Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH


PERJUANGAN BANGSA INDONESIA (KAUSA
MATERIALIS PANCASILA)

Pemikiran Soekarno dalam merumuskan


dasar Negara Pancasila pada 5 hal, yaitu
sintesis dari demokrasi Barat, Islamisme,
marxisme, nasionalisme Sun Yat Sen dan
humanism ala Gandhi. Namun demikian
pemikiran Soekarno mendasar pad kausa
materialis yang ada pada bangsa Indonesia
yaitu nilai Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan, Semangat Kekeluargaan atau
Gotong
Royong,
Realitas
Etnis,
dan
Kebudayaan.

PEMIKIRAN SOEKARNO
Marxisme
Nasionalis
me Sun
Yat Sen

Islamisme

Demokrasi
Barat

Sintes
is

Humanism
e Ghandi

Pemikiran Soekarno merupakan sintesis


dari kelima hal dari pernyataan di atas,
namun dari pengadopsian kelima paham
tersebut Soekarno tidak serta merta
mencaplok kesemua paham itu melainkan
tetap mendasar pada kausa materialis
yang ada pada bangsa Indonesia yang
pada dasarnya memiliki kepribadian dan
jati diri bangsa sejak zaman dahulu.

PEMIKIRAN MUHAMAD
YAMIN
Nasionalis
me
Sriwijaya

Nasionalis
me
Majapahit

Bhinne
ka
Tungga
l Ika

PEMIKIRAN SOEPOMO
John
Locke
Thomas
Hobbes

J.J
Rousse
au

Sintes
is

Harold
J. Laski

B. Nilai-nilai Pancasila dalam


Sejarah Bangsa Indonesia
Zaman Kutai
Masa 400 M
Prasasti 7 yupa
(tiang batu)
Mengembangkan
nilai sosial politik,
dan ketuhanan

Zaman Sriwijaya
Tahap
terbentuknya : 1)
zaman sriwijaya, 2)
negara kebangsaan
zaman Majapahit,
3) negara
kebangsaan
modern (Indonesia)
Mengembangkan
tata negara dan
tata pemerintahan
yang menciptakan
peraturanperaturan

Zaman sebelum
Majapahit

Kerajaan
Majapahit

Mengembangkan
toleransi beragama
dan sikap
humanisme dalam
pergaulan antar
manusia

Berdiri tahun 1293


Masa keemasan
pada pemerintahan
Hayam wuruk
dengan Mahapatih
Gajah Mada
Mengembangkan
toleransi antar
suku, adat istiadat,
golongan,
kebudayaan dan
agama.
Lahirnya buku
Sutasoma
Munculnya
terminologi
Pancasila serta

C. Zaman Penjajahan
Runtuhnya
Majapahit abad XVI

Perlawanan Mataram di
bawah pemerintahan
Sultan Agung (16131645) melakukan
perlawanan ke Batavia
Tahun 1628 dan Tahun
1629

Berkembangnya
Islam dengan pesat

Abad XVI masuknya


bangsa Belanda
mendirikan V.O.C,
(Verenigde Oost Indische
Compagnie)

Perlawanan
Patimura di Maluku (1817),
baharudin di Palembang
(1819), Imam Bonjol di
Minangkabau (1821-1837),
Pangeran Diponegoro di Jawa
Tengah (1825-830)

Munculnya
kerajaan Islam
seperti Demak

Masuknya bangsa
Portugis berkuasa Tahun
1511

Belanda menerapkan sistem


monopoli melalui tanam paksa
(1830-1870).

Mataram dikuasai oleh Belanda


Makasar dikuasai oleh belanda
(1667)
Banten dikuasi oleh Belanda
(1684)

D. Kebangkitan Nasional
Abad XX pergolakan
kebangkitan Dunia
Timur

Republik Philipina (1898)


oleh Pori Joze Rizal

Kemenangan Jepang atas


Rusia di Tsunia (1905)

Gerakan Sun yat Sen dengan


republik Cina (1911)

Indonesia kebangkitan
akan kesadaran berbangsa
(kebangkitan Nasional
1908) oleh dr. Wahidin
Sudirohusodo dengan Budi
Utomo

E. Zaman Penjajahan Jepang


Jepang bersikap bermurah hati
menjanjikan Indonesia Merdeka

Tanggal 29 April 1945 bersamaan


haru ultah Kaisar Jepang ,
menjanjikan yang ke dua kali untuk
Indonesia Merdeka dikemudian hari

Sidang BPUPKI Kedua


(10-16 Juli 1945)
1. Abdul Fatah Hasan, 2. Asikin
Natanegara, 3. Soerjo hamidjojo, 4.
Muhammad Noor, 5. Besar dan 6.
Abdul Kaffar

Sidang BPUPKI Pertama


dilaksanakan empat hari
1. Tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muh.
Yamin, 2. tanggal 31 Mei 1945 Prof.
Soepomo, 3. tanggal 1 Juni 1945 Ir.
Soekarno.

F. Proklamasi Kemerdekaan dan


Sidang PPKI
7 Agustus 1945 (Kan Poo
No.72/2605 k.11) dibentuk Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia
atau Dokuritu Zyunbi Linkai
berjumlah 21 orang

8 Agustus 1945 Ir. Soekarno, drs.


Moh. Hatta dan Dr. Radjiman
diberangkatkan ke saigon atas
panggilan Jenderal Besar Terauchi

9 Agustus 1945 memberikan 3 cap


yaitu:
1. Soekarno diangkat sebagai
Ketua Panitia Persiapan
Kemerdekaan, Moh. Hatta wakil
ketua, Radjiman sebagai Anggota
2. Panitia periapan boleh mulai
bekerja tanggal 9 Agustus
3. Cepat atau tidaknya pekerjaan
Panitia diserahkan sepenuhnya
kepada Panitia

PROKLAMASI
Tanggal 14 Agustus 1945
Ir. Soekarno mengumumkan
bahwa bangsa Indonesia akan
merdeka sebelum jagung
berbunga (secepat mungkin)

Tanggal 17 Agustus 1945 di


Pegangsaan Timur 56 Jakarta
tepat pada hari Jumat legi, jam 10
pagi WIB (jam 11.30 waktu
jepang) Bung Karno didampingi
Bung Hatta membacakan naskah
Proklamasi dengan khidmad dan
diawali dengan pidato, sebagai
berikut;

Kami bangsa Indonesia dengan ini


menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Halhal
yang
mengenai
pemindahan
kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan
dengan cara seksama dan dalam tempo
yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta, 17 Agustus 1945

BAB II

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA


Dasar
negara
Indonesia,
dalam
pengertian
historisnya merupakan hasil pergumulan pemikiran
para pendiri negara (The Founding Fathers) untuk
menemukan landasan atau pijakan yang kokoh
untuk di atasnya didirikan negara Indonesia
merdeka.
Soekarno (1960: 42) bahwa dalam mengadakan
negara Indonesia merdeka itu harus dapat
meletakkan negara itu atas suatu meja statis yang
dapat mempersatukan segenap elemen di dalam
bangsa itu, tetapi juga harus mempunyai tuntunan
dinamis ke arah mana kita gerakkan rakyat, bangsa
dan negara ini.

Hubungan Pancasila dengan


Gambar
tersebut
Pembukaan UUD NRI
Tahun 1945
PANCASILA

Pembukaan
Batang Tubuh
UUD
Rakyat

menunjukkan
Pancasila
sebagai suatu cita-cita
hukum yang berada di
puncak
segi
tiga.
Pancasila
menjiwai
seluruh bidang kehidupan
bangsa Indonesia. Dengan
kata
lain,
gambar
piramidal
tersebut
mengandung pengertian
bahwa Pancasila adalah
cerminan dari jiwa dan
cita-cita hukum bangsa

Hubungan Pembukaan UUD NRI tahun 1945 yang


memuat Pancasila dengan batang tubuh UUD NRI
tahun 1945 bersifat kausal dan organis.

Kaus
al
Organis

Hubungan kausal
mengandung pengertian
Pembukaan UUD NRI tahun
1945 merupakan penyebab
keberadaan batang tubuh
UUD NRI tahun 1945,
sedangkan hubungan
organis berarti
Pembukaan dan batang
tubuh UUD NRI tahun 1945
merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan.

Implementasi Pancasila Dalam Pembuatan


Kebijakan Negara Dalam Bidang Politik,
Ekonomi, Sosial Budaya Dan Hankam
Bidan
g
Politi
k

Pembuatan
kebijakan negara
dalam bidang
politik di Indonesia
harus
memperhatikan
rakyat yang
merupakan
pemegang
kekuasaan atau
kedaulatan berada
di tangan rakyat
(Pasal 26, 27 ayat

Bidan
g
Ekono
mi

Pembuatan kebijakan
negara dalam bidang
ekonomi di Indonesia
dimaksudkan untuk
menciptakan sistem
perekonomian yang
bertumpu pada
kepentingan rakyat
dan berkeadilan (Pasal
27 ayat (2), pasal 33,
dan pasal 34)

Implementasi Pancasila Dalam Pembuatan


Kebijakan Negara Dalam Bidang Politik,
Ekonomi, Sosial Budaya Dan Hankam
Bidan
g
Sosia
l
Buda
ya

Pembuatan kebijakan
negara dalam bidang
sosial budaya
mengandung
pengertian bahwa nilainilai yang tumbuh dan
berkembang dalam
masyarakat Indonesia
harus diwujudkan dalam
proses pembangunan
masyarakat dan
kebudayaan di
Indonesia. (Pasal 29,
pasal 31, dan pasal 32)

Bidan
g
Hank
am

Pembuatan kebijakan
negara dalam bidang
pertahanan keamanan
harus diawali dengan
kesadaran bahwa
Indonesia adalah
negara hukum (Pasal
27 ayat (3) dan pasal
30)

BAB III
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA
Ideologi ialah alat untuk mendefinisikan aktivitas
politik yang berkuasa, atau untuk menjalankan
suatu politik cultural management, suatu
muslihat manajemen budaya (Abdulgani, 1979:
20).
Ideologi itu, menurut Oesman dan Alfian (1990:
6), berintikan serangkaian nilai (norma) atau
sistem nilai dasar yang bersifat menyeluruh dan
mendalam yang dimiliki dan dipegang oleh suatu
masyarakat atau bangsa sebagai wawasan atau

DIMENSI IDEOLOGI
dimensi
realita

nilai-nilai dasar yang terkandung dalam ideologi itu secara riil berakar dan hidup
dalam masyarakat atau bangsanya, terutama karena nilai-nilai dasar tersebut
bersumber dari budaya dan pengalaman sejarahnya.

dimensi
idealisme

nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealisme, bukan lambungan anganangan, yang memberi harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui
perwujudan atau pengalamannya dalam praktik kehidupan bersama mereka seharihari dengan berbagai dimensinya.

dimensi
fleksibilit
as

memungkinkan dan bahkan merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran baru


yang relevan tentang dirinya, tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat atau
jati diri yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnyamemungkinkan dan bahkan
merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan tentang
dirinya, tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat atau jati diri yang
terkandung dalam nilai-nilai dasarnya

Pancasila dan Ideologi Lain

Pancasila
dan
Liberalisme

Pancasila
dan
Komunisme

Pancasila
dan Agama

LINGKUP
LINGKUP PENGERTIAN
PENGERTIAN FILSAFAT
FILSAFAT

FILSAFAT

A.
A.

FILSAFAT
FILSAFAT SBG.
SBG. SUATU
SUATU KEBIJAKSANAAN
KEBIJAKSANAAN
YANG
YANG RASIONAL
RASIONAL DARI
DARI SEGALA
SEGALA SESUATU
SESUATU

B.
B.

FILSAFAT
FILSAFAT SEBAGAI
SEBAGAI SUATU
SUATU SIKAP
SIKAP DAN
DAN
PANDANGAN
PANDANGAN HIDUP
HIDUP

C.
C.

FILSAFAT
FILSAFAT SEBAGAI
SEBAGAI SUATU
SUATU KELOMPOK
KELOMPOK
PERSOALAN
PERSOALAN

D.
D.

FILSAFAT
FILSAFAT SEBAGAI
SEBAGAI SUATU
SUATU KELOMPOK
KELOMPOK
TEORI
TEORI DAN
DAN SISTEM
SISTEM PEMIKIRAN
PEMIKIRAN

E.
E.

FILSAFAT
FILSAFAT SBG.
SBG. SUATU
SUATU PROSES
PROSES KRITIS
KRITIS
DAN
DAN SISTEMATIS
SISTEMATIS DARI
DARI SEGALA
SEGALA
PENGETAHUAN
PENGETAHUAN MANUSIA
MANUSIA

F.
F.

FILSAFAT
FILSAFAT SBG.
SBG. SUATU
SUATU USAHA
USAHA UNTUK
UNTUK
MEMPEROLEH
MEMPEROLEH PANDANGAN
PANDANGAN YANG
YANG
KOMPREHENSIF
KOMPREHENSIF

DASAR ONTOLOGIS
ONTOLOGIS
DASAR

PEMIKIRANTENTANG
TENTANG
PEMIKIRAN
NEGARABANGSA,
BANGSA,
NEGARA
MASYARAKATDAN
DANMANUSIA
MANUSIA
MASYARAKAT

PANCASILA
SEBAGAI
SISTEM FILSAFAT

DASAR
DASAR
EPISTEMOLOGIS
EPISTEMOLOGIS

SEBAGAI SUATU
SUATU
SEBAGAI
PENGETAHUAN INTERN
INTERN
PENGETAHUAN
STRUKTUR LOGIS
LOGIS DAN
DAN
STRUKTUR
KONSISTEN
KONSISTEN
DASAR
IMPLEMENTASINYA
DASAR
IMPLEMENTASINYA
AKSIOLOGIS YANG
YANG
AKSIOLOGIS
TERKANDUNG DI
DI
TERKANDUNG
DALAMNYA, HIERARKHI
HIERARKHI
DALAMNYA,
DAN STRUKTUR NILAI DI

DASAR ONTOLOGIS
ONTOLOGIS
DASAR

PEMIKIRANTENTANG
TENTANGNEGARA
NEGARA
PEMIKIRAN
BANGSA,MASYARAKAT
MASYARAKATDAN
DAN
BANGSA,
MANUSIA
MANUSIA

PANCASILA
PANCASILA
SEBAGAI
SEBAGAI
SISTEM
SISTEM FILSAFAT
FILSAFAT

DASAR EPISTEMOLOGIS
EPISTEMOLOGIS
DASAR

SEBAGAISUATAU
SUATAUPENGETAHUAN
PENGETAHUAN
SEBAGAI
INTERNSTRUKTUR
STRUKTURLOGIS
LOGISDAN
DAN
INTERN
KONSISTENIMPLEMENTASINYA
IMPLEMENTASINYA
KONSISTEN

DASAR
DASAR AKSIOLOGIS
AKSIOLOGIS

YANG
YANG TERKANDUNG
TERKANDUNG DI
DI
DALAMNYA,
DALAMNYA, HIERARKHI
HIERARKHI DAN
DAN
STRUKTUR
STRUKTUR NILAI
NILAI DI
DI DALAMNYA
DALAMNYA
KONSEP
KONSEP ETIKA
ETIKA YANG
YANG
TERKANDUNG
TERKANDUNG DI
DI DALAMNYA
DALAMNYA

ESENSI
ESENSI FILSAFAT
FILSAFAT
PANCASILA
PANCASILA
ESENSI
ESENSI NEGARA
NEGARA

DASAR
DASAR
ONTOLOGIS
ONTOLOGIS

SUBJEK
SUBJEK PENDUKUNG
PENDUKUNG
NEGARA
NEGARA
HUBUNGAN
HUBUNGAN NEGARA
NEGARA
DNG.WARGANEGARA
DNG.WARGANEGARA

SUMBER
SUMBER
PENGETAHUAN
PENGETAHUAN

DASAR
DASAR
EPISTEMOLOGIS
EPISTEMOLOGIS

SISTEM
SISTEM
PENGETAHUAN
PENGETAHUAN
DASAR
DASAR KEBENARAN
KEBENARAN
PENGETAHUAN
PENGETAHUAN
CARA
CARA
MENDAPATKAN
MENDAPATKAN
PENGETAHUAN
PENGETAHUAN

1.
1. HAKIKAT
HAKIKAT NILAI
NILAI

DASAR
DASAR
AKSIOLOGIS
AKSIOLOGIS

2.
2. SUMBER
SUMBER NILAI
NILAI

3.
3. STRUKTUR
STRUKTUR NILAI
NILAI

Pancasila yang berisi lima sila, menurut Notonagoro


(1967: 32) merupakan satu kesatuan utuh. Kesatuan sila-sila
Pancasila tersebut, diuraikan sebagai berikut:

Kesatuan
sila-sila
Pancasila
dalam
struktur
yang bersifat
hirarkis dan
berbentuk
piramidal

Hubungan
kesatuan
sila-sila
Pancasila
yang saling
mengisi dan
saling
mengkualifik
asi

4
1

4
5

Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2, 3, 4, 5


Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan
menjiwai sila 3, 4, 5
Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan
menjiwai sila 4, 5
Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, 3 dan mendasari dan
menjiwai sila 5
Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, 3, 4

BAB IV
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

Etika harus dibedakan dengan etiket. Etika adalah kajian ilmiah terkait
dengan etiket atau moralitas. Dengan demikian, maka istilah yang tepat
adalah etiket pergaulan, etiket jurnalistik, etiket kedokteran, dan lain-lain.
Etiket secara sederhana dapat diartikan sebagai aturan kesusilaan/sopan
santun.
Secara etimologis (asal kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos,
yang artinya watak kesusilaan atau adat. Istilah ini identik dengan moral
yang berasal dari bahasa Latin, mos yang jamaknya mores, yang juga
berarti adat atau cara hidup. Meskipun kata etika dan moral memiliki
kesamaan arti, dalam pemakaian sehari-hari dua kata ini digunakan
secara berbeda. Moral atau moralitas digunakan untuk perbuatan yang
sedang dinilai, sedangkan etika digunakan untuk mengkaji sistem nilai
yang ada (Zubair, 1987: 13).

Aliran-aliran Besar Etika


Etika
Deontolo
gi

Etika deontologi memandang bahwa tindakan dinilai baik


atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak
dengan kewajiban.

Etika
Teleologi

Pandangan etika teleologi berkebalikan dengan etika


deontologi, yaitu bahwa baik buruk suatu tindakan dilihat
berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan itu.

Etika
Keutama
an

Etika ini tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, tidak


juga mendasarkan pada penilaian moral pada kewajiban
terhadap hukum moral universal, tetapi pada pengembangan
karakter moral pada diri setiap orang.

ETIKA PANCASILA
1.
2.

3.

4.

Suatu perbuatan dikatakan baik apabila tidak bertentangan


dengan nilai, kaidah dan hukum Tuhan.
Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai
kemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai kemanusiaan Pancasila
adalah keadilan dan keadaban.
Suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat memperkuat
persatuan dan kesatuan. Sikap egois dan menang sendiri
merupakan perbuatan buruk, demikian pula sikap yang
memecah belah persatuan.
Nilai hikmat/kebijaksanaan dan permusyawaratan. Kata
hikmat/kebijaksanaan berorientasi pada tindakan yang
mengandung nilai kebaikan tertinggi. Atas nama mencari
kebaikan, pandangan minoritas belumtentu kalah dibanding
mayoritas.

Moralitas dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu


moralitas individu, moralitas sosial dan moralitas
mondial.

moralit
as
individu
moralit
as
sosial
moralit
as
mondial

kesadaran tentang prinsip baik yang bersifat ke dalam, tertanam


dalam diri manusia yang akan mempengaruhi cara berpikir dan
bertindak.

Moralitas sosial juga tercermin dari moralitas individu dalam


melihat kenyataan sosial. Bisa jadi seorang yang moral individunya
baik tapi moral sosialnya kurang, hal ini terutama terlihat pada
bagaimana mereka berinteraksi dengan masyarakat yang
majemuk.
Moralitas (MONDIAL) individu dan sosial memiliki hubungan sangat
erat bahkan saling tarik-menarik dan mempengaruhi. Moralitas
individu dapat dipengaruhi moralitas social, demikian pula
sebaliknya.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai