Anda di halaman 1dari 35

ESC Guidelines for the

management of acute
coronary syndromes in patients
presenting
without persistent ST-segment
elevation

Authors/Task Force Members


Christian W. Hamm (Chairperson) (Germany)*, JeanPierre Bassand (Co-Chairperson)*, (France), Stefan
Agewall (Norway), Jeroen Bax (The Netherlands),
Eric Boersma (The Netherlands), Hector Bueno
(Spain), Pio Caso (Italy), Dariusz Dudek (Poland),
Stephan Gielen (Germany), Kurt Huber (Austria),
Magnus Ohman (USA), Mark C. Petrie (UK), Frank
Sonntag (Germany), Miguel Sousa Uva (Portugal),
Robert F. Storey (UK), William Wijns (Belgium),
Doron Zahger (Israel).

Preamble
Pedoman ini dibuat untuk membantu dokter dalam
memilih strategi terbaik untuk menangani pasien ,
dengan kondisi tertentu , dengan
mempertimbangkan dampak pada hasil , serta rasio
risiko - manfaat dari suatu terapi.
Pedoman ini digunakan untuk melengkapi teksbook
yang ada dan menutupi European Society of
Cardiology topik Kurikulum ( ESC ) Core.
Pedoman dan rekomendasi diharapkan untuk
membantu dokter dalam membuat keputusan dalam
praktek sehari-hari mereka .
Namun keputusan akhir mengenai seorang pasien
harus dilakukan oleh dokter yang bertanggung
jawab

2. Introduction
Penyakit kardiovaskular saat ini merupakan
penyebab kematian utama di negara-negara industri
dan negara-negara berkembang
Satu diantaranya CAD ,dimana manifestasinya
berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas
yang tinggi
Yang termasuk klinis CAD disini berupa silent
iskemia, angina pectoris stabil, angina tidak stabil,
infark miokard (MI), gagal jantung, dan kematian
mendadak

Dua kategori pasien mungkin ditemui


1. Pasien dengan nyeri dada akut ( > 20 menit ) ST - segmen elevasi
menetap .
Disebut ST - elevasi ACS ( STE - ACS ) mencerminkan oklusi
koroner koroner total . Sebagian besar pasien ini akhirnya akan
menjadi ST - elevasi MI ( STEMI ) . Tujuan terapi adalah untuk
mencapai reperfusi yang cepat , lengkap , dan berkelanjutan
dengan angioplasti primer atau terapi fibrinolitik
2. Pasien dengan nyeri dada akut tetapi tanpa ST - segmen elevasi
menetap .
Gambaran ekg adalah ST - segmen depresi atau T - inversi,T flat,
pseudo- normalisasi gelombang T , atau tidak ada perubahan
gambaran EKG .tujuan terapi untuk mengurangi gejala iskemi
disertai pemantauan seri EKG , dan pengulangan markers of
myocardial necrosis.

2.1. Epidemiology and natural


history
Dari data yang masuk menunjukkan bahwa kejadian NSTE ACS lebih sering terjadi dibanding STE ACS
Angka kejadian CAD berkisar 3 dari 1.000 penduduk , bervariasi
di tiap negara.
Angka kematian STEMI vs NSTE ACS dirumah sakit ( 7 % vs
3-5 % ) , tetapi angka kematian dalam 6 bulan sama pada
kedua kondisi ( 12 % vs 13 % )
Pada follow-up jangka panjang (4tahun) menunjukkan bahwa
tingkat kematian pasien NSTE ACS dua kali lipat dari pada
STE - ACS .Hal ini dikarenakan pasien NSTE - ACS biasany
berumur tua , dengan faktor penyulit , terutama diabetes dan
gagal ginjal .

2.2. Pathophysiology
Gejala CAD biasanya dipicu oleh trombosis akut yang
disebabkan oleh pecah atau terkikisnya aterosklerotik
koroner , dengan atau tanpa vasokonstriksi,
menyebabkan penurunan suplai aliran darah. Dalam
proses yang kompleks, inflamasi berperan patofisiologis
utama. Dalam kasus yang langka , ACS memiliki etiologi
non-aterosklerotik seperti arteritis, trauma, diseksi,
thrombo-emboli, anomali kongenital, penyalahgunaan
kokain, atau komplikasi dari kateterisasi jantung

3.1. Clinical presentation


Gambaran klinis khas NSTE-ACS adalah rasa tertekan atau berat
pada retrosternal (angina) yang menjalar ke lengan kiri, leher,
atau rahang, yang memiliki rentang waktu (biasanya
berlangsung selama beberapa menit) atau persisten. Keluhan
ini bisa disertai gejala diaphoresis, mual, nyeri perut, sesak,
dan sinkop
Gejala NSTE ACS
Nyeri dada yang lama (>20 menit) saat istirahat
onset baru ( de novo ) angina (Class II or III of the Classification
of the Canadian Cardiovascular Society )
Terdapat destabilisasi stabil angina sebelumnya dengan
setidaknya Karakteristik Canadian Cardiovascular Society
Class III angina
(crescendo angina )
Post- MI angin

3.2. Diagnostic tools


3.2.1. Physical examination
Tujuan penting dari Pemeriksaan fisik adalah
untuk menyingkirkan penyebab non - cardiac
dari nyeri dada dan gangguan jantung non iskemik (misalnya emboli paru , aorta diseksi
, perikarditis , penyakit jantung katup ) atau
penyebab extracardiac seperti penyakit paru
akut ( mis pneumotoraks , pneumonia , atau
efusi pleura ).

3.2.2. Electrocardiogram
EKG 12-lead adalah alat diagnostik
pertama dalam penilaian pasien yang
dicurigai NSTE - ACS (dalam10 menit).
Karakteristik Kelainan EKG NSTE - ACS
adalah ST - depresi atau perubahan
gelombang Tdan bisa juga normal.
EKG harus diulang setidaknya pada ( 3 h )
6-9 jam dan 24 jam

3.2.3. Biomarkers
Troponin lebih spesifik dan sensitif dibandingkan
enzim jantung seperti creatine kinase ( CK ) ,
isoenzim MB ( CK - MB ) , dan mioglobin.
Peningkatan troponin jantung mencerminkan
kerusakan sel miokard
Pada pasien dengan MI , kenaikan awal di
troponin terjadi dalam 4 jam setelah onset
gejala, tetap meningkat hingga 2 minggu.Tidak
ada perbedaan mendasar antara troponin T dan
troponin I.

3.2.4. Imaging
Non-invasive imaging techniques
Echocardiography
Fungsi sistolik LV prognostik yang penting pada pasien
dengan CAD, untuk menyingkirkan dd angina lainnya.
Cardiac resonansi magnetik ( CMR )
untuk menilai keadaan miokard dan untuk mendeteksi
miokarditis
Multidetector computed tomography ( CT )
visualisasi langsung dari arteri koroner
Invasive imaging (coronary angiography
sebagai gold standart menilai CAD

3.3. Differential diagnoses

4.1. Clinical risk assessment


faktor risiko yang umum, seperti usia lanjut ,
diabetes , gagal ginjal , atau penyakit penyerta
lain,
Serangan yang timbul saat istirahat
prognosisnya lebih buruk dari gejala yang
ditimbulkan hanya selama aktivitas fisik .
pada pasien yang lebih muda dengan gejala
ACS , dapat dicurigai penggunaan cocain.

4.2. Electrocardiogram indicators


Pasien datang dengan EKG normal pada
memiliki prognosis yang lebih baik daripada
yang T inverted .
Pasien dengan depresi ST memiliki prognosis
yang lebih buruk , yang tergantung pada tingkat
keparahan
Pasien dengan ST depresi memiliki risiko lebih
tinggi untuk serangan jantung dibandingkan
dengan mereka dengan T inverted terisolasi

4.3. Biomarkers
pasien NSTEMI dengan troponin meningkat tanpa
kenaikan CK - MB ( yang terdiri 28 % dari NSTEMI
populasi ) , meskipun terobati , memiliki risiko lebih
rendah kematian di rumah sakit dibandingkan pasien
dengan kedua penanda meningkat
peningkatan kadar hsCRP ( >10 mg / L ) dapat
memprediksi mortalitas jangka panjang ( > 6 bulan
hingga 4 tahun ) .
Penelitian FRISC menegaskan bahwa tingkat hsCRP
tinggi berhubungan dengan peningkatan mortalitas
hsCRP tidak memiliki peran untuk diagnosis ACS

4.4. Risk scores


Risk scores of outcome (GRACE / TIMI)

Bleeding risk scores


Perdarahan dikaitkan dengan prognosis buruk di NSTE-ACS, dan
semua upaya harus dilakukan untuk mengurangi perdarahan bila
memungkinka
Skor yang sering digunakan untuk menilai resiko perdarahan
menurut ACC/AHA guidelines adalah(CRUSADE)

4.5. Long-term risk


Faktor-faktor tersebut antara lain, LV
fungsi sistolik , keparahan CAD , status
revaskularisasi , dan bukti iskemia
residual pada pengujian non - invasif

5. Treatment
5.1. Anti-ischaemic agents
5.2. Antiplatelet agents
5.2.1. Aspirin
5.2.2. P2Y12 receptor inhibitors
5.2.2.1. Clopidogrel
5.2.2.2. Prasugrel
5.2.2.3. Ticagrelor
5.2.2.4. Withholding P2Y12 inhibitors for
surgery
5.2.2.5. Withdrawal of chronic dual
5.2.3. Glycoprotein IIb/IIIa receptor

5.1. Anti-ischaemic agents

b-Blockers
Nitrates
Calcium channel blockers
Other antianginal drugs

b-Blockers
mengurangi konsumsi oksigen miokard
dengan menurunkan detak jantung,
tekanan darah, dan kontraktilitas.
Pada percobaan Dua double-blind acak
membandingkan b-blocker vs Plasebo
menunjukkan bahwa b-blocker dikaitkan
dengan penurunan risiko relatif 13%
(RRR) pengembangan menjadi STEMI

