Anda di halaman 1dari 14

BAB II

KERJA DAN EFEK TOKSIK

PENDAHULUAN
Suatu kerja toksik pada umumnya merupakan hasil dari
sederatan proses fisika, biokimia, dan biologik yang sangat
rumit dan komplek. Proses ini umumnya dikelompokkan
dalam tiga fase:
Fase eksposisi
Fase toksikonetik
Fase toksodinamika
Ada 2 Aspek yang yang perlu diperhatikan:
1. Kerja xenobiotika/tokson pada organisme
2. Pengaruh organisme terhadap xenobiotika

FASE EKSPOSISI
Dalam fase ini terjadi kontak antara xenobiotika dengan lain kata, terjadi paparan
xenobiotika pada organisme. Paparan ini dapat terjadi melalui kulit, oral, saluran
pernafasan (inhalasi) atau penyampaian xenobiotika langsung kedalam tubuh
organisme (injeksi).
Jika suatu objek biologic terpapar oleh sesuatu xenobiotika, maka, kecuali senyawa
radioaktif, efek biologic atau toksik akan muncul, jika xenobiotika tersebut telah
terabsorpsi menuju system sistemik. Umumnya hanya xenobiotika yang terlarut,
terdistrubisi molecular, yang dapat diabsorpsi. Dalam hal ini akan terjadi pelepasan
xenobiotika dari bentuk famaseutikanya. Misalnya paparan xenobiotika melalui oral
(missal sediaan dalam bentuk padat: tablet, kapsul, atau serbuk), makaterlebih dahulu
kapsul/tablet akan terdistegrasi (hancur), sehingga xenobiotika akan terlarut di dalam
cairan saluran pencernaan. Xenobiotika yang terlarut akan siap terabsorbasi secara
normal dalam duodenal dari usus halus dan ditranspor melalui pembuluh kapiler
mesenterika menuju vena porta hepatica menuju hati sebelum kesirkulasi sistemik

FASE EKSPOSISI
Eksposisi melalui kulit.
Eksposisi (pemejanan) yang paling mudah dan paling lazim terhadap manusia
atau hewan dengan segala xenobiotika, seperti, misalnya kosmetik,
produkrumah tangga, obat topical cemaran lingkungan, atau cemaran industry
di tempat kerja, ialah pemejanan sengaja atau tidak sengaja pada kulit.
Eksposisi melalui jalur inhalasi
Pemejanan xenobiotika yang berada diudara dapat terjadi melalui penghirupan
xenobiotika tersebut.Tokson yang terdapat diudara berada dalam bentuk gas,
uap ,butiran cair, dan partikel padat dengan ukuran yang berbeda-beda.
Disamping itu perlu diingat. Bahwa saluran pernafasan merupakan system
yang komlek, yang secara alami dapat menseleksi partikel berdasarkan
ukurannya. Oleh sebab itu ambilan dan efektoksik dari tokson yang dihirup
tidak saja tergantung pada sifat toksitasnya tetapi juga pada sifat fisiknya

FASE EKSPOSISI
Eksposisi melalui jalur saluran cerna
Pemejanan tokson melalui saluran cerna dapat terjadi bersama makanan, minuman, atau
secara sendiri baik sebagai obat maupun zat kimia murni. Pada jalur ini mungkin tokson
terserap dari rongga mulut (sub lingual), dari lambung sampai usus halus, atau eksposisi
tokson dengan sengaja melalui jalur rektal. Kecuali zat yang bersifat basa atau asam
kuat, atau zat yang dapat merangsang mokosa, pada umumnya tidak akan memberikan
efektoksik kalau tidak diserap.
Cairan getah lambung bersifat sangat asam sehingga senyawa asam-asam lemah akan
berada dalam bentuk non-ion yang lebih mudah larut dalam lipid dan mudah terdifusi,
sehingga senyawa-senyawa tersebut akan mudah terserap di dalam lambung. Berbeda
dengan senyawa basa lemah, pada cairan getah lambung akan terionkan oleh sebab itu
akan lebih mudah larut dalam cairan lambung. Senyawa basa lemah, karena cairan usus
yang bersifat basa, akan berada dalam bentuk non-ioniknya, sehingga senyawa basa
lemah akan lebih mudah terserap melalui usus ketimbang lambung

FASE TOKSOKINETIK
Proses biologik yang terjadi pada fase toksokinetik umumnya dikelompokan menjadi:
1. Proses invasi
Proses invasi terdiri dari absorbsi, transport, transportasi, dan distribusi.
2. Proses evesi
Evesi juga dikenal dengan eleminasi. Absorbsi suatu xenobiotika adalah pengambilan
dari permukaan tubuh (disini termasuk juga mukosa saluran cerna) atau dari tempattempat tertentu dalam organ dalaman ke aliran darah atau sistem pembuluh limfe.
Apabila xenobiotika mencapai sistem sirkulasi sistemik, xenobiotika akan ditranspor
bersama aliran darah dalam sistem sirkulas. WEISS (1990) membagi dalam distribusi
kedalam koveksi (transport xenobiotika bersama peredaran darah) dan difusi (difusi
xenbiotika didalam sel atau jaringan) sedangkan eleminasi (evesi) adalah semua
proses yang dapat menyebabkan penurunan kadar xenobiotika dalam sistem
biologi/tubuh orgnisme, proses tersebut reaksi biotransformasi dan eksresi.

FASE TOKSOKINETIK
Sederetan proses tersebut sering disingkat dengan ADME yaitu absorpsi,
distribusi, metabolisme, dan eliminasi. Proses eliminasi akan menentukan
jumlah xenobiotika yang akan masuk kesistem sistemik atau mencapai
tempat kerjanya.
Absorbsi
Absorbsi ditandai oleh masuknya xenobiotika/tokson dari tempat kontak
(paparan) menuju sirkulasi sistemik tubuh atau pembuluh limfe. Absorbsi
didefinisikan sebagai jumlah xenobiotika. Absorbsi sistemik tokson dari
tempat extravaskuler dipengaruhi oleh sifat-sifat anatomik dan fisologik
tempat absorbsi, serta sifat-sifat fisiko-kimia tokson dan bentuk farmseutik
tokson. Jalur utama absorbsi tokson adalah saluran cerna paru-paru dan kulit.
Absorbsi suatu xenibiotika tidak akan terjadi tanpa suatu transport melalui
membran sel demikian halnya juga pada distribusi dan eksresi.

FASE TOKSOKINETIK
Transport xenobiotika lewat membran sel
Penetrasi xenobiotika melewati membran dapat melewati :
a). Filtrasi melawati pori-pori membran poren,
b). Transpor dengan perantara molekul pengemban carrier, c). d). Pencaplokan oleh sel pinositosis
A. Difusi pasif
Difusi pasif merupakan bagian terbesar dari proses transmembran bagi umumnya xenobiotika.
Tenaga pendorong untuk difusi ini adalah perbedaan konsentrasi xenobiotika pada kedua
sisi membran sel dan daya larutnya dalam lipid. Menurut hukum difusi Fick, molekul
xenobiotika bedifusi dari daerah dengan konsentrasi yang lebih rendah :
Jadi berdasarkan hukum Fick, transport suatu xenobiotika berbanding langsung dengan perbedaan
konsentrasi ( C), luas permukaan membran. A, koefisien distribusi (psrtisi)
xenobiotika bersangkutan K, serta koefisien difusinya D, dan berbanding terbalik
dengan tebal membran h
Bila D,A,K, dan h, tetap dibawah keadaan yang umum untuk absorbsi, diperoleh dari sautu
tetapan gabungan P atau koefisien permeabilitas ( P = DAK /h)

FASE TOKSOKINETIK
B. fitrasi lewat pori pori membranporen
Umumnya kebanyakan sel mempunyai pori dengan diameter sekitar 4a (amstom). Saluran pori ini umumnya
penuh terisi air, sehingga hanya memungkinkan dilewati oleh tokson yang relatif air dengan berat molekul kurang
dari 200 Da ( dalton). Oleh karena itu kemungkinan laju aliran air melewati pori ini yang bertindak sebagai daya
dorong. Molekul molekul tokson melintasi pori ini.
Umumnya senyawa dengan ukuran molekul kecil, ( seperti urea, air , gula , dan ion Ca, Na , K)
memamfaatkan lubang pori ini untuk melintasi memberan sel.
Pori ini di mungkinkan dilewati oleh molekul molekul dengan ukuran lebih kecil dari albumin ( sekitar
50.000 Da ).
C. Transpor dengan perantara molekul pengamban carrier
Sesuai dengan sifat transpor ini, umumnya transpor ini di tandai dengan pewatakannya adanya fakta bahwa
tokson di pindahkan melawan perbedaan konsentrasi, misal dari daerah konsentrasi tokson rendah ke daerah
konsentrasi tinggi.
Jalur transpor ini akan bergantung pada jumlah molekul pembawa, atau dengan lain kata, jumlah molekul
tokson yang dapat di angkat ( di transpor ) oleh sistem persatuan waktu, tergantung pada kapasitas sistem
( jumlah tempat ikatan dan angka pertukaran tiap ikatan ).
Molekul pembawa bisa sangat selektif terhadap molekul tokson. Oleh karena itu tokson tokson yang
mempunyai struktur serupa dapat berkompetisi untuk membentuk kompleks tokson pembawa pada tempat
absorbsi, sehingga dapat terjadi antagonisme kompetitif untuk menduduki molekul pengemban.
.

FASE TOKSOKINETIK
Difusi yang di permudah ( fasiliteted diffusion ) kadang di kelompkan juga ke
dalam sisitem transpor aktiv , dimana difusi ini di perantarai oleh pembawa.
Namun karena difusi ini diperantarai oleh molekul pembawa sistem ini dapat
jenuh dan secara struktur selektif bagi tokson tertentu dan memperlihatkan
inetika persaingan bagi tokson - tokson dengan struktur serupa
Absorpsi tokson melalui saluran pencernaan,
Kebanyakan study toksisitas suatu xenobiotika dilakukan melalui rute orel, oleh
sebab itu dalam bahasan ini absorpsi melalui saluran perencanaan didahulukan,
dan di ikuti oleh rute eksposisi yang lain.
Pada umumnya produk farmaeseutik mengalami absorpsi sistemik melalui suatu
rangkaian proses. Proses tersebut meliputi. (1) disintegrasi bentuk farmaseutik
yang di ikuti oleh pelepasan xenobiotika, (2) pelarutan xenobiotika dalam media
aqueose (3) absorpsi melalui membran sel menuju sirkulasi sistemik.
Beberapa faktor yang mungkin berpengaruh pada jumlah xenobiotika yang
mampu mencapai pada jumlah xenobiotika yang mampu mencapai sistem
sirkulasi sistemik dalam bentuk bebasnya setelah pemberian oral (ketersediaan
hayati) adalah:
Ph yang exstrim, dimana mungkin berpengaruh pada stabilitas xenobiotika

FASE TOKSOKINETIK
Absorbsi xenobiotika melalui saluran napas.
Tempat utama bagi absorbsi disaluran napas adalah alveoli paru-paru, terutama berlaku untuk gas
(seperti karbon monoksida CO, oksida nitrogen, dan belerang oksida) dan juga uap cairan (seperti
benzene dan karbon tetra klorida).
Absorbsi pada jalur ini dapat terjadi melalui membran nasal cavity atau absorbi melalui alveoli paruparu. Kedua membran ini relatif mempunyai permeabilitas yang tinggi terhadap xenobiotika.
Luas permukaan alveoli yang sangat luas, ketebalan dinding yang relativ tipis, permeabilitas yang
tinggi, lanju aliran darah yang tinggi, dan tidak terdapat reaksi first-pass-efect.
Kenyataan jalur eksposisi ini sedikit dipilih dalam uji toksisitas dari suatu xenobiotika, karena; (1)
kesulitan mengkuantisasikan dosis yang terserap, (2) partikel dengan ukuran tertentu akan
terperangkap oleh rambut silia atau lendir dimana selanjutnya dibuang dari saluran cerna, sehingga
absorbsi justru terajadi melalui saluran cerna, (3) senyawa volatil (mudah menguap) pada umumnya
melalui jalur ini trabsorbsi sebagian, bagian yang tidak terabsorbsi akan dihembuskan menuju menuju
udara bebas, hal ini tidak terjadi seperti jalur eksposisi saluran cerna.
Absobsi xenobiotika perkutan.
Agar dapat terabsorbsi kedalam kulit, xenobiotika harus melintasi membran epidermis dan dermis,
diserap melalui polikel, lewat melalui sel-sel keringan, atau kelenjar sebasea.
Pase pertama absorbsi perkutan adalah difusi tokson lewat epidermis melalui sawar (barier) lapisan
tanduk (stratum comeum).
Kedua absorbsi perkutan adalah difusi tokson lewat dermis yang mengandung medium difusi yang
berpori, menselektif dan cair.

FASE TOKSOKINETIK
Distribusi.
Setelahxsenobiotika mencapai sisitem peredaran darah, ia bersama darah akan
diedarkan/didistribusikan keseluruh tubuh. Dari sistem sirkulasi sistemik ia akan terdistribusi
lebih jauh melewati membran sel menuju sistem organ atau kejaringan jaringan tubuh.
Secara keseluruhan pelepasan xenobiotika dari cairan plasma menuju cairan intraseluler
ditentukan berbagai faktor,dimana faktor-faktor tersbut dapat dikelompokkan ke dalam dua
kelompok yaitu:
Faktor biologis
-laju aliran darah di organ dan jaringan,
-sifat membran biologis
-perbedaab pH antaraplasma dan jaringan
b. faktor sifat molekul xenobiotika
-ukuran molekul
-ikatan antara protein plasma dan protein jaringan
-kelarutan
-sifat kimia
Eliminasi
Proses eliminasi adalah proses hilangnya xenobiotika dari dalam tubuh orgnisme.Jalur
eliminasi yang paling penting adalah eliminasimelalui hati(reaksi metabolisme)dan ekskresi
melalui ginjal
Eksskresi
.Jalur ekskeresi utama adalah melalui ginjal bersama urin,tetapi hati dan paru-paru juga
merupakan alat ekskresi penting bagi tokson tertentu.Ekskeresi urin,ekskresi empedu,eksresi
paru-paru.

FASE TOKSODINAMIK

Adalah interksi antara takson dengan reseptor dan juga


proses yg terkait dimana pada akhirnya muncul efek
toksik.
1. Reseptor

Suatu makromolekul (biopolimer) jaringan sel hidup


mengandung gugus fungsional atau atom-atom
terorganisasi,reaktif secara kimia dan bersifat khas serta
bersifat reversibel.
Konsekuensi reseptor
-Menentukan hubungan kuantitatif antara dosis atau
konsentrasi obat dan efek farmakologis
Reseptor bertanggung jawab pada selektivitas kerja obat
-reseptor reseptor menjembatani kerja antagonis farmakologi

FASE TOKSODINAMIK

2. Interaksi obat reseptor

Persyaratan untuk interaksi ini adalah pembentukan


kompleks obat- reseptor.

3. Mekanisme kerja efek toksik

A. Interaksi dengan enzim


B. Inhibisi pada transpor oksigen karena gangguan Hb
C. Interaksi dengan fungsi sel umum
D. Gangguan pada sintesis DNA dan RNA
E. Kerja teratogenik
F. Gangguan sistem imun
G. Iritasi kimia langsung pada jaringan
H. Toksisitas pada jaringan

Anda mungkin juga menyukai