Anda di halaman 1dari 23

Sejarah

Diperkenalkan pada masa kerajaan Majapahit,


saat itu jaksa dikenal dengan istilah:
Dhyaksa,
Adhyaksa, dan
Dharmadhyaksa

Kode Etik Jaksa


Bersedia untuk menerima kebenaran dari siapapun,
menjaga diri, berani, bertanggung jawab dan dapat
menjadi teladan di lingkungannya;
Mengamalkan dan melaksanakan pancasila serta secara
aktif dan kreatif dalam pembangunan hukum untuk
mewujudkan masyarakat adil;
Bersikap adil dalam memberikan pelayanan kepada para
pencari keadilan;
Berbudi luhur serta berwatak mulia, setia, jujur, arif dan
bijaksana dalam diri, berkata dan bertingkah laku;
Mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada
kepentingan pribadi atau golongan.

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan; Keppres No. 86 Tahun 1999 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan
RI; Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP); Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang
Tindak Pidana Korupsi.

Jaksa
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.
16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, jaksa ialah
Pejabat Fungsional yang diberi wewenang oleh
undang-undang untuk bertindak sebagai
Penuntut Umum dan Pelaksana Putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan
undang-undang.

Doktrin Tri Krama


Adhyaksa Menurut
KEPJA No. KEP030/J.A/3/1988

Kode Etik Jaksa, Kode Prilaku, dan Kode Praktis

Satya, yakni kesediaan yang bersumber pada


ras jujur, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
diri pribadi dan keluarga maupun kepada
sesama manusia.
Adhi, yakni kesempurnaan dalam bertugas dan
yang berusur utama pemilikan rasa
tanggungjawab kepada Tuhan Yang Maha Esa,
keluarga dan sesama manusia
Wicaksana, yakni bijaksana dalam tutur kata
dan tingkah laku, khususnya dalam
pengetrapan tugas dan wewenangnya.

Kode Etik Jaksa, Kode Prilaku, dan Kode Praktis

Kode Etik Jaksa (Tata


Krama Adhyaksa)
Jaksa adalah insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa yang tercermin dari kepribadian yang utuh dalam
pemahaman, penghayatan, dan pengamalan Pancasila;
Jaksa sebagai insan yang cinta tanah air dan bangsa senantiasa
mengamalkan dan melestarikan Pancasila serta aktif dan kreatif menjadi
pelaku pembangunan hukum dalam mewujudkan masyarakat yang adil
yang berkemakmuran dan makmur berkeadilan;
Jaksa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara dari
pada kepentingan pribadi atau golongan;
Jaksa mengakui adanya persamaan derajat, persamaan hak dan
kewajiban antara sesama pencari keadilan;
Dalam melaksanakan tugas, melindungi kepentingan umum sesuai
dengan norma-norma yang berlaku dan menggali nilai-nilai yang
terdapat dalam kehidupan masyarakat;
Jaksa berupaya meningkatkan kualitas pengabdiannya dengan
mengindahkan disiplin hukum, memantapkan pengetahuan,keahlian
hukum serta memperluas wawasan mengikuti perkembangan kemajuan;
Jaksa berlaku adil dalam memberikan pelayanan kepada pencari
keadilan;

Jaksa dalam melaksanakan tugas dan


kewajiban tercermin dari sikap dan prilaku baik
di dalam maupun di luar kedinasan;
Jaksa menghormati adat kebiasaan setempat
yang tercermin dari sikap dan prilaku baik di
dalam maupun di luar kedinasan;
Jaksa terbuka untuk menerima kebenaran,
bersikap mawas diri, berani, bertanggungjawab
dan menjadi teladan di lingkungannya;
Jaksa mengindahkan norma-norma kesopanan
dan kepatuhan dalam menyampaikan
pandangan dan menyalurkan aspirasi profesi;
Jaksa berbudi luhur, berwatak mulia, setia,
jujur, arif, dan bijaksana dalam tata pikir, tata
tutur dan tata laku;

