Anda di halaman 1dari 55

PENYAKIT KUSTA

BY: dr. Syahril Rahmat Lubis,SpKK


Sub bagian Kusta
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK-USU- RSUP HAM- RSU dr. Pringadi Medan

Penyakit kusta
Defenisi: penyakit menular yg menahun yg
disebabkan oleh Mycobacterium leprae yg
menyerang saraf tepi,kulit dan jaringan tubuh
lainnya.
Jaringan tubuh yang diserang antara lain:
Mucosa mulut
Saluran nafas bgn atas
Sistem retikuloendotelial

mata
Otot-otot
Tulang
Testis
Kecuali: susunan saraf pusat
Sinonim: Morbus Hansen, Lepra
Etiologi:
Mycrobacterium leprae
Dijumpai pertama kali oleh G. H. Armauer
Hansen (1873)

Sifat: BTA, berbentuk batang, gram (+),


spora (-), gerak (-).
Ukuran: panjang 1-8, lebar 0,2-0,5
Biasanya berkelompok dan ada yang
tersebar satu-satu. Hidup didalam sel
terutama jaringan yg bersuhu dingin
bgn tubuh yg dingin merupakan tempat
predileksi mis: sal. nafas, testis, ruang
anterior mata, kulit terutama cuping telingga
dan jari-jari.
Tidak dapat di kultur dalam media buatan

Masa Tunas:
Masa tunas penyakit kusta rata-rata: 2-5 tahun (ini ok
masa belah kuman kusta memerlukan waktu yg
sangat lama dibandingkan dgn kuman-kuman yg lain
( 12-21 hari)

Cara Penularan :
Ditularkan dari penderita kusta tipe MB dengan cara
penularan langsung (kontak yg lama dan erat).
Cara masuk M.Leprae ke dlm tubuh manusia belum
diketahui dengan pasti.
Bbrp penelitian
paling sering melalui kulit yg
lecet atau luka di kulit; dan melalui mucosa nasal
( saluran nafas).

Pengaruh masuknya M. Leprae thd manusia shg


timbul penyakit kusta bergantung bbrp faktor:
1. Faktor imunitas/daya tahan tubuh seseorang.
Sebgn besar (95%) manusia kebal thd penyakit
kusta.
2. Faktor sumber penularan
Sumber penularan pndrt kusta tipe MB yg tidak
diobati atau tak berobat teratur
3. Faktor kuman kusta
Kemampuan hidup M. leprae pd suhu yg rendah.
Diluar tubuh manusia hidup antara: (1-9 hari)
tergantung pd suhu atau keadaan cuaca yg
lembab.

PATOGENESIS
M. Leprae merupakan parasit obligat intra
seluler yg terutama tdpt pd sel makrofag
disekitar pembuluh darah superfisial pd
dermis atau sel Schwann di jaringan saraf.
Bila kuman M. leprae masuk ke dlm tubuh,
maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan
makrofag yg berasal dari sel monosit darah,
sel mononuklear dan histiosit untuk
memfagositosisnya. Kemampuan unt
memfagositosis tergantung pd sistem
imunitas tubuh.

Sel Schwann merupakan sel target unt


pertumbuhan M. leprae. Bila tjd
gangguan imunitas tubuh didalam sel
Schwann, kuman dapat bermigrasi dan
beraktivasi. Akibatnya aktivitas
regenerasi saraf berkurang, tjd
kerusakan saraf yg progressiv.

DIAGNOSIS KUSTA
Diagnosis kusta didasarkan pd penemuan
tanda-tanda kardinal (Cardinal sign), yaitu:
sekumpulan tanda-tanda utama utk
menegakkan diagnosis kusta:
(1) Adanya bercak kulit yang mati rasa, dimana
bercak tersebut bisa hipopigmentasi atau
bercak eritemtosa,plak infiltrat (penebalan
kulit) atau nodul-nodul. Mati rasa pada
bercak bisa total atau sebagian saja thd rasa
raba, rasa suhu (panas/dingin) dan rasa
sakit.

(2) Adanya penebalan saraf tepi.


