Anda di halaman 1dari 86

RHINITIS

Kelompok 5A FK UKI 2012

Tujuan Pembelajaran
Hidung & Tenggorokan
1.
2.

5.

Klasifikasi

6.

Patofisiologi

7.

Manifestasi Klinis

8.

Diagnosis dan Diagnosis


Banding

9.

Tatalaksana

10.

Komplikasi dan Prognosis

Anatomi
Fisiologi

Working Diagnose: Rhinitis


3.

Definisi & Etiologi

4.

Etiologi

ANATOMI
HIDUNG & TENGGOROKAN

Hidung Bagian Luar

Hidung luar berbentuk piramid dengan pangkal hidung


dibagian atas dan puncaknya berada dibawah.

Bagian luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang


rawan yang dilapisi oleh kulit , jaringan ikat.

Kerangka tulang terdiri dari; sepasang os nasal, prosesus


frontalis os maksila, dan prosesus nasalis os frontal,

sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa


pasang tulang rawan yang terdiri dari; sepasang
kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago
lateralis inferior (kartilago ala mayor) dan tepi anterior
kartilago septum nasi.

Otot-otot ala nasi terdiri dari dua kelompok, yaitu


kelompok dilator, terdiri dari muskulus dilator nares
(anterior dan posterior), muskulus proserus, kaput
angular muskulus kuadratus labii superior dan
kelompok konstriktor yang terdiri dari muskulus
nasalis dan muskulus depressor septi (Dhingra,
2007).

Hidung Bagian Luar

Hidung Bagian Dalam

Hidung bagian dalam dipisahkan oleh septum nasi di


bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan
kavum nasi kiri yang tidak sama ukurannya.

Lubang hidung bagian depan disebut nares anterior


dan lubang hidung bagian belakang disebut nares
posterior atau disebut choana.

Bagian dari rongga hidung yang letaknya sesuai


dengan ala nasi disebut vestibulum yang dilapisi
oleh kulit yang mempunyai kelenjar keringat,
kelenjar sebasea dan rambut-rambut yang disebut
vibrisae.

Rongga hidung dilapisi oleh membran mukosa yang


melekat erat pada periosteum dan perikondrium,
sebagian besar mukosa ini mengandung banyak
pembuluh darah , kelenjar mukosa dan kelenjar
serous dan ditutupi oleh epitel torak berlapis semu
mempunyai silia.

Cavum Nasi

Rongga hidung dipisahkan oleh septum nasi

Lubang hidung: nares (nostril)

Permukaan dinding lateral mengalami pembesaran,


terdiri dari: concha superior, chonca medius dan
concha inferior

Atap: mukosa olfaktorius

Dasar: palatum mole dan palatum durum

Sinus Paranasalis

Ada 4 macam sinus paranasalis:

1.

Sinus maksilaris

2.

Sinus frontalis

3.

Sinus ethmoidalis

4.

Sinus sphenoidalis

Golongan anterior sinus paranasalis, yaitu sinus


frontalis, sinus ethmoidalis anterior, dan sinus
maksilaris.

Golongan posterior sinus paranasalis, yaitu sinus


ethmoidalis posterior dan sinus sfenoidalis.

Sinus Maksila

Terbesar, piramid

Anterior : permukaan fasial sinus maksila

Posterior : fossa infra temporal & pterigomaksila

Medial : dinding lateral rongga hidung

Superior : dasar orbita

Inferior : proc alveolaris & palatum

Sinus Frontal

Sempurna usia > 8 tahun

Batas dengan orbita medius

Muara di meatus medius (bersama dengan sinus


maksila dan sinus ethmoid)

Sinus Ethmoid

3-16 sel-sel (sarang lebah) volume total 3 ml

Letak: bula ethmoid, diantara konka media dan


dinding medial orbita

Batas-batasnya:
- Lateral : lamina papirasea (mata)
- Superior : lamina kribosa
- Posterior : m. sinus sphenoid

Sinus Sphenoid

Letak : di dalam os sphenoid

Batas-batas :
- Superior : fossa cerebri media
- Inferior : atap nasofaring
- Lateral : sinus cavernosus & a. carotis interna
- Posterior : pons / fossa cerebri posterior

Faring

Faring terdiri dari:

1.

Nasofaring : dibelakang cavum nasi, berhubungan


dengan cavum nasi melalui choana

2.

Orofaring : dibelakang cavum oris, berhubungan


dengan cavum oris melalui isthmus faucium

3.

Laringofaring : membentang mulai dari os hyoid


atau tepi cranial epiglottis sampi ketepi caudal
cartilage cricoidea

Laring

Laring disebut juga dengan voice box karena


berkaitan dengan produksi suara.

Terbentang dari apertura larynges superior (ditus


larynges) sampai trachea setinggi vert C3-6

FISIOLOGI
HIDUNG & TENGGOROKAN

1. Sel reseptor
olfaktorius
2. Sel pununjang
3. Sel basal

Faktor Yang Menentukan


Efektifitas Stimulasi Bau
Durasi
Volume
Kecepatan
menghidu

Syarat Zat-Zat Yang Dapat


Menyebabkan Perangsangan
Penghidu
Zat-zat harus mudah menguap
Zat-zat harus sedikit larut dalam
air
Mudah larut dalam lemak

Proses Penciuman
Udara
inspirasi

Larut dalam
mukus

terikat oleh
protein )

mengaktiva
si enzim
Adenyl
Siklase

menghantar
sinyal listrik
ke
glomeruli
(bulbus
olfaktorius)

Depolarisasi
potensial
aksi

membuka
saluran ion
Na+

mempercep
at konversi
ATP kepada
cAMP

akson
mengadaka
n kontak
dengan
dendrit selsel mitral

menghantar
sinyal ke korteks
piriformis (area
untuk
mengidentifikasi
bau)

DEFINISI & ETIOLOGI


RHINITIS

ETIOLOGI RHINITIS

Rhinitis Alergi
Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
A.Immediate Phase Allergic Reaction,berlangsung sejak
kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya.
B.Late Phase Allergic Reaction,reaksi yang berlangsung
pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam
setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga
24 jam.

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :


a.Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara
pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel
dari bulu binatang serta jamur.
b.Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa
makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang.
c.Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau
tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah.
d.Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau
perhiasan

Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi


menjadi tiga tahap besar :
a.Respon Primer,terjadi eliminasi dan pemakanan antigen,reaksi non
spesifik.
b.Respon

Sekunder,reaksi

yang

terjadi

spesifik,

yang

membangkitkan system humoral, system selular saja atau bisa


membangkitkan

kedua

system

terebut,

jika

antigen

berhasil

dihilangkan maka berhenti pada tahap ini, jika antigen masih ada,
karena defek dari ketiga mekanisme system tersebut maka
berlanjut ke respon tersier.
c.Respon Tersier,reaksi imunologik yang tidak meguntungkan.

Rhinitis Non Alergi


1.Rinitis vasomotor
Belum

diketahui,

diduga

akibat

gangguankeseimbangan

vasomotor. Keseimbangn vasomotor ini dipengaruhi berbagai hal :


a)Obat-obatan

yang

menekan

dan

menghambat

kerja

saraf

simpatis, seperti: ergotamin, klorpromazin, obat antihipertensi, dan


obat vasokontriktor lokal.
b)

Faktor fisik, seperti iritasi asap rokok, udara dingin, kelembapan


udara yang tinggi, dan bau yang merangsang

c)Faktor endokrin, seperti : kehamilan, pubertas, dan hipotiroidisme


d)Faktor psikis, seperti : cemas dan tegang ( kapita selekta)

2.Rinitis Medikamentosa
Akibat pemakaian vasokonstriktor topical (obat tetes
hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama
dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan
hidung

yang

disebabkan

menetap.Dapat
oleh

dikatakan

pemakaian

berlebihan(Drug Abuse).