Jaksa memelihara rasa kekeluargaan,


semangat kesetiakawanan dan mendahulukan
kepentingan korps dari pada kepentingan
pribadi;
Jaksa menjunjung dan membela kehormatan
korps serta menjaga harkat dan martabat
profesi;
Jaksa senantiasa membina dan
mengembangkan kader Adhyaksa dengan
semangat ngarso sung tulodo, ingmadyo
mangun karso, tut wuri handayani;
Jaksa wajib menghormati dan mematuhi kode
etik jaksa serta mengamalkan secara nyata
dalam lingkunan kedinasan maupun dalam
lingkungan pergaulan masyarakat.

Kode Perilaku, yaitu


Peraturan Jaksa Agung
Nomor 067/A/JA/7/2007
tentang Kode Perilaku
Jaksa

Kode Etik Jaksa, Kode Prilaku, dan Kode Praktis

Jaksa adalah Pejabat Fungsional yang diberi wewenang oleh undangundang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta
wewenang lain berdasarkan undang-undang;
Kode Perilaku Jaksa adalah serangkaian norma sebagai pedoman untuk
mengatur perilaku Jaksa dalam menjalankan jabatan profesi, menjaga
kehormatan dan martabat profesinya serta menjaga hubungan kerjasama
dengan penegak hukum lainnya;
Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif adalah
Pejabat yang karena jabatannya mempunyai wewenang untuk
memeriksa dan menjatuhkan tindakan administratif kepada Jaksa yang
melakukan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa;
Sidang pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa adalah serangkaian tindakan
yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang memberikan tindakan
administratif terhadap Jaksa yang diduga melakukan pelanggaran Kode
Perilaku Jaksa.
Tindakan administratif adalah tindakan yang dijatuhkan terhadap Jaksa
yang melakukan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa.
Yang dimaksud dengan perkara meliputi perkara pidana, perkara perdata
dan tata usaha negara maupun kasus-kasus lainnya.

Jaksa Agung Nomor


066/A/JA/7/2007 tentang
Standar Minimum
Profesi Jaksa
A. Pengetahuan
Seorang jaksa dituntut untuk memiliki kemampuan menerapkan
pengetahuan dalam melaksanakan tugasnya, minimal meliputi :
Ketentuan hukum pidana materiil dan formil;
Ketentuan hukum perdata materiil dan formil;
Ketentuan hukum tata usaha negara materiil dan formil;
Ketentuan intelijen kejaksaan;
Ketentuan hukum adat di tempat penugasan;
Ketentuan Hak Asasi Manusia (HAM), baik nasional maupun
instrumen HAM internasional yang sudah diratifikasi oleh
Indonesia;

Peraturan perundang- undangan tingkat nasional


dan daerah;
Konvensi Internasional yang relevan dengan tugas
jaksa;
Manajemen umum dan Kejaksaan;
Etika hukum;
Disiplin ilmu lainnya yang menunjang pelaksanaan
tugas, fungsi, dan wewenang;
Pengetahuan tentang perkembangan ilmu hukum,
dan praktik hukum nasional maupun internasional.

B. Keahlian
Seorang jaksa dituntut untuk memiliki
keahlian, yang meliputi :
Penguasaan bahasa asing, khususnya bahasa
Inggris;
Mengoperasikan komputer

Resume Kasus
Oon merupakan terdakwa pada perkara Pidana
440/Pid.B/2013/Pn.Dpk. Oon didakwa atas
penipuan yang dilakukannya kepada beberapa
korban dan tidak menggunakan haknya untuk
mendapatkan bantuan hukum sebagai pengacara.
Oon mengaku sebagai pegawai dari berbagai
macam instansi, seperti Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), PPATK, dan Badan Intelejensi
Nasional (BIN). Dengan mengaku sebagai
berbagai peran di atas tersebut, Oon mengajak
beberapa orang untuk menginvestasikan uangnya
kepada dia dalam rangka bidding untuk
mendapatkan proyek membangun bandara.

