan, dan tidak dapat
dikuasakan; dan
d) disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

Dokumen yang harus dilampirkan dalam permohonan yaitu sebagai


berikut : (Pasal 4 Ayat 3)
a) surat
pernyataan
yang
menyatakan
bahwa
keterlambatan
penyampaian SPT, keterlambatan pembayaran pajak, dan/atau
pembetulan SPT dilakukan karena kekhilafan atau bukan karena
kesalahan dan ditandatangani di atas meterai oleh Wajib Pajak dalam
hal Wajib Pajak orang pribadi atau wakil Wajib Pajak dalam hal Wajib
Pajak badan;
b) fotokopi SPT atau SPT pembetulan yang disampaikan;
c) fotokopi bukti penerimaan atau bukti pengiriman surat yang dianggap
sebagai bukti penerimaan penyampaian SPT atau SPT pembetulan;
d) fotokopi Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan pajak terutang
yang tercantum dalam SPT Masa atau bukti pelunasan kekurangan
pajak yang tercantum dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan atau bukti
pelunasan pajak yang kurang dibayar yang tercantum dalam SPT
pembetulan; dan
e) fotokopi Surat Tagihan Pajak.
) Selain persyaratan yang harus dipenuhi dan dokumen yang harus
dilampirkan, berlaku juga ketentuan untuk mengajukan permohonan
yaitu sebagai berikut : (Pasal 4 Ayat 4)
a) Sanksi Administrasi dalam Surat Tagihan Pajak belum dibayar oleh
Wajib Pajak; atau
b) Sanksi Administrasi dalam Surat Tagihan Pajak sudah dibayar sebagian
oleh Wajib Pajak.

Pengurangan atau
Penghapusan Sanksi
Admnistrasi
Dalam hal hasil keputusan mengenai pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan:
(Pasal 5 Ayat 2, 3 dan 4)
a) Surat Keputusan penghapusan sanksi administrasi, dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak
belum dibayar oleh Wajib Pajak; dan
2) jumlah sanksi administrasi yang dihapuskan adalah sebesar
jumlah Sanksi Administrasi dalam Surat Tagihan Pajak.
b) Surat Keputusan pengurangan sanksi administrasi, dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak
sudah dibayar sebagian oleh Wajib Pajak; dan
2) jumlah sanksi administrasi yang dikurangkan adalah sebesar sisa
sanksi administrasi yang belum dibayar oleh Wajib Pajak

Surat Keputusan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi


diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lama 6 (enam) bulan
sejak tanggal diterimanya permohonan Wajib Pajak. (Pasal 5 ayat 5)
Jika permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan, maka
permohonan Wajib Pajak dikembalikan serta dapat mengajukan
permohonan kembali dan jika permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi
ketentuan maka tidak dapat mengajukan permohonan kembali. (Pasal
5 Ayat 6, 7 dan 8)
Apabila jangka waktu 6 (enam) bulan telah lewat tetapi Direktur
Jenderal Pajak tidak menerbitkan surat keputusan atau tidak
mengembalikan
permohonanWajibPajak,
permohonan
tersebut
dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan
surat keputusan sesuai dengan permohonan yang diajukan oleh Wajib
Pajak. (Pasal 5 Ayat 9)
Terhadap Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan kepada Wajib Pajak
sehubungan dengan Pasal 3, yang dilakukan pada tahun 2015 ,
tindakan penagihan pajak atas Surat Tagihan Pajak tersebut
ditangguhkan apabila Wajib Pajak menyampaikan permohonan.
(Pasal 6)

Penyelesaian Pemeriksaan Khusus


Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, Para Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak dan Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak di
lingkungan Direktorat Jenderal Pajak diintruksi oleh Direktur Jenderal
Pajak untuk:
a) Memberi kesempatan kepada Wajib Pajak yang sedang dilakukan
pemeriksaan khusus dalam menyampaikan Pembetulan Surat
Pemberitahuan (SPT) atau menyampaikan SPT, sepanjang Surat
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP belum disampaikan kepada
Wajib Pajak.
b) Kepala
Unit
Pelaksana
Pemeriksaan
(UP2)
melaksanakan
kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk menyelesaikan
pemeriksaan khusus dengan menghentikan dan membuat Laporan
Hasil Pemeriksaan (LHP)
c) Dalam hal UP2 adalah Kantor Pelayanan Pajak, penghentian
pemeriksaan khusus dilaporkan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP
dengan tembusankepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan
setiap dua minggu dengan pelaporan pertama dua minggusetelah
instruksi ditandatangani, kemudian penerimaan dari penyelesaian
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA
merupakankinerja Pemeriksa Pajak.

Ruang Lingkup SE-53/PJ/2015


Prioritas Pemeriksaan Khusus Tahun 2015

Pemeriksaan Khusus (selain SPT LB) dalam tahun 2015 diprioritaskan


untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan yang telah dihimbau untuk
memanfaatkan PMK Nomor 91/PMK.03/2015 namun tidak
memanfaatkan kebijakan tersebut.
Kebijakan Penerbitan Instruksi Pemeriksaan Khusus Baru
Wajib Pajak yang telah diberi kesempatan oleh Kepala KPP melalui
surat himbauan agar memanfaatkan kebijakan tahun pembinaan Wajib
Pajak namun tidak memanfaatkan kebijakan tersebut akan diterbitkan
instruksi Pemeriksaan Khusus.
Tindak Lanjut atas Wajib Pajak yang telah memanfaatkan PMK Nomor
91/PMK.03/2015
Kepala KPP meneliti lebih lanjut apakah penyampaian SPT atau
pembetulan SPT yang disampaikan Wajib Pajak telah sesuai dengan
kondisi yang sebenarnya. Apabila hasil penelitian SPT ternyata belum
atau tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, maka akan
dilakukan pengusulan Pemeriksaan Khusus dengan prioritas
berdasarkan data tax gap (potensi) dan tingkat kepatuhan Wajib Pajak.

Kebijakan Pemeriksaan atas Instruksi Pemeriksaan Khusus yang belum

diterbitkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) atau yang telah diterbitkan


SP2 tetapi Surat Pemberitahuan Pemeriksaan belum disampaikan kepada
Wajib Pajak.
a) Kepala Unit Pemeriksaan Pajak (UP2) melakukan inventarisasi Instruksi
Pemeriksaan Khusus yang belum diterbitkan SP2 atau yang sudah
terbit SP2 tetapi Surat Pemberitahuan Pemeriksaan belum disampaikan
kepada Wajib Pajak.
b) Sebelum pemeriksaan dilanjutkan, Kepala KPP diminta untuk
memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak tersebut agar
memanfaatkan PMK Nomor 91/PMK.03/2015 melalui pemanggilan
kepada Wajib Pajak yang bersangkutan.
c) Wajib Pajak yang memenuhi panggilan dan memanfaatkan PMK Nomor
91/PMK.03/2015 diusulkan untuk dilakukan pembatalan Instruksi
Pemeriksaan.
d) Hasil pemanggilan Wajib Pajak dan kesanggupan Wajib Pajak untuk
memanfaatkan PMK Nomor 91/PMK.03/2015 dituangkan pada berita
acara pemanggilan Wajib Pajak dan digunakan sebagai dasar untuk
mengusulkan pembatalan Instruksi Pemeriksaan.
e) Wajib Pajak yang tidak memenuhi panggilan atau memenuhi panggilan
tetapi tidak memanfaatkan PMK Nomor 91/PMK.03/2015, maka
Instruksi Pemeriksaan tetap dilanjutkan.

Kebijakan atas Pemeriksaan yang sedang dilaksanakan


a) Terhadap pemeriksaan yang sedang dilaksanakan, pemeriksaan tetap

dilanjutkan dan Kepala UP2 diminta untuk segera menyelesaikan


pemeriksaan sesuai dengan jangka waktu dan tindak lanjut.
b) Terhadap pemeriksaan atas permintaan pengembalian pembayaran
pajak (restitusi), Kepala KPP dan Kepala Kanwil DJP diminta untuk
melakukan pengawasan penyelesaian SPT LB Restitusi secara ketat
sehingga kualitas pemeriksaan meningkat yang ditandai dengan
peningkatan refund discrepancy yang disetujui oleh Wajib Pajak.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai