Anda di halaman 1dari 45

FARMASI INDUSTRI DAN

RETAIL
Dr. Febriyenti, S.Si, MSi,
Apt
KELOMPOK 1
ASTIKA
FEBRINA ISTI SYAPUTRI
IMANUDDIN RABBANI
RAHMI NASUTION

Farmasi ?
English : Pharmacy
Yunani : Pharmacon
merupakan salah satu bidang profesional kesehatanyang
merupakan kombinasi dariilmu kesehatandanilmu kimia,
yang mempunyai tanggung-jawab memastikan efektivitas
dan keamanan penggunaan obat.
Farmasi = Obat

Industri Farmasi?
Surat keputusan Menteri Kesehatan No.

1799/Menkes/XII/2010 : Badan usaha yang


memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk
melakukan kegiatan pembuatan obat jadi dan
bahan baku obat
Tempat apoteker melaksanakan tugas
kefarmasiaanya
Indikator kesejahteraan manusia

Retail Farmasi ?

Maruf 2005:7 Retail adalah kegiatan menjual barang


atau jasa kepada perorangan untuk keperluan sendiri,
keluarga.

Apakah sebatas
toko

Eceran atau Ritail :


(2003:388)
Dibagi menjadi dua :
Pengecer toko ( store stailing )
Pengecer bukan toko retailing ( non-store
stailing )

Contoh retail konvensional di


Apotek bidang kefarmasian :

Sumber : http://www.kiosbarcode.com/softwareapotek/

Contoh pasar ritel farmasi di


Indonesia :

PT KIMIA FARMA APOTEK yang memiliki 412


apotek di seluruh nusantara
Memiliki integrasi yang terpadu dengan klinik
kesehatan dan laboratorium klinik

Sumber : http://dlowongankerja.com/lowongankerja-2015-bumn-kimia-farma-terbaru-2015-finance-

A. Perkembangan Industri
Farmasi
A. Awal Kemunculan Industri Farmasi
.Felix Hoffman (1897) menemukan aspirin.

Lalu, terbentuk perusahaan industri farmasi


modern di dunia, yaitu Bayer.
.PD II banyak dibutuhkan obat massal seperti
TBC, hormon steroid, kontrasepsi, dan
narkotika.

Perkembangan industri farmasi di Indonesia


Pabrik farmasi pertama
: NV Chemicalien
Rathkamp & Co dan
Pharmaceutische
Handel Vereneging
pada tahun 1817

Nasionalisasi
perusahaan milik
Belanda seusai perang
kemerdekaan

Industri farmasi
modern pertama :
Pabrik Kina di
Bandung pada tahun
1896
Bovasta
Bandoengsche
Kinne Fabriek dan
Onderneming
Jodium menjadi PT
Kimia Farma
Centrale
Bulgelijike
Ziekeninrichringy
ang menjadi PT
Indofarma

kantor NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co


Sumber : http://www.eramuslim.com/berita/tahukahanda/batavia-loji-mason-pertama-di-asia.htm#.V7aNZjh6aaI

c. Serba Serbi Industri Farmasi di Indonesia

Apakah
peran
Industri
Farmasi
bagi
bangsa
Indonesia
?

Karakteristik Industri Farmasi di Indonesia :

Perum, badan hukum berbentuk persero


Memiliki investasi
Ada NPWP
Wajib memenuhi CPOB
Min memperkerjakan dua apoteker
Obat diedarkan jika telah mendapat izin dan
memenuhi persyaratan

Jenis Industri Farmasi :


1. Industri Padat Modal
yaitu industri yang dibangun dengan modal
yang jumlahnya besar untuk kegiatan
operasional maupun pembangunannya.
2. Industri Padat Karya
yaitu industri yang lebih dititik beratkan pada
sejumlah besar tenaga kerja atau pekerja dalam
pembangunan serta pengoperasiannya.

Potret Industri Farmasi Indonesia ( ITMA 2013 )


4 BUMN
178 Swasta Lokal
24 Multinasional

Perbandingan industri
farmasi Indonesia dengan
negara Asean lainnya

Indonesia merupakan pasar farmasi terbesar di


ASEAN tetapi tingkat konsumsi obat yang rendah.
Faktor yang menyebabkan tingkat konsumsi obat
rendah di Indonesia :
- Rendahnya daya beli
- Pola konsumsi yang berbeda dengan
negara lain. Misal : Di Malaysia,
pola penggunaan obat lebih
mengarah pada obat paten.
Dimana harga obat paten lebih
mahal dibandingkan obat
branded genetic.

Keadaan Industri Farmasi


Indonesia saat ini

Industri Farmasi
Menghadapi MEA
2015

2. Daya Saing
Memanfaatkan pasar baru

1. Penguasaan pasar.
-. Akan ada kenaikan pasar
karena
ada
kenaikan
iuran jamkesmas.
-. Banyak dibutuhkan obat
generic

3. Pajak, insentif, dan


pembinaan

Pencapaian Industri Farmasi Indonesia


-Mengalami pertumbuhan sebesar 9% ketika
dunia sedang mengalami perlambatan pada
tahun 2015
- Omset perdangan dari farmasi sebesar 62
Triliun pada tahun 2015 ( sumber : Ketua GPF
Indonesia )

Permasalahan yang dihadapi Industri Farmasi


Indonesia
1. Ketersediaan bahan baku

95% BAHAN
BAKU OBAT
ADALAH
IMPOR

2. Trend obat baru yang menurun


3. Regristasi pembutan obat di Indoneisa susah. Rata
rata membutuhkan waktu selama dua tahun

Upaya yang dilakukan untuk meminimalisir


permasalahan
- Pemerintah berencana membuka diri bagi
investasi asing agar segera mandiri dalam
pembuatan bahan baku obat yang pada
awalnya hanya 85%

- Beberapa dari GPF (gabungan pengusaha


farmasi) Indonesia mulai memroduksi bahan
baku sendiri dengan berkerja sama dengan
perusahaan di luar negeri

B. CPOP (Cara Pembuatan Obat


yang Baik
Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang selanjutnya
disingkat CPOB, adalah cara pembuatan obat yang
bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang
dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan
penggunaan. CPOB mencakup seluruh aspek produksi
dan pengendalian mutu. Sertifikat CPOB adalah
dokumen sah yang merupakan bukti bahwa industri
farmasi telah memenuhi persyaratan CPOB dalam
membuat satu jenis bentuk sediaan obat yang
diterbitkan oleh Kepala Badan.

Pedoman CPOB sesuai dengan BPOM memiliki 12 Aspek


yaitu:
1. Manajemen Mutu
Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat
diandalkan, diperlukan system Pemastian Mutu yang
didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar
serta menginkorporasi.
2. Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam
pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang
memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu
industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan
personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai
untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah
memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat.
Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta
memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan,
termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan
pekerjaannya.

3. Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk


pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak
yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan
baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata
letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk
memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan
kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan
perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran
silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang
dapat menurunkan mutu obat. Letak bangunan hendaklah
sedemikian rupa untuk menghindarkan pencemaran dari
lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah
dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan.
4. Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki
desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta
ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat
terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan untuk
memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat
mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran
dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu
produk.

5. Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang


tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek
pembuatan obat.
6. Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan
mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi
ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu
serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar.
Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil
yang kompeten. Penanganan bahan dan produk jadi,
seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel,
penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan,
pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai
dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu
dicatat. Seluruh bahan yang diterima hendaklah diperiksa
untuk memastikan kesesuaiannya dengan pesanan.

7. Pengawasan Mutu Pengawasan Mutu merupakan bagian yang


esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik untuk memberikan
kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen
semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan
keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal
pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan
Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta
termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang
memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah
dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk
diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan
memenuhi persyaratan.
8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Persetujuan Pemasok Tujuan
inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industry farmasi memenuhi
ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk
mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk
menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.

9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan


a.Penarikan kembali obat jadi.Penarikan kembali
obat jadi berupa penarikan kembali satu atau
beberapa batch. Hal ini dilakukan bila ada produk yang
mengalami masalah medis yang menyangkut fisik,
reaksi-reaksi alergi, efek toksik. Penanganan keluhan
dan laporan hendaknya dicatat dan ditangani,
kemudian dilakukan penelitian dan evaluasi. Indak
lanjut dilakukan berupa tindakan perbaikan, pnarikan
obat, dan dilaporkan kepada pemerintah yang
berwenang.
b.Obat kembalian.Obat kembalian dapat
digolongkan sebagai berikut : obat yang masih
memenuhi spesifikasi yang dapat digunakan, yang
dapat diolah ulang dan yang tidak dapatdiolah ulang.

10. Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap
personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena
hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi
Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan
harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis.
11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui
dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan
produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis
antara Pembuat Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas karena
menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.

12. Kualifikasi dan Validasi. CPOB mensyaratkan Industri Farmasi untuk


mengidentifikasi validasi
yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari
kegiatan yang
dilakukan. Seluruh kegiatan validasi hendaknya direncanakan. Unsur utama
program
validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana
Induk
Validasi (RIV) atau dokumen yang setara. RIV hendaklah dokumen yang singkat,
tepat dan jelas.

C. Kemasan Obat
Klasifikasi kemasan berdasarkan struktur sistem

kemas (kontak produk dengan kemasan)


a. Kemasan primer, yaitu kemasan yang langsung
mewadahi atau membungkus bahan yang dikemas.
Misalnya kaleng susu, botol minuman, strip/blister,
ampul, vial dan lain-lain.
b. Kemasan sekunder, yaitu kemasan yang fungsi
utamanya melindungi kelompok-kelompok kemasan lain.
Misalnya kotak kardus untuk wadah susu dalam kaleng,
kotak kayu untuk buah yang dibungkus dan sebagainya.
c. Kemasan tersier (kuartener) yaitu kemasan untuk
mengemas setelah kemasan primer, atau sekunder.
Kemasan ini digunakan untuk pelindung selama
pengangkutan. Misalnya obat yang sudah dibungkus
dimasukkan kedalam kardus kemudian dimasukkan
kedalam kotak dan setelah itu kedalam peti kemas

MACAM-MACAM KEMASAN OBAT :


1. Strip packaging (Kemasan Strip)

Strip packaging merupakan teknik pengemasan


yang sudah berlangsung lebih dari seperempat
abad. Semua solid form dibidang farmasi
termasuk pill, tablet, capsul, lozenges, dikemas
dengan system ini. Tetapi yang paling umum
menggunakan cara ini adalah tablet dan capsul.

2. Blister pack (Kemasan Blister)

Kemasan Blister
Bentuk kemasan ini mampu menyediaakan
perlindungan yang sangat baik terhadap
keadaan sekitarnya, disertai dengan penampilan
estetis yang menyenangkan dan efisien. Juga
memberikan kemudahan pemakaian, aman
terhadap anak-anak dan tahan terhadap usaha
pemalsuan.

3. Pengemasan bulk produk

Kemasan Bulk
Kemasan ini dapat dibuat dengan berbagai cara,
tetapi biasanya dibentuk dengan menumpuk
produk seperti sandwich di antara lapisan tipis
plastik yang dapat diberi bentuk dengan panas,
dapat memanjang atau dapat mengerut dengan
pemanasan dan bahan yang kaku untuk bagian
belakangnya.

4. Pengikat (pipa) yang Mengerut

Konsep ini menggunakan sifat polimer yang


dapat mengembang dan mengerut karena
pemanasan, biasanya PVC. Polimer yang dapat
mengerut karena panas diproses sebagai pipa
terarah dalam diameter sedikit lebih besar dari
tutup dan lingkar leher botol yang akan disegel

5. Pembungkus Lapisan Tipis

Pembungkus dari lapisan tipis telah digunakan


secara luas selama bertahun-tahun untuk produk
yang memerlukan kemasan yang utuh, atau
perlindungan terhadap keadaan sekelilingnya.
Pembungkus Lapisan Tipis dikategorikan dalam
tipe-tipe berikut:
Pembungkus yang ujungnya dilipat
Pembungkus yang disegel seperti sirip ikan
Pembungkus yang dapat mengerut

6. Kertas Timah, Kertas, atau Kantung


Plastik

Kantung yang fleksibel adalah konsep kemasan


yang tidak hanya mampu menyediakan
kemasan yang tahan gangguan, tetapi melalui
seleksi bahan yang sesuai, juga menyediakan
kemasan yang dapat memberi perlindungan
yang sangat ampuh terhadap keadaan
sekitarnya.

7. Pengemasan kaleng (botol)


Syarat-syarat pengaturan, membutuhkan
panduan USP/NF yang mencakup
pengalengan(botol) dan penutupan,
memberikan petunjukan pengemasan dengan
bentuk-bentuk takaran bubuk dalam
pengalengan takaran yang banyak. Seorang ahli
obat-obatan seharusnya tidak mengemas
kembali sebuah produk dalam pengalengan
yang lemah pertahanan. Pengalengan
seharusnya bersih dan aman untuk menjamin
identitas kekuatan, kualitas dan kemurnian dari
produk-produk obat-obatan untuk ketahanan
hidup.

D. PBF
Pedagang Besar Farmasi adalah salah satu fasilitas

distribusi sediaan farmasi. PBF bisa saja membuka cabang


yang disebut PBF cabang di beberapa tempat dengan
syarat PBF cabang tersebut mendapat pengakuan dari
kepala dinas kesehatan provinsi setempat
Beberapa hal berkaitan dengan Perizinan PBF dan/ atau
PBF cabang adalah:
1. Izin PBF dikeluarkan oleh Dirjen Bidang Pembinaan dan
Pengawasan
2. Izin PBF berlaku selama 5 tahun dan boleh diperpanjang
3. PBF boleh membuka cabang yang disebut PBF cabang
4. PBF cabang harus mendapat surat pengakuan dari Ka.
Dinkes Provinsi setempat dimana PBF
cabang berada
5. Pengakuan PBF cabang berlaku selama izin PBF cabang
berlaku.

Persyaratan untuk mendapatkan izin PBF adalah:


1. Merupakan badan usaha (Baik Perseroan Terbatas atau
Koperasi)
2. Memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
3. Memiliki secara tetap apoteker WNI sebagai apoteker
penanggung jawab
4. Komisaris/ dewan pengurus dan direksi/pengurus tidak
pernah terlibat baik secara langsung
ataupun tidak langsung dalam pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi
5. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk
dapat melaksanakan Pengadaan,
Penyimpanan, dan penyaluran obat dan untuk menjamin
kelancaran pelaksanaan tugas dan
fungsi PBF
6. Menguasai gedung sebagai tempat penyimpanan dengan
perlengkapan yang dapat menjamin
mutu keamanan obat
7. memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dengan
ruangan lain.
8. membayar biaya permohonan izin PBF.

Izin PBF tidak berlaku bila:

1. Masa berlaku izin sudah habis dan tidak


diperpanjang
2. PBF sedang dikenai sanksi penghentian
sementara kegiatan
3. Izin PBF dicabut
Pengakuan PBF cabang tidak berlaku bila:
1. Masa berlaku izin PBF habis dan tidak
diperpanjang
2. PBF cabang sedang dikenai sanki
penghentian sementara kegiatan
3. Pengakuan dicabut.

PBF ada 2 macam yaitu PBF obat dan PBF

bahan baku obat. Menurut PP no. 51 Tahun


2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang
dimaksud Fasilitas distribusi adalah sarana
yang digunakan untuk menyalurkan atau
mendistribusikan sediaan farmasi dalam
rangka perdagangan, bukan perdagangan atau
pemindahtanganan.

Kewajiban PBF dan PBF cabang


( Berkaitan dengan apoteker ) :
1. PBF atau PBF cabang harus memiliki apoteker penanggung jawab dalam melakukan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan obat.
2. Apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang
undangan
3. Apoteker tidak boleh merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus PBF atau PBF cabang
4. Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus PBF atau PBF cabang
harus
melaporkan kepada Dirjen atau KA. Dinkes Provinsi selambat-lambatnya enam hari kerja.
( Berkaitan dengan CDOB)
5.PBF atau PBF cabang dalam melaksanakan Pengadaan, penyimpanan dan penyaluran
obat atau
bahan obat harus menerapak CDOB yang ditetapkan oleh Menteri
6. Penerapan CDOB mengikuti pedoman teknis CDOB yang ditetapkan oleh kepala badan
7. PBF atau PBF cabang yang telah menerapkan CDOB diberikan sertifikat CDOB oleh kepala
badan
( Berkaitan dengan dokumentasi)
8. PBF atau PBF cabang wajib mendokumentasikan setiap pengadaan, penyimpanan,
penyaluran
obat dan atau bahan obat sesuai pedoman CDOB
9. Dokumentasi boleh dilakukan secara elektronik
10. Dokumentasi harus dapat diperiksa setiap saat oleh petugas
( Berkaitan dengan larangan )
11. PBF atau PBF cabang dilarang menjual obat dan atau bahan obat secara eceran
12. PBF atau PBF canbang dilarang menerima/melayani resep

PBF dan PBF cabang hanya bisa menyalurkan obat kepada:


1. PBF lain
2. PBF cabang lain
3. Fasilitas pelayanan kefarmasian:
Apotek
Klinik
Puskesmas
Toko obat
Praktek bersama
Instalasi Farmasi Rumah sakit
4. Pemerintah, bila pemerintah membutuhkan sesuai ketentuan
peraturan yang berlaku
5. PBF cabang hanya bisa menyalurkan obat dialam batas
wilayah provinsi pengakuannya
6. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Untuk PBF bahan baku obat memiliki kewajiban tambahan yaitu:
1. Laboratorium, yang mempunyai kemampuan untuk melakukan
pengujian bahan baku obat
sesuai ketentuan yang ditetapkan dirjen.
2. Gudang khusus tempat penyimpanan

PBF atau PBF cabang menyalurkan obat berdasarkan


pesanan yang di apoteker pengelola apotek atau
apoteker penanggung jawab. Dikecualikan untuk
pesanan untuk kepentingan lembaga ilmu pengetahuan,
surat pesanan ditandatangani oleh pimpinan lembaga.
UNtuk peyaluran obat atau bahan obat berupa obat
keras, surat pesanan harus ditandatangai oleh apoteker
penanggung jawab atau apoteker pengelola apotik. PBF
atau PBF cabang yang melakukan pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran narkotik harus memiliki
izin khusus sesuai peraturan perundang undangan. PBF
atau PBF cabang yang melakukan pegubahan kemasan
dari kemasan aslinya atau pengemasan kembali terhdap
kemasan aslinya dari bahan obat wajib melakukan
pengujian mutu dan wajib memiliki ruang pengemasan
kembali.

Penyelenggaraan
PBF hanya boleh melakukan pengadaan obat
dari industri farmasi atau PBF lain
PBF hanya boleh melakukan pengadaan bahan
obat dari industri farmasi atau PBF lain dan atau
melalui importasi. Importasi harus dilakukan
sesuai ketentuan peraturan perundang
undangan.
PBF cabang hanya boleh melakukan pengadaan
obat dan atau bahan obat dari PBF pusat.
PBF bisa berfungsi sebagai tempat pendidikan
dan pelatihan.

Gudang
Gudang dan kantor PBF atau PBF cabang boleh
terpisah selama tidak mengurangi efektivitas
pengawasan internal oleh direksi /pengurus dan
penanggung jawab, dan gudang tersebut harus
memiliki seorang apoteker penanggung jawab.
PBF boleh melakukan penambahan gudang atau
perubahan gudang dengan syarat mendapat
persetujuan dari Dirjen Bidang Pembinaan Kefarmasian
dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan. Gudang
tambahan hanya melaksanakan penyimpanan dan
penyaluran sebagai bagian dari PBF atau PBF cabang.
PBF cabang juga boleh melakukannya bila mendapat
persetujuan dari Ka. Dinkes Provinsi setempat.

Pelaporan
Setiap PBF atau PBF cabang wajib membuat laporan setiap 3 bulan
sekali yang ditujukan kepada dirjen dengan tembusan kepala badan
POM, Ka. Dinkes Provinsi, Kepala Balai POM.
Kecuali untuk PBF atau PBF cabang yang menyalurkan Narkotika dan
psikotropika wajib membuat laporan bulanan penyaluran Narkotika dan
Psikotropika sesuai peraturan perundang-undangan

Pembinaan
1. Pemerintah, Pemda, atau Pemkot melakukan pembinaan terhadap
segala kegiatan yang
berhubungan dengan peredaran obat dan bahan obat.
2. Pembinaan bertujuan untuk:
Menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat atau
bahan obat untuk upaya
kesehatan
Melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan obat atau bahan obat
yang tidak tepat, atau
tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan.
Untuk mendapatkan daftar kontak dan alamat PBF di Indonesia,
silakan langsung kontak ke
admin blog di : bisnisfarmasi@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai