Anda di halaman 1dari 32

SEPSIS

Oleh
Mohammad Riedho Cahya Atazsu, S.Ked
04054821517139
Pembimbing
dr. Tessar

Sepsis

merupakan respons sistemik terhadap


infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan
ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
aktivitas
proses
inflamasi.
(infeksi
dan
inflamasi).
Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri,
fungi atau riketsia. Respon sistemik dapat
disebabkan oleh mikroorganisme penyebab
yang beredar dalam darah atau hanya
disebabkan produk toksik dari mikroorganisme
atau produk reaksi radang yang berasal dari
infeksi lokal.

Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena


adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan
produk mikroorganisme. Ditandai dengan panas, takikardia,
takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan
gangguan sirkulasi darah.

Sepsis sindroma klinik yang ditandai dengan:


Hyperthermia/hypothermia (>38C; <35,6C)
Tachypneu (respiratory rate >20/menit)
Tachycardia (pulse >100/menit)
>10% cell immature
Suspected infection
Biomarker sepsis (CCM 2003) adalah prokalsitonin (PcT);
Creactive Protein (CrP).

Derajat

Sepsis
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), ditandai
dengan 2 gejala sebagai berikut:
Hyperthermia/hypothermia (>38,3C; <35,6C)
Takipnea (resp >20/menit)
Tachycardia (nadi >100/menit)
Leukositosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm
>10% cell imature
Sepsis : Infeksi disertai SIRS
Sepsis Berat : Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, oliguria
bahkan anuria.
Sepsis dengan hipotensi : Sepsis dengan hipotensi (tekanan
sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan sistolik >40 mmHg).
Syok septik
Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan
sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap kendati
telah mendapat resusitasi cairan, dan disertai hipoperfusi
jaringan

Etiologi
Umumnya

disebabkan kuman gram negatif.


Insidensnya meningkat, antara lain karena
pemberian
antibiotik
yang
berlebihan,
meningkatnya penggunaan obat sitotoksik
dan imunosupresif, meningkatnya frekuensi
penggunaan alat-alat invasive seperti kateter
intravaskuler, meningkatnya jumlah penyakit
rentan infeksi yang dapat hidup lama, serta
meningkatnya infeksi
yang
disebabkan
organisme yang resisten terhadap antibiotik

Gejala

klinik
Fase dini: terjadi deplesi volume, selaput
lendir kering, kulit lembab dan kering.
Post resusitasi cairan: gambaran klinis
syok hiperdinamik: takikardia, nadi keras
dengan tekanan nadi melebar, precordium
hiperdinamik
pada
palpasi,
dan
ekstremitas hangat.
Disertai tanda-tanda sepsis.
Tanda
hipoperfusi: takipnea, oliguria,
sianosis, mottling, iskemia jari, perubahan
status mental.

Bila

ada pasien dengan gejala klinis berupa


panas tinggi, menggigil, tampak toksik,
takikardia, takipneu, kesadaran menurun
dan oliguria harus dicurigai terjadinya
sepsis.
Pada keadaan sepsis gejala yang nampak
adalah gambaran klinis keadaan sepsis
disertai hasil pemeriksaan penunjang
berupa
lekositosis
atau
lekopenia,
trombositopenis, granulosit toksik, hitung
jenis bergeser ke kiri, CRP (+), LED
meningkat dan hasil biakan kuman
penyebab dapat (+) atau (-).

Keadaan

syok sepsis ditandai dengan gambaran


klinis sepsis disertai tanda-tanda syok (nadi
cepat dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin,
penurunan produksi urin, dan penurunan
tekanan darah).
Gejala syok sepsis yang mengalami hipovolemia
sukar dibedakan dengan syok hipovolemia
(takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin
< 0,5 cc/kgBB/jam, tekanan darah sistolik turun
dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien
sepsis dengan volume intravaskuler normal atau
hampir normal, mempunyai gejala takikardia,
kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan
tekanan nadi yang melebar.

