Anda di halaman 1dari 25

Indikasi

Primer
Gangguan Depresi Mayor
Mania
Skizofrenia

Sekunder
Katatonia
Penyakit Parkinson
Sindrom Neuroleptik Maligna
Delirium

Gangguan Depresi Mayor


Pencobaan bunuh diri dengan resiko
melakukan bunuh diri.
Gejala-gejala psikotik
Penurunan keadaan fisik karena komplikasi
depresi, seperti intake oral yang menurun.
Respon yang minimal setelah pengobatan.
Riwayat terapi ECT dengan hasil yang baik
Merupakan pilihan pasien

Manik
ECT diangap sama efektifitasnya dengan
lithium atau mungkin lebih ungul untuk
penanganan episode manik akut
Beberapa data menyatakan bahwa
pemasangan elektrode bilateral selama ECT
lebih efektif, dengan pemasangan unilateral
pada terapi episode manik.

Tetapi, terapi farmakologis untuk


episode manik adalah sangat efektif
dalam jangka pendek dan untuk
profilaksis sehingga pemakaian ECT
untuk terapi episode manik biasanya
terbatas
pada
situasi
dengan
kontraindikasi spesifik untuk semua
pendekatan farmakologis.

Skizofrenia
ECT merupakan terapi yang efektif
untuk gejala skizofrenia akut dan
tidak untukgejala skizofrenia kronis.
Pasien skizofrenia dengan gejala
afektif
dianggap
paling
besar
kemungkinannya
berespons
terhadap

Pemberian ECT pada pasien


skizofrenia diberikan bila terdapat:
Gejala-gejala positif dengan onset
yang akut.
Katatonia
Riwayat terapi ECT dengan hasil
yang baik.

Indikasi Sekunder ECT


Katatonia
Katatonia merupakan suatu gejala yang
berkaitan dengan gangguan mood,
skizofrenia, dan gangguan medis dan
neurologis yang efektif diberikan terapi ECT.
Penyakit Parkinson
ECT dapat bermanfaat bagi penyakit
parkinson, khususnya berkaitan denganonoff phenomenon atau fenomena nyalamati.

Sindrom Neuroleptik Maligna


ECT dapat bermanfaat pada sindrom
neuroleptik maligna dengan
mengehntikan semua obat anti psikosis
yang diberikan dan pasien harus dalam
keadaan tenang sebelum dilakukan ECT
pada pasien tersebut.
Delirium
Pemberian ECT juga bermanfaat bagi
pasien dengan delirium.

Kontra Indikasi
Penyakit kardiovaskuler yang berat dan tidak
stabil, seperti infark miokard, unstable
angina, gagal jantung, penyakit katup jantung
yang berat termasukstenosis aorta yang
berat.
Malformasi vaskuler dan aneurisma yang
dapat rupture dengan peningkatan tekanan
darah.6Hal ini dapat disebabkan terapi
elektrokonvulsi
dapat
menyebabkan
peningkatan tekanan darah sementara,
sehingga hipertensi harus dikontrol, paling
tidak sebelum setiap pengobatan.

Peningkatan tekanan intracranial karena


adanya tumor otak atau lesi desakruang
pada cerebri.Hal ini dikarenakan terapi
elektrokonvulsi
dapat
menyebabkan
peningkatan tekanan intracranial.
Infark cerebri.
Gangguan pernapasan seperti, penyakit
paru
obstruksi
kronik,
asma,
dan
pneumonia.6 Hal ini dikarenakan pasien
dengan kelainan pernapasan tidakmampu
mentolelir efek anestesi umum singkat.

Prosedur Kerja
Persiapan ECT
1. Persetujuan Tertulis
Persetujuan
tertulis
harus
dilakukan
sebelum
pelaksanaan
ECT. Psikiater, pasien dan keluarga pasien, harus
membahas:

Sifat dan keseriusan dan gangguan mental


Kemungkinan perjalanan penyakit dengan dan tanpa ECT.
Sifat prosedur
Kemungkinan resiko dan manfaat (termasuk penjelasan
mengenaikebingungan pasca-pengobatan dan gangguan
fungsi memori).
Pilihan pengobatan alternative (termasuk pilihan tanpa
pengobatan).

2.Rekam Medis
Rekam medis yang teliti harus disimpan oleh psikiater
dan
rumah sakitatau klinikyang melakukan ECT. Hal ini
meliputi:
Sifat dan riwayat keadaan yang menyebabkan
dipertimbangkannya ECT.
Perincian pengobatan sebelumnya, termasuk respons
terapeutik dan reaksi berlawanan.
Alasan untuk memilih ECT.
Perincian dari semua pembahasan yang relevan untuk
mengizinkan ECT.
Formulir persetujuan dengan tanda tangan pasien dan atau
keluarga atau wali jika memang sesuai.
Pendapat konsultan yang ditandatangani, jika hal ini diminta.

Evaluasi Pra Pengobatan


ECT berefek stress pada susunan
kardiovaskuler,pernapasan,muskuloskel
et,sehinnga perlu :
Pemeriksaan fisik dan riwayat medis
standar (termasuk pemeriksaanneurologis).
Uji darah dan kemih (sesuai riwayat
pemeriksaan, tetapi termasuk elektrolit dan
urinalisis rutin).
Elektrokardiogram.

Pada keadaan (contohnya, adanya peenyakit


skelet atauriwayat ECT), harus didapatkan foto
rontgen torakolumbal. Pada kasus dugaan
penyakit
cranial
dan
intracranial,
elektroensefalogram
(EEG)
dan
atauskan
tomografi komputasi kepala merupakan hal yang
sesuai.
Sebelum prosedur ini pasien harus dievaluasi oleh
seorang
anastesis
ataudokter
yang
berpengalaman dalam penggunaan anesthesia,
untukmengevaluasi
sepenuhnya
resiko
anesthesia dan kemungkinan interaksi obatuntuk
setiap individu.

Pada hakekatnya pasien harus bebas


litium, karena litium meningkatkan
sekuele susunan saraf pusat dari ECT
dan memperpanjang aksi obatobatan neuromuskuler

Prosedur Kerja
A. harus diperlengkapi peralatan dan medikasi untuk
resusitasi
kardiopulmoner.
Elektrokardiogram,
tekanan darah, nadi, dan pernapasan harus
dipantau selama prosedur.
B. Kepada pasien tidak boleh diberikan sesuatu per
oral selama 8-12 jam sebelum setiap pengobatan,
dan segera setalah prosedur, staf harus berusaha
agar pasien sepenuhnya mengosongkan rectum
dan kandung kemihnya.
C. Untuk mencegah bradikardia terkait pengobatan
dan
untuk
memperkecil sekresi, seringkali
diberikan obat antikolinergik (0,6 hingga 1,2 mg
atropineatau 0,2-0,4 mg glikopirolat) secara
intramuskuler atau subkutan dalam waktu30
menit.

D. Akses venosa perifer harus dimulai


dan dipertahankan hingga pasien
pulihsepenuhnya. Tepat sebelum
memulai pengobatan harus dilakukan
pemeriksaan gigi, untuk melepaskan
semua perlengkapan gigi atau untuk
mencatat adanya gigi yang longgar
atau gompel.

E. Anesthesia ringan untuk memperkecil efek


samping yang berlawanan dari anestesi maupun
kecenderungan
obat-obatan
yang
biasa
digunakan untukmeningkatkan ambang kejang
Anestetik yang biasa digunakan adalah
F. metoheksital (0,5-1,0 mg/kg) atau tiopental (3
mg/kg). kadang-kadang etomidat (0,15-0,30
mg/kg) atau digunakan ketamin intramuskuler (610 mg/kg).
G. Pada pasien harus diberi ventilasi melalui masker
dengan oksigen100 % sejak mulai timbul anestesi
hingga pulihnya pernapasan spontan yang
adekuat.

H.Setelah timbul efek anestetik, diberi


perelaksasi otot suksinilkolin (0,51,5mg/kg). Tujuannya adalah relaksasi
cukup untuk menghentikan sebagian
besar tetapi tidak seluruh pergerakan
iktal tubuh, kecuali pada beberapa
kasus penyakit mukuloskeletal atau
penyakit jantung dimana diperlukan
relaksasi otot total.

Pemantauan kejang dapat dicapai melalui


teknik EEG dan atau melalui teknik
manset. Dengan hal ini, suatu manset
tensimeter ditempatkan pada lengan
atau tungkai pasien dan inflasi hingga
tekanan yang lebih besar dari
padasistolik sebelum menyuntikkan
suksinilkolin. Hal ini memungkinkan
terjadinya gerakan konvulsif tidak
termodifikasi dari ekstremitas tersebut
dan ditentukan waktunya.

Penempatan Elektroda
Pada ECT bilateral
kedua electrode dapat ditempatkan secara
bifrontotemporal, dengan masing-masing sekitar 2
inci diatas titik tengah garis yang ditarik dari
meatus akustikus eksternus ke sudut lateral mata.
Pada ECT unilateral
kedua electrode ditempatkan diatas hemisferum
non dominan. Satu ditempatkan diatas area
frontotemporal, seperti untuk ECT bilateral,
sementara yang lain biasanya ditempatkan pada
kulit kepala sentroparietal nondominan, tepat
lateral dari vertekgaris tengah. Jarak antara titik
tengah dua electrode sekitar 4,5 inci.

Stimulus Listrik dan


Kejang
Ambang kejang dan lamanya sangat
bervariasi
diantara
pasien
dan
kemungkinan sukar untuk ditentukan.
Tujuannya ialah untuk mencapai kejang
antara 25-60 detik dengan menggunakan
jumlah energy listrik terkecil.
Kejang yang lebih besar dari 60
detiksering menunjukkan bahwa stimulus
adalah ambang supra dan harus dikurangi
pada saat pengobatan berikutnya.

Jika tidak terjadi kejang, stimulasi harus segera


diikuti dengan stimulasi berulang pada intensitas
stimulus yang lebih tinggi.
Pada kejang yang berlangsung kurang dari 25
detik, stimulus harus diulang sekali. Jika hal ini
menghasilkan suatu kejang yang pendek, maka
intensitas stimulus harus ditingkatkan, dan harus
diberikan stimulus ketiga. Jika stimulasi gagal
untukmenimbulkan kejang yang adekuat, maka
saat pengobatan harus diakhiri. Karena keadaan
refrakter terhadap kejang berikut yang terjadi
setelah kejang, maka harus dibiarkan berlalu inte
rval 60 hingga 90 detik sebelum mengulangi
stimulasi, selama waktu ini pasien harus diventilasi
dengan oksigen.4

Jumlah dan Jarak


Pengobatan ECT
Jumlah
pengobatan
dalam
suatu
rancangan bervariasi dan harus ditentukan
berdasarkan respon klinis. Keputusan
untuk mengehentikan rancangan ECT
biasanya didasarkan atas pencapaian
respon maksimal atau tidak adanya
perbaikan bermakna setelah sejumlah
pengobatan tertentu. Enam sampai dua
belas kali pengobatan biasanya efektif,
walaupun
beberapa
pasien
mungkin
memerlukan 20-25 pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai