Anda di halaman 1dari 18

JOURNAL READING

Pengobatan Demam Tifoid pada Anak : Perbandingan


Efektifitas dari Ciprofloxacin dengan Ceftriaxone
Mutiara Bagus Niti, S.Ked

PEMBIMBING
dr. Ferry Mulyadi, Sp.A, M.Kes

Pengantar
Pakistan memiliki tingkat ketiga tertinggi, di seluruh dunia.
secara global, setidaknya ada 13-17 milyar kasus dengan kematian sebanyak
600,000
Demam tifoid merupakan 4 penyebab paling umum kematian di Pakistan
Kejadian tertinggi pada anak-anak dan dewasa muda antara umur 5-19 tahun.
WHO menunjukkan bahwa kejadian demam tifoid anak-anak di Pakistan berusia
2-5 tahun sebanyak 573,2 per100.000 orang per tahun.
Diagnosis definitif demam tifoid ditegakkan hanya pada pemeriksaan salmonella
typhi kultur darah, feses, urin, bone marrow dll, adanya karakteristik klinis.
Resiko kematian mencapai 10% bila tidak adanya pengobatan, dan kurang dari
1% dengan penggunaan antibiotik.

CIPROFLOXACIN & CEFTRIAXONE


Fluroquinolones yaitu Ciprofloxacin, direkomendasikan sebagai
Terapi lini pertama untuk anak-anak dan orang dewasa yang
terinfeksi maupun multidrug resistensi pada S. Typhi dan paratyphi.
Sefalosporin generasi ketiga yaitu Ceftriaxone , juga berguna
tetapi penggunaannya dicadangkan untuk kasus komplikasi MDR
(resistensi terhadap kloramfenikol , ampisilin , cortrimoxazole).

RESISTENSI
FLUOROQUINOLONES
Penelitian di India Utara, ada peningkatan secara bertahap dari resistensi
terhadap fluoroquinolones selama 7 tahun terakhir.
Tidak resistensi fluoroquinolones pada tahun 1999
Pada tahun 2005, 4,4% didapatkan resistensi Sparfloxacin, 8,8% resistensi
ofloksasin, dan resistensi yang tertinggi yaitu ciprofloxacin sebanyak 13%
Hal tersebut menjadi sebuah pertanyaan, bahwa obat memiliki
perbedaan dalam efektifitas sesitifitasnya, resistennya, dan
kekambuhannya.
Penelitian ini berencana melakukan kajian untuk mengetahui
respon klinis pada anak demam tifoid yang diobati dengan
ciprofloxacin vs ceftriaxone.

METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Departemen Anak , Rumah Sakit Holy Family,
Rawalpindi.
Penelitian dilakukan selama 6 bulan, dari 25 Maret 2010 Sampai 24
September 2010.
Sebanyak 88 Pasien dengan diagnosis klinis Demam Tyfoid.
44 Pasien diobati menggunakan ciprofloxacin ( Kelompok
Ciprofloxacin ), sedangkan 44 diobati menggunakan ceftriaxone
( Ceftriaxone Kelompok )

Teknik Sampling
Consecutive (non-probability)
Anak-anak berusia 5-12 tahun dari kedua jenis kelamin dengan demam
tifoid yang di jadikan sample
Sample yang memiliki riwayat menggunakan antibiotik oral atau i.v
(sefalosporin generasi ketiga dan kuinolon) dan tidak demam pada saat
percobaan tidak dijadikan sample
Penelitian ini merupakan Randomized Controlled Trial

pembagian kelompok secara acak


A
Inj. Ciprofloxacin 10mg / kg
secara i/v dua kali sehari

B
Inj. Ceftriaxone 70mg / kg
secara i/v sekali sehari selama
7 hari

Kedua kelompok diobservasi durasi waktu hilangnya demam (96 jam)


Pemeriksaan yang harus dilakukan di RS adalah typhidot (antibody IgM). lalu,
hasilnya diverifikasi oleh konsultan ahli patologi
Data dianalisis dengan menggunakan SPSS (V10)
Mean dan standar deviasi dihitung menggunakan variabel kuantitatif yaitu usia
dan durasi hilangnya demam
Frekuensi dan persentase yang dihitung untuk variabel kualitatif adalah gender
dan durasi hilangnya demam dalam 96 jam
uji chi-square digunakan untuk membandingkan efektifitas ( hilangnya demam

HASIL

Range usia subjek dari 5 sampai 12


tahun dengan usia rata-rata 8,3 1,94
tahun

Berat badan anak-anak berkisar 14-41


kg dengan berat rata-rata 24,7 6,3
kg
41 anak (46,6 %) laki-laki dan 47 anak
(53,4 %) perempuan.