Tanda

karakteristik sepsis berat dan syokseptik pada awal adalah


Hipovolemia, baik relatif (oleh karena
venus pooling) maupun absolut (oleh
karena transudasi cairan). Kejadian ini
mengakibatkan status hipodinamik, yaitu
curah jantung rendah, sehingga apabila
volume
intravaskuler
adekuat,
curah
jantung akan meningkat. Pada sepsis berat
kemampuan
kontraksi
otot
jantung
melemah, mengakibatkan fungsi jantung
intrinsik (sistolik dan diastolik) terganggu.

Gangguan

ekstraksi oksigen perifer.


Disebabkan karena menurunnya aliran darah
perifer,
sehingga
kemampuan
untuk
meningkatkan
ekstraksi
oksigen
perifer
terganggu, akibatnya VO2 (pengambilan oksigen
dari mikrosirkulasi) berkurang. Kerusakan ini
pada syok septic dipercaya sebagai penyebab
utama terjadinya gangguan oksigenasi jaringan.
Hiperlaktataemia
Karena

terganggunya metabolisme piruvat, bukan


karena dys-oxia jaringan (produksi energi dalam
keterbatasan oksigen).

Diagnosis
Diagnosis

awal sepsis atau syok septik


tergantung pada kepekaan dokter untuk
menilai pasien dengan dan tanda awal yang
tidak spesifik seperti takipnnea, dispnea,
takikardia dengan keadaan hiperdinamik,
vasodilatasi perifer, instabilitas tempratur,
dan perubahan keadaan mental. Keadaan
seperti ini penting di perhatikan pada seperti
pada wanita wanita dengan resiko tinggi
seperti
pyelonefritis,
korioamnionitis,
endometritis, abortus septik, atau telah
menjalani prosudur operasi emergensi.

Tanda

yang tampak tergantung dari fase syok septik


dan tipe kerusakan organ yang terjadi. Kebanyakan
pasien mengalami peningkatan temperatur dan
lekosit dengan pergeseran ke kiri, tetapi pada
beberapa pasien terjadi penurunan temperatur dan
kadar leukosit dibawah normal. Sebagai akibat dari
keadaan hiperdinamik jantung, terjadi gejala gejala
pada jantung seperti iskemia, gagal jantung kiri,
atau aritmia. Konsekuansi klinik dari DIC (konsumsi
faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus
di sirkulasi).
adalah perdarahan, trombosis dan
hemolisis mikroangiopati. Karena pada syok sepsis
potensi terjadinya disfungsi ginjal dan hipovulemia,
manifestasi klinik dapat berupa oligouria, hematuria
dan proteinuria.

Dalam

hal membantu menegakkan


diagnosa sepsis atau syok septik, selain
melalui pemeriksaan fisik, juga diperlukan
pemeriksaan rongen dan kultur. Dua
kuman yang sangat virulen dengan angka
mortalitas yang tinggi adalah
Streptokokus pyogens ( group A
streptokokus ) dan Clostridium Sordeli.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan
sepsis
yang
optimal
mencakup eliminasi patogen penyebab
infeksi, mengontrol sumber infeksi dengan
tindakan
drainase
atau
bedah
bila
diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai,
resusitasi bila terjadi kegagalan organ atau
renjatan. Vasopresor dan inotropik, terapi
suportif
terhadap
kegagalan
organ,
gangguan koagulasi dan terapi imunologi
bila terjadi respons imun maladaptif host
terhadap infeksi.

Resusitasi
Mencakup

tindakan airway (A), breathing (B),


circulation (C) dengan oksigenasi, terapi cairan
(kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik,
dan transfusi bila diperlukan. Tujuan resusitasi
pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami
hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah CVP 8-12
mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam
dan saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam
resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70%
dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg,
maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai
hematokrit >30% dan/atau pemberian dobutamin
(sampai maksimal 20 g/kg/menit).

Banyak

pasien syok sepsis terjadi penurunan volume


intravaskuler, sebagai respon pertama harus diberikan cairan
jika terjadi penurunan tekanan darah. Untuk mencapai cairan
yang adekuat pemberian pertama 1 L-1,5 L dalam waktu 1-2
jam. Jika tekanan darah tidak membaik dengan pemberian
cairan maka perlu dipertimbangkan pemberian vasopressor
seperti dopamin dengan dosis 5-10 ug/kgBB/menit. Dopamin
diberikan bila sudah tercapai target terapi cairan, yaitu MAP
60mmHg atau tekanan sistolik 90-110 mmHg. Dosis awal
adalah 2-5 mg/Kg BB/menit. Bila dosis ini gagal
meningkatkan MAP sesuai target, maka dosis dapat di
tingkatkan sampai 20 g/ KgBB/menit. Bila masih gagal,
dosis dopamine dikembalikan pada 2-5 mg/Kg BB/menit,
tetapi di kombinasi dengan levarterenol (noreepinefrin). Bila
kombinasi kedua vasokonstriktor masih gagal, berarti
prognosisnya buruk sekali. Dapat juga diganti dengan
vasokonstriktor lain (fenilefrin atau epinefrin).

Eliminasi

sumber infeksi
Tujuan:
menghilangkan
patogen
penyebab, oleh karena antibiotik pada
umumnya tidak mencapai sumber infeksi
seperti abses, viskus yang mengalami
obstruksi dan implan prostesis yang
terinfeksi.1 Tindakan ini dilakukan secepat
mungkin
mengikuti
resusitasi
yang
adekuat.

Terapi

antimikroba
Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam
jam pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah
kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih
obat yang memiliki aktivitas melawan patogen
bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat
yang diduga sumber sepsis. Oleh karena pada
sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif,
penggunaan antibiotik yang dapat mencegah
pelepasan endotoksin seperti karbapenem memiliki
keuntungan, terutama pada keadaan dimana
terjadi proses inflamasi yang hebat akibat
pelepasan endotoksin, misalnya pada sepsis berat
dan gagal multi organ.

Indikasi

terapi kombinasi yaitu:


Sebagai terapi pertama sebelum hasil
kultur diketahui
Pasien yang dapat imunosupresan,
khususnya dengan netropeni
Dibutuhkan efek sinergi obat untuk
kuman yang sangat pathogen
(pseudomonas aureginosa, enterokokus)

Terapi

suportif
Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila
disertai dengan penurunan kesadaran atau kerja ventilasi
yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan.
Terapi cairan
Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid
(NaCl 0.9% atau ringer laktat) maupun koloid. 1,6
Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan
hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi
albumin perlu diberikan.
Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif
atau bila kadar Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti
pada iskemia miokard dan renjatan septik. Kadar Hb yang
akan dicapai pada sepsis masih kontroversi antara 8-10
g/dL.

Vasopresor

dan Inotropic
Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik
teratasi dengan pemberian cairan adekuat, akan
tetapi pasien masih hipotensi.
Vasopresor diberikan mulai dosis rendah dan
dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg
atau tekanan darah sistolik 90mmHg. Dapat
dipakai
dopamin
>8g/kg.menit,norepinefrin
0.03-1.5g/kg.menit,
phenylepherine
0.58g/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5g/kg/menit.
Inotropik dapat digunakan: dobutamine 2-28
g/kg/menit,
dopamine
3-8
g/kg/menit,
epinefrin
0.1-0.5
g/kg/menit
atau
fosfodiesterase
inhibitor
(amrinone
dan
milrinone).

Bikarbonat
Secara

empirik bikarbonat diberikan bila pH darah


<7.2 atau serum bikarbonat <9 mEq/L dengan
disertai
upaya
untuk
memperbaiki
keadaan
hemodinamik.
Disfungsi renal
Akibat
gangguan perfusi organ. Bila pasien
hipovolemik/hipotensi, segera diperbaiki dengan
pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik
bila
diperlukan.
Dopamin
dosis
renal
(1-3
g/kg/menit) seringkali diberikan untuk mengatasi
gangguan fungsi ginjal pada sepsis, namun secara
evidence based belum terbukti. Sebagai terapi
pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan
hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu.

