SKENARIO 2
TRAUMA KEPALA
A-13
Kelompok: A-13
Ketua
: Arum Sekar Latih
(1102012029)
Sekertaris : Heny Silviana
(1102012114)
Anggota
: Erni Vuspita Dewi
(1102011090)
Abdul Halim Gazali
(1102012001)
Bella Amelia Sefilla A
(1102012043)
Farah Hayati Hadrani (1102012082)
Ghea Ghaisany
(1102012096)
Ilham Noeryosan
(1102012119)
Iqbal Hakkiki
(1102012132)
Skenario 2
TRAUMA PADA KEPALA
Seorang laki-laki, berusia 40 tahun, dibawa ke UGD RS dalam keadaan
tidak sadar setelah terjatuh dari lantai 3 sebuah bangunan sejak sejam
yang lalu. Menurut saksi, kepala tejatuh terlebih dahulu. Pasien
langsung tidak sadarkan diri dan keluar darah dari hidung dan telinga.
Tanda vital
Airway
: terdengar bunyi snoring
Breathing
: frekuensi nafas 14 x/menit
Circulation
: tekanan darah 160/90 mmHg, frekuensi nadi 50 x/menit
Regio wajah
Trauma di daerah sepertiga tengah wajah, pada pemeriksaan terlihat
adanya cerebrospinal rhinorrhea, mobilitas maxilla, krepitasi dan
maloklusi gigi.
Status neurologi
GCS E1 M2 V1, pupil : bulat, anisokor, diameter 5 mm/3 mm, RCL -/+,
RCTL +/-, kesan hemiparesis dekstra, refleks patologis babinsky +/
Sasaran Belajar
LI 1. Memahami dan menjelaskan trauma kepala
LO 1.1 Menjelaskan definisi trauma kepala
LO 1.2 Menjelaskan etiologi trauma kepala
LO 1.3 Menjelaskan klasifikasi trauma kepala
LO 1.4 Menjelaskan epidemiologi trauma kepala
LO 1.5 Menjelaskan patofisiologi trauma kepala
LO 1.6 Menjelaskan manifestasi klinis trauma kepala
LO 1.7 Menjelaskan diagnosis trauma kepala
LO 1.8 Menjelaskan tatalaksana trauma kepala
LO 1.9 Menjelaskan komplikasi trauma kepala
LO 1.10 Menjelaskan prognosis trauma kepala
1.2 Etiologi
Menurut Cholik Harun Rosjidi & Saiful Nurhidayat,
(2009 : 49) etiologi cedera kepala adalah:
a) Kecelakaan lalu lintas
b) Jatuh
c) Pukulan
d) Kejatuhan benda
e) Kecelakaan kerja atau industri
f) Cedera lahir
g) Luka tembak
1.3 Klasifikasi
1. Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari dua,
yaitu secara garis besar adalah
Trauma kepala tertutup
Trauma kepala terbuka
2. Berdasarkan mekanisme terjadinya :
Cedera kepala tumpul
Cedera tembus
3. Berdasarkan morfologi cedera kepala:
a. Luka pada kepala:
Laserasi kulit kepala
Luka memar (kontusio)
Abrasi
Avulsi
1.4 epidemiologi
Pada populasi secara keseluruhan, laki-laki dua
kali ganda lebih banyak mengalami trauma kepala
dari perempuan. Namun, pada usia lebih tua
perbandingan hampir sama. Hal ini dapat terjadi
pada usia yang lebih tua disebabkan karena
terjatuh.
Mortalitas
laki-laki dan perempuan
terhadap trauma kepala adalah 3,4:1
Resiko trauma kepala adalah dari umur 15-30
tahun, hal ini disebabkan karena pada kelompok
umur ini banyak terpengaruh dengan alkohol,
narkoba dan kehidupan sosial yang tidak
bertanggung jawab
1.5 patofisiologi
1.7 Diagnosis
A. Pemeriksaan kesadaran
Pemeriksaan kesadaran paling baik dicapai
dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS).
Menurut Japardi (2004), GCS bisa digunakan untuk
mengkategorikan pasien menjadi:
GCS 13-15 : cedera kepala ringan
GCS 9-12 : cedera kepala sedang
GCS 3-8
: pasien koma dan cedera kepala
berat.
B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang meliputi kesadaran,
tensi, nadi, pola dan frekuensi respirasi, pupil
(besar, bentuk dan reaksi cahaya), defisit fokal
serebral
dan
cedera
ekstrakranial.
Hasil
pemeriksaan dicatat dan dilakukan pemantauan
ketat pada hari-hari pertama. Bila terdapat
perburukan salah satu komponen, penyebabnya
dicari dan segera diatasi.
C. Pemeriksaan Penunjang
X-ray tengkorak
CT-scan
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan Proton Magnetic Resonance
Spectroscopy
1.8 Tatalaksana
PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA RINGAN (GCS 13
15)
1.9 Komplikasi
Komplikasi bedah
Hematoma Intrakranial
Hidrosefalus
Subdural Hematoma Kronis
Cedera kepala terbuka
Kebocoran CSS
1.10 Prognosis
Prognosis TK tergantung berat dan letak TK.
Prognosis TK buruk jika pada pemeriksaan
ditemukan pupil midriasis dan tidak ada respon E,
V,
M
dengan
rangsangan
apapun.
Jika
kesadarannya baik, maka prognosisnya dubia,
tergantung jenis TK, yaitu: pasien dapat pulih
kembali atau traumanya bertambah berat.
Faktor yang memperjelek prognosis adalah
terlambatnya
penanganan
awal/resusitasi,
transportasi yang lambat, dikirim ke RS yang tidak
memadai,
terlambat
dilakukan
tindakan
pembedahan dan disertai trauma multipel yang
lain
2.2 Etiologi
Suatu fraktur tulang tengkorak berarti patahnya
tulang tengkorak dan biasanya terjadi akibat
benturan langsung.Tulang tengkorak mengalami
deformitas akibat benturan terlokalisir yang dapat
merusak isi bagian dalam meski tanpa fraktur
tulang tengkorak. Suatu fraktur menunjukkan
adanya sejumlah besar gaya yang terjadi pada
kepala dan kemungkinan besar menyebabkan
kerusakan pada bagian dalam dari isi cranium.
Fraktur tulang tengkorak dapat terjadi tanpa
disertai kerusakan neurologis, dan sebaliknya
2.3 Klasifikasi
1. Fossa cranii anterior
2. Fossa cranii media
3. Fossa cranii posterior
2.4 Epidemiologi
Lebih dari 60% dari kasus fraktur tulang tengkorak
merupakan kasus fraktur linear sederhana, yang
merupakan jenis yang paling umum, terutama pada
anak usia dibawah 5 tahun. Fraktur tulang temporal
sebanyak 15-48% dari seluruh kejadian fraktur
tulang tengkorak, dan fraktur basis cranii sebesar
19-21%.
2.5 Patofisiologi
Pada fraktur fossa cranii anterior, lamina cribrosa os etmoidalis
dapat cedera.Keadaan ini dapat menyebabkan robeknya meningeal
yang menutupi mukoperiostium.Pasien dapat mengalami epistaksis
dan terjadi rhinnore atau kebocoran CSF yang merembes ke dalam
hidung. Fraktur yang mengenai pars orbita os frontal
mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva (raccoon eyes atau
periorbital ekimosis) yang merupakan salah satu tanda klinis dari
fraktur basis cranii fossa anterior.
Fraktur pada basis cranii fossa media sering terjadi, karena daerah
ini merupakan tempat yang paling lemah dari basis cranii.Secara
anatomi kelemahan ini disebabkan oleh banyak nya foramen dan
canalis di daerah ini.Cavum timpani dan sinus sphenoidalis
merupakan daerah yang paling sering terkena cedera.Bocornya CSF
dan keluarnya darah dari canalis acusticus externus sering terjadi
(otorrhea). N. craniais VII dan VIII dapat cedera pada saat terjadi
cedera pada pars perrosus os temporal. N. cranialis III, IV dan VI
dapat cedera bila dinding lateral sinus cavernosus robek.
Bloody otorrhea.
Bloody rhinorrhea
Liquorrhea
Brill Hematom
Batles sign
Lesi nervus cranialis yang paling sering N I, NVII,
dan N VIII
2.7 diagnosis
1. anamnesa
2. pemeriksaan fisik
3. pemeriksaan penunjang
CT scan dan bone window
MRI (Magnetic Resonance Angiography)
2.8 Tatalaksana
Tatalaksana Primer
A Airway : Pembersihan jalan nafas, pengawasan
vertebra servikal hingga diyakini tidak ada cedera.
Bisa menggunakan Orogastric tube
(NGT kurang
aman) agar aspirasi lambung tidak mengahalangi
B Breathing : Penilaian ventilasi dan gerakan dada, gas
darah arteri
C Circulation : Penilaian kemungkinan kehilangan
darah, pengawasan secara rutin tekanan darah pulsasi
nadi, pemasangan IV line
D Dysfunction of CNS : Penilaian GCS (Glasgow Coma
Scale) secara rutin
E Exposure : Identifikasi seluruh cedera, dari ujung
kepala hingga ujung kaki, dari depan dan belakang.
2.9 Komplikasi
a) Fistula cairan serebrospinal
b) Rinore
c) Otore
d) Infeksi
e) Pnemocephalus:
2.10 Prognosis
Walaupun fraktur pada cranium memiliki potensi
resiko tinggi untuk cedera nervus cranialis,
pembuluh darah dan cedera langsung pada otak,
sebagian besar jenis fraktur adalah jenis fraktur
linear pada anak anak dan tidak disertai dengan
hematom epidural.
3.2 Etiologi
Bermacam macam penyebab terjadinya perdarahan
spontan pada otak dan umumnya multifaktorial.
Berbagai bentuk kelainan kongenital dan yang
diperoleh pada penyakit kardiovaskuler merupakan
mekanisme penyebab yang paling sering, tapi
struktur yang mirip dapat juga terjadi akibat
komplikasi tumor otak primer dan sekunder,
peradangan dan penyakit autoimmune, trauma,
atau
manifestasi
penyakit
sistemik
yang
menyebabkan
hipertensi
atau
koagulopathy.
Perdarahan otak juga dapat terjadi karena terapi
trombolitik pada miokard infark dan cerebral infark.
Oleh karena faktor-faktor penyebabnya heterogen,
pengobatannya
khusus
dan
intervensi
penyesuaiannya harus hati-hati terhadap masing-
3.3 Epidemiologi
Frekuensi
Di Amerika, insiden ICH 12-15/100.000 penduduk, termasuk
350/100.000 kejadian hypertensive hemorage pada orang dewasa.
Mortalitas/morbiditas
Perdarahan batang otak memiliki tingkat mortalitas 75% dalam 24 jam.
Ras
Tingkat insidensi tinggi pada populasi dengan frekuensi hipertensi
tinggi, termasuk Afrika Amerika. Insidensi ICH juga tinggi di Cina,
Jepang dan populasi Asia lainnya, hal ini mungkin disebabkan karena
factor lingkungan (spt. diet kaya minyak ikan) dan/faktor genetik.
Gender
Berdasarkan hasil penelitian, insiden ICH lebih banyak pada pria.
Usia
Insiden ICH meningkat pada individu yang berusia lebih dari 55 tahun
dan menjadi 2 kali lipat tiap decade hingga berusia 80 tahun. Risiko
relative ICH >7x pada individu yang berusia lebih dari 70 tahun.
3.4 Klasifikasi
EPIDURAL HEMATOMA
Hematom epidural merupakan pengumpulan darah
diantara tengkorak dengan duramater ( dikenal
dengan istilah hematom ekstradural
Kausa yang menyebabkan terjadinya hematom
epidural meliputi :
Trauma kepala
Sobekan a/v meningea mediana
Ruptur sinus sagitalis / sinus tranversum
Ruptur v diplorica
Pemeriksaan
Radiografi
CT-scan
MRI
Tatalaksana
Terapi medikamentosa
Terapi bedah
Komplikasi Hematom epidural :
1. Edema serebri
2. Kompresi batang otak meninggal
SUBDURAL HEMATOMA
Perdarahan subdural ialah perdarahan yang terjadi
diantara duramater dan araknoid. Perdarahan
subdural dapat berasal dari:
1. Ruptur vena jembatan ( "Bridging vein") yaitu
vena yang berjalan dari ruangan subaraknoid atau
korteks serebri melintasi ruangan subdural dan
bermuara di dalam sinus venosus dura mater.
2. Robekan pembuluh darah kortikal, subaraknoid,
atau araknoid
Pemeriksaan
Radiografi
CT-scan
MRI
Trauma kepala.
Malformasi arteriovenosa.
Diskrasia darah.
Terapi antikoagulan
Gejala klinis
Gejala klinisnya sangat bervariasi dari tingkat yang ringan
(sakit kepala) sampai penutunan kesadaran. Kebanyakan
kesadaran hematom subdural tidak begitu hebat deperti
kasus cedera neuronal primer, kecuali bila ada effek
massa atau lesi lainnya. Gejala yang timbul tidak khas
dan meruoakan manisfestasi dari peninggian tekanan
intrakranial seperti : sakit kepala, mual, muntah, vertigo,
papil edema, diplopia akibat kelumpuhan n. III, epilepsi,
anisokor pupil, dan defisit neurologis lainnya.kadang kala
yang riwayat traumanya tidak jelas, sering diduga tumor
otak.
Hemiparese/hemiplegia.
Disfasia/afasia
Epilepsi.
Hidrosepalus.
Subdural empiema
Prognosis
1. Mortalitas pada subdural hematom akut sekitar
75%-85%
2. Pada sub dural hematom kronis :
- Sembuh tanpa gangguan neurologi sekitar
50%-80%.
- Sembuh dengan gangguan neurologi sekitar
20%-50%.
INTRASEREBRAL HEMATOMA
Adalah perdarahan yang terjadi didalam jaringan
otak. Hematom intraserbral pasca traumatik
merupkan koleksi darah fokal yang biasanya
diakibatkan cedera regangan atau robekan rasional
terhadap
pembuluh-pembuluh
darahintraparenkimal otak atau kadang-kadang
cedera penetrans. Ukuran hematom ini bervariasi
dari
beberapa
milimeter
sampai
beberapa
centimeter dan dapat terjadi pada 2%-16% kasus
cedera. Intracerebral hematom mengacu pada
hemorragi / perdarahan lebih dari 5 mldalam
substansi otak (hemoragi yang lebih kecil
dinamakan punctate atau petechial /bercak).
Etiologi
Intraserebral hematom dapat disebabkan oleh :
1. Trauma kepala.
2. Hipertensi.
3. Malformasi arteriovenosa.
4. Aneurisme
5. Terapi antikoagulan
6. Diskrasia darah
Klasifikasi
Klasifikasi intraserebral hematom menurut
letaknya ;
1. Hematom supra tentoral.
2. Hematom serbeller.
3. Hematom pons-batang otak.
Pemeriksaan
Radiografi
CT-scan
MRI
Terapi
Untuk hemmoragi kecil treatmentnya adalah
observatif dan supportif.
Konservatif
Bila perdarahan lebih dari 30 cc supratentorial
Bila perdarahan kurang dari 15 cc celebeller
Bila perdarahan pons batang otak.
Pembedahan
Kraniotomi
- Bila perdarahan supratentorial lebih dari 30 cc
dengan effek massa
- Bila perdarahan cerebeller lebih dari 15 cc dengan
effek massa
Komplikasi
Intraserebral hematom dapat memberikan
komplikasi berupa;
Oedem serebri, pembengkakan otak
Kompresi batang otak, meninggal
Sedangkan outcome intraserebral hematom dapat
berupa :
Mortalitas 20%-30%
Sembuh tanpa defisit neurologis
LI 4. Memahami dan
menjelaskan trias cushing
Adanya hipertensi dan bradikardia
peningkatan tekanan intrakranial.
Patofisiologi
yang
berhubungan
dengan
Otak adalah pusat kendali tubuh. Itu juga dilindungi oleh tulang yang
membentuk kubah tengkorak. Meskipun tengkorak membantu
melindungi otak dari cedera, juga bisa melukai otak dengan
membatasi ekspansi jaringan setelah cedera.
Semua jaringan menanggapi cedera dengan pembengkakan dan
pendarahan. Sebagian besar perdarahan ini mikroskopis dan terjadi
relatif lambat. Jaringan otak tidak berbeda. Setelah cedera, otak akan
membengkak. Namun, tidak seperti jaringan tubuh lainnya, otak
terbatas dalam jumlah pembengkakan mungkin karena pembatasan
fisik kubah tengkorak. Saat otak mulai membengkak, bahkan hanya di
wilayah sekitar saja, pada akhirnya akan mulai mengisi semua ruang
yang tersedia dalam kubah tengkorak. Ketika ini terjadi, tekanan
dalam tengkorak mulai meningkat (TIK normal berkisar 5-15 mmHg).
Daftar Pustaka
Thank You