Anda di halaman 1dari 20

Corporate Social

Responcibility
Fetty. Arisandi. S.I.Kom

Apa pentingnya melakukan CSR?

Philip Kotler, dalam buku CSR: Doing the Most Good for Your
Company and Your Cause, membeberkan beberapa alasan
tentang perlunya perusahaan menggelar aktivitas CSR..

Yaitu..
membangun positioning merk, mendongkrak penjualan,
memperluas pangsa pasar, meningkatkan loyalitas karyawan,
mengurangi biaya operasional, serta meningkatkan daya tarik
korporat di mata investor.

Pendapat Milton Friedman yang menyatakan bahwa tujuan utama


korporasi adalahmemperoleh profit semata, semakin ditinggalkan.
Sebaliknya, konsep triple bottom line (profit, planet, people) yang
digagas John Elkington semakin masuk ke mainstream etika bisnis
(Suharto, 2007a)

Dengan konsep ini memberikan pemahaman bahwa suatu


perusahaan dikatakan baik apabila perusahaan tersebut tidak
hanya memburu keuntungan belaka (profit), melainkan pula
memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan
kesejahteraan masyarakat (people).(dalam Rahmatullah,2011)

Penggagas

Howard Rothmann Bowen menggagas istilah CSR pada tahun 1953


dalam tulisanya berjudul Social Responcibility of the Businesman.

CSR berakar dari etika yang berlaku di perusahaan dan di


masyarakat.

Perusahaan yang mengedepankan konsep ini akan lebih


menekankan pembangunan sosial dan pembangunan kapasitas
masyarakat sehingga akan menggali potensi masyarakat lokal
yang menjadi modal sosial perusahaan untuk maju dan
berkembang.

Pengertian CSR

The European Commission menebutkan CSR adalah konsep


perusahaan yang mengintergrasikan kepedulian sosial dan
lingkungan ke dalam oprasi bisnis serta interaksinya dengan
stakeholders secara suka rela (Fenwick, T, 2004)

menurut Edi Suharto, adalah kepedulian perusahaan yang


menyisihkan sebagian keuntungannya (profit) bagi kepentingan
pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet) secara
berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure) yang tepat dan
profesional.

Reza Rahman memberikan 3 (tiga) definisi CSR sebagai berikut:

1.

Melakukan tindakan sosial

2.

Komitmen usaha untuk bertindak secara etis

3.

Komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan


ekonomi berkelanjutan

Menurut defenisi The Jakarta Consulting Group, CSR diarahkan baik


ke dalam (internal) maupun keluar (eksternal) perusahaan.

- Tanggung jawab internal (Internal Responsibilities) diarahkan kepada


pemegang saham dalam bentuk profitabilitas yang optimal dan
pertumbuhan perusahaan, termasuk juga tanggung jawab yang
diarahkan kepada karyawan terhadap kontribusi mereka
kepadaperusahaan berupa kompensasi yang adil dan peluang
pengembangan karir.
- Sedangkan tanggung jawab eksternal (External Responsibilities)
berkaitan dengan peran serta perusahaan sebagai pembayar pajak
dan penyedia lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan
kompetisi masyarakat, serta memelihara lingkungan bagi
kepentingan generasi mendatang.

Lahirnya CSR dipengaruhi oleh fenomena DEAF (yang dalam


Bahasa Inggris berarti tuli) didunia industri. DEAF adalah akronim
dari Dehumanisasi, Emansipasi, Aquariumisasi, dan Feminisasi
(Suharto, 2007a: 103-4):
Dehumanisasi

industri. Efisiensi dan mekanisasi yang semakin


menguat di dunia industri telah menciptakan persoalanpersoalan kemanusiaan
Emansipasi

hak-hak publik. Masyarakat kini semakin sadar akan


haknya untuk meminta pertanggung jawaban perusahaan atas
berbagai masalah social yang seringkali ditimbulkan oleh
beroperasinya perusahaan.
Aquariumisasi

dunia industri. Dunia kerja kini semakin


transparan dan terbuka laksana sebuah akuarium.
Feminisasi

dunia kerja. Semakin banyaknya wanita yang


bekerja semakin menuntut penyesuaian perusahaan

Dalam prakteknya, upaya CSR dapat ditelaah dan dilakukan


dengan mengacu pada tiga sisi yaitu (Kartasasmita, 1996):
Enabling.

Adalah menciptakan suasana atau iklim yang


memungkinkan potensi masyarakat berkembang
Empowering.

Adalah memperkuat potensi atau daya yang


dimiliki oleh masyarakat
Protecting.

melindungi.

Memberdayakan mengandung pula arti

Manfaat CSR
Wibisono (2007, hal 99) menguraikan manfaat yang akan diterima
dari pelaksanaan CSR, diantaranya:
Bagi

Perusahaan

1.keberadaan

perusahaan dapat tumbuh dan berkelanjutan dan


perusahaan mendapatkan citra yang positif dari masyarakat luas.
2.perusahaan

lebih mudah memperoleh akses terhadap modal

(capital)
3.perusahaan

dapat mempertahankan sumber daya manusia


(human resources) yang berkualitas.
4.perusahaan

dapat meningkatkan pengambilan keputusan pada


hal-hal yang kritis (critical decision making) dan mempermudah
pengelolaan manajemen risiko (risk management),

Bagi masyarakat

praktik CSR yang baik akan meningkatkan nilai-tambah adanya perusahaan di


suatu daerah karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan kualitas sosial
di daerah tersebut.

Bagi lingkungan

praktik CSR akan mencegah eksploitasi berlebihan atas sumber daya alam,
menjaga kualitas lingkungan dengan menekan tingkat polusi dan justru
perusahaan terlibat mempengaruhi lingkungannnya,

Bagi negara

praktik CSR yang baik akan mencegah apa yang disebut corporate misconduct
atau malpraktik bisnis seperti penyuapan pada aparat negara atauaparat
hukum yang memicu tingginya korupsi. Selain itu, negara akan menikmati
pendapatan dari pajak yang wajar (yang tidak digelapkan) oleh perusahaan.

Pandangan Perusahaan Terhadap CSR


Pertama, Sekedar basa basi dan keterpaksaan,
artinya CSR dipraktekkan lebih karena faktor eksternal, baik karena
mengendalikan aspek sosial (social driven)maupun mengendalikan
aspek lingkungan (environmental driven).
Kedua, Sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban (compliance).
CSR diimplementasikan karena memang ada regulasi, hukum dan
aturan yang memaksanya. Misalnya karena ada kendali dalam aspek
pasar (market driven).
Ketiga, Bukan sekedar kewajiban (compliance),
Kegiatan CSR yang dilakukan lebih dari sekdar kewajiban (beyond
compliance)atau (compliance plus). Diimplementasikan karena
memang ada dorongan yang tulus dari dalam (internal driven).

BIAS-BIAS CSR
tidak semua perusahaan mampu menjalankan CSR secara otentik
sesuai filosofi dan konsep CSR yang sejati. Tidak sedikit
perusahaan yang terjebak oleh bias-bias CSR berikut ini:
Kamuflase

Perusahaan melakukan CSR tidak didasari oleh komitmen,


melainkan hanya sekadar menutupi praktik bisnis yang
memunculkan ethical questions.
Generik.

Program CSR terlalu umum dan kurang fokus karena dikembangkan


berdasarkan template atau program CSR yang telah dilakukan
pihak lain. Perusahaan yang impulsif dan pelit biasanya malas
melakukan inovasi dan cenderung melakukan copy-paste

Lip Service

CSR tidak menjadi bagian dari strategi dan kebijakan


perusahaan. Biasanya, program CSR tidak didahului oleh
needs assessment dan hanya diberikan berdasarkan belaskasihan (karitatif).

Kiss and Run

Program CSR bersifat sementara dan tidak berkelanjutan.


Alhasil, CSR tidak dapat merespon kebutuhan masyarakat
dan kurang menyentuh perhatian publik. Salah satu
karakter dasar CSR, yakni pemberdayaan masyarakat,
menjadi semakin jauh dari pencapaian tujuan CSR.

Pelaksanaan CSR yang terjebak bias-bias di atas dapat mengubah


singkatan dan makna CSR menjadi:
Candu.

CSR yang sebelumnya dimaksudkan untuk memberdayakan


masyarakat, malah hanya menciptakan ketergantungan masyarakat
sebagai penerima program;
Sandera.

CSR yang tadinya merupakan wujud kepedualian sosial


perusahaan kepada masyarakat, bergeser menjadi strategi masyarakat
untuk menyandera perusahaan dan menjadikannya sapi perahan.
Racun.

CSR yang tadinya untuk membangun citra perusahaan dan


meningkatkan kesejahteraan masyarakat, berubah menjadi racun yang
bukan saja merusak reputasi perusahaan.

Menurut Wibisono (2007) ada dua pola yang


umumnyadigunakan perusahaan dalam melakukan kegiatan
CSR
1.Self managing
Pola

keterlibatan secara langsung dan melalui yayasan atau


organisasi sosial perusahaan.
2.Outsourcing

OutsourcingMemiliki dua pola,


bermitra

dengan pihak lain, LSM, instansi pemerintah,


universitas, media massa, dan lain sebagainya.
bergabung

atau mendukung kegiatan bersama baik yang


jangka pendek atau jangka panjang.

Good CSR
CSR yang baik memadukan empat prinsip good corporate governance
yakni fairness, transparency, accountability dan responsibility,
secara harmonis. Ada perbedaan mendasar diantara keempat prinsip
tersebut (Supomo, 2004).
Tiga prinsip pertama cenderung bersifat shareholders-driven, karena
lebih memerhatikan kepentingan pemegang saham perusahaan.
fairness

bisa berupa perlakuan yang adil terhadap pemegang saham


minoritas
transparency menunjuk pada penyajian laporan keuangan yang
akurat dan tepat waktu

accountability

diwujudkan dalam bentuk fungsi dan kewenangan


RUPS, komisaris, dan direksi yang harus dipertanggung jawabkan.

responsibility lebih mencerminkan stakeholders-driven,


karena lebih mengutamakan pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan.
Stakeholders perusahaan bisa mencakup karyawan beserta
keluarganya, pelanggan, pemasok, komunitas setempat
dan masyarakat luas, termasuk pemerintah selaku
regulator.

Disini, perusahaan bukan saja dituntut mampu


menciptakan nilai tambah (value added) produk dan jasa
bagi stakeholders perusahaan, melainkan pula harus
sanggup memelihara kesinambungan nilai tambah yang
diciptakannya itu (Supomo, 2004).

Terdapat tahapan-tahapan yang harus dilakukan ketika perusahaan akan


melakukan program CSR, menurut Wibisono (2008), setidaknya terdapat empat
tahap, diantaranya:
1.Tahap perencanaan
Perencanaan terdapat tiga langkah utama, yaituawareness building,
CSRAssessment, dan CSRmanual building.
2.Tahap Implementasi
Perencanaan sebaik apapun tidak akan berarti dan tidak akan berdampak
apapun bila tidak diimplementasikan dengan baik.
3. Tahap Evaluasi
Setelah program diimplementasikan langkah berikutnya adalah evaluasi
program

Anda mungkin juga menyukai