Nutrisi
Pada

metabolisme
glukosa
terjadi
peningkatan
produksi
(glikolisis,
glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya
pada sel, peningkatan produksi dan
penumpukan laktat dan kecenderungan
hiperglikemia akibat resistensi insulin.
Selain
itu
terjadi
lipolisis,
hipertrigliseridemia dan proses katabolisme
protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi:
kalori (asam amino), asam lemak, vitamin
dan mineral perlu diberikan sedini mungkin.

Kontrol

gula darah
Terdapat
penelitian pada pasien ICU,
menunjukkan terdapat penurunan mortalitas
sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien
yang diberikan insulin untuk mencapai kadar
gula
darah
antara
80-110
mg/dL
dibandingkan pada kelompok dimana insulin
baru diberikan bila kadar gula darah >115
mg/dL. Namun apakah pengontrolan gula
darah tersebut dapat diaplikasikan dalam
praktek ICU, masih perlu dievaluasi, karena
ada risiko hipoglikemia.

Gangguan

koagulasi
Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan
terjadinya gangguan koagulasi dan DIC.
Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi
penurunan aktivitas antikoagulan dan
supresi
proses
fibrinolisis
sehingga
mikrotrombus menumpuk di sirkulasi
mengakibatkan kegagalan organ. Terapi
antikoagulan, berupa heparin, antitrombin
dan substitusi faktor pembekuan bila
diperlukan dapat diberikan, tetapi tidak
terbukti menurunkan mortalitas.

Hanya

diberikan
dengan
indikasi
insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan
dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7
hari pada pasien dengan renjatan septik
menunjukkan
penurunan
mortalitas
dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa
syok, kortikosteroid sebaiknya tidak
diberikan dalam terapi sepsis.

Modifikasi

respons inflamasi
Anti endotoksin (imunoglobulin poliklonal dan monoklonal,
analog lipopolisakarida); antimediator spesifik (anti-TNF,
antikoagulan-antitrombin, APC, TFPI; antagonis PAF;
metabolit asam arakidonat (PGE1), antagonis bradikinin,
antioksidan (N-asetilsistein, selenium), inhibitor sintesis
NO (L-NMMA); imunostimulator (imunoglobulin, IFN-, GCSF,
imunonutrisi);
nonspesifik
(kortikosteroid,
pentoksifilin, dan hemofiltrasi). Endogenous activated
protein C memainkan peranan penting dalam sepsis:
inflamasi, koagulasi dan fibrinolisis. Drotrecogin alfa
(activated) adalah nama generik dari bentuk rekombinan
dari human activated protein C yang diindikasikan untuk
menurunkan mortalitas pada pasien dengan sepsis berat
dengan risiko kematian yang tinggi.

Prognosis
Keseluruhan

angka kematian pada pasien


dengan syok septik menurun dan sekarang
rata-rata 40% (kisaran 10 to 90%,
tergantung pada karakteristik pasien). Hasil
yang buruk sering mengikuti kegagalan
dalam terapi agresif awal (misalnya, dalam
waktu 6 jam dari diagnosa dicurigai). Setelah
laktat asidosis berat dengan asidosis
metabolik decompensated menjadi mapan,
terutama
dalam
hubungannya
dengan
kegagalan multiorgan, syok septik cenderung
ireversibel dan fatal.

TERIMAKASIH

Tatalaksana

Sepsis dan Syok Sepsis


Kapan memulai terapi antibiotik setelah
penegakkan diagnosis? Kapan mulai
resusitasi cairan?
Apa fungsi pemberian dopamin?
Berapa lama antibiotik? Kapan dikasih
antibiotik? Kapan antibiotik diganti?

Anda mungkin juga menyukai