Anda di halaman 1dari 15

bronkiektasis

BRONKIEKTASIS (BE)
Bronkiektasis (BE)adalah penyakit saluran napas
kronik ditandai dengan dilatasi abnormal yang
permanen disertai rusaknya dinding bronkus.
Biasanya pada daerah tersebut ditemukan
perubahan yang bervariasi termasuk di dalamnya
inflamasi transmural, edema mukosa (BE silindris),
ulserasi (BE kistik) dengan neovaskularisasi dan
timbul obstruksi berulang karena infeksi sehingga
terjadi perubahan arsitektur dinding bronkus serta
fungsinya.

Keadaan yang sering menginduksi terjadinya BE adalah


infeksi, kegagalan drainase sekret, obstruksi saluran
napas dan atau gangguan mekanisme pertahanan
individu.
Di seluruh dunia angka kejadian BE tinggi, biasanya
terjadi pada negara terbelakang atau berkembang. BE
kebanyakan terjadi pada penduduk usia pertengahan
sampai lanjut, sedangkan akibat penyakit kongenital
terjadi pada usia muda.
Tingkat sosial ekonomi yang rendah, nutrisi buruk,
perumahan yang tidak memadai dan sulit mendapatkan
fasilitas kesehatan karena alasan finansial atau
jangkauan fasilitas kesehatan mempermudah timbulnya
infeksi tersebut.

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI


BE adalah dilatasi abnormal bronkus, pada daerah proksimal bronkus (diameter > 2
mm) disertai destruksi komponen otot dan jaringan elastik dinding bronkus yang
dapat terjadi secara kongenital ataupun didapat karena sebab infeksi kronik saluran
napas.
BE kongenital terjadi pada bayi dan anak sebagai akibat kegagalan pembentukan
cabang-cabang bronkus.Kerusakan komponen otot dan jaringan elastik dinding
bronkus merupakan respon tubuh terhadap infeksi berupa proses inflamasi yang
melibatkan sitokin, oksida nitrit dan neutrofil protease sehingga terjadi kerusakan
pada jaringan alveolar peribronkial dan selanjutnya terjadi fibrosis peribronkial
Akhirnya terjadi kerusakan dinding bronkus dan inflamasi transmural sehingga terjadi
dilatasi abnormal bronkus. Pada keadaan ini biasanya ditemukan gangguan
pembersihan sekresi (mucous clearance) pada bronkus dan cabang-cabangnya.
Kegagalan proses pembersihan sekresi menyebabkan kolonisasi kuman dan timbul
infeksi oleh kuman pathogen yang ikut berperan dalam pembentukan mucus yang
purulen pada penderita BE.

gambaran klinik

Etiologi dan faktor predisposisi


Etiologi dan faktor predisposisi

1.

2.

Banyak penyebab yang menjadi etiologi maupun faktor predisposisi terjadinya BE antara lain:
Infeksi primer (bakteri, jamur dan virus)
BE mungkin sebagai sequel dari nekrosis setelah infeksi akibat pengobatan yang buruk atau
tidak diobati sama sekali. Infeksi dapat disebabkan oleh kuman tipikal seperti Klebsiela,
Staphilococcus aureus, Mycobacterium tuberculosis, Mycoplasma pneumonia, measles, pertusis,
influenza, herpes simplex dan beberapa tipe adenovirus. Pada anak respiratory syncytial virus
dapat menyebabkan BE. BE juga bisa juga disebabkan oleh Mycobacterium avium complex
(MAC) yang terjadi pada penderita HIV dan imunokompremis.
Obstruksi bronkus
Tumor endobronkial, benda asing atau stenosis bronkus karena penekanan akibat kelenjar getah
bening leher yang membesar dapat menyebabkan BE. Sindrom lobus tengah kanan merupakan
bentuk spesifik obstruksi bronkus yang akhirnya akan menyebabkan BE karena angulasi
abnormal lobus tersebut. Timbulnya obstruksi bronkus dan infeksi kronik merupakan faktor
predisposisi terbentuknya BE.
3. Fibrosis kistik
Ini merupakan penyakit autosomal resesif dengan kelainan utama pada paru dengan gambaran
umum BE. BE berhubungan dengan fibrosis kistik terjadi secara sekunder karena terkumpulnya
mucus pada jalan napas bagian atas dan terjadinya infeksi kronis.

4.

Sindroma Young

Gambaran klinis sama denga fibrosis kistik. Sindrom ini ditemukan BE disertai sinusitis dan
azoospermia, sering terjadi pada pria usia pertengahan.
5.

Diskinesia siliar primer


Manifestasinya adalah immotile dan/atau diskinetik silia dan spermatozoa. Keadaan ini
menyebabkan gangguan bersihan mukosilier infeksi berulang dan akhirnya terjadi BE. Sindrom
Kartagener dengan triad gambaran klinik berupa situs inversus, sinusitis dan BE adalah sebagai
akibat immobility silia pada saluran napas.

6.

Aspergilosis bronkopulmoner alergi


Merupakan reaksi hipersensitiviti terhadap inhalan antigen Aspergilus dengan gambaran
bronkospasme, BE dan reaksi imunologi oleh spesies Aspergilus. Dikatakan aspergilus
bronkopulmoner alergi adalah apabila pada penderita tersebut ditemukan batuk produktif dan
juga memiliki riwayat asma yang tidak respons dengan terapi konvensional.

7.

Keadaan imunodefisiensi
Imunodefisiensi dapat terjadii secara congenital maupun didapat. Imunodefisiensi ini melibatkan
gangguan gangguan fungsi limfosit B. penderita dengan hipogammaglobulinemia biasanya
muncul saat anak dengan riwayat sinusitis atau infeksi paru berulang. Penderita HIV/AIDS
merupakan implikasi terjadinya BE dan digambarkan dengan timbulnya percepatan kerusakan
bronkus karena infeksi berulang.

8. Defek anatomi kongenital


Skuester bronkopulmoner, sindroma Williams-Campbell (defisiensi congenital kartilago), Sindrom
Mounier-Kuhn (tracheobronkomegali), Sindrome Swyer-Jamer (unilateral hyperlucent lung) dan
sindrom yellow-nail mempermudah timbulnya BE.
9. Defisiensi alpha 1-antitripsin
Patogenesisnya belum jelas
10. Penyakit reumatik
Komplikasi rheumatoid arthritis dan sindrom Sjogren dapat terjadi BE, tetapi patogenesisnya
belum jelas.
11. Traksi bronkiektasis
Ini merupakan distorsi jalan napas sekunder karena distorsi parenkim paru dari fibrosis pulmoner.
12. Merokok
Bagaimana merokok dapat menyebabkan terjadinya BE masih belum jelas namun demikian asap
rokok dan infeksi berulang dapat mempercepat kerusakan dinding bronkus.

gambaran klinis
Gambaran klinis
Tanda dan gejala yang timbul tergantung dari beratnya penyakit, penyebaran, lokasi, ada
tidaknya komplikasi dan penyakit yang mendasarinya. Gejala pada BE dapat disebabkan karena
BE-nya saja atau karena penyakit dasarnya. Gejala akibat BE-nya saja dapat berupa batuk
kronik, dahak purulen, panas, lemah dan berat badan menurun.

Pada penderita BE sering ditemukan batuk dengan banyak dahak bersifat purulen terutama
terjadi setelah istirahat lama terlentang yaitu pada pagi hari. Secara makroskopik dapat dijumpai
sputum 3 lapis yaitu lapisan busa, lapisan purulen (hijau, kuning) dan lapisan mukoid. Dapat juga
dijumpai BE yang kering tidak banyak dahak, hal ini tergantung pada lokasi BE, misalnya pada
tempat yang alirannya baik. Dengan mengitung volume dahak/24 jam dapat ditentukan berat
ringannya penyakit. Ellis dkk mengelompokkan BE menjadi BE ringan (volume dahak <10
ml/hari), BE sedang (10-150 ml/hari) dan BE berat (>150 ml/hari)
Batuk darah jarang terjadi pada BE kering, lebih banyak terjadi pada BE dewasa. Gejala sesak
napas banyak ditemukan pada BE luas yang telihat pada gambaran foto toraks. Pemeriksaan
fisik kadang tidak dijumpai kelainan. Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik tergantung
pada luas, derajat dan ada tidaknya obstruksi saluran napas. Pada auskultasi sering dijumpai
ronki basah, biasanya pada basal paru dan sering dijumpai jari tabuh.

penatalaksanaan

Pengelolaan Konservatif
Pengobatan Umum
Pengelolaan umum ini ditujukan terhadap semua pasien
bronkiektasis, meliputi :
Menciptakan lingkungan yang tepat bagi pasien
Contohnya dengan membuat ruangan menjadi hangat, udara
ruangan kering, mencegah atau menghentikan merokok, mencegah atau
menghindari debu, asap dan sebagainya.

Memperbaiki drainase sekret bronkus


Melakukan Drainase Postural
Melakukan drainase portural tindakan ini merupakan cara yang paling efektif
untuk mengurangi gejala, tetapi harus terjadi secara terus-menerus. Pasien
diletakkan dengan posisi tubuh sedemikaian rupa sehingga dapat dicapai
drainase sputum secara maksimal. Tiap kali melakukan drainase postural
dikerjakan selama 10-20 menit samapi sputum tidak keluar lagi dan tiap hari
dikerjakan 2 sampai 4 kali

Pengobatan Simtomatis
Pengobatan Obstruksi Bronkus
Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru (% VEP 1 < 70%) dapat
diberikan obat bronkodilator. Sebaiknya sewaktu dilakukan uji faal paru dan diketahui adanya tanda obstruksi
saluran napas sekaligus dilakukan tes terhadap obat bronkodilator. Apabila hasil tes bronkodilator positif, pasien
perlu diberikan obat bronkodilator tersebut.

Pengobatan Hipoksia
Pada pasien yang mengalami hipoksia (terutama pada waktu terjadinya eksaserbasi akut) perlu diberikan
oksigen. Apabila pada pasien telah terdapat komplikasi bronkitis kronik, pemberian oksigen harus hati-hati, harus
dengan aliran rendah (cukup 1 liter/menit).

Pengobatan Hemoptisis
Apabila perdarahan cukup banyak (masif),mungkinmerupakan perdarahan arterial yang memerlukan tidakan
operatif segera untuk menghentikan perdarahannya, dan sementara harus diberikan transfusi darah untuk
menggantikan darah yang hilang.

Pengobatan Demam
Pada pasien dengan eksaserbasi akut sering terdapat demam, terlebih jika terjadi septikemia. Pada keadaan ini
selain perlu diberikan antibiotik yang sesuai, dosis cukup, perlu ditambahkan obat antipiretik lainnya.

Pengobatan Pembedahan
Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat (reseksi)

segmen/lobus paru yang terkena bronkiektasis. Indikasi


dilakukannya pembedahan antara lain pada pasien bronkiektasis
yang terbatas dan resektabel yang tidak berespon terhadap
tindakan-tindakan konservatif yang adekuat, pasien yang sering
mengalami infeksi berulang dan pasien dengan hemoptisis masif.
Sedangkan pasien dengan bronkiektasis disertai PPOK, pasien
bronkiektasis berat dan pasien dengan komplikasi korpulmonal
kronik dekompensata tidak boleh dilakukan pengobatan
pembedahan.

prognosis

PROGNOSIS
Kelangsungan Hidup
Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya serta
luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan
secara tepat (konservatif atau pembedahan) dapat memperbaiki prognosis
penyakit. Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya
jelek, survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut
biasanya karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis
danlain-lain. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi bronkitis kronik berat dan
difus biasanya disabilitasnya ringan.
Kelangsungan Organ
Kelainan pada bronkiektasis biasanya mengenai bronkus dengan ukuran
sedang. Adanya peradangan dapat menyebabkan destruksi lapisan
muskular dan elastik dari bronkus serta dapat pula menyebabkan kerusakan
daerah peri bronchial. Kerusakan ini biasanya akan menyebabkan
timbulnya daerah fibrosis terutama pada daerah peribronkial.

pencegahan
PENCEGAHAN
Timbulnya bronkiektasis sebenarnya dapat dicegah kecuali pada
bentuk kongenital. Beberapa usaha untuk mencegah bronkiektasis
antara lain :
Pengobatan dengan antibiotika dan terapi suportif lainnya secara
tepat tehadap semua bentuk pneumonia.
Tindakan vaksinasi pertusis, influenza dan pneumonia pada anak.

Anda mungkin juga menyukai