obat

hal

ini

yang

3.RhinitisAtrof
Beberapa hal yang dianggap sebagai penyebabnya
seperti infeksi oleh kuman spesifik, yaitu spesies
Klebsiella, yang seringKlebsiella ozanae,kemudian
stafilokok,

sreptokok,Pseudomonas

aeruginosa,

defisiensi Fe, defisiensi vitamin A, sinusitis kronik,


kelainan hormonal, dan penyakit kolagen. Mungkin
berhubungan dengan trauma atau terapi radiasi.

KLASIFIKASI RHINITIS

Klasifikasi Rhinitis
Berdasarkan :
1.

Gejala

2.

Beratnya Gejala

3.

Sifat Berlangsungnya

1. Gejala
a)

b)

Intermitten, apabila gejala :


a)

Kurang dari 4 hari per minggu

b)

Atau bila kurang dari 4 minggu

Persisten, apabila gejala :


a)

Lebih dari 4 hari per minggu

b)

Dan lebih dari 4 minggu

2. Beratnya Gejala
a)

b)

Ringan, apabila terdapat salah satu gangguan:


a)

Gangguan Tidur

b)

GangguanAktivitas Harian

c)

Gangguan pada pekerjaan/sekolah

Sedang berat, apabila terdapat lebih dari satu


gangguan diatas

3. Sifat Berlangsungnya
a)

Rhinitis Alergi Musiman (Hay Fever)

b)

Rhinitis Alergi Sepanjang Tahun (Parennial)

PATOFISIOLOGI RHINITIS

Perbedaan Kondisi
Normal & Rhinitis

Alergen menempel di mukosa hidung


Alergen ditangkap makrofag
Kompleks peptida dipresentasikan pada T
helper

Pelepasan sitokin yang berproliferasi menjadi


Th 1 & Th 2
Th 2 menghasilkan sitokin (IL3, IL4, IL5 dan
IL13
IL4 & IL3 diikat di Limfosit B

Limfosit B aktif menghasilkan IgE


IgE aktif
Sel mediator tersensitisasi

Patogenesis
Alergen
masuk

Rhinitis

Respon
involunti
r

Sekresi
mukus

Infeksi

Vasodilat
asi area
nasal

MANIFESTASI KLINIS RHINITIS

GEJALA RINORE
A.

Rinitis Akut (virus, bakteri)

Infeksi akut gejala: rinore, bersin-bersin, hidung buntu ,


demam, kelemahan umum, dan sakit kepala.

2 stadium: stadium pertama (3-5 hari) sekret hidung


mula-mula encer dan banyak kemudian mukoid dan
lengket.

Stadium invasi rinore purulen, demam, sakit


tenggorok (krn infeksi bakteri) (2 minggu).

Komplikasi: pneumonia, laryngitis, otitis media akut


atau sinusitis akut.

B. Rinitis Kronis
Rinitis Alergi (RA)

Penyakit inflamasi mukosa hidung karena


alergi.

Gejala: rinore encer, gatal hidung, bersinbersin yang sering, hidung buntu.

Karena mediator kimia (histamin).

Pembagian:

Intermiten : Kurang dari 4 hari dalam 1 minggu. Atau lama


sakit kurang dari 4 minggu.

Persisten : Lebih dari 4 hari dalam 1 minggu, dan atau


sakit lebih dari 4 minggu

Ringan : tidak ada gangguan tidur & aktivitas sehari-hari,


malas berolah raga, untuk pekerjaan dan sekolah dirasakan
tidak terganggu.

Sedang-berat : ganguan tidur, gangguan aktivitas seharihari, berolah raga, pekerjaan dan sekolah dirasakan sangat
mengganggu

Gejala klinis:

Bersin berulang frekuen > 5 kali

Rinore yang encer dan banyak.

Hidung tersumbat,

Hidung dan mata gatal kadang disertai dengan lakrimasi.

Pemeriksaan fisik : allergic shiner (gambaran gelap


dibawah mata), gosok-gosok hidung (allergic salute),
allergic crease garis melintang diatas dosumnasi.

allergic Crease

Allergic salute

allergic shiner

Rinosinusitis

Merupakan inflamasi mukosa sinus paranasal

Mengenai beberapa sinus : multisinusitis

Mengenai semua sinus : pansinusitis

Rinore, hidung tersumbat, konka


edema & hiperemis

KELAINAN PENGHIDU
Gangguan bersifat konduktif atau sensorineural.
Konduktif :
1.

Inflamasi, seperti pada rinitis, alergi, rinosinusitis

2.

memblokade ruang nasal, seperti polip hidung,


papiloma, dan keganasan

3.

Kelainan kongenital seperti: kista dermoid,


ensefalokel

4.

Riwayat laringektomi atau trakeoktomi; hilangnya


atau penurunan aliran udara yang menuju hidung
dan melewati membran olfaktorius.

Sensorineural
1.

Inflamasi saraf olfaktorius; infeksi virus, sarkoidosis,


granulomatosis Wegener, dan multiple sclerosis

2.

Kelainan kongenital tidak terbentuknya jaras saraf

3.

Gangguan endokrin

4.

Trauma kepala

5.

Obat-obatan berpengaruh pada saraf olfaktori, seperti


alkohol, nikotin, dan garam Zinc

6.

Usia tua, penurunan jumlah sel mitral pada bulbus


olfaktorius

7.

Penyakit degeneratif : penyakit Parkinson, penyakit


Alzheimer, dan lain-lain.

Sekret Mukopurulen
Reaksi radang ditandai dengan edema
pada KOM
Mukosa yang berhadapan saling bertemu
Silia tidak dapat bergerak & ostium
tersumbat
Akumulasi sekret
Media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri, sekret mukopurulen

Reaksi
inflamasi

Peningkata
n produksi
lendir yang
berlebihan

Post nasal
drip

Post nasal
drip

Mengandun
g bakteri

Faring
hiperemis &
bergranul

Sakit kepala & nyeri di


daerah mata

Sinusitis Maksila nyeri dibawah kelopak mata, alveolus


dan gigi. nyeri alih dirasakan pada dahi dan didepan
telinga.

Sinusitis etmoid nyeri pada kantus media , pangkal


hidung, belakang rongga mata, nyeri alih dirasakan pada
pelipis (parietal).

Sinusitis frontal nyeri daerah dahi atau dirasakan pada


seluruh kepala.

Sinusitis spenoid nyeri daerah verteks, oksipital, belakang


bola mata, dan daerah mastoid.

DIAGNOSIS & DD RHINITIS

DIAGNOSIS KERJA
Anamnesis :

Pemeriksaan Jasmani :

1.

Sakit kepala

1.

Kavum nasi menyempit

2.

Nyeri di daerah mata

2.

Konka edema

3.

Hidung tersumbat

3.

Hiperemis

4.

Banyak menghasilkan
ingus atau mukus

4.

Secret mukopurulen

5.

Suara sengau

5.

Septum defiasi negatif

6.

Demam

6.

7.

Sakit gigi

Pada tenggorok faring,


hiperemis, bergranul,
post nasal dip +

DIAGNOSIS BANDING
Rhinosinusit Sinusitis
Simptom
is
akut
Ada, tidak
Nyeri
terlalu
wajah
dominan
Ada, berat

Common
Migrai
Rinitis alergi
cold
ISPA bakteri
n
Jarang

Tidak ada

Waktu

Lebih dari 12
Tidak pasti,
minggu,
kambuh bila
biasanya 10 - 14 hari,
terpajan
hilang timbul <4minggu pajanan alergen 7-10 hari