Gender
Male

Ciprofloxacin
24 (54.5%)

Ceftriaxone

Female

20 (45.5%)

27(61.4%)

17(38.6%)

15 anak ( 17 % ) menggunakan air yang di


rebus untuk keperluan sehari hari
73 anak ( 83 % ) menggunakan air yang
tidak direbus untuk keperluan sehari-hari.

DISKUSI
68 ( 77,3 % ) anak secara total menjadi normal suhu demamnya dalam waktu 96 jam,
sementara 20 ( 22,7 % ) gagal dalam menurunkan suhu demam nya dalam 96 jam
CEFTRIAXONE

CIPROFLOXACIN

43 ( 97,7 % ) pasien menjadi normal suhu


demamnya dalam waktu 96 jam

25 ( 56,8 % ) pasien menjadi normal suhu


demamnya dalam waktu 96 jam

1 ( 2,3 % ) gagal dalam menurunkan suhu


demam nya di 96 jam.

19 ( 43.1 % ) gagal dalam menurunkan suhu


demam nya dalam 96 jam.

Pada kelompok ceftriaxone , dan jumlah pasien menjadi normal suhu demamnya dalam
waktu 96 jam secara signifikan lebih tinggi pada kelompok ceftriaxone dibandingkan
dengan kelompok ciprofloxacin , p = 0.00 .

Hasil kami berbeda dari penelitian sebelumnya, suatu uji coba


terkontrol secara acak pada demam enterik, didapatkan
fluoroquinolon menjadi lebih unggul daripada ceftriaxone.
Demam menghilang rata-rata sering memiliki hasil yang tidak
sama, meskipun kebanyakan pasien cepat hilang demamnya
Ada pula yang lama hilang demamnya sehingga meta-analisis yang
dilakukan dengan menggunakan sarana aritmatika mungkin tidak
akurat.
Demam yang persistent pada suatu pasien S.typhi dan S.paratyphi
memiliki kaitkan dengan produksi sitokin pirogenik yang terus
menerus.

Ini menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk


memyembuhkan demam tidak adekuat dalam pemberian
antibiotik.
Beberapa peneliti juga tidak menentukan apakah kegagalan
klinis dikeluarkan atau dimasukkan dalam perhitungan rata-rata
waktu penyembuhan demam.
Hal ini mungkin karena penggunaan kuinolon yang tidak rasional
walaupun pada infeksi ringan.
Yang mengakibatkan peningkatan resistent pada S typhi dalam
penggunaan kuinolon di negara kita.

Studi ini menunjukkan bahwa, meskipun jenis S. typhi yang rentan


terhadap ciprofloxacin in vitro, pasien tidak menanggapi secara klinis dan
bakteriologis terhadap terapi ciprofloxacin
Oleh karena itu, ciprofloxacin mungkin tidak menjadi pilihan yang dapat
diandalkan dan berguna untuk mengobati MDR demam tifoid; dengan
demikian ceftriaxone lebih efektif untuk pengobatan kasus tersebut

PENELITIAN LAINNYA
TENTANG RESISTENSI OBAT DEMAM ENTERIK PADA PEDIATRIK
kriteria inkluis kultur darah (+) 26 pasien dan bone marrow (+) 49 pasien
Terdapat satu kasus S.paratyphi, yang peka terhadap semua antimikroba
kecuali kortimoksazol.
Dari 49 pasien hanya 5 pasien yang sensitive terhadap semua antimikroba
anti-typhoid primer, dan 44 pasien resisten terhadap beberapa obat.
Semua pasien peka terhadap ciprofloxacin dan ofoxacin
Pasien kembali normal suhu tubuh nya dalam waktu 8 harii, untuk
pengobatan dengan kuinolon.
Mereka menyimpulkan bahwa kuinolol dapat digunakan pada anak usia >5 th
untuk typhoid resisten.

Penelitian di Kolkata, india menyebutkan bahwa terapi ciprofloxacin pada


typhoid MDR tidak berespon dalam 12-14 hari.
Dan menyimpulakn bahwa ciprofloxacin tidak menjadi rekomendasi untuk
terapi demam typhoid MDR.
Ceftriaxone lebih efektif.

KESIMPULAN
Ceftriaxone lebih efektif pada demam typhoid untuk anak-anak dalam
penyembuhan demam dalam waktu 96 jam.

Anda mungkin juga menyukai