Anda di halaman 1dari 46

SULAWESI

Kelompok : 4

Anggota :
Ari Nuryaddin Putra (410012045)
Dionisius Karolus Shila (410012215)
Ari Rusmawan (410012218)

Sulawesi atau celebes terletak di bagian tengah wilayah


kepulauan Indonesia dengan luas wilayah 174.600 km. Sulawesi
dan sekitarnya merupakan daerah yang kompleks karena
merupakan tempat pertemuan tiga lempeng besar yaitu;
lempeng Indo-Australia yang bergerak ke arah utara, lempeng
Pasifik yang bergerak ke arah barat dan lempeng Eurasia yang
bergerak ke arah selatan-tenggara serta lempeng yang lebih
kecil yaitu lempeng Filipina.

Gambar Peta Geologi Sulawesi (Hall and Wilson,


2000)

Mandala Barat (West & North Sulawesi Volcano-Plutonic Arc)


Mandala barat memanjang dari lengan utara sampai dengan lengan
selatan pulau Sulawesi. Secara umum busur ini terdiri dari batuan
volkanik-plutonik berusia Paleogen-Kuarter dengan batuan sedimen
berusia mesozoikum-tersier dan batuan malihan. Van Leeuwen (1994)
menyebutkan bahwa mandala barat sebagai busur magmatik dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu bagian utara dan barat. Bagian utara
memanjang dari Buol sampai sekitar Manado, dan bagian barat
dari Buol sampai sekitar Makassar. Batuan bagian utara bersifat riodasitik
sampai andesitik, terbentuk pada Miosen - Resen dengan batuan dasar
basaltik yang terbentuk pada Eosen - Oligosen. Busur magmatik bagian
barat mempunyai batuan penyusun lebih bersifat kontinen yang terdiri
atas batuan gunung api - sedimen berumur Mesozoikum - Kuarter dan
batuan malihan berumur Kapur. Batuan tersebut diterobos granitoid
bersusunan terutama granodioritik sampai granitik yang berupa
batolit, stok, dan retas.

Mandala Barat Bagian Utara


Busur Sulawesi Utara mencakup Propinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo,
memanjang sekitar 500km dari 1210E - 125020E dengan lebar 50-70
km dan memiliki ketinggian lebih dari 2065 m, dimana ketinggian
daerah di sekitar leher pulau Sulawesi mencapai 3.225 m.
Geologi daerah Sulawesi Utara didominasi oleh batugamping
sebagai satuan pembentuk cekungan sedimen Ratatotok. Satuan
batuan lainnya adalah kelompok breksi dan batupasir, terdiri dari breksikonglomerat kasar, berselingan dengan batupasir halus-kasar, batu
lanau dan batu lempung yang didapatkan di daerah Ratatotok Basaan,
serta breksi andesit piroksen. Kelompok Tuf Tondano berumur Pliosen
terdiri dari fragmen batuan volkanik kasar andesitan mengandung
pecahan batu apung, tuf, dan breksi ignimbrit, serta lava andesit-trakit.
Batuan Kuarter terdiri dari kelompok Batuan Gunung api Muda terdiri
atas lava andesit-basal, bom, lapili dan abu. Kelompok batuan
termuda terdiri dari batugamping terumbu koral,endapan danau dan
sungai serta endapan aluvium.

Gambar Peta Geologi Manado dan Minahasa, SulawesiUtara

Evolusi dari Busur Sulawesi Utara dibagi menjadi dua tahap, yaitu
subduksi di bagian barat Sulawesi di awal masa Miosen (22 16 Ma) dan
pasca tumbukan dan pengangkatan busur Sulawesi serta permulaan
subduksi sepanjang palung Sulawesi Utara selama akhir Miosen sampai
dengan Kuarter (9 Ma). Batuan vulkanik busur Sangihe yang berusia
Pliosen-Kuarter, menyimpan banyak geologi daerah sekitar Manado di
masa awal Miosen.
Singkapan-singkapan kecil berupa andesit dan diorite di bawah
batuan vulkanik Kuarter yang menutupi kepulauan Sangihe dan bagian
utara Manado, menunjukkan bahwa busur volkanik yang lebih tua
berada di sepanjang pantai bahkan mungkin sampai ke Mindanao yang
membentuk basement busur Sangihe saat ini. Adapun busur Neogen
yang merupakan busur batuan gunung api tidak berada di antara
Tolitoli dan Palu di sekitar leher pulau Sulawesi, hal ini disebabkan
karena pengangkatan tingkat tinggi dan erosi dalam, dimana batuan
granit lower Miosen tidak diketahui, dan bukti bahwa busur Sulawesi di
masa awal Miosen meluas ke arah leher pulau Sulawesi sangat sedikit.
Meskipun demikian, masih bisa disimpulkan bahwa zona Benioff di
awal Miosen berada sepanjang leher pulau Sulawesi ke arah selatan
menuju sesar Paleo Palu-Matano.

Gambar Peta Geologi Gorontalo

Daerah Gorontalo merupakan bagian dari lajur volkano-plutonik


Sulawesi Utara yang dikuasai oleh batuan gunung api Eosen - Pliosen
dan batuan terobosan. Pembentukan batuan gunung api dan sedimen di
daerah penelitian berlangsung relatif menerus sejak Eosen Miosen
Awal sampai Kuarter, dengan lingkungan laut dalam sampai darat, atau
merupakan suatu runtunan regresif. Pada batuan gunung api umumnya
dijumpai selingan batuan sedimen, dan sebaliknya pada satuan batuan
sedimen dijumpai selingan batuan gunung api, sehingga kedua batuan
tersebut menunjukkan hubungan superposisi yang jelas. Fasies gunung
api Formasi Tinombo diduga merupakan batuan ofiolit, sedangkan
batuan gunung api yang lebih muda merupakan batuan busur
kepulauan. Geologi umum daerah Kabupaten Boalemo dan Kabupaten
Gorontalo disusun oleh batuan dengan urutan stratigrafi sebagai
berikut :
Batuan beku berupa : Gabro, Diorit , granodiorit, granit, dasit
dan munzonit kwarsa.
Batuan piroklastik berupa : lava basalt, lava andesit, tuf, tuf lapili dan
breksi
gunungapi.
Batuan sedimen berupa : batupasir wake, batulanau, batupasir hijau
dengan sisipan batugamping merah, batugamping klastik dan
batugamping terumbu. Endapan Danau, Sungai Tua dan endapan
alluvial.

Mandala Barat Bagian Barat


Pemekaran yang terjadi pada Tersier Awal membawa bagian timur
dari Kalimantan ke wilayah Pulau Sulawesi sekarang, dimana rifting dan
pemekaran lantai samudera di Selat Makassar pada masa Paleogen,
menciptakan ruang untuk pengendapan material klastik yang berasal
dari Kalimantan.

Geologi daerah bagian timur dan barat Sulawesi Selatan pada


dasarnya berbeda, dimana kedua daerah ini dipisahkan oleh sesar
Walanae. Di masa Mesozoikum, basement yang kompleks berada di dua
daerah, yaitu di bagian barat Sulawesi Selatan dekat Bantimala dan di
daerah Barru yang terdiri dari batuan metamorf, ultramafik dan
sedimen. Adanya batuan metamorf yang sama dengan batuan
metamorf di pulau Jawa, pegunungan Meratus di Kalimantan
tenggara dan batuan di Sulawesi Tengah menunjukkan bahwa
basement kompleks Sulawesi Selatan mungkin merupakan pecahan
fragmen akhibat akresi kompleks yang lebih besar di masa awal
Cretaceous (Parkinson, 1991). Adapun sedimen-sedimen di masa
akhir Crateceous mencakup formasi Balangbaru dan Marada berada di
bagian barat dan timur daerah Sulawesi Selatan, dimana formasi
Balangbaru tidak selaras dengan basement kompleks, terdiri dari
batuan sandstone dan silty-shales, sedikit batuan konglomerat, pebbly
sandstone dan breksi konglomerat, sedangkan formasi Marada terdiri
dari campuran sandstone, siltstones dan shale (van Leeuwen, 1981),
dimana unit-unit formasi Balangbaru berisi struktur khas sedimen aliran
deposit, termasuk debris flow, graded bedding dan indikasi turbidit.
Batuan vulkanik berumur Paleosen terdapat di bagian timur daerah
Sulawesi Selatan dan tidak selaras dengan formasi Balangbaru. Di
daerah Bantimala batuan vulkanik ini disebut Bua dan di daerah Biru
disebut Langi. Formasi ini terdiri dari lava dan endapan piroklastik
andesit dengan komposisi trachy-andesit dengan sisipan limestonedan

Formasi Malawa terdiri dari arkosic, sandstone, siltstone, claystone, napal


dan konglomerat diselingi dengan lapisan batubara dan limestone.
Formasi ini terletak di bagian barat daerah Sulawesi Selatan dan tidak
selaras dengan formasi Balangbaru. Formasi Malawa diduga telah
diendapkan dari laut marjinal ke laut dangkal. Formasi limestone Tonasa
selaras Formasi Malawa atau batuan vulkanik Langi. Formasi Tonasa
berumur Eosen sampai dengan pertengahan Miosen (Van Leeuwen,
1981). Formasi Malawa dan formasi Tonasa tersebar luas di bagian barat
Sulawesi Selatan, dimana kedua formasi tersebut tidak tersingkap di
bagian timur sesar Walanae selain singkapan kecil formasi limestone
Tonasa.
Formasi Salo Kalupang yang sekarang terletak di sebelah timur Sulawesi
Selatan terdiri dari sandstone, shale dan claystone interbedded
dengan batuan vulkanik konglomerat, breksi, tufa, limestone dan napal.
Berdasarkan teknik foraminifera dating, usia formasi Salo Kalupang
diyakini berkisar awal Eosen sampai dengan akhir Oligosen. Formasi ini
seusia dengan formasi Malawa dan bagian bawah formasi Tonasa.
Formasi Kalamiseng tersingkap di sebelah timur sesar Walanae, yang
terdiri dari breksi vulkanik dan lava dalam bentuk pillow lava ataupun
massive flows yang ber-interbedded dengan tufa, batupasir dan napal.

sebagai bagian dari ophiolit berdasarkan anomali high gravity dan MORB,
dimana formasi Bone diduga terdiri dari wackestone bioklastika dan
butiran packstones foraminifera planktonik

Peta Geologi Sulawesi Barat

Bagian teratas formasi Camba yaitu batuan vulkanik Camba yang


terletak di bagian barat, terdiri dari breksi vulkanik dan konglomerat,
lava dan tuf interbedded dengan marine sedimen. Foraminifera dating
menduga batuan vulkanik Camba beumur akhir Miosen. Batuan vulkanik
Parepare adalah sisa-sisa gunung strato-volcano yang terdiri aliran lava
dan breksi piroklastik berumur akhir Miosen. Aliran lava yang menengah
untuk asam dalam komposisi. Batuan vulkanik Plio/Pliestocene gunung
strato-volcano Lompobatang terletak paling selatan daerah Sulawesi
Selatan dengan ketinggian 2.871 m. Batuan vulkanik ini terdiri dari
silika yang tidak tersaturasi dalam alkali potassic dan asam silika
yang tersaturasi dengan aliran lava shoshonitic dan breksi
piroklastik.
Pada pertengahan Miosen sampai dengan Pleistosen batuan
vulkanik Sulawesi Selatan mencakup formasi Camba, memiliki sifat
alkali sebagai akibat dari peleburan parsial mantel atas yang kaya akan
unsur-unsur yang tidak kompatibel dengan metasomatism. Hal ini
mungkin berhubungan dengan subduksi sebelumnya di awal Miosen
dalam konteks intraplate distensional. Sifat alkali gunung api ini diduga
disebabkan oleh asimilasi berlebihan dari limestone/batu gamping tua
yang mencair dan bergabung dengan material benua kedalam subduksi
busur vulkanik. Batuan magmatis berumur Neogen di bagian barat
daerah Sulawesi Tengah berhubungan erat dengan penebalan dan

Sifat bimodal dari batuan Igneous berumur Neogen di daerah ini


diperkirakan dari pencairan mantel peridotit dan kerak yang
menghasilkan komposisi alkalin basaltik (shoshonitic) dan granitik yang
mencair. Pada sendimentasi akhir Miosen ditandai dengan
perkembangan formasi Tacipi. Formasi Walanae secara lokal tidak
selaras dengan formasi Tacipi, dimana formasi Walanae diperkirakan
berumur pertengahan Miosen sampai dengan Pliosen. Di bagian
Timur Sengkang Basin, pembentukan Walanae dapat dibagi menjadi dua
interval, yaitu interval yang lebih rendah yang terdiri dari batuan
mudstone yang berumur calcareous dan interval yang bagian atas yang
lebih arenaceous. Batu gamping (Limestone) di ujung selatan daerah
Sulawesi Selatan dan yang berada di Pulau Selayar yang disebut
selayar limestone, merupakan bagian formasi Walanae.
Batuan selayar limestone terdiri dari coral limestone, calcarenite
dengan sisipan napal dan sandstone. Unit karbonat ini diperkirakan
berumur Miosen sampai dengan Pliosen. Hubungan formasi Walanae
dan Selayar limestone terdapat di Pulau Selayar. Terrace, aluvial,
endapan danau dan endapan pantai terjadi secara lokal di Sulawesi
Selatan, dimana pengangkatan Sulawesi Selatan ditandai dengan
terangkatnya deposit terumbu karang (van Leeuwen 1981).

Mandala Tengah (Central Sulawesi


Metamorphic Belt)

Peta Geologi Wilayah Palu-Koro, Sulawesi Tengah

Batuan magmatik potassic calc-alkaline berusia akhir Miosen di


Sulawesi Tengah terdapat di bagian kiri bentangan zona sesar PaluKoro, dimana batuan granit di wilayah tersebut berkorelasi dengan
subduksi microcontinent Banggai-Sula dengan Pulau Sulawesi pada
pertengahan Miosen. Berdasarkan aspek petrografi, batuan granit
berumur Neogen tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok
dari yang paling tua sampai dengan yang termuda untuk melihat
karakteristik perubahannya di masa mendatang. Pertama adalah KFmegacrystal bantalan granit yang kasar (Granitoid-C) yang terdistribusi
di bagian utara dan selatan wilayah Palu-Koro yang berumur 8,39-3,71
Ma, dimana dua karakteristik petrografi tersebut dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu biotit yang mengandung granit dan hornblende
sebagai mineral mafik (4,15-3,71 Ma dan 7,05-6,43 Ma) dan biotit yang
mengandung granit sebagai mineral mafik utama (8,39-7,11Ma).
Kelompok kedua adalah batuan granit medium mylonitic-gneissic
(Granitoid-B) yang relatif terdapat di daerah pusat (sekitar Palu-Kulawi)
berupa medium grained granitoids yang kadang- kadang mengandung
xenoliths. Batuan granit ini juga dapat dibagi lagi menjadi
hornblende-biotit yang terdistribusi di bagian selatan (SaluwaKarangana) sekitar 5,46-4,05 Ma dan granit bantalan biotit yang
berumur 3,78-3,21 Ma di sekitar Kulawi. Kelompok ketiga adalah
Fine and biotite-poor granitoid (Granitoid-A) kelompok batuan
termuda yang tersebar di daerah Palu-Koro sekitar 3,07-1,76 Ma, yang

sebagai mineral mafik tunggal, kebanyakan batuan tersebut terlihat di


antara daerah Sadaonta dan Kulawi

Peta Geologi Sulawesi Tengah


(Villeneuve dkk., 2002)

Mandala Timur (East Sulawesi Ophiolite


Belt)

Peta Geologi Mandala


Timur Sulawesi

Batuan kompleks ofiolit dan sedimen pelagis di Lengan Timur dan


Tenggara Sulawesi dinamakan Sabuk Ofiolit Sulawesi Timur. Sabuk ini
terdiri atas batuan-batuan mafik dan ultramafik disertai batuan sedimen
pelagis dan melange di beberapa tempat. Batuan ultramafik dominan di
Lengan Tenggara, tetapi batuan mafiknya dominan lebih jauh ke utara,
terutama di sepanjang pantai utara Lengan Tenggara Sulawesi. Sekuens
ofiolit yang lengkap terdapat di Lengan Timur, meliputi batuan mafik dan
ultramafik, pillow lava dan batuan sedimen pelagis yang didominasi
limestone laut dalam serta interkalasi rijang berlapis. Berdasarkan data
geokimia sabuk Ofiolit Sulawesi Timur ini diperkirakan berasal dari midoceanic ridge (Surono, 1995).

Peta Geologi
Sulawesi Tenggara
(Surono, 1998)

Fragmen Benua Banggai-Sula dan


Tukang Besi
Fragmen benua Banggai-Sula dan Tukang Besi di wilayah Sulawesi
bersama-sama dengan area Sulawesi tengah dan tenggara diyakini
berasal dari bagian benua Australia utara. Daratan ini di masa Jurassic
bergerak ke timur laut memisahkan diri dari Australia ke posisi sekarang.
Batuan metamorfik didistribusikan secara luas di bagian timur
Sulawesi
Tengah,
lengan
tenggara
Sulawesi
dan
Pulau
Kabaena. Batuan metamorf tersebut dapat dibagi menjadi fasies
amfibolit dan epidot-amfibolit dan kelompok dynamometamorphic
tingkat rendah glaukofan atau fasies blueschist. Fasies amfibolit dan
epidot-amfibolit lebih tua dari batuan radiolarite, ofiolit dan spilitic
igneous rocks yang ditemukan di sabuk metamorf Propinsi Sulawesi
Tengah, sedangkan sekis glaukofan lebih muda. Sekis glaukofan ini
konsisten dengan petrogenesis tekanan tinggi dan suhu rendah, tetapi
batuan ini hanya menjalani pemeriksaan petrologi eksaminasi, dimana
Glaukofan semakin banyak di wilayah barat. Kecuali di Buton, batuan
metamorf diterobos batuan granit di masa Permo-Triassic. Di
Sulawesi Tenggara, Banggai-Sula dan Buton, Microcontinents batuan
metamorf membentuk basement cekungan Mesozoikum. Batuan ini
ditindih secara tidak selaras oleh satuan batuan sedimen berumur

dan batuan silisiklastik di wilayah Sulawesi Tenggara dan


Microcontinents Banggai-Sula. Batuan limestone berumur Paleogen
ditemukan pada semua microcontinents. Pada akhir Oligosen sampai
dengan pertengahan Miosen, satu atau lebih microcontinent IndoAustralia bergerak ke arah barat bertabrakan dengan kompleks ofiolit
Sulawesi timur dan tenggara. Tabrakan ini menghasilkan melange dan
imbrikasi zona busur kepulauan Mesozoikum dan strata sedimen
Paleogen dari microcontinents, dengan irisan patahan ofiolit. Selama
tumbukan, cekungan sedimen lokal terbentuk di Sulawesi, dimana
setelah tumbukan, cekungan menjadi lebih lebar di sepanjang
Sulawesi.
Sedimentasi di lengan Tenggara Sulawesi dimulai lebih awal pada
awal Miosen dibandingkan dengan lengan Timur yang nanti di akhir
Miosen. Kedua deretan ini biasanya disebut sebagai Sulawesi Molasse
yang terdiri deretan major sediment klastik dan deretan minor batu
karang limestone. Sebagian besar area Sulawesi Molasse diendapkan di
laut dangkal tetapi di beberapa tempat diendapkan di dalam sungai ke
lingkungan transisi (Sukamto dan Simandjuntak,1981).

Peta Geologi Pulau Taliabu, Sula

. Peta Geologi Pulau Banggai

Stratigrafi Sulawesi

Berdasarkan stratrigrafi,
susunan batuan yang
membentuk Sulawesi Utara
dari tua ke muda adalah;
Batu gamping Gatehouse,
Batu lumpur Rumah kucing,
Batu gamping Ratatotok,
Intrusi Andesit Porfiri,
Volkanik Andesit, Epiklastik
Volkanik dan Aluvial Endapan
sungai dan Danau.

Stratigrafi Sulawesi Utara

Stratigrafi Sulawesi Selatan

Stratigrafi Sulawesi Barat

Stratigrafi Sulawesi Tengah

Stratigrafi Banggai Sula


Secara umum stratigrafi
Cekungan Banggai terbagi
menjadi dua periode
waktu,periode pertama
berupa sikuen hasil
pengangkatan/sobekan dari
batas kontinen yang
terendapkan sebelum
terjadinya tumbukan,
sedangkan periode kedua
adalah sikuen pengendapan
molasse di bagian daratan
yang terjadi selama dan
pasca tumbukan.

Perkembangan Tektonik Sulawesi


Banyak model tektonik yang sudah diajukan untuk menjelaskan
evolusi tektonik dari Pulau Sulawesi. Ada dua peristiwa penting yang
terjadi di Sulawesi bagian barat pada masa kenozoikum. Yang
pertama adalah rifting dan pemekaran lantai samudera di Selat
Makassar pada Paleogen yang menciptakan ruang untuk
pengendapan material klastik yang berasal dari Kalirnantan . Yang kedua
adalah peristiwa kompresional yang dimulai sejak miosen. Kompresi ini
dipengaruhi oleh tumbukan kontinen di arah barat dan ofiolit serta
fragmen-fragmen busur kepulauan di arah timur. Fragmen-fragmen ini
termasuk mikro-kontinen Buton, Tukang Besi dan Baggai Sula. Kompresi
ini menghasilkan Jalur Lipatan Sulawesi Barat (West Sulawesi Fold
Belt) yang berkembang pada Pliosen Awal. Meskipun ukuran fragmenfragmen ini relatif kecil, efek dari koalisinya dipercaya menjadi
penyebab terjadinya peristiwa-peristiwa tektonik di seluruh bagian
Sulawesi (Calvert, 2003).

Perkembangan Tektonik Sulawesi (Hall dan Smyth,


2008)

1.Kapur Akhir
Selama Kapur Akhir sikuen tebal sedimen bertipe flysch diendapkan
di daerah yang luas di sepanjang daerah Sulawesi bagian barat. Sedimen
ini ditindih oleh kompleks melange di bagian selatan dan kompleks
batuan dasar metamorf di bagian tengah dan utara . Sedimen umumnya
berasosiasi dengan lava dan piroklastik yang mengindikasikan bahwa
batuan ini berasal dari busur kepulauan vulkanik dan diendapkan di
daerah cekung an depan busur (Sukamto
& Simandjuntak, 1981).
Pada saat yang sama, daerah sulawesi bagian timur berkembang
sebagai cekungan laut dalam, tempat sedimen pelagic diendapkan
sejak zaman Jura di atas batuan dasar ofiolit. Besar kemungkinan jika
cekungan laut dalam Kapur ini dipisahkan oleh sebuah palung dari
daerah Sulawesi Bagian Barat. Palung tersebut kemungkinan terbentuk
akibat subduksi ke arah barat, tempat Melange Wasuponda
berakumulasi (Sukamto & Simandjuntak, 1981). Subduksi ini
menyebabkan terjadinya magmatisme di sepanjang daerah Sulawesi
Bagian Barat. Batuan metamorf yang ada di Sulawesi Bagian Barat
diyakini terjadi selama subduksi Kapur ini. Daerah Banggai-Sula
merupakan bagian dari paparan benua sejak Mesozoikum awal,
dimana diendapkan klastik berumur Trias akhir hingga Kapur. Batuan
dasar benua terdiri dari batuan metamorf zaman karbon dan plutonik

2.Paleogen
Perkembangan sedimen bertipe flysch di Sulawesi bagian barat
berhenti di bagian selatan, sementara di bagian utara masih berlanjut
hingga Eosen. Gunungapi aktif setempat selama Paleo sen di bagian
selatan dan selama Eosen di bagian tengah dan utara, pengendapan
batuan karbonat (Formasi Tonasa) terjadi di daerah yang luas di
selatan selama Eosen hingga Miosen yang mengindikasikan bahwa bagian
daerah tersebut adalah paparan yang stabil. Sejak: Paleosen, sulawesi
bagian timur mengalami shoaling dan diendapkan batuan
karbonat air-dangkal (Formasi Lerea).
Pengendapan batuan karbonat di daerah ini berlanjut hingga Miosen
Awal (Formasi Takaluku). Di bagian barat Banggai-Sula, sikuen tebal
karbonat bersisipan klastik diendapkan di daerah yang luas. Karbonat ini
diendapkan sampai Miosen Tengah (Sukamto & Simandjuntak, 1981).
Zona subduksi dengan kemiringan ke barat yang dimulai sejak zaman
Kapur menghasilkan vulkanik Tersier Awal di Daerah Sulawesi Bagian
Barat, dan proses shoaling laut di daerah Sulawesi Bagian Timur, begitu
pula di Daerah Banggai-Sula (Sukamto & Simandjuntak, 1981). Di daerah
Selat Makassar terjadi peregangan kerak..

Daerah Selat Makassar bagian utara adalah bagian awal dari failed
rift atau aulacogen, yang terbentuk sebagai bagian selatan dari
pusat pemekaran Laut Sulawesi. Kombinasi guyot, kelurusan
gravitasi, fasies seismik, bersama dengan distribusi aliran panas yang
dihasilkan oleh Kacewicz dkk tahun 2002 (dalam Fraser dkk., 2003),
mendukung usulan pola transform/ekstensional untuk peregangan
kerak Eosen Tengah di laut dalam Cekungan Makassar Utara.
Titik paling utara Selat Makassar yang mengalami transform adalah
cekungan Muara dan Berau.
Sumbu pemekaran lantai samudera kemudian menyebar ke arah
selatan mendekati Paternosfer Platform sumbunya menyimpang ke
arah timur dan kembali ke arah liaratdaya menuju Selat Makassar
selatan. Perluasan yang menerus dan diikuti pembebanan pada Eosen
akhir (menghasilkan peningkatan akomodasi ruang yang signifikan),
kelimpahan material benua berbutir halus diendapkan di daerah yang
luas pada Cekungan Makassar Utara, berlanjut hingga Oligo sen dan
Miosen Awal. Suksesi batulempung tebal yang dihasilkan membentuk
media yang mobile untuk thinskinned basal detachment di bawah
bagian selatan dari Jalur Lipatan Sulawesi Barat yang mulai ada
selama Pliosen awal

3.Neogen
Distribusi produk vulkanik yang luas menunjukkan terjadinya
vulkanisme yang kuat selama Miosen Tengah di Daerah Sulawesi
Bagian Barat. Batuan vulkanik yang awalnya diendapkan lingkungan
dasar laut dan kemudian setempat menjadi terestrial pada Pliosen.
Vulkanisme berhenti pada Kuarter Awal di selatan tetapi menerus sampai
sekarang di bagian utara. Magmatisme yang kuat di Daerah Sulawesi
Bagian Barat selama Miosen Tengah berkaitan dengan dengan proses
tekanan batuan dalam Daerah Sulawesi Bagian Timur akibat gerakan
benua-mikro Banggai-Sula ke arah barat.
Peristiwa tektonik ini mengangkat dan menganjak hampir
keseluruhan material di dalam Daerah Sulawesi Timur, batuan ofiolit
teranjak dan terimbrikasi dengan batuan yang berasosiasi termasuk
melange. Pada bagian lain, ofioit di bagian timur menyusup ke arah timur
ke dalam sedimen Mesozoikum dan Paleogen dari Daerah BanggaiSula.
Selama pengangkatan seluruh daerah Sulawesi yang terjadi sejak Miosen
Tengah, sesar turun (block-faulting) terbentuk di berbagai tempat
membentuk cekungancekungan berbentuk graben. Saat Pliosen, seluruh
area didominasi oleh block faulting dan sesar utama seperti sesar PaluKoro tetap aktif. Pergerakan epirogenic setelahnya membentuk morfologi
Pulau Sulawesi yang sekarang.

Peristiwa tektonik ini menghasilkan cekungan laut dangkal dan


sempit di beberapa tempat dan beberapa cekungan darat terisolasi.
Batuan klastik kasar terendapkan di cekungan-cekungan ini dan
mernbentuk Molasse Sulawesi. Peristiwa tektonik Miosen Tengah juga
membengkokkan Daerah Sulawesi bagian Barat seperti bentuk
lengkungan yang sekarang dan menyingkap batuan metamorf di
bagian leher pulau. Jaluh Lipatan Sulawesi Barat terletak tepat di
sebelah barat Sesar Palu-Koro, sebuah transform kerak besar dan
sinistral, yang pada awalnya terbentuk saat Eosen oleh pemekaran Laut
Sulawesi.
Kompresi yang menerus menghasilkan struktur- struktur berarah
barat dari JLSB, sementara material mikro-kontinen yang awalnya berasal
dari Lempeng Australia (Material Australoid) bergerak ke arah barat
selama Miosen bertumbukan dengan JLSB. Pada Pliosen awal, bagian
timur dari batas pre-rift dari Cekungan Makassar Utara membentuk
komponen dasar laut dari JLSB. Mikro- kontinen Australia ini yang
pertama adalah Buton, kemudian diikuti oleh Tukang Besi. Arah vector
tumbukan ini pada awalnya adalah utara-barat laut (dengan perhitungan
sekarang), tumbukan selanjutnya lebih berarah baratlaut. Variasi ini
cukup signifikan, mengingat arah stress yang datang (dari timor dan
selatan) mempengaruhi arah displacement kompresi yang sudah ada di
JLSB.

Sejarah dan Mekanisme Struktur Geologi


Sejarah Geologi Sejarah geologi Sulawesi dimulai dengan
terendapkannya sedimen bertipe flysch pada Zaman Kapur. Batuan ini
diinterpretasikan terendapkan pada cekungan forearc, di sebelah
barat dari zona subduksi yang menunjam ke barat. Kemungkinan akibat
subduksi ini rnenyebabkan batuan sedimen flysch ini termetamortkan dan
membentuk Satuan Batuan Metamorf di daerah sulawesi. Pada Eosen
Tengah terjadi peregangan Selat Makassar. Di daerah sulawesi
diendapkan Satuan Batufasir pada lingkungan fluvial.
Pada Eosen Akhir terjadi transgresi yang mengendapkan BatupasirBatulempung lingkungan delta. Pada bagian yang lebih distal diendapkan
Satuan Napal di lingkungan middle neritic. Transgresi terus terjadi
sehingga Cliendapkan Satuan Batugamping pada lingkungan laut dangkal
di atas Satuan Batupasir-Batulempung, sementara Satuan Napal terus
terendapkan. Transgresi terus terjadi hingga Oligosen Tengah
sehingga daerah sulawesi ditutup elle1i Satuan Napal pada lingkungan
upper batnyal. Pada saat Miosen Awal, pergerakan sinistral Sesar PaluKoro dan WaIanae menyebabkan terjadinya gaya utama berarah
baratlaut pada daerah sulawesi.

Gaya ini membentuk orogenesa di daerah sulawesi berupa lipatan,


sesar sesar naik berarah baratdaya - timurlaut, dan sesar-sesar
mendatar berarah barat laut - tenggara dan barat baratlaut - timur
tenggara, sebagai struktur-struktur pembentuk sistem sesar anjakanlipatan. Kompresi yang terjadi cukup kuat karena mengangkat batuan
dasar yaitu Satuan Batuan Metamorf (Formasi Latimojong) ke
permukaan.
Orogenesa di daerah sulawesi ini disertai proses erosi. Memasuki
Miosen Tengah aktivitas tektonik terhenti dan terjadi aktivitas
vulkanik yang mengendapkan Satuan Lava Andesit-Basalt. Vulkanisme
berhenti pada Pliosen. Pasca pengendapan Satuan Lava Andesit-Basalt
aktivitas tektonik kembali terjadi yang mereaktivasi sesar-sesar yang
sudah ada sehingga satuan lava tersebut terpotong oleh sesar. Pada
saat Holosen - Resen terendapkan satuan aluvial disertai proses erosi
yang membentuk morfologi daerah sulawesi seperti sekarang. Sesar
yang ada kemungkinan terhenti sebelum Kuarter karena sesar tidak
memotong lapisan berumur Kuarter. Ringkasan Sejarah geologi daerah
sulawesi dapat dilihat pada tabel berikut:

Mekanisme Struktur Geologi Pemicu terbentuknya sesar-sesar di


Sulawesi adalah gabungan antara mikrokontinen Benua Australia dan
mikro-kontinen Sunda yang terjadi sejak Miosen. Pergerakan dari
pecahan lempeng Benua Australia tersebut relatif ke arah barat.
Adanya sesar utama seperti Sesar Palu-Koro dan Sesar Walanae juga
memberikan peranan dalam pembentukan sesar-sesar kecil di
sekitarnya. Data dan hasil analisis struktur geologi, seperti pola
kelurusan dan arah pergerakan relatif sesar, mengindikasikan bahwa
deformasi di daerah Sulawesi dipengaruhi oleh aktivitas Sesar
Mendatar Palu-Koro dan terusan Sesar Mendatar Walanae, dimana
mekanisme pembentukan struktur geologi Sulawesi bisa dijelaskan
dengan model simple shear.

Model Simple Shear

Epilogue
Struktur geologi yang berkembang di Daerah Sulawesi adalah
sesar- sesar mendatar yang berasosiasi dengan sesar-sesar naik.
Hasil analisis struktur geologi seperti pola kelurusan dan arah
pergerakan relatif sesar, mengindikasikan bahwa deformasi di daerah
Sulawesi dipengaruhi oleh aktivitas Sesar Mendatar Palu-Koro dan
terusan Sesar Mendatar Walanae.
Mekanisme pembentukan struktur geologi Sulawesi bisa dijelaskan
dengan model simple shear.

TERIMAKASI
H

Anda mungkin juga menyukai