Perkara yang menjadi objek pengamatan kami adalah


perkara dengan nomor 440/Pid.B/2013/Pn.Dpk yang
berlangsung di Pengadilan Negeri Depok. Jaksa yang
bertugas sebagai penuntut umum adalah Jaksa A dan
Jaksa X. Pokok perkara dalam kasus ini adalah penipuan
dengan saudara Oon yang duduk sebagai terdakwa.
Kronologis perkara bermula dari adanya penawaran
untuk berinvestasi dari Terdakwa Oon kepada saudara X
dan saudara Y, dua orang ibu rumah tangga. Kepada
keduanya Terdakwa Oon mengaku sebagai pejabat di
berbagai instansi negara seperti Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), Pusat Pemeriksaan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK), dan Badan Intelijen Nasional (BIN)
yang sedang berpartisipasi dalam bidding proyek
pembangunan bandar udara.

Apabila dicermati, maka kasus diatas termasuk sebagai


perkara pidana, yakni perkara penipuan. Dalam
pemeriksaan perkara pidana, yang dilaksanakan adalah
penuntutan. Sebagaimana yang telah ditentukan oleh
pasal 2 UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia yang menentukan bahwa kejaksaan adalah
lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasan
negara di bidang penuntutan, maka yang berhak untuk
melakukan penuntutan dalam perkara tersebut adalah
Kejaksaan. Berdasarkan domisili pelaku tindak pidana dan
tempat terjadinya perkara adalah wilayah hukum Kota
Depok. Sehubungan dengan hal tersebut, maka sesuai
ketentuan pasal 4 UU No. 16 Tahun 2004, lembaga
kejaksaan yang berkewajiban untuk melakukan penuntutan
dalam perkara adalah Kejaksaan Negeri Depok.

Analisis
Dalam kasus ini, Jaksa A merupakan seorang jaksa
dari Kejaksaan Negeri Depok, yang dalam
menjalankan tugasnya sebagai Jaksa Penuntut Umum
terikat pada ketentuan-ketentuan standar profesi dan
kode etik kejaksaan yang berlaku di Indonesia.
Ketentuan-ketentuan standar profesi dan kode etik
kejaksaan tersebut terdapat dalam Peraturan Jaksa
Agung Republik Indonesia No. PER-066/A/JA/07/2007
tentang Standar Minimum Profesi Jaksa, Peraturan
Jaksa Agung Republik Indonesia No. PER067/A/JA/07/2007 tentang Kode Perilaku Jaksa, dan
Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia No. KEP030/J.A/3/1988 Tentang Penyempurnaan Doktrin
Kejaksaan Tri Krama Adhyaksa.

Melalui wawancara dan perbincangan yang telah kami


lakukan dengan Jaksa A, terlihat bahwa Jaksa A telah
memenuhi persyaratan sebagai jaksa sebagaimana yang
diatur dalam pasal 9 UU No. 16 Tahun 2004. Beliau memenuhi
ketentuan-ketentuan butir a hingga h pasal 9 ayat (1) UU No.
16 Tahun 2004. Beliau juga menyampaikan pengalaman
pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa yang telah
diikutinya dengan baik. Dari segi pengetahuan, Jaksa A dapat
dikatakan telah memenuhi standar minimum profesi jaksa
karena dia menjelaskan kepada kelompok kami bahwa dia
telah mengikuti seminar-seminar, lokakarya-lokakarya, dan
pelatihan-pelatihan dasar yang harus ditempuh oleh semua
jaksa ketika tahun-tahun pertama berprofesi sebagai jaksa
sehingga kelompok kami menyimpulkan dari segi minimal
pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang jaksa, Jaksa A
memenuhi standar minimal tersebut.