Dapat di sertai rasa nyeri dan gangguan fungsi
saraf yang di kenai.
a.Saraf sensorik: mati rasa
b.Saraf motorik : parese dan paralisis
c.Saraf otonom : kulit kering, retak-retak
edema, dll.
(3) Dijumpai BTA pada hapusan jaringan kulit.
Mis:-kulit cuping telinga
-lesi kulit yg aktif
-kadang2 bisa diperoleh dr biopsi
kulit atau saraf

Utk menegakkan diagnosis harus


dijumpai salah satu dr tanda2 kardinal
tsb, dimana dignosis pasti adalah
ditemukan BTA (+) pada jaringan kulit.
Bila ada kasus yg ragu-ragu, orang
tersebut dianggap sbg suspect dan di
periksa ulang setiap tiga bulan sampai
diagnosa kusta dapat di tegakkan atau
disingkirkan

Utk menegakkan diagnosis secara lengkap dilakukan


pemeriksaan sbb:
(1) Anamnesis:-keluhan pasien
-riwayat kontak
-latar belakang keluarga
-sosio ekonomi
-adanya pndrt dilingkungan keluarga
(2) Pemeriksaan klinis:
(a) Pemeriksaan kulit:
-inspeksi: dengan penerangan yg baik,
lesi kulit harus diperhatikan,juga
kerusakan2 kulit.

Kelainan kulit berupa nodus, infiltrat,jaringan


parut, ulcus terutama pada tangan dan kaki
- palpasi: pemeriksaan rasa raba pd kelainan
kulit berupa: -anathesi
-suhu/temperatur
-nyeri/sakit
(b) Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya:
Dilakukan palpasi utk memeriksa kelainan saraf
apakah ada penebalan atau nyeri tekan. Unt
nyeri tekan, harus diperhatikan raut wajah
pasien apakah ia kesakitan atau tidak, jgn di
tanyakan!

Saraf-saraf yg dikenai:
-N. Auricularis magnus
-N. Facialis
-N. Trigeminus
-N. Radialis
-N. Ulnaris
-N. Medianus
-N. Peroneus communis
-N. Tibialis posterior

Utk test fungsi saraf, selain dilakukan test


utk rasa raba, rasa nyeri, rasa suhu spt
yg diatas tadi dgn menggunakan kapas,
jarum dan tabung reaksi berisi air
hangat dan dingin.
Juga dilakukan:
-test otonom: -test pinsil Gunawan
-test pilocarpin
-test motoris: Voluntary Muscle test (VMT)

(3) Pemeriksaan Bakteriologis


-tujuan: 1. Membantu menegakan
diagnosis penyakit kusta
2. Menentukan klasifikasi
tipe kusta
3. Membantu menilai hasil
pengobatan
-pewarnaan yg dipakai:
1. Ziehl Nielsen
2. Modifikasi Ziehl Nielsen
3.Tan Thian Hok

Bentuk-bentuk kuman kusta dilihat di


bawah mikroskop:
1.Bentuk utuh/solid
- ddg sel tidak putus
- mengambil zat warna scr merata
- panjang kuman 4x lebarnya
2.Bentuk pecah-pecah/fragmented
- ddg sel terputus sbgn atau seluruhnya
- pengambilan zat warna tdk merata

3. Bentuk granular/granulated
-kelihatan spt titik-titik tersusun spt
garis lurus atau berkelompok
4. Bentuk Globus
-bbrp btk utuh atau Fragmented atau
granulated mgdkan ikatan atau
kelompok-kelompok
-klpk kecil 40-60 BTA
-klpk besar 200-300 BTA

5. Bentuk Clumps
-bbrp bentuk granular mbtk pulau2
tersendiri (lebih dari 500 BTA)
INDEKS BAKTERI (IB)
-merupakan ukuran semi kwantitatif
kepadatan BTA di dalam sediaan
hapus
-gunanya: 1. membantu menentukan tipe
lepra

2. menilai hasil pengobatan


Penilaian dilakukan menurut skala
logaritma RIDLEY,mulai dr nol s/d positif
enam
INDEKS MORFOLOGI (IM)
-merupakan prosentase basil lepra bentuk
utuh (solid) thd seluruh BTA
IM = jumlah BTA yg utuh
jumlah seluruh BTA

x 100%

-gunanya:1.utk mengetahui daya


penularan kuman
2.menilai hasil pengobatan
3.membantu menentukan resistensi
thd obat
Ada pemeriksaan lain utk menentukan
diagnosis kusta yaitu:
(4) Pemeriksaan histopatologis
jarang dilakukan
(5) Pemeriksaan imunologis

KLASIFIKASI KUSTA
Tujuan:
1.Utk menentukan regimen pengobatan,
prognosis dan komplikasi
2.Utk perencanaan operasional
3.Utk identifikasi pasien yg kemungkinan
besar akan menderita cacat

Jenis-jenis klassifikasi:
A. Klassifikasi Madrid (1953)
1. Indeterminate (I)
2. Tuberkuloid (T)
3. Borderline (B)
4. Lepromatose (L)
B. Klassifikasi RIDLEY-JOPLING (1962)
1. Tuberkuloid Tuberkuloid (TT)
2. Borderline Tuberkuloid (BT)
3. Borderline Borderline/= Mid Boderline (BB)
4. Borderline Lepromatose (BL)
5. Lepromatose Lepromatose (LL)

C. Klassifikasi WHO/DEPKES (1981) dan


(1988)
1. Pausi Basiler (PB)
2. Multi Basiler (MB)
- yg termasuk PB:
kusta tipe I, TT dan sbg besar BT dgn
BTA negatif menurut klassifikasi RidleyJopling dan type I dan T menurut
klassifikasi Madrid
- yg tmsk MB:

Kusta type LL, BL, BB dgn sebagian BT


menurut klassifikasi Ridley-jopling dan
type B dan L menurut klassifikasi
Madrid dan semua type kusta dgn BTA
positif

Perbedaan Tipe PB dan MB


(menurut klasifikasi WHO/DEPKES RI)
Kelainan kulit
1.

Bercak atau
makula:
a. jumlah
b. ukuran
c. distribusi
d. kosistensi
e. batas
f. kehilangan
rasa pd bercak
g. Kehilangan
kemampuan
berkeringat, bulu
rontok pd bercak

PB

MB

1-5
Kecil dan besar
Unilateral atau bilateral
asimetris
Kering dan kasar
Tegas
Selalu ada dan Jelas

Banyak
Kecil-kecil
Bilateral, simetris

Halus, berkilat
Kurang tegas
Biasanya tdk jelas, jika
ada tjd pd yg sdh lanjut
Bercak tdk berkeringat,
Bercak masih
ada bulu rontok pd
berkeringat, bulu tdk
bercak
rontok

2. Infiltrat
a.Kulit
b.Membran mukosa
(hidung tersumbat,
perdarahan dihidung)
3. Ciri-ciri khusus

PB

MB

Tdk ada
Tdk pernah ada

Ada, kadang tdk ada


Ada, kadang tdk ada

Central healing,
penyembuhan ditengah

1.Punched out lesion

4. Nodulus
5. Penebalan saraf tepi

Tdk ada
Lebih srg tjd dini, asimetris

6. Deformitas (cacat)

Biasanya asimetris, tjd dini


BTA negatip

7. Apusan Kulit

2.Madarosis
3.Ginecomastia
4.Hidung Pelana
5.Suara sengau
Kadang-kadang ada
Tjd pd stad. Lanjut,
biasanya lbh dari satu dan
simetris
Tjd pd stad. Lanjut
BTA positip

Pengobatan Kusta
-Tujuan utama:
1. memutuskan mata rantai penularan.
Untuk menurunkan insiden penyakit
2. mengobati dan menyembuhkan
penderita
3. mencegah timbulnya penyakit
-Utk mencapai tujuan tsb, srategi pokok yg
dilakukan didasarkan atas :
1. deteksi dini
2. pengobatan penderita

Regimen pengobatan kusta disesuaikan dgn yg


direkomendasikan oleh WHO/DEPKES RI (1981).
Untuk itu klasifikasi kusta disederhanakan menjadi:
1. Pausi Basiler (PB)
2. Multi Basiler (MB)
Dgn memakai regimen pengobatan MDT/= multi drug
treatment

Kegunaan MDT untuk:


1. Mengatasi resistensi Dapson
yg semakin
meningkat
2. Mengatasi ketidakteraturan pndrt dlm berobat
3. Menurunkan angka putus obat pd pemakaian
monoterapi Dapson
4. Dapat mengeliminasi persistensi kuman kusta dlm
jaringan
Regimen Pengobatan Kusta tsb (WHO/DEPKES RI)
A. PB dgn lesi tunggal diberikan ROM (Rifampicin Ofloxacin
Minocyclin)
Rifampicin

Ofloxacin

Minocyclin

Dewasa
(50-70 kg)

600 mg

400 mg

100 mg

Anak
(5-14 th)

300 mg

200 mg

50 mg

Pemberian obat sekali saja langsung


RFT/=Release From Treatment
Obat diminum didepan petugas
Anak-anak < 5 th
tidak di berikan ROM
Ibu hamil
Bila obat ROM belum tersedia di Puskesmas
diobati dgn regimen pengobatan PB lesi (2-5)
Bila lesi tunggal dgn pembesaran saraf
diberikan: regimen pengobatan PB lesi (2-5)

B. Tipe PB dgn lesi (2-5)


Rifampicin

Dapson

Dewasa

600 mg/bulan
Diminum di
depan petugas
kesehatan

100 mg/hr
diminum di
rumah

Anak-anak
(10-14 th)

450 mg/bulan
Diminum di
depan petugas
kesehatan

50 mg/hari
diminum di
rumah

Lama pengobatan 6 dosis ini bisa


diselesaikan selama (6-9) bulan.
Setelah minum 6 dosis ini dinyatakan
RFT (Release From Treatment) yaitu
berhenti minum obat.

C. Tipe MB yaitu dengan lesi kulit > 5

Rifampicin

Dapson

Lamprene

Dewasa

600 mg/bulan
diminum di
depan petugas
kesehatan

100 mg/hari
diminum di
rumah

300 mg/bulan
diminum di
depan petugas
kesehatan
dilanjutkan dgn
50 mg/hari
diminum di
rumah

Anak-anak
(10-14 th)

450 mg/bulsn
diminum di
depan petugas

50 mg/hari
diminum di
rumah

150 mg/bulan
diminum di
depan petugas
kesehatan
dilanjutkan dg
50 mg selang
sehari diminum
di rumah

Dosis anak : -Rifampicin: 10-15 mg/kgBB


-Dapson : 1-2 mg/kgBB
-Lamprene dibawah 10 th
*bulanan : 100 mg/bulan
*harian : 50 mg/2x seminggu

Lama pengobatan 12 dosis ini bs diselesaikan


selama 12-18 bulan. Setelah selesai minum
12 dosis obat ini, dinyatakan:
RFT/=Realease From Treatment yaitu
berhenti minum obat.
Masa pengamatan setelah RFT dilakukan
secara pasif utk : tipe PB slm 2 thn
tipe MB slm 5 thn
Bl dlm masa pengamatan tjd tanda2 kusta aktif
kembali dinamakan dgn Relaps yaitu aktifnya
kembali tanda2 kusta stlh masa pengobatan.

Reaksi kusta
-Reaksi kusta adalah suatu episode akut dalam
perjalanan kronis penyakit kusta yg di
anggap sebagai suatu kelaziman atau
bagian dari komplikasi penyakit kusta
-Penyebabnya blm diketahui, kemungkinan
merupakan suatu reaksi hipersensitivitas yg
menimbulkan gangguan keseimbangan
imunitas yg tlh ada

-terdiri atas 2 tipe reaksi yaitu:


1. Reaksi kusta tipe 1 disebabkan oleh
reaksi hipersensitivitas seluler
2. Reaksi kusta tipe 2 disebabkan
olehreaksi hipersentivitas humoral
Bentuk berat dr reaksi kusta tipe 2
dikenal dgn Lucio Fenomena

-Faktor pencetus reaksi kusta


Berbagai faktor yg dianggap sering
mendahului atau mempermudah
terjadinya reaksi kusta:
1. stress
2. kehamilan
3. saat saat setelah melahirkan
4. sesudah mdpt imunisasi
5. sesudah mdpt pengobatan anti
kusta yg intensif

REAKSI KUSTA TYPE 1


Menurut Jopling reaksi kusta type 1
merupakan delayed hypersensitivity
reaction :
Antigen berasal dari basil yang telah mati
(breaking down leprosy bacilli) akan bereaksi
dengan limfosit T disertai perubahan SIS
(Sistem Imunitas Seluler ) yang cepat .
Terjadi perubahan keseimbangan imunitas.

Dengan demikian sebagai hasil reaksi


tersebut dapat terjadi :
a. Up grading reaction / reversal
reaction apabila pergeseran
imunitas kearah Tuberculoid
( peningkatan SIS ).
b. Down grading apabila menuju
kearah Lepromatose (terjadi penurunan
SIS ).

Gambar

Basil
SIS

TT

TTs

BT

BB

BL

LLs

LL

(Spektrum penyakit kusta dalam hubungannya dgn jumlah basil dan


tingginya SIS)
Up Grading

Down grading

Gejala-gejala Reaksi kusta type 1 :


Dapat dilihat : - pada perobahan lesi kulit
- neuritis (nyeri tekan pd
syaraf )
- ggn fungsi syaraf tepi
- ggn konstitusi (keadaan
umum)
Dapat dibedakan atas reaksi type kusta 1 yg
ringan dan yg berat.
Perjalanan reaksi : 6-12 minggu atau lebih.

REAKSI KUSTA TYPE 2


Nama lain : Eritema Nodosum Leprosum
Merupakan reaksi humoral yaitu Reaksi
Hypersensitivitas Type III (Imune complex
reaction):
-Antigen yang berasal dari produk kuman
yang telah mati bereaksi dgn antibodi
di tubuh membentuk imun complex
antigen antibodi.

Kompleks antigen antibody ini akan


mengaktivasi komplemen sehingga terjadi
Eritema nodosum leprosum.
Gejala-gejala dapat dilihat:
- perubahan lesi kulit
- neuritis (nyeri tekan pd syaraf )
- gangguan fungsi saraf
- gangguan konstitusi ( keadaan umum )
- komplikasi pada organ tubuh

PENGOBATAN REAKSI KUSTA


Bila reaksi tak ditangani dengan cepat
dan tepat maka dapat timbul kecacatan
berupa kelumpuhan yang permanen,
seperti terjadi:
claw hand , drop foot , claw toes , dan
kontraktur.

Prinsip penanganan reaksi kusta :


1.Penanganan neuritis
mencegah kecacatan / kontraktur dll.
2.Tindakan agar tidak terjadi
kebutaan bila mengenai mata.
3.Membunuh kuman penyebab.
4.Mengatasi rasa nyeri yg timbul.

Untuk mengatasi hal-hal tersebut


diatas dilakukan pengobatan
Prinsip pengobatan Reaksi Kusta :
1.Immobilisasi / istirahat
2.Pemberian analgesik dan sedatif
3.Pemberian obat-obat anti reaksi
4.MDT diteruskan dengan dosis
yang tidak diubah

Reaksi ringan
1. Istirahat di rumah, berobat jalan
2. Pemberian analgetik dan obat-obat
penenang bila perlu
3. Dapat diberikan Chloroquine 150 mg
3x1 selama 3-5 hari
4. MDT (obat kusta) diteruskan dengan
dosis yg tidak diubah

Reaksi berat dilakukan sbb :


1.Immobilisasi, rawat inap di RS
2.Pemberian analgesik dan sedatif
3.MDT (obat kusta) diteruskan
dengan dosis tidak diubah.
4.Pemberian obat-obat anti reaksi.
5.Pemberian obat-obat
kortikosteroid (mis: Prednison).

Obat-obat anti reaksi :


1. Aspirin 600-1200 mg setiap 4 jam
(4 6x/hari )
2. Klorokuin 3 x 150 mg/hari
3. Antimon - stibophen (8,5 mg antimon
per ml )
- diberikan 2-3 ml secara
selang-seling.

- dosis total tidak melebihi 30 ml


- jarang dipakai ok toksik
4.Thalidomide :
- jarang dipakai,terutama pd wanita
(teratogenik )
- dosis 400 mg/hari kemudian
diturunkan sampai mencapai 50
mg/hari

Pemberian Kortikosteroid :
- dimulai dengan dosis tinggi atau sedang.
- gunakan Prednison atau Prednisolon.
- gunakan sebagai dosis tunggal pada pagi
hari lebih baik walaupun dapat juga di
berikan dosis berbagi.
- dosis diturunkan perlahan-lahan (tapering
off) setelah terjadi respon maksimal.

SKEMA PEMBERIAN PREDNISON


* 2 minggu I : 40 mg / hari
* 2 minggu II : 30 mg / hari
* 2 minggu III: 20 mg / hari
* 2 minggu IV : 15 mg / hari
* 2 minggu V : 10 mg / hari
* 2 minggu VI : 5 mg / hari
Diberikan pagi hari sesudah makan.

Anda mungkin juga menyukai