Sekret

Kental, tebal,
banyak,
Kental,
putih-kuningputihhijau
kuning-hijau

Ada karena
Ada karena
sekret
Post
sekret sangat
sangat
nasal dip
kental
kental

Tidak ada

Kadang

10-14 hari

Bervari
asi

Agak
encer,
bening
-putih

Kental, putih- Tidak


kuning-hijau
ada

Jarang

Jarang

Ada

Tidak
ada

Encer, tipis,
bening

Demam

Kadang

Ada

Tidak ada

Kadang

Ada

Batuk

Kronik

Kronik

Kadang

Ada

Ada

Kadang
Tidak
ada

TATALAKSANA RHINITIS

PENATALAKSANAAN RHINITIS
ALERGI

* Tatalaksana
Rhinitis Alergi
menurut WHO,
ARIA 2001(dewasa)

Diagnosis Rhinitis Alergi


(anamnesisi, PJ, tes
kulit)
Penghindaran alergen

intermiten
ringan

Presisten/menetap

Sedang/berat

AH oral/topikal
Atau
AH +
dekongestan
oral

ringan

AH
oral/topikal,
arau
AH +
dekongestan
oral, atau
KS topikal
Gejala presisten

Evaluasi setelah 2-4 minggu

Sedang/berat

th gagal: maju 1
langkah
th berhasil: lanjutkan 1
bulan

Presisten/menetap

* Tatalaksana Rhinitis Alergi menurut


WHO, ARIA 2001(dewasa)

ringan

Sedang/berat

KS
Evaluasi setelah 2-4 minggu topikal
Tidak
ada
- Salah diagnosis
th mundur 1
- Nilai kepatuhan
langkah , diteruskan
pasien
untuk 1 bulan
- Komplikasi
- Faktor kelainan
anatomis
Gatal
Sumbatan
KS topikal
Rinore
hidung
hidung
ditingkatka
menetap
n
Ipratropiu
KS topikal
Dekongestan (3-5
m bromida
+ AH
hari)
membaik

Atau KS oral (jngk


pendek)
gagal

Konkoto
mi

Edukasi pada pasien


Rhinitis Alergi

Tekankan utk menjauhi alergen

Rekomendasikan obat alergi yang sesuai

Jelaskan tentang gejala alergi dan ESO

PENATALAKSANAAN
RHINOSINUSITIS

Tujuan terapi Rhinosinusitis:


1. Mempercepat penyembuhan

2. Mencegah komplikasi

3. Mencegah perubahan menjadi


kronik

Tindakan Operasi

Bedah Sinus Endoskopi


Fungsional
(BSEF / FESS)
Indikasi:
1. Sinusitis kronik yang tidak
membaik setelah terapi
adekuat
2. Sinusitis kronik disertai
kista, polip ekstensif
3. Adanya komplikasi, misal
sinusitis jamur

KOMPLIKASI & PROGNOSIS


RHINITIS

Komplikasi Rhinitis
Alergi

Otitis media dengan efusi

Sinusitis infektif

Penurunan kualitas hidup

Sinusitis Infektif
Sering didiagnosis
bersamaan dengan
rhinitis -> Rhinosinusitis
Gejala:
Tergantung pada
lokasi infeksi,
terdapat rasa tidak
nyaman
Kepala sakit dan
suara sengau
Hidung tersumbat

Otitis Media dengan


Efusi

Penurunan Kualitas
Hidup

Obstructive sleep apnea => tidur terganggu =>


Fatigue

Prognosis

Prognosis membaik bila:

Penderita menjauhi kontak dengan alergen

Bila terjadi komplikasi (infeksi), segera diobati dengan


antibiotik

DAFTAR PUSTAKA
Paulsen, Friedrich. 2010. Sobotta 23rd Edition. Jakarta.
Buku Kedokteran EGC.
Sherwood, Lauralee. 2010. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke
Sistem 6th Edition. Jakarta. Buku Kedokteran EGC.
Longo, Dan. 2010. Harrisons Principles of Internal
Medicine. USA. The McGraw-Hill Companies, Inc.

Anda mungkin juga menyukai