Adapun terkait standar profesi kejaksaan


sebagaimana yang ditentukan dalam Peraturan
Jaksa Agung Republik Indonesia No. PER066/A/JA/07/2007, berdasarkan pengamatan
kami, Jaksa A telah memenuhi standar
minimum profesi sebagai jaksa. Beliau mampu
menjelaskan ketentuan hukum baik pidana,
perdata, dan tata usaha negara baik materil
dan formil dengan baik. Pengetahuan Jaksa A
sekiranya telah memadai sebagai seorang
jaksa menurut Standar Minimum Profesi Jaksa.

Dari segi keahlian, Jaksa A juga memenuhi standar


minimum yang telah ditentukan seperti penguasaan
bahasa asing yang cukup baik serta keahlian
mengoperasikan komputer. Sehingga atas dasar
tersebut, maka tidak berlebihan apabila kami
menyimpulkan bahwa dari segi kelayakan dan
standar minimum profesi, Jaksa A telah memenuhi
ketentuan sebagai seorang jaksa menurut peraturan
perundang-undangan mengenai lembaga kejaksaan
yang berlaku. Jadi berdasarkan uraian diatas Jaksa A
telah memenuhi seluruh ketentuan yang terdapat di
dalam Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia No.
PER-066/A/JA/07/2007 tentang Standar Minimum
Profesi Jaksa.

Jaksa A dikaitkan dengan larangan bagi seorang jaksa


dalam menjalankan tuags profesinya menurut pasal 4
Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia No. PER067/A/JA/07/2007, kami menyimpulkan bahwa tidak
ada tingkah laku, tindakan, atau kelakuan apapun dari
Jaksa A yang dapat digolongkan kepada laranganlarangan tersebut. Sebagai kesimpulan atas analisa
yang kami lakukan dari segi teoritis atas Jaksa A
sebagai subjek penelitian kami berdasarkan etika,
standar minimum, dan kode etik profesi kejaksaan,
maka dapat dikatakan bahwa Jaksa A telah memenuhi
ketentuan yang berlaku dan termasuk sebagai
seorang jaksa yang kompeten serta bertanggung
jawab terhadap profesi yang diembannya.

Dari pengamatan kami terhadap jalannya persidangan, terutama di


tahapan pembuktian, kami melihat jaksa-jaksa di dalam
persidangan tersebut masih banyak yang bertingkah laku yang
tidak sesuai dengan doktrin Tri Karma Adhyaksa, padahal doktrin
tersebut sebagaimana disebutkan di dalam Keputusan Jaksa Agung
Republik Indonesia No. KEP-030/J.A/3/1988 Tentang Penyempurnaan
Doktrin Kejaksaan Tri Karma Adhyaksa adalah pedoman yang paling
utama jaksa dalam menjalankan tugasnya. Di dalam persidangan
tersebut kami melihat ada jaksa yang memainkan handphone di
dalam ruangan sidang pada saat persidangan tahap pembuktian
sedang berlangsung, ada jaksa yang tidak mengenakan toganya,
dan ada jaksa yang tertawa ketika menanggapi saksi yang sedang
memberikan kesaksian. Hal-hal yang kami uraikan diatas
merupakan tindakan jaksa yang bertentangan dengan poin ADHI
dan WICAKSANA, dimana jaksa seharusnya professional dalam
menjalankan tugasnya dan bijaksana dalam bertutur kata dan
bertingkah laku, terutama di dalam ruangan persidangan.

Kesimpulan
Jadi berdasarkan uraian analisis kami terhadap
jaksa-jaksa, terutama Jaksa A, yang
persidangannya kami amati, biarpun secara
umum sikap dan tingkah laku mereka sudah
cukup baik dengan ukuran dari peraturanperaturan yang telah kami uraikan diatas, tetapi
tetap masih ada hal-hal kecil yang seharusnya
tidak dilakukan oleh seorang jaksa karena
sebenarnya hal-hal kecil yang dilanggar tersebut
adalah hal-hal yang berkaitan langsung dengan
prinsip doktrin Tri Karma Adhyaksa yang
merupakan esensi sikap dan tingkah laku jaksa
dalam menjalankan tugasnya.

Anda mungkin juga menyukai