Anda di halaman 1dari 51

Azfar

Ronald
Indah
Dita

Pendahuluan
Demam tifoid merupakan penyakit sistemik
yang memiliki karakteristik berupa demam
dan nyeri abdomen yang diakibatkan oleh
diseminasi S.typhii atau S.paratyphii.
Pada awal abad ke-19 demam tifoid dengan
jelas didefinisikan secara patologis sebagai
suatu
penyakit
unik
berdasarkan
asosiasinya dengan pembesaran plak Peyer
dan nodus limfatikus mesenterika.

Epidemiologi
S.typhii
dan S.paratyphii tidak memiliki
hospes lain selain manusiademam enteric
hanya ditransmisikan melalui kontak erat
dengan individu yang terinfeksi secara akut
atau karier kroniktransmisi langsung antar
manusia melalui rute fekal-oral

kebanyakan kasus umumnya diakibatkan


dari mengkonsumsi air atau makanan yang
terkontaminasi.

Epidemiologi
Demam enteric bersifat endemic di kebanyakan
daerah berkembang, terutama di India, Amerika
Tengah dan Utara serta Asia. Hal ini
berhubungan dengan:
pertumbuhan penduduk yang cepat,
peningkatan urbanisasi,
penanganan limbah yang inadekuat,
persediaan air bersih yang terbatas
system
pemeliharaan
kesehatan
yang
terbatas.

Epidemiologi
Surveilans Departemen Kesehatan RI
pada tahun 1990 = 9,2 per 10.000
penduduk dan pada tahun 1994 =15,4
per 10.000 penduduk.
Survei berbagai rumah sakit di Indonesia
dari tahun 1981 sampai dengan 1986
memperlihatkan
peningkatan
jumlah
penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596
menjadi 26.606 kasus.

Epidemiologi
Di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus
per 100.000 penduduk, sedangkan di
daerah urban ditemukan 760-810 per
100.000 penduduk.
Perbedaan insidens di perkotaan
berhubungan erat dengan penyediaan
air bersih yang belum memadai serta
sanitasi lingkungan dengan

Epidemiologi
pembuangan sampah yang kurang
memenuhi syarat kesehatan lingkungan.
Case Fatality Rate (CFR) demam tifoid
di tahun 1996 sebesar 1,08% dari
seluruh kematian di Indonesiatidak
termasuk dalam 10 penyakit dengan
mortalitas tertinggi.

Etiologi
Identifikasi awal dari mikroorganisme
ini karakteristik pertumbuhan
Salmonella memproduksi asam pada
fermentasi glukosa, mereduksi nitrat
dan
tidak
mereduksi
sitokrom
oksidase.

Etiologi
Mikroorganisme ini tidak membentuk
spora dan bersifat anaerob fakultatif.
Salmonella
bergerak
dengan
menggunakan flagel peritrik (kecuali
S.gallinarum-pullorum)
dan
memproduksi H2S pada fermentasi gula
(kecuali S.typhii ). Sekitar 99% isolat
klinis tidak memfermentasi laktosa.

Etiologi
Diklasifikasikan lebih lanjut ke dalam
serovarian berdasarkan keberadaan tiga
determinan antigen mayor :
antigen somatik O (komponen dinding
sel lipopolisakarida),
antigen permukaan Vi (hanya pada
S.typhii dan paratyphii C)
antigen flagel H.

Etiologi
Secara umum, laboratorium klinis
membagi Salmonella ke dalam 6
serogrup (A, B, C1, C2, D dan E)
berdasarkan aktivitasnya terhadap
antiserum untuk antigen somatik O
Pengelompokan ini hanya memberikan
informasi klinis yang terbatas dikarenakan
terdapatnya reaksi silang.

Etiologi
Oleh karena itu, penentuan serotipe
Salmonella
memerlukan
pengujian
biokimiawi dan serologis lebih lanjut.
Untuk evaluasi epidemiologis, strain
dengan serovarian yang spesifik dapat
ditentukan melalui bacteriophage typing,
plasmid profile determination dan
restricted length polimorphism analysis.

Etiologi
Beberapa kemajuan terakhir dalam alat
mendeteksi Salmonella typhii:
IDL Tubex dilaporkan dapat mendeteksi
IgM O9 pasien dalam waktu beberapa
menit.
Typhidot yang memerlukan waktu tiga jam,
Typhidot-M yang terakhir dikembangkan
hanya untuk mendeteksi spesifik IgM saja.

Etiologi
Dipstick test yang dikembangkan di
Belanda didasarkan pada penemuan
spesifik antibodi IgM yang menempel
pada antigen lipopolysakarida S. typhii
dan pewarnaan ikatan antibodi tersebut
dengan anti-human IgM antibodi yang
terkonjugasikan
dengan
partikel
perwarna koloid.

Patogenesis
Masuknya kuman ke tubuh manusia melalui
makanan yang terkontaminasi kuman.
Sebagian kuman dimusnahkan dalam
lambung, sebagian lolos masuk ke dalam
usus dan selanjutnya berkembang biak
IgA usus kurang baik kuman menembus
epitel (terutama sel-M) lamina propia

Patogenesis
Di lamina propia kuman berkembang
biak difagosit oleh makrofag
kuman berkembang biak dalam
makrofag ke plaque Payeri ileum
distal ke kelenjar getah bening
mesenterika melalui duktus
torasikus, kuman yang terdapat di
dalam makrofag masuk ke sirkulasi
darah bakteremia primer,
asimtomatik

Patogenesis
menyebar ke seluruh organ
retikuloendotelial tubuh terutama hati
dan limpa kuman meninggalkan selsel fagosit berkembang biak di luar
sel atau ruang sinusoid masuk ke
dalam sirkulasi darah lagi bakteremia
sekunder, disertai tanda-tanda dan
gejala penyakit infeksi sistemik

Patogenesis
Di dalam hati kuman masuk ke
kandung empedu berkembang biak
bersama cairan empedu
diekskresikan secara intermittent ke
lumen usus. Sebagian kuman
dikeluarkan melalui feses dan sebagian
masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah
menembus usus

Patogenesis
Makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif
saat fagositosis kuman terjadi
pelepasan mediator inflamasi
menimbulkan gejala reaksi inflamasi
sistemik seperti demam, malaise,
mialgia, sakit kepala, sakit perut,
instabilitas vaskuler, gangguan mental,
dan koagulasi

Patogenesis
Dalam plaque Peyeri makrofag
hiperaktif menimbulkan reaksi
hiperplasia jaringan (S. typhi intra
makrofag menginduksikan reaksi
hipersensitif tipe lambat, hiperplasia
jaringan dan nekrosis organ)

Patogenesis
Perdarahan saluran cerna akibat
erosi pembuluh darah sekitar plaque
Payeri yang nekrosis & hiperplasia
akibat akumulasi sel-sel mononuklear di
dindidng usus. Proses patologis
jaringan limfoid ini dapat berkembang
hingga ke lapisan otot, serosa usus
mengakibatkan perforasi

Patogenesis
Endotoksin dapat menempel di reseptor
sel endotel kapiler dengan akibat
timbulnya komplikasi seperti gangguan
neuropsikiatrik, kardiovaskular,
pernafasan, dan gangguan organ
lainnya.

Manifestasi Klinis
Infeksi S. typhi melalui tertelannya
makanan atau air terkontaminasi oleh
feses yang mengandung kuman S. Typhi
dosis kuman yang menimbulkan
gejala 105 kuman S. typhi patogenik
Periode inkubasi tergantung pada
kuantitas inokulum yang tertelan & daya
tahan biasanya 8-14 hari, dan
berkisar antara 3-60 hari

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari demam tifoid
bervariasi sakit ringan dengan
demam, malaise, dan batuk kering
hingga disertai rasa tidak enak pada
perut sampai disertai dengan
penyulit multipel

Manifestasi Klinis
Demam tifoid akut ditandai
- demam terus menerus (sifat demam adalah
meningkat perlahan-lahan, suhu badan lebih
tinggi pada sore hingga malam hari)
- gg. fungsi pencernaan (konstipasi
terutama pada pasien dewasa, diare
terutama pada anak)
- sakit kepala, malaise, anoreksia
- batuk (bronchitic cough)

Manifestasi Klinis
Pemeriksaan fisik suhu badan meningkat
Minggu ke-2 gejala lebih jelas demam,
bradikardia relatif, lidah yang berselaput
(kotor di tengah, sedangkan tepi dan ujung
lidah hiperemis, serta tremor), hepatomegali,
splenomegali, meteorismus, gangguan
mental berupa somnolen, stupor, koma,
delirium, atau psikosis.

Manifestasi Klinis
Akhir minggu pertama rose spots pada
dada, perut dan punggung
Rose spot jarang ditemukan pada orang
Indonesia
Demam tifoid akut dapat menjadi berat dan
menimbulkan penyulit serius ditemukan
pada minggu ke-3 & 4 perjalanan penyakit
umumnya: perforasi usus dan atau
perdarahan gastrointestinal

Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari perforasi intestinal dan
peritonitis peningkatan frekuensi denyut
nadi yang mendadak, hipotensi, nyeri
abdomen, nyeri tekan abdomen, muscle
guarding, kekakuan otot perut peningkatan
jumlah sel darah putih (shift to the left) dan
gambaran udara bebas pada radiografi
abdomen.

Manifestasi Klinis
Komplikasi yang jarang pankreatitis,
abses hepatik dan splenik, endokarditis,
perikarditis, orkitis, hepatitis, meningitis,
nefritis, miokarditis, pneumonia, artritis,
osteomielitis dan parotitis

Pemeriksaan
Penunjang
Leukopenia dan neutropenia
sebagian besar kasus, leukosit tetap
normal leukositosis selama 10
hari pertama sakit, atau bila terjadi
penyulit berupa perforasi intestinal atau
karena infeksi sekunder

Pemeriksaan
Penunjang
Anemia ringan
Trombositopenia
Hitung jenis leukosit aneosinofilia,
limfopenia
Laju endap darah dapat meningkat
SGOT dan SGPT seringkali meningkat

Pemeriksaan
Penunjang
Diagnosis definitif demam tifoid tergantung
isolasi S.typhi dari darah, sumsum
tulang atau lesi anatomik spesifik
Adanya gejala klinis yang khas dari
demam tifoid ataupun deteksi dari respon
antibodi spesifik adalah bersifat sugestif
untuk demam tifoid, bukan definitif.

Pemeriksaan
Penunjang
Kultur positif kuman S.typhi atau S.
Paratyphi gold standard diagnostik
demam tifoid
Temuan kuman pada kultur darah
paling banyak (90%) didapatkan pada
minggu pertama infeksi, dan menurun
sampai 50% pada minggu ketiga.

Pemeriksaan
Penunjang
Diagnosis juga dapat ditegakkan
berdasarkan kultur positif dari feses,
urin, rose spots, sumsum tulang, dan
cairan lambung atau usus.
Kultur sumsum tulang dapat tetap
sensitif (90%) walaupun telah diberi
antibiotik selama 5 hari.

Pemeriksaan
Penunjang
Kultur feses dapat negatif (pada 60-70%
kasus) selama minggu pertama sakit
dapat menjadi positif pada minggu ke-3
pada pasien yang tidak diobati
Pada pasien karier kronik, kultur tinja
dapat tetap positif sampai lebih dari 8
minggu hingga 1 tahun.

Pemeriksaan
Penunjang
Uji Widal dilakukan untuk deteksi
antibodi terhadap kuman S. typhi. Dari
ketiga aglutinin O, H dan Vi pada serum
darah penderita, hanya aglutinin O dan
H yang digunakan untuk diagnosis
demam tifoid.

Pemeriksaan
Penunjang
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil dari uji
Widal yaitu:
- pengobatan dini dengan antibiotik
- gangguan pembentukan antibodi, dan pemberian
kortikosteroid
- waktu pengambilan darah
- daerah: endemik atau non endemik
- riwayat vaksinasi
- reaksi anamnestik
- faktor teknik pemeriksaan anatr laboratorium, akibat
aglutinasi silang, dan strain Salmonella yang
digunakan untuk suspensi antigen

Definisi Kasus Demam


Tifoid
Confirmed Case
Pasien dengan demam (suhu 38o C
atau lebih) yang telah berlangsung
sedikitnya selama 3 hari, dengan hasil
laboratorium kultur positif S.typhi
(confirmed) dari darah, sumsum tulang,
cairan gaster/usus.

Definisi Kasus Demam


Tifoid
Probable Case
Pasien dengan demam (38o C atau
lebih) yang telah berlangsung
sedikitnya selama 3 hari, dengan
serodiagnosis atau tes deteksi antigen
positif, tetapi tanpa dilakukan isolasi
kuman S.typhi.

Definisi Kasus Demam


Tifoid
Karier Kronik
Ekskresi S. typhi pada tinja atau urin (atau
kultur empedu atau duodenal ulangan yang
positif) yang lebih dari 1 tahun sejak onset
dari demam tifoid akut. Karier jangka pendek
juga ada, tetapi peranannya kurang begitu
penting dibandingkan karier kronik. Beberapa
pasien yang mengekskresikan S.typhi bisa
tidak memiliki riwayat demam tifoid
sebelumnya.

Penatalaksanaan
Tirah baring minimal sampai 7 hari bebas
demam
Diet tinggi energi dan protein, vitamin dan
mineral, rendah serat dan mudah dicerna
Pemberian antibiotik : kloramfenikol / Ampisilin
atau amoksisilin / Trimetoprim dan
sulfametoksazol/ antibiotik golongan sefalosporin

Komplikasi (1)
Komplikasi Intestinal
- Perdarahan usus
- Perforasi usus
- Ileus paralitik
Komplikasi Ekstra-Intestinal
1. Darah : Anemia hemolitik, trombositopenia, DIC, Sindroma uremia hemolitik
2. Kadiovaskular : Syok septik, miokarditis, trombosis, tromboflebitis
3. Paru-paru : Empiema, pneumonia, pleuritis, bronkhitis
4. Hati dan kandung empedu : Hepatitis, kholesistitis
5. Ginjal : Glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis
6. Tulang : Osteomielitis, periostitis, spondilitis, arthritis
7. Neuropsikiatrik : Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer
encephalopaty, Sindrome Guillian Barre, psikosis, gangguan koordinasi, sindroma
katatonia.

Komplikasi (2)
Komplikasi yang langsung dan lanjut berupa
perdarahan dan perforasi tukak di ileum,
kolesistitis akut dan kronik, hepatitis tifosa,
osteomielitis dan perdarahan pada otot yang
rusak karena toksin kuman tifoid
Terjadi pada minggu ke-3 dan ke-4

Komplikasi (3)
Gejala yang harus dicurigai sebagai tanda
awal perforasi adalah tekanan sistolik yang
menurun, kesadaran menurun, suhu badan
naik, nyeri perut dan defens muskuler akibat
rangsangan peritoneum

Komplikasi (4)
Relaps timbul kembali gejala demam
tifoid disertai bakteriemia dan kelainan
gastrointestinal
Terjadi pada hari 7 -10 hari setelah tidak
demam atau 3 bulan setelah terapi
kloramfenikol dihentikan

Komplikasi (5)
Komplikasi lain seperti pankreatitis, abses
hepatik dan lien, endokarditis, perikarditis,
orchitis, hepatitis typhosa, meningitis, nefritis,
miokarditis, pneumonia, arthritis, osteomielitis,
dan parotitis, jarang terjadi insidensinya , dapat
dikurangi dengan pengobatan antibiotik yang
tepat

Pencegahan
Secara umum untuk memperkecil
kemungkinan tercemar Salmonella typhi, maka
setiap individu harus memperhatikan kualitas
makanan dan minuman yang mereka
konsumsi.
Untuk makanan, pemanasan sampai suhu
57C beberapa menit dan secara merata dapat
mematikan kuman Salmonella typhi.
Higienis pribadi
Imunisasi aktif dapat membantu menekan
angka kejadian demam tifoid.

Anda mungkin juga menyukai