Anda di halaman 1dari 121

PAJAK PENGHASILAN

ORANG PRIBADI
By. M. Firdaus Wahidi SE., ME.

DASAR HUKUM
UU NO. 36 TAHUN 2008
TENTANG PERUBAHAN
KEEMPAT ATAS UU NO. 7 TAHUN
1983 TENTANG PPH

ARAH DAN TUJUAN


PENYEMPURNAAN UU PPH

lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak;


lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak;
lebih memberikan kesederhanaan administrasi
perpajakan;
lebih memberikan kepastian hukum, konsistensi, dan
transparansi;
lebih menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka
meningkatkan daya saing dalam menarik investasi
langsung di Indonesia baik penanaman modal asing
maupun penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang
usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang mendapat
prioritas.

PAJAK PENGHASILAN (PPh)


[ Pasal 1 ]
ADALAH

Pajak yang dikenakan terhadap


subjek pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperolehnya
dalam tahun pajak

BAGAN SUBJEK PAJAK


Objek Pajak
Orang Pribadi
SUBJEK PAJAK
DALAM NEGERI
Pasal 2(3)

SUBJEK
PAJAK

Seluruh Penghasilan

Badan

Pasal 4

Warisan yang
belum terbagi
Orang
Pribadi

Pasal 2(2)

SUBJEK PAJAK
LUAR NEGERI
Pasal 2(4)

Badan

BUT

Non BUT

Penghasilan dari kegiatan operasi


dan harta yang dimiliki/dikuasai

Penghasilan kantor pusat

Penghasilan lainnya yang diperoleh


sehubungan dengan penghasilan
kantor pusat
Pasal 5(1)

Penghasilan yang diperoleh dari


Indonesia
Pasal 5(1)

SUBJEK PAJAK [ PASAL 2 (1) ]

- ORANG PRIBADI
- WARISAN YG BELUM TERBAGI
BADAN (PT, CV, BUMN/D, FIRMA, KONGSI,
KOPERASI, DAPEN, PERSEKUTUAN, ORMAS
YAYASAN, LEMBAGA, KIK
BENTUK USAHA TETAP (BUT)

SUBJEK PAJAK
DALAM NEGERI
[ PASAL 2 (3) ]
ORANG PRIBADI :
- BERTEMPAT TINGGAL / BERADA DI INDONESIA
LEBIH DARI 183 HARI DLM 12 BULAN; ATAU
- DALAM SUATU TAHUN PAJAK BERADA DI
INDONESIA DAN MEMPUNYAI NIAT BERTEMPAT
TINGGAL DI INDONESIA
BADAN
YANG DIDIRIKAN ATAU BERTEMPAT KEDUDUKAN DI
INDONESIA
WARISAN YANG BELUM TERBAGI SEBAGAI
SATU KESATUAN MENGGANTIKAN YANG
BERHAK

CONTOH SUBJEK PAJAK DALAM


NEGERI

Budi lahir dan bertempat tinggal selama hidupnya


di Indonesia, maka ia adalah Subjek Pajak Dalam
Negeri;
Mr. Alex warga negara Singapore bolak balik
Indonesia - Singapore selama 1 tahun, namun lebih
lama berada di Indonesia ( lebih dari 183 hari ),
maka Mr. Alex merupakan Subjek Pajak Dalam
Negeri.
Mr. David warga negara Canada mulai bekerja di
Indonesia bulan Oktober 2015 tapi berniat untuk
menetap di Indonesia, maka untuk tahun 2015 Mr.
David sudah sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri

SUBJEK PAJAK
LUAR NEGERI [ PASAL 2 (4) ]

ORANG PRIBADI YG TIDAK BERTEMPAT TINGGAL DI


INDONESIA / BERADA DI INDONESIA TIDAK LEBIH
DARI 183 HARI DALAM 12 BULAN
BADAN YG TIDAK DIDIRIKAN DAN TIDAK BERTEMPAT
KEDUDUKAN DI INDONESIA

YANG MENJALANKAN
USAHA ATAU KEGIATAN
MELALUI
BUT DI INDONESIA

YANG MENERIMA ATAU


MEMPEROLEH
PENGHASILAN DARI
INDONESIA BUKAN DARI
MENJALANKAN USAHA ATAU
KEGIATAN MELALUI
BUT DI INDONESIA

ORANG PRIBADI

SP OP LN

SP OP DN time test 183


hari

Menentukan Subjek Pajak OP DN atau LN (Per-43/PJ/2011)

Bertempat
Tinggal
ps.3(1) hrf
a. 1)

Berada
Ps. 3(1) hrf a.2)

1. Permanent
dwelling
resident
2. Ordinary course
of life
3. Place of habitual
abode
(Ps. 7 )

Tempat tinggal di
INDONESIA, bepergian
ke
LN, berada di Indonesia
lbh
dari 183 hari
(Ps. 8)

Berniat
Ps. 3(1) hrf a.3)

1. Berniat tinggal di
Indonesia,
memberikan VISA,
KITAS, Kontrak Kerja
lbh dari 183 hari.
2. Melakukan tindakan
akan
bertempat
tinggal di Indonesia
(Ps. 11)

WNI berada di LN sbg SP


menunjukan Green Card,Student
Cap paspor yang disahkan
setempat (Ps. 8 ayat 2)

LN,
Card,
KBRI

MULAI DAN BERAKHIRNYA


KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF
SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI

ORANG PRIBADI

MULAI:
SAAT DILAHIRKAN
BERADA ATAU BERNIAT TINGGAL DI INDONESIA

BERAKHIR:
SAAT MENINGGAL DUNIA
MENINGGALKAN INDONESIA UNTUK SELAMA-LAMANYA

PASAL 2A Ayat (1), (2), (3), (4),(5),& (6)

MULAI DAN BERAKHIRNYA


KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF
SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI

ORANG PRIBADI/BADAN
Ps. 2 : (4) huruf a

MULAI:
SAAT MENJALANKAN USAHA/ MELAKUKAN
KEGIATAN MELALUI BUT

BERAKHIR:
-

SAAT TIDAK LAGI MENJALANKAN USAHA


TIDAK MELAKUKAN KEGIATAN MELALUI BUT

PASAL 2A Ayat (1), (2), (3), (4),(5),& (6)

TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK


[ Pasal 3 ]
KANTOR PERWAKILAN NEGARA ASING
ORGANISASI INTERNASIONAL YANG DITETAPKAN OLEH MENKEU
DGN SYARAT INDONESIA MENJADI ANGGOTANYA DAN
TDK MENJALANKAN USAHA / KEGIATAN LAIN UNTUK
MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI INDONESIA
PEJABAT PERWAKILAN ORGANISASI INTERNASIONAL YG
DITETAPKAN DGN KEPMENKEU DGN SYARAT BUKAN WNI DAN
TDK MENJALANKAN USAHA / KEGIATAN/ PEKERJAAN LAIN UTK
MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI INDONESIA
PEJABAT PERWAKILAN DIPLOMATIK DAN KONSULAT BESERTA
ORANG-ORANG YANG DIPERBANTUKAN DENGAN SYARAT BUKAN
WNI DAN TIDAK MENERIMA PENGHASILAN LAIN SELAIN PEKERJAAN
SERTA BERLAKU ASAS TIMBAL BALIK

yuuk diskusi

Robert Blake, Dubes AS untuk


Indonesia

WN Amerika Serikat,
English Teacher EF Jakarta

Apakah dia Subjek Pajak


Dalam Negeri atau Subjek
Pajak Luar Negeri?

PNS Tugas Belajar


Luar Negeri

TKI di Malaysia

Apakah mereka Subjek Pajak


Dalam Negeri atau Subjek Pajak
Luar Negeri?

ke

TOURIST GUIDE, 2 TAHUN DI INDONESIA,


TEMPAT TINGGAL dan KEBERADAANNYA
BERPINDAH-PINDAH.

HARUS TERDAFTAR DI KPP MANA ?

PER-02/PJ/2009
Pasal 1
Dalam PerDirJen Pajak ini, yg dimaksud dengan Pekerja Indonesia di
Luar Negeri adalah orang pribadi WNI yg bekerja di luar negeri lebih
dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan.
Pasal 2
Pekerja Indonesia di Luar Negeri sdd Pasal 1 merupakan Subjek Pajak
Luar Negeri.
Pasal 3
Atas penghasilan yg diterima atau diperoleh Pekerja Indonesia di LN
sdd Pasal 1 sehubungan dengan pekerjaannya di LN dan telah
dikenai pajak di luar negeri, tidak dikenai Pajak Penghasilan di
Indonesia.
Pasal 4
Dalam hal Pekerja Indonesia di LN sdd Pasal 1 menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia maka atas penghasilan
tersebut dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan yang berlaku.

WARISA
N

Mengapa warisan yang belum terbagi


sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak ditunjuk oleh UU sebagai
Subjek Pajak ?

Pasal 32 ayat (1) huruf e UU KUP


Dalam menjalankan hak dan memenuhi
kewajiban menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak
diwakili, dalam hal suatu warisan yang belum
terbagi oleh salah seorang ahli warisnya,
pelaksana wasiatnya atau yang mengurus
harta peninggalannya.

WP DALAM NEGERI VS WP LUAR


NEGERI
No.
1.

Uraian

WP Dalam Negeri

2.
3.

Ruang lingkup penghasilan Penghasilan yang diterima


yang dapat dikenakan pajak / diperoleh dari Indonesia
dan dari luar Indonesia
Dasar Pengenaan Pajak
Penghasilan Neto
Tarif
Tarif Umum Pasal 17

4.

Kewajiban SPT Tahunan

Wajib

WP Luar Negeri
Penghasilan
yang
diterima / diperoleh
dari Indonesia
Penghasilan Bruto
Tarif sepadan / sesuai
treaty
Tidak wajib

Bagan Pajak Penghasilan (PPh OP)


Luar Negeri

Pasal 24

Indonesia

Pasal 23

Pasal 6

Pasal
Pasal 77

Pasal 21, 22, 23, 24, 25

Pembayaran dari Luar Negeri

Pembayaran ke Luar Negeri

WAJIB PAJAK
OP
Laporan Laba / Rugi
Penghasilan
Biaya
(xxx)
Laba
Koreksi Fiskal
Penghasilan Neto
PTKP
Penghasilan Kena Pajak
Pajak Terutang
Pajak dibayar dimuka
(xxx)

Pasal 26

Pasal 23

xxx

Pasal 4

xxx
xxx
xxx
(xxx)
xxx
xxx

Pasal 9

Pasal 17
Pasal 29

OBJEK PAJAK / PENGHASILAN


[ Pasal 4 (1) ]
Pengertian :
Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atas diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak, yang bersangkutan, dengan nama dan
bentuk apapun.

OBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (1)

Penggantian atau imbalan berkenaan dgn pekerjaan atau


jasa yg diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi,
uang pensiun, atau imbalan dlm bentuk lainnya,
kec. ditentukan lain dlm UU ini

Hadiah dari undian atau pekerjaan/kegiatan dan penghargaan


Laba Usaha

OBJEK PAJAK

Pasal 4 ayat (1)

Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta


termasuk :
1. keuntungan krn pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sbg pengganti
saham/penyertaan modal;
2. keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan
badan lainnya krn pengalihan harta kpd pemegang saham,
sekutu atau anggota;
3. keuntungan krn likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha;
4. keuntungan krn pengalihan harta berupa hibah, bantuan
atau sumbangan, kec. yang diberikan kpd keluarga sedarah
dlm garis keturunan lurus satu derajat, dan badan
keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau
pengusaha kecil termasuk koperasi yg ditetapkan oleh
Menkeu, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak
yg bersangkutan
5.Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian
atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam

OBJEK PAJAK
[ Pasal 4 ayat (1) ]

Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya


Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan krn jaminan pengembalian utang
Dividen, dgn nama dan dlm bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kpd pemegang polis, dan pembagian SHU koperasi
Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dgn penggunaan harta

Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala


Keuntungan krn pembebasan utang
Keuntungan krn selisih kurs mata uang asing, selisih lebih karena penilaian
kembali aktiva, premi asuransi, iuran yg diterima atau diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yg terdiri dari WP yg menjalankan usaha / pekerjaan bebas,
tambahan kekayaan neto yg berasal dari penghasilan yg belum dikenakan pajak.

PMK No.105/PMK.03/2009 stdd PMK No.57/PMK.03/2010

Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil adalah
piutang debitur kecil yang jumlahnya tidak melebihi Rp100.000.000,00, yang
merupakan gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit yang diberikan
oleh suatu institusi bank/lembaga pembiayaan dalam negeri sebagai akibat
adanya pemberian:

a. Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra);


b. Kredit Usaha Tani (KUT);
c. Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS;
d. Kredit Usaha Kecil (KUK);
e. Kredit Usaha Rakyat (KUR; dan/atau
f.

Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia


dalam mengembangkan usaha kecil dan koperasi.
Piutang yang nyata-nyata tidak ditagih kepada debitur kecil lainnya adalah
piutang debitur kecil lainnya yang jumlahnya tidak melebihi Rp5.000.000,00.

OBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (1)

Penghasilan dari Usaha Berbasis Syariah

imbalan bunga

surplus Bank Indonesia

PENGHASILAN DAPAT DIKENAI PAJAK FINAL


Pasal 4 ayat (2)

penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga


obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi
Transaksi saham dan sekuritas di bursa efek;
penghasilan berupa hadiah undian;
penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan
saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan
tanah dan bangunan; dan
Penghasilan tertentu lainnya

PENGENAAN PAJAKNYA
DIATUR DENGAN (PP)

Kalo gitu PAJAK FINAL ??


Jenis pajak yang memiliki sifat final, dimana
si pembayar pajak tidak lagi dikenai kewajiban
untuk memasukkan obyek pajak dan pajak
yang bersangkutan kedalam perhitungan pajak
akhir tahun, karena pajak dan obyek pajak
tersebut sudah dianggap rampung, tuntas,
atau pasti.

lebih pada konteks Pajak Penghasilan (PPh),


karena dalam PPh ada Perampungan yang
dilakukan setiap akhir tahun

Kalau Sudah Kena Pajak


Final ??

Tidak Dapat Dikreditkan Terhadap


Total PPh Terutang
Pengeluaran dalam memperoleh
penghasilan (obyek PPh Final) yang
bersangkutan tidak boleh
dibiayakan secara fiskal

Kenapa Harus Pajak Final ??


Penyederhanaan Administrasi
PPh oleh OP yang belum terdaftar secara
resmi sebagai WP
PPh atas obyek yang timbul atau terjadi
hanya sekali / tidak sering
PPh berkaitan dengan pembayar pajak
tertentu yang dikecualikan dari kewajiban
tertentu seperti pembukuan atau
memasukkan SPT
Obyek Tertentu :
Industri spesifik
Transaksi khusus

PENGHASILAN TERTENTU YANG


PENGENAAN PAJAKNYA TELAH DIATUR DGN
PERATURAN PEMERINTAH (PP)
1. PENGHASILAN DARI TRANSAKSI PENJUALAN SAHAM DI BURSA
EFEK ( PP No. 41 TAHUN 1994 jo PP No. 14 TAHUN 1997)
2. PENGHASILAN DARI HADIAH UNDIAN
( PP No. 132 TAHUN 2000)
3. PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU
BANGUNAN (PP No. 48 TAHUN 1994 jo PP No.79 TAHUN 1999)
4. PENGHASILAN DARI BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA
DISKONTO SBI ( PP No. 131 TAHUN 2000 jo KMK No.51/KMK.04/2001)
5. PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
( PP No. 29 TAHUN 1996 Jo. PP No. 5 Tahun 2002 )
6. PENGHASILAN BERUPA OBLIGASI YG DIPERDAGANGKAN DI
BURSA EFEK ( PP No. 139 TAHUN 2000 jo PP No. 6 Tahun 2002 Jo.
KMK No.121/KMK.03/2002)
7. PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI DAN JASA
KONSULTAN ( PP No. 51 TAHUN 2008)

NON OBJEK PAJAK


Pasal 4 ayat (3)

Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat


Harta hibahan;
Warisan;
harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh
badan sebagai pengganti saham atau sebagai
pengganti penyertaan modal;
Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang
pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan,
asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
dan asuransi bea siswa;
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan
pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
dalam bentuk natura atau kenikmatan dari WP atau
Pemerintah;

NON OBJEK PAJAK

dividen atau bagian laba yang diterima atau


diperoleh PT sebagai WP DN, koperasi, BUMN, atau
BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat:
1.dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
dan
2.bagi perseroan terbatas, badan usaha milik
negara dan badan usaha milik daerah yang
menerima dividen, kepemilikan saham pada badan
yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua
puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.
iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan oleh Menkeu, baik
yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

NON OBJEK PAJAK

penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun,


dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan;
bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas sahamsaham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

NON OBJEK PAJAK

beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu;


sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau
lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang
pendidikan
dan/atau
bidang
penelitian
dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi
yang membidanginya, yang ditanamkan kembali
dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan,
dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun
sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan ;
bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak
tertentu.

SOAL KASUS
1.PT Laris Sukses pada tahun 2012 membagikan dividen sebesar Rp 2
milyar. Pemegang saham pada tahun 2012 adalah :
- H. Samsudin (20%)
- Koperasi Arta Prima (10%)
- PT Sukses Abadi (10%)
- PT Sukses Subur (30%)
- CV Boga Arta (30%)
2.PT Laris Sukses menerima pembayaran dividen dari sebuah
perusahaan di Australia (kepemilikan 35%). Dividen tsb sudah dipotong
pajak di Australia
3.Yanto menerima hibah sebuah mobil Mercedes Benz dari kakeknya
4.Yanti menerima pembayaran dari PT Lippo Life atas asuransi jiwa
suaminya yang baru meninggal.
5.Bagong bekerja pada PT Metro TV menerima imbalan berupa gaji
per bulan Rp 3 juta, tunjangan transpor Rp 1 juta, beras 20 kg, mobil
dinas APV, iuran pensiun dibayar pemberi kerja Rp 150 ribu.
38

PENGHASILAN (Ph) BRUTO


Ph-OP
Non
Final
terkai
t

Boleh
Dikurangkan
(Ps.6(1) UU
PPh)

Ph-OP
Final

Ph-BOP

terkai
t

terkai
t

Tidak Boleh Dikurangkan


(PP 94/2010)

PENGELUARAN/BIAYA
Tidak boleh
dikurangkan
berdasarkan
Ps. 9(1) UU PPh dan
ketentuan lainnya

Pengeluaran yg
mempunyai
masa manfaat
tidak lebih dari
1 tahun

Biaya tahun
ybs.

Pengeluaran yg
mempunyai
masa manfaat
lebih dari 1
tahun

Pembebanannya
melalui
penyusutan/
amortisasi

Penjelasan Ps. 6 (1) UU PPh

BIAYA BOLEH DIKURANGKAN BAGI WP DN & BUT


(Ps. 6 Ayat (1) UU PPh
a. Terkait dg kegiatan usaha
baik secara langsung/tidak
langsung
c. Iuran kepada
Dana Pensiun
yg
pendiriaannya disahkan
MenKeu
e. Kerugian selisih kurs mata
uang asing
g. Biaya beasiswa, magang,
dan pelatihan
i. Sumbangan dlm rangka
penanggulangan bencana
nasional
k. Biaya pembangunan
infrastruktur sosial
m. Sumbangan dlm rangka
pembinaan olah raga

B
I
A
Y
A

b. Penyusutan dan amortisasi


sdd Ps. 11 & 11A UU PPh

3M

d. Kerugian krn penjualan/


pengalihan harta yg dimiliki
dan digunakan/dimiliki untuk
3M Ph

Ph

f. Biaya litbang perusahaan


yg dilakukan di Ind

N
O
N
F
I
N
A
L

h. Piutang yg nyata-nyata
tidak dapat ditagih dgn syarat
ttt
j. Sumbangan dlm rangka
penelitian dan
pengembangan yang
dilakukan di Ind
l. Sumbangan fasilitas
pendidikan

a. Biaya yang secara langsung atau tidak


langsung berkaitan dgn kegiatan usaha
antara lain:
1. biaya pembelian bahan;
2. biaya berkenaan dgn pekerjaan atau jasa termasuk upah,
gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang
diberikan dalam bentuk uang;
3. bunga, sewa, dan royalti;
4. biaya perjalanan;
5. biaya pengolahan limbah;
6. premi asuransi;
7. biaya promosi dan penjualan yg diatur dgn atau
berdasarkan PMK (PMK No. 02/PMK.03/2010) tgl 08-012010 mb-s 01-01-2009);
8. biaya administrasi; dan
9. pajak kecuali Pajak Penghasilan.

BIAYA PROMOSI
Biaya Promosi adalah bagian dari biaya
penjualan yg dikeluarkan oleh Wajib Pajak
dalam rangka memperkenalkan dan/atau
menganjurkan pemakaian suatu produk
baik langsung maupun tidak langsung
untuk mempertahankan dan/atau
meningkatkan penjualan.

PMK No.
02/PMK.03/2010

BIAYA PROMOSI
Besarnya Biaya Promosi yg dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto merupakan akumulasi dari jumlah :
a. biaya periklanan di media elektronik, media cetak,
dan/atau media lainnya;
b. biaya pameran produk;
c.
biaya pengenalan produk baru;dan/atau
d. biaya sponsorship yg berkaitan dgn promosi
produk.

PMK No.
02/PMK.03/2010

BIAYA PROMOSI

Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif atas


pengeluaran Biaya Promosi yg dikeluarkan kepada
pihak lain.
Daftar nominatif paling sedikit harus memuat data
penerima berupa nama, NPWP, alamat, tanggal,
bentuk dan jenis biaya, besarnya biaya, nomor
bukti pemotongan dan besarnya PPh yg dipotong.
Daftar nominatif dibuat sesuai format sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran PMK ini.
Daftar nominatif dilaporkan sebagai lampiran saat
Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh
Badan.
Dalam hal persyaratan tsb. di atas tidak dipenuhi,
Biaya Promosi tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto.

PMK No.

DAFTAR NOMINATIF BIAYA PROMOSI


No. Urut
Data Penerima:
Nama
NPWP
Alamat
Tanggal
Bentuk dan Jenis Biaya
Jumlah (Rp)
Keterangan
Pemotongan PPh
Jumlah PPh
Nomor Bukti Potong
Tempat, Tanggal, Tanda Tangan dan Nama Wajib Pajak yang
menandatangani

Mengenai pengeluaran untuk promosi perlu


dibedakan antara biaya yg benar-benar
dikeluarkan untuk promosi dan biaya yg pada
hakikatnya merupakan sumbangan / suap.
Walaupun terdapat daftar nominatif, jika biaya
promosi
tidak
dapat
dikurangkan
dari
penghasilan bruto, jika tidak berkaitan
langsung dg 3M penghasilan objek pajak tidak
final.

PAJAK YANG DAPAT DIKURANGKAN


DARI PENGHASILAN BRUTO

Pajak-pajak selain PPh, dapat dikurangkan dari Penghasilan


Bruto, sepanjang digunakan untuk 3M Penghasilan objek pajak
tidak final.
Misalnya PBB, BM, Pajak Hotel, dan Pajak Restoran, dapat
dibebankan sebagai biaya.

PAJAK MASUKAN YG TIDAK DAPAT DIKREDITKAN


(1) Pajak Masukan yg tidak dapat dikreditkan sdd Ps. 9 ayat
(8) UU PPN dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
sepanjang dapat dibuktikan Pajak Masukan tsb:
a.

benar-benar telah dibayar; dan

b.

berkenaan dgn pengeluaran yg


kegiatan untuk 3M penghasilan.

(2)

Pajak Masukan yg dapat dikurangkan dari penghasilan


bruto sdp ayat (1) sehubungan dgn pengeluaran untuk
memperoleh harta berwujud dan/atau harta tidak
berwujud serta biaya lainnya yg mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 tahun sdd Ps. 11 dan Ps. 11A UU
PPh, harus dikapitalisasi dgn pengeluaran atau biaya tsb
dan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi.
Ps. 10 PP 94/2010

berhubungan

dgn

c. Iuran Pensiun/JHT, JPK, JKK, JKM

Iuran pensiun yg dibayarkan kepada dana pensiun


yg pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan dan JHT yg dibayarkan kepada PT
Jamsostek oleh WP Orang Pribadi boleh dikurangkan
dari penghasilan bruto WP Orang Pribadi tsb.
JPK,
JKK,
JKM
yg dibayarkan
kepada
PT
Jamsostek/premi asuransi kesehatan, premi asuransi
kecelakaan, premi asuransi jiwa, premi asuransi
beasiswa dan premi asuransi dwiguna yg dibayarkan
oleh WP Orang Pribadi tidak boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto WP Orang Pribasi tsb. kecuali
dibayarkan oleh pemberi kerja dan premi tsb.
merupakan penghasilan bagi karyawan/orang pribadi
tsb.

SE-02/PJ.31/1996, 5-Jun96

JAMSOSTEK

JKK

JKM

JPK

PREMI ASURANSI

IPEN-DP (MK)
Dibayar pemberi kerja

Dibayar pemberi kerja


KARYAWAN

Penghasilan
Objek
Pph Pasal 21

JHT

KARYAWAN

PEMBERI KERJA

Boleh Dikurangkan
51

Pengenaan
PPh-nya
ditangguhkan

d. Kerugian karena Penjualan/ Pengalihan Harta


Boleh dikurangkan:
Kerugian karena penjualan/pengalihan harta yang
dimiliki dan digunakan dalam perusahaan/3M
penghasilan.

Tidak boleh dikurangkan:


Kerugian karena penjualan/pengalihan harta yang
dimiliki
tetapi
tidak
digunakan
dalam
perusahaan/3M penghasilan.

e. Kerugian Selisih Kurs Mata Uang Asing


Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang
asing diakui
berdasarkan sistem pembukuan yang
dianut dan dilakukan secara taat asas
sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan
yang berlaku di Indonesia.

f. Biaya Penelitian dan Pengembangan yang


Dilakukan di Indonesia

Yang dimaksud dgn biaya penelitian dan


pengembangan adalah biaya yg nyata-nyata
dikeluarkan untuk pengembangan produksi
(product development), serta biaya untuk
meningkatkan efisiensi perusahaan termasuk
teknologi untuk pengembangan proses (process
technology).

KMK No. 769/KMK.04/1990

Biaya Penelitian dan Pengembangan yang Dilakukan di Indonesia


Pembebanan biaya penelitian dan pengembangan
dibedakan dalam 3 (tiga) kategori :
1.
Biaya yg dikeluarkan dlm rangka penelitian dan
pengembangan yg menurut ket. peraturan per-UU-an
perpajakan harus disusutkan/diamortisasi.
2.
Biaya yg dikeluarkan dalam rangka penelitian
dan pengembangan yg menurut ketentuan peraturan
per-UU-an perpajakan merupakan biaya usaha seharihari, dibebankan sebagai biaya dalam tahun pajak ybs.
3. Biaya di luar biaya sdd butir 1 dan butir 2 antara lain
biaya konsultan, perlakuan perpajakannya disesuaikan
dgn prinsip-prinsip akuntansi yg berlaku.
KMK No. 769/KMK.04/1990

g. Biaya Beasiswa, Magang, dan Pelatihan


Biaya yang dikeluarkan u/ keperluan
beasiswa, magang, dan pelatihan dlm
rangka peningkatan kualitas SDM dapat
dibebankan sebagai biaya perusahaan
dgn memperhatikan kewajaran,
termasuk beasiswa yg dapat dibebankan
sebagai biaya adalah beasiswa yg diberikan
kepada pelajar, mahasiswa, dan pihak lain.

h. Piutang yang Nyata-nyata Tidak Dapat Ditagih


Syarat:
1. telah dibebankan sbg biaya dlm laporan laba rugi
komersial;
2. WP harus menyerahkan daftar piutang yg tidak dapat
ditagih kepada DJP; dan
3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada
Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yg menangani
piutang negara; atau
adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur
yang bersangkutan; atau

Piutang yang Nyata-nyata Tidak Dapat Ditagih


telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau
khusus; atau
adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah
dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak
berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur
kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf k UU PPh;
yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dgn atau
berdasarkan PMK (PMK No. 105/PMK.03/2009 stdd
PMK No. 57/PMK.03/2010)

PMK No.105/PMK.03/2009 stdd PMK No.57/PMK.03/2010

Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil adalah
piutang debitur kecil yang jumlahnya tidak melebihi Rp100.000.000,00, yang
merupakan gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit yang diberikan
oleh suatu institusi bank/lembaga pembiayaan dalam negeri sebagai akibat
adanya pemberian:

a. Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra);


b. Kredit Usaha Tani (KUT);
c. Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS;
d. Kredit Usaha Kecil (KUK);
e. Kredit Usaha Rakyat (KUR; dan/atau
f.

Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia


dalam mengembangkan usaha kecil dan koperasi.
Piutang yang nyata-nyata tidak ditagih kepada debitur kecil lainnya adalah
piutang debitur kecil lainnya yang jumlahnya tidak melebihi Rp5.000.000,00.

PMK No.105/PMK.03/2009 stdd PMK No.57/PMK.03/2010


Apabila Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibayar
seluruhnya atau dibayar sebagian oleh debitur, jumlah piutang
yang dibayar seluruhnya atau dibayar sebagian tersebut
merupakan penghasilan bagi kreditur pada tahun pajak
diterimanya pembayaran.

i. Sumbangan
Ps. 6(1) huruf i,j,k,l,m UU PPh jo PP 93/2010

Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana


nasional
Sumbangan dalam rangka penelitian dan
pengembangan yang dilakukan di Indonesia
Biaya pembangunan infrastruktur sosial
Sumbangan fasilitas pendidikan
Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga

Sumbangan dan/atau Biaya Yang Dapat Dikurangkan


Sampai Jumlah Tertentu
a.

b.

Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional,


yg mrpk sumbangan untuk korban bencana nasional
yg disampaikan scr langsung melalui badan penanggulangan
bencana atau disampaikan scr tidak langsung melalui lembaga atau
pihak yg telah mendapat izin dari instansi/lembaga yg berwenang
untuk pengumpulan dana penanggulangan bencana;
Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan,
yg merupakan sumbangan untuk penelitian dan pengembangan yg
dilakukan di wilayah RI
yg disampaikan melalui lembaga penelitian dan pengembangan;

Ps. 1 PP 93/2010

Sumbangan dan/atau Biaya Yang Dapat Dikurangkan


Sampai Jumlah Tertentu
c. Sumbangan fasilitas pendidikan,

yg merupakan sumbangan berupa fasilitas pendidikan

yg disampaikan melalui lembaga pendidikan;


d.
Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga,

yg merupakan sumbangan untuk membina, mengembangkan dan


mengoordinasikan suatu atau gabungan organisasi cabang/jenis olahraga
prestasi

yg disampaikan melalui lembaga pembinaan olah raga; dan


e.
Biaya pembangunan infrastruktur sosial

merupakan biaya yg dikeluarkan untuk keperluan membangun sarana dan


prasarana untuk kepentingan umum dan bersifat nirlaba.

Ps. 1 PP 93/2010

Syarat Sumbangan dan/atau Biaya


Agar Dapat Dikurangkan
a.

b.
c.
d.
e.

WP mempunyai penghasilan neto fiskal


berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak
sebelumnya;
pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak
menyebabkan rugi pada Tahun Pajak sumbangan
diberikan;
didukung oleh bukti yang sah; dan
lembaga yang menerima sumbangan dan/atau
biaya memiliki NPWP, kecuali badan yg
dikecualikan sebagai subjek pajak sdd UU PPh.
Besarnya nilai sumbangan dan/atau biaya
pembangunan infrastruktur sosial yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto sdd Pasal 1
untuk 1 (satu) tahun
dibatasi tidak melebihi 5% dari penghasilan neto
fiskal Tahun Pajak sebelumnya.
Ps. 2 PP 93/2010

Batas Sumbangan dan/atau Biaya


yang Dapat Dikurangkan
Contoh:
Penghasilan neto fiskal Wajib Pajak adalah tahun lalu
Rp60.000.000.000,00 maka berapa jumlah sumbangan yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto tahun ini ?

Contoh:
PT Gunung Raya pada tahun 2009 mempunyai penghasilan neto fiskal
sebesar Rp1.000.000.000,00. Pada tahun 2010 Wajib Pajak memberikan
sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga melalui lembaga pembinaan
olahraga sebesar Rp.40.000.000,00. Pada tahun 2010 Wajib Pajak
mempunyai penghasilan neto fiskal sebesar Rp30.000.000,00. Wajib Pajak
tidak diperkenankan mengurangkan sumbangan tersebut dari penghasilan
bruto tahun 2010 karena akan menyebabkan rugi sebesar Rp10.000.000,00.

Ps. 3 PP 93/2010

Terdapat Hubungan Istimewa

Sumbangan dan/atau biaya sdd Pasal 1 tidak


dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi
pihak pemberi
apabila sumbangan dan/atau biaya diberikan
kepada pihak yang mempunyai hubungan
istimewa sdd UU PPh.

Yang dimaksud dengan "hubungan istimewa" adalah sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 18 UU PPh.

Ps. 4 PP 93/2010

Penentuan Nilai Sumbangan dan/atau Biaya


yang Dapat Dikurangkan
(1) Nilai sumbangan dalam bentuk barang sdd Pasal 5
ayat (1) ditentukan berdasarkan:
a. nilai perolehan, apabila barang yg disumbangkan
belum disusutkan;
b. nilai buku fiskal, apabila barang yg disumbangkan
sudah disusutkan; atau
c. harga pokok penjualan, apabila barang yg
disumbangkan mrpk barang produksi sendiri.
(2) Nilai biaya pembangunan infrastruktur sosial sdd
Pasal 5 ayat (2) ditentukan berdasarkan jumlah yang
sesungguhnya dikeluarkan untuk membangun sarana
dan/atau prasarana.

Ps. 6 PP 93/2010

Pengeluaran-pengeluaran yg dapat dikurangkan


dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam
batas-batas yg wajar sesuai dengan adat
kebiasaan pedagang yg baik.
Apabila pengeluaran yg melampaui batas kewajaran
dipengaruhi oleh hubungan istimewa, jumlah yg
melampaui batas kewajaran tsb. tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto.

Pengeluaran Berupa Pembayaran di Muka

misalnya sewa untuk beberapa tahun yang


dibayar sekaligus,
pembebanannya dapat dilakukan melalui
alokasi.

Ps.11(1),(2) UU
PPh

Penyusuta
n

Pengeluaran
untuk
pembelian,
pendirian,
penambahan,
perbaikan,
atau
perubahan
harta
berwujud

Dilakukan secara taat asas

m
m

1
Tahun

Kecuali tanah yg berstatus HM, HGB, HGU dan hak


pakai yg pertama kali (nilai tdk berkurang)
Metode garis lurus (bagian-bagian yg sama besar)
atau straight-line method
Metode saldo menurun (bagian-bagian yg menurun)
atau declining balance method (sekaligus pada
akhir masa manfaat)
Small tools yg sejenis dapat disusutkan dlm 1
golongan
Bangunan disusutkan dengan straight-line method

PENYUSUTAN DAN AMORTISASI

Harga perolehan (harga perolehan ditambah biayabiaya yang dikeluarkan, misalnya bea cukai, biaya
transportasi, biaya instalasi)
Harga yang wajar (jumlah yang seharusnya dikeluarkan
atau diterima) apabila terdapat hubungan istimewa
Harga pasar (dalam hal terjadi tukar menukar harta)
Nilai sisa buku dari pihak yang melakukan pengalihan
(apabila pengalihan harta tersebut bukan merupakan
objek pajak, misalnya sumbangan)
27 Oktober 2016

PENYUSUTAN

Untuk mengurangi biaya aktiva yang mempunyai masa


manfaat lebih dari 1 tahun
Metode penyusutan

Garis lurus
Saldo menurun

Bangunan disusutkan dengan metode garis lurus


Penyusutan dilakukan untuk setiap bulan
Tanah tidak disusutkan, kecuali jika nilai tanah mengalami
penurunan untuk memperoleh penghasilan
Di akhir masa manfaat, sisa nilai buku disusutkan
seluruhnya
27 Oktober 2016

Pasal 11 ayat (3) & (4)

SAAT MULAI PENYUSUTAN


Pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali
untuk harta yg masih dalam proses pengerjaan,
penyusutannya dimulai pada bulan selesainya
pengerjaan harta tsb.
Contoh
Pengeluaran
pembangunan gedung adalah sebesar Rp100.000.000,00.
:
Pembangunan dimulai bulan Oktober 2000 dan selesai dikerjakan/dibangun
bulan Maret 2001.
Penyusutan atas harga perolehan bangunan gedung tsb dimulai pada bulan
Maret tahun pajak 2001.

KELOMPOK HARTA BERWUJUD


Kelompok Harta Berwujud

Masa Mamfaat

I. Bukan Bangunan :
- Kelompok 1
- Kelompok 2
- Kelompok 3
- Kelompok 4

4 tahun
8 tahun
16 tahun
20 tahun

II. Bangunan
- Permanen
- Tidak Permanen

20 tahun
10 tahun
27 Oktober 2016

TARIF PENYUSUTAN
Kelompok Harta

Masa
Mamfaat

Garis Lurus

Saldo
Menurun

I. Bukan Bangunan
- Kelompok 1
- Kelompok 2
- Kelompok 3
- Kelompok 4

4 tahun
8 tahun
16 tahun
20 tahun

25%
12,5%
6,25%
5%

50%
25%
12,5%
10%

II. Bangunan
- Permanen
- Tidak Permanen

20 tahun
10 tahun

5%
10%

-----

27 Oktober 2016

Straight line method:

Gedung HP : Rp 100.000.000,00
masa manfaatnya 20 tahun,
penyusutannya / th = Rp. 5.000.000,00
(= Rp 100.000.000,00 : 20).

declining balance method


Mesin (kel.1) perolehan Januari 2000 , HP Rp
150.000.000,00.
Masa
manfaat 4 tahun,
Tarif Penyusutan
penyusutanNilai
50%Sisa Buku
Tahun
Tarif
Harga Perolehan
2000
2001
2002
2003

50%
50%
50%
Sekaligus

75,000,000.00
37,500,000.00
18,750,000.00
18,750,000.00

150,000,000.0
0
75,000,000.00
37,500,000.00
18,750,000.00
0.00

Contoh
Sebuah mesin (kel.1) yg dibeli dan ditempatkan pada bln Juli 2000.
Harga Perolehan : Rp 100.000.000,00.
Masa manfaat 4 (empat) tahun.
Tarif penyusutan 50%
Tahun

Tarif

Harga Perolehan

Penyusutan

Nilai Sisa Buku

2000

1/2 x 50%

100,000,000.0
0
25,000,000.00 75,000,000.00

2001

50%

37,500,000.00 37,500,000.00

2002

50%

18,750,000.00 18,750,000.00

2003

50%

9,375,000.00 9,375,000.000

2004

Sekaligus

9,375,000.00

0.00

AMORTITASI

Pengeluaran atas harta tak berwujud yang


mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun
dibebankan melalui amortisasi.
Metode amortisasi

Garis lurus
Saldo menurun

27 Oktober 2016

TARIF AMORTISASI

Kelompok Harta
Tak Berwujud
- Kelompok 1
- Kelompok 2
- Kelompok 3
- Kelompok 4

Masa
Mamfaat
4 tahun
8 tahun
16 tahun
20 tahun

Garis Lurus

Saldo
Menurun

25%
12,5%
6,25%
5%

50%
25%
12,5%
10%

27 Oktober 2016

KOMPENSASI KERUGIAAN

Kerugian tahun lalu dapat dibawa dan


dikompensasikan ke penghasilan kena pajak
selama 5 tahun pajak berikutnya

Kerugian yang diakibatkan karena penghasilan


yang telah dikenakan pajak final, tidak dapat
dibawa/dikompensasikan ke tahun pajak
berikutnya

KOMPENSASI KERUGIAN
KOMPENSASI HORISONTAL
DENGAN PENGHASILAN
TAHUN PAJAK YANG SAMA, kecuali
Rugi di Luar Negeri tidak bisa dikompensasikan
dengan di Dalam Negeri
KOMPENSASI VERTIKAL
DENGAN PENGHASILAN
TAHUN TAHUN PAJAK BERIKUTNYA
KOMPENSASI KERUGIAN PSL.6(2)
81

Kompensasi Kerugian

Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan biaya


sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) UU PPh
didapat kerugian,
kerugian
tersebut
dikompensasikan
dengan
penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut
sampai dengan 5 (lima) tahun.

Ps. 6 (2) UU PPh

Contoh :
PT A dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal
sebesar Rp1.200.000.000,00. Dalam 5 (lima) tahun
berikutnya laba rugi fiskal PT A sebagai berikut :
2010 : laba fiskal Rp200.000.000,00
2011 : rugi fiskal (Rp300.000.000,00)
2012 : laba fiskal Rp N I H I L
2013 : laba fiskal Rp100.000.000,00
2014 : laba fiskal Rp800.000.000,00

Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :


Rugi fiskal tahun 2009
(Rp1.200.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2010
Rp 200.000.000,00 (+)
-------------------------------Sisa rugi fiskal tahun 2009
(Rp1.000.000.000,00)
Rugi fiskal tahun 2011
(Rp 300.000.000,00)
--------------------------------Sisa rugi fiskal tahun 2009
(Rp1.000.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2012
Rp N I H I L
(+)
---------------------------------Sisa rugi fiskal tahun 2009
(Rp1.000.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2013
Rp 100.000.000,00 (+)
---------------------------------Sisa rugi fiskal tahun 2009
(Rp 900.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2014
Rp 800.000.000,00 (+)
-----------------------------

Misalnya PT A tersebut pada tahun 2015 dan 2016


memperoleh laba fiskal sbb. Berapakah besarnya PPh
terutang tahun 2015 dan 2016?
2015 Laba fiskal Rp 200.000.000
2016 Laba fiskal Rp 400.000.000

Rugi fiskal tahun 2009 sebesar Rp100.000.000,00


yang masih tersisa pada akhir tahun 2014 tidak
boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun
2015,
sedangkan rugi fiskal tahun 2011 sebesar
Rp300.000.000,00 hanya boleh dikompensasikan
dengan laba fiskal tahun 2015 dan tahun 2016,
karena jangka waktu lima tahun yang dimulai sejak
tahun 2012 berakhir pada akhir tahun 2016.
Penjelasan Ps. 6 (2) UU PPh

Form SPT
NPWP :

Nama WP :

Rugi/Laba neto
fiskal
Tahun

Kompensasi Kerugian Fiskal


(Dalam jutaan Rp)

Jumlah 2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016 2017

2009

(1.200)

200

50

100

800

2010

200

2011

(300)

200

100

2012

50

2013

100

2014

800

2015

200

2016

400

2017

500

200

50

100

800

200

100

Jumlah

50

KOMPENSASI KERUGIAN
Bagi WP yang mendapatkan fasilitas Pasal 31A UU PPh, diberikan
tambahan kompensasi kerugian vertikal menjadi
> 5 thn 10 thn
KOMPENSASI HORISONTAL
DENGAN PENGHASILAN
TAHUN PAJAK YANG SAMA, kecuali
Rugi di luar negeri tidak bisa
dikompensasikan
dengan di dalam negeri
88
KOMPENSASI KERUGIAN PSL.6(2)

PTKP
PTKP BARU
Mulai 1-1-2015
Keterangan

PTKP LAMA
Mulai 1-1-2013

PMK No.
122/PMK.010/2015

SETAHUN

SEBULAN

SETAHUN

SEBULAN

(Rp)

(Rp)

(Rp)

(Rp)

WP

36.000.00 3.000.00
0,0,-

24.300.0 2.025.00
00,0,-

WP KAWIN

3.000.000 250.000,
,-

2.025.00 168.750,
0,-

PENGHASILA 36.000.00 3.000.00 24.300.0 2.025.00


N ISTERI
0,0,00,0,DIGABUNG
DENGAN
PENERAPAN PTKP DITENTUKAN OLEH KEADAAN
SUAMI
PADA AWAL TAHUN KALENDER
TANGGUNGA 3.000.000 ATAU
250.000, 2.025.00 168.750,
AWAL BULAN DARI
KALENDER
N
,- BAGIAN TAHUN
0,89 (Pasal 11 ayat (5) dan (6)
(Max 3

TANGGUNGAN
SEDARAH
IBU

AYAH

KAKAK
KANDUNG

ADIK
KANDUNG

ANAK

TANGGUNGAN
SEMENDA
IBU
MERTUA

AYAH
MERTUA

KAKAK
IPAR

ADIK
IPAR

ANAK
TIRI

PENGHASILAN ATAU KERUGIAN


BAGI WANITA KAWIN
Pasal 8 ayat (1)
PENGHASILAN ATAU KERUGIAN BAGI WANITA
YANG TELAH KAWIN

DIANGGAP SEBAGAI PENGHASILAN ATAU


KERUGIAN SUAMINYA

KECUALI
1. PENGHASILAN TSB SEMATA-MATA DITERIMA
ATAU DIPEROLEH DARI SATU PEMBERI KERJA
YG TELAH DIPOTONG PPh PASAL 21,
DAN
2. PEKERJAAN TSB TIDAK ADA HUBUNGANNYA
DENGAN USAHA ATAU PEKERJAAN BEBAS
SUAMI ATAU ANGGOTA KELUARGA LAINNYA

PENGHASILAN SUAMI ISTRI DIKENAI PAJAK SECARA


TERPISAH
[ PASAL 8 (2) ]

a.suami-isteri telah hidup berpisah


berdasarkan putusan hakim;
b.dikehendaki secara tertulis oleh
suami-isteri berdasarkan perjanjian
pemisahan harta dan penghasilan;
c. dikehendaki oleh isteri yang
memilih untuk menjalankan hak dan
kewajiban perpajakannya sendiri.
Penghasilan anak yang belum dewasa digabung dengan penghasilan
orang tuanya. [ PASAL 8 (4) ]

NON DEDUCTIBLE EXPENSES

Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun


Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan
pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota
Pembentukan dana cadangan, kecuali :
Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan
sewa guna usaha dengan hak opsi
Cadangan untuk usaha asuransi
Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan

Pembentukan atau Pemupukan


Dana Cadangan tidak boleh dikurangkan
kecuali:
1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yg
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dgn hak opsi, perusahaan
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yg
dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan;
6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah
industri untuk usaha pengolahan limbah industri,
yg ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan PMK (PMK
No. 81/PMK.03/2009).

NON DEDUCTIBLE EXPENSES

Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa


yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali
penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta
penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di
daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan

Pemberian Natura Dan Kenikmatan Yang Dapat Dikurangkan


Bagi Pemberi Kerja Dan Bukan Penghasilan Bagi Pegawai
(PMK No. 83/PMK.03/2009)
a. Pengeluaran untuk penyediaan makanan dan/atau
minuman bagi Pegawai yang meliputi:
pemberian makanan dan/atau minuman yang
disediakan oleh pemberi kerja di tempat kerja, atau
pemberian kupon makanan dan/atau minuman bagi
Pegawai yang karena sifat pekerjaannya tidak dapat
memanfaatkan pemberian sebagaimana dimaksud
pada huruf a, meliputi Pegawai bagian pemasaran,
bagian transportasi, dan dinas luar lainnya.

Pemberian Natura Dan Kenikmatan Yang Dapat Dikurangkan


Bagi Pemberi Kerja Dan Bukan Penghasilan Bagi Pegawai
(PMK No. 83/PMK.03/2009)
b. Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan

keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana


keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut
mengharuskannya:
meliputi pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja,
pakaian seragam petugas keamanan (satpam), sarana antar
jemput Pegawai, serta penginapan untuk awak kapal, dan
yang sejenisnya.

Pemberian Natura Dan Kenikmatan di Daerah


Tertentu
(PMK No. 83/PMK.03/2009)
c. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan
berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka menunjang
kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah tersebut:
sarana dan fasilitas di lokasi kerja untuk :
a. tempat tinggal, termasuk perumahan bagi Pegawai dan keluarganya;
b. pelayanan kesehatan;
c. pendidikan bagi Pegawai dan keluarganya;
d. peribadatan;
e. pengangkutan bagi Pegawai dan keluarganya;
f. olahraga bagi Pegawai dan keluarganya tidak termasuk golf, power boating, pacuan
kuda, dan terbang layang,
sepanjang sarana dan fasilitas tersebut tidak tersedia, sehingga pemberi kerja harus
menyediakannya sendiri.
Pengeluaran untuk pembangunan sarana dan fasilitas tsb di atas yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun disusutkan.

Perlakuan PPh atas Pengeluaran BPHTB dan


PBB
a. BPHTB adalah pajak yg dibayar merupakan bagian dari biaya pengeluaran untuk
memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan;
b.

BPHTB atas hak atas tanah yg dimiliki untuk 3m penghasilan dapat dibebankan
melalui amortisasi hak atas tanah sepanjang hak atas tanah tsb dapat diamortisasi,
misalnya tanah yang diperoleh untuk usaha genteng bisa diamortisasi;

c.

BPHTB atas bangunan yang digunakan untuk 3M Penghasilan pembebanannya


melalui penyusutan bangunan

d.

PBB dibebankan setiap tahun

e.

Butir a, b, c, dan d diatas jika berkaitan dg 3M Penghasilan objek tidak final, dan juga
bukan WP yang menggunakan norma penghitungan
SE- 01/PJ.42/2002

Perlakuan PPh Atas Biaya Pemakaian Telepon


Seluler Dan Kendaraan Perusahaan
a. Atas biaya perolehan telepon seluler yang dimiliki perusahaan untuk pegawai tertentu
karena jabatan atau pekerjaannya dibebankan 50% melalui penyusutan aktiva tetap
kelompok I.
b. Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler di
atas dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50%
c. Atas biaya perolehan atau perbaikan bus,minibus, atau yang sejenis yang dimiliki dan
dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai dibebankan seluruhnya
melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II .
d. Atas biaya perolehan atau perbaikan kendaraan sedan ,atau yang sejenis yang dimiliki
perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya dibebankan
50% melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II.
e. Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sedan ,atau yang sejenis yang
dimiliki perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya
dibebankan 50%
KEP-220/PJ/2002 SE-09/PJ.42/2002

Perlakuan PPh Atas Biaya Perolehan Perangkat


Lunak (Software) Komputer
a. Perangkat lunak komputer berupa program aplikasi
umum (misal windows, MS Office) dibebankan
periode pengeluaran, kecuali merupakan bagian
dari pembelian komputer pembebanannya
melalui penyusutan komputer kelompok aktiva I
b. Atas pengeluaran program aplikasi khusus (misal
aplikasi perbankan, SI DJP) dibebankan melalui
amortisasi kelompok I.
c. Atas pengeluaran untuk upgrade program aplikasi
khusus ditambahkan dengan nilai buku program
KEP- 316/PJ./
2002
yang di-upgrade, dan
diamortisasi
kelompok I
secara penuh (masa manfaat 4 tahun)

NON DEDUCTIBLE EXPENSES

Hadiah, bantuan atau sumbangan, warisan kecuali zakat


yang dibayarkan kepada badan amil zakat
Pajak penghasilan
Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma,
atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham
Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan
serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan
pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