Platelet inhibition
Monitoring of P2Y12 inhibitors
Dalam penelitian Penilaian fungsi ADAPT-DES terhadap funsi
trombosit, hampir 50% dari pasien setelah 30 hari pasca-PCI
mengalami stent thrombosis yang disebabkan oleh karena
reaktivitas trombosit yang tinggi
Hal ini mungkin dikarenakan Variabilitas genetic dalam penyerapan
dan metabolisme clopidogrel memegang faktor kunci yang
bertanggung jawab terhadap bervariasinya hasil metabolit aktif
clopidridogel
Untuk mengurangi gangguan metabolik tersebut bisa dilakukan Tes
genetik cepat dan akurat untuk mengidentifikasi alel penghambat
metabolisme clorpridogel
EMA dan FDA telah mengeluarkan peringatan tentang efektivitas
clopidogrel yang berkurang bila dikombinasikan dengan PPI,
terutama omeprazole dan esomeprazole, yang mengurangi aktivasi
metabolik clopidogrel.

Duration of dual antiplatelet therapy

Glycoprotein IIb/IIIa inhibitors


ACUITY meneliti tentang waktu pemberian terapi Inhibitor Glycoprotein
yaitu strategi selektif (diberikanpada saat dilakukan PCI) vs pemberian
rutin inhibitor GPIIb / IIIa sebelum dilakukan prosedur PCI pada 9207
pasien dengan NSTE-ACS.
Dimana hasilnya adalah Strategi selektif menghasilkan perubahan yang
secara signifikan perdarahan mayor lebih rendah non-CABG pada hari
ke-30 dan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam presentase
kematian, MI atau revaskularisasi
Pada studi RCT yang lain terhadap 9492 pasien ,Glycoprotein IIb / IIIa
Inhibitor yang diberikan diawal pada pasien dengan Sindrom Koroner
Akut Tanpa ST elevasi membandingkan antara pemberian awal
eptifibatide atau plasebo dengan penggunaan eptifibatide setelah
angiografi PCI. Hasil akhir yg dinilai adalah presentase dari angka
kematian, MI, iskemia berulang yang membutuhkan revaskularisasi
mendesak dan 'trombotikbailout 96 jam setelah pemasangan.
Hasilnya Tidak ada penurunan yang signifikan antara keduanya, angka
kematian dan MI pada 30 hari juga sama. Perdarahan mayora lebih
tinggi jika eptifibatide diberikan diawal

Combination with P2Y12


inhibitors

Dalam penelitian ISAR-REACT 2 terhadap 2.022 pasien beresiko tinggi


NSTE-ACS dilakukan pengacakan dan diberi pretreatment dengan
aspirin dan 600 mg clopidogrel baik abciximab VS plasebo selama
PCI.
Hasil yang dilihat adalah angka kematian 30 hari post PCI , MI dan
revaskularisasi terjadi secara signifikan lebih sedikit pada kelompok
abciximab dari pada plasebo
Dalam penelitian EARLY-ACS, dimana terapi eptifibatide awal
dibandingkan dengan eptifibatide yang diberikan post PCI ,hasilnya
adalah penurunan angka kematian dan MI setelah 30 hari prosedur PCI
Dalam uji coba TRITON dan PLATO, GPIIb / IIIa inhibitor digunakan
pada 55% dan 27%, antara penerima prasugrel dan ticagrelor
menghasilkan peningkatan angka yang signifikan antara menerima
dan tidak menerima GPIIb / IIIa inhibitor.

5. Treatment
5.3. Anticoagulants
5.3.1. Indirect inhibitors of the coagulation
cascade
5.3.1.1. Fondaparinux
5.3.1.2. Low molecular weight heparins
5.3.1.3. Unfractionated heparin
5.3.2. Direct thrombin inhibitors (bivalirudin)
5.3.3. Anticoagulants under clinical investigation
5.3.4. Combination of anticoagulation and
antiplatelet treatmen

5. Treatment
5.4. Coronary revascularization
5.4.1. Invasive versus conservative approach
5.4.2. Timing of angiography and intervention
5.4.3. Percutaneous coronary intervention
versus
coronary artery bypass surgery
5.4.4. Coronary artery bypass surgery
5.4.5. Percutaneous coronary intervention
technique

5. Treatment
5.5. Special populations and conditions
5.5.1. The elderly
5.5.2. Gender issues
5.5.3. Diabetes mellitus
5.5.4. Chronic kidney disease
5.5.5. Left ventricular systolic dysfunction and heart
failure
5.5.6. Extreme body weights
5.5.7. Non-obstructive coronary artery disease
5.5.8. Anaemia
5.5.9. Bleeding and transfusion
5.5.10. Thrombocytopenia
5.6. Long-term management

6. Performance measures

7. Management strategy

8. Acknowledgements

9. References

Anda mungkin juga menyukai