NORMA PENGHITUNGAN
PENGHASILAN NETO
Pasal 14 UU No. 17 Tahun 2000:
WP orang pribadi yang memiliki peredaran usaha kurang
dari Rp 600 juta dapat menggunakan norma penghitungan
penghasilan neto
Keputusan Perubahan:
Batas peredaran usaha untuk dapat menggunakan norma
penghitungan penghasilan neto bagi WP orang pribadi
dinaikkan menjadi Rp. 4,8 milyar
5

PENGGUNAAN
NORMA PENGHITUNGAN
Pasal 14 ayat (2,3,4), jo. PMK-

Norma Penghitungan
Penghasilan Neto
HANYA WAJIB PAJAK
ORANG PRIBADI
SYARAT

* Peredaran bruto dalam satu tahun kurang


dari Rp 4.800.000.000
* Memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3
bulan pertama dari Tahun Pajak Ybs. Apabila tidak
memberitahukan, dianggap memilih Pembukuan
* Wajib menyelenggarakan Pencatatan

PPH ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG


DITERIMA
ATAU DIPEROLEH WP YANG MEMILIKI
PEREDARAN BRUTO TERTENTU

WP orang Pribadi atau Badan tidak termasuk BUT


dan menerima penghasilan dari usaha, tidak
termasuk penghasilan dari jasa sehubungan
dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto
tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 dalam 1 Tahun
Pajak
dikenakan
PPh
bersifat
Final
sebesar 1%;

TARIF WP ORANG PRIBADI


Pasal 17 UU No. 17 Tahun 2000

No.

Lapisan Penghasilan

Tarif

1.

S.d Rp 25.000.000,-

5%

2.

Di atas Rp25.000.000,- s.d. Rp 50.000.000,-

10%

3.

Di atas Rp50.000.000,- s.d. Rp 100.000.000

15%

4.

Di atas Rp100.000.000,- s.d.Rp200.000.000,-

25%

5.

Di atas Rp200.000.000,-

35%

Pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008

No.

Lapisan Penghasilan

Tarif

1.

S.d. Rp 50.000.000,-

5%

2.

Di atas Rp50.000.000,- s.d. Rp 250.000.000

15%

3.

Di atas Rp250.000.000,- s.d.Rp 500.000.000,-

25%

4.

Di atas Rp500.000.000,-

30%

TARIF ATAS DIVIDEN YANG DITERIMA


WP ORANG PRIBADI
Pasal 23 (1.a) UU No. 17 Tahun 2000 :
sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah
bruto atas dividen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf g;

Pasal 17 ayat (2c) UU No. 36 Tahun 2008 :


Tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa
dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri adalah paling tinggi sebesar
10% (sepuluh persen) dan bersifat final.

CONTOH PENERAPAN
TARIF PPh BAGI WAJIB PAJAK
ORANG PRIBADI DN
JUMLAH PKP

Rp 390.000.000,00

PPh TERUTANG :
5%
10%
15%
25%
35%

X
X
X
X
X

Rp 25.000.000 =
Rp 25.000.000 =
Rp 50.000.000 =
Rp 100.000.000 =
Rp 190.000.000 =

Rp 1.250.000
Rp 2.500.000
Rp 7.500.000
Rp 25.000.000
Rp 66.500.000
Rp 102.750.000,00

KREDIT PAJAK
Pasal 21

Pasal 22
Pasal 23
Pasal 24

Pembayaran pajak melalui pemotongan


pajak yang dilakukan oleh pemberi kerja tidak
berlaku untuk wajib pajak badan.
Pembayaran pajak melalui pemungut
pajak, seperti pada waktu impor.
Pembayaran pajak melalui pemotongan
oleh pihak ketiga
Kredit Pajak Luar Negeri pajak yang
dibayar atau terutang di luar negeri

KREDIT PAJAK LUAR NEGERI


[ Pasal 24 ]

Untuk menghindari beban pajak ganda atas penghasilan


yang sama
Jumlah yang dapat dikreditkan maksimum sebesar
jumlah yang lebih rendah diantara :

Jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar


negeri; atau

Jumlah pajak yang dihitung menurut perbandingan


antara penghasilan dari luar negeri dan seluruh
penghasilan kena pajak dikalikan PPH terutang

Jumlah pajak terutang atas seluruh penghasilan


kena pajak, apabila penghasilan luar negeri > total
penghasilan (didalam negeri menjalani kerugian)

KREDIT PAJAK LUAR NEGERI


[ Pasal 24 ]

Pengakuan penghasilan berdasarkan negara asal sumber penghasilan

Penghasilan dari kegiatan usaha: stelsel akrual

Pendapatan dividen: stelsel kas / ditetapkan

Penghasilan lain-lain: stelsel kas

Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam


menghitung penghasilan kena pajak di Indonesia

Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan


ternyata kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang
terutang menurut Undang-undang ini harus ditambah dengan jumlah
tersebut pada tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan.

KELEBIHAN PAJAK YANG DIBAYAR ATAU


TERUTANG DI LUAR NEGERI

Tidak dapat diperhitungkan dengan PPh terutang tahun


berikutnya;

Tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang


penghasilan;

Tidak dapat dimintakan restitusi;

SYARAT PENGKREDITAN PPH PASAL 24

Menyampaikan permohonan ke DJP;

Melampirkan L/K dari penghasilan yang berasal dari LN;

Melampirkan Dokumen Pajak di LN;

KREDIT PAJAK

Pasal 25

- Pembayaran angsuran pajak dalam tahun pajak


berjalan untuk setiap bulan.

Fiskal Luar Negeri

- Pajak yang dibayar pada saat seorang karyawan


pergi ke luar negeri terbatas hanya untuk
perjalanan dinas

KREDIT PAJAK PPH PASAL 25


1) Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak
berjalan yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk
setiap bulan adalah sebesar PPh yang terutang
menurut SPT PPh tahun pajak yang lalu, dikurangi
dengan:
a. PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta PPh yang
dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22;
dan
b. PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri
yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24;
dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam
bagian tahun pajak

KREDIT PAJAK PPH PASAL 25


(2) Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri
oleh WP untuk bulan-bulan sebelum SPT Tahunan
Pajak Penghasilan disampaikan sebelum batas waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan, sama dengan besarnya angsuran pajak
untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu;
(4) Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat
ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu, maka
besarnya angsuran pajak dihitung kembali
berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut, dan
berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan
penerbitan surat ketetapan pajak

KREDIT PAJAK PPH PASAL 25


(6) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan
penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun
pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut:
a. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;
b. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
c. SPT PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat
batas waktu yang ditentukan;
d. WP diberikan perpanjangan jangka waktu
penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan;
e. WP membetulkan sendiri SPT Tahunan Pajak
Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan
lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan;
dan
f. terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP.

PELUNASAN PPh
DALAM TAHUN BERJALAN
Pasal 20 ayat (1), (2) dan (3)

PEMOTONGAN DAN PEMUNGUTAN PAJAK OLEH PIHAK LAIN


(PPh Psl 21,22,23,24)
PEMBAYARAN OLEH WAJIB PAJAK SENDIRI
(PPh Pasal 25)

- DILAKUKAN SETIAP BULAN,


ATAU
- MASA LAIN YANG
DITETAPKAN OLEH MENTERI
KEUANGAN

MERUPAKAN
ANGSURAN PAJAK
YANG BOLEH DIKREDITKAN
TERHADAP PPh YANG
TERUTANG UNTUK TAHUN
PAJAK YBS
KECUALI
PEMBAYARAN PPh
YANG BERSIFAT
FINAL

Anda mungkin juga menyukai