Anda di halaman 1dari 50

ILMU

PENYAKIT
PARU
Devi Santoso
2016.04.2.0049

ASMA BRONKIALE

DEFINISI
Asma
inflamasi kronik saluran nafas

hiperesponsif
episodik berulang
mengi, sesak nafas, dada terasa berat
dan batuk-batuk
malam dan atau dini hari.

Episodik tersebut berhubungan dengan

obstruksi jalan nafas yang luas,


bervariasi dan seringkali bersifat
reversible dengan atau tanpa
pengobatan.

EPIDEMIOLOGI
300 juta manusia didunia menderita
asma
Diperkirakan akan terus meningkat
mencapai 400 juta pada tahun 2025
Meskipun dengan pengobatan efektif,
angka morbiditas asma tetap tinggi
Menurut WHO pada tahun 2011,
kematian akibat asma di Indonesia
mencapai 14.624 jiwa (1 % total
kematian di Indonesia)

FAKTOR
RESIKO
Faktor Pejamu (Host Factor)
- Predisposisi Genetik
- Alergik (atopi)
- Hiperesponsi jalan nafas
- Jenis kelamin
- Ras/ etnik
Faktor Lingkungan memengaruhi
berkembangnya asma pada individu
dengan predisposisi asma
- Alergen didalam ruangan
-Alergen diluar Ruangan
-Bahan dilingkungan kerja

Faktor Resiko
Faktor lingkungan mencetuskan eksaserbasi dan atau

menyebabkan gejala gejala asma


- Arlegen didalam ruangan
- Polusi udara didalam dan diluar ruangan
- Infeksi pernapasan
-Exercise dan hiperventilasi
-Perubahan cuaca
-Sulfur dioksida
-Makanan , adiktif (pengawet, penyedap, pewarna
makanan), obat obatan
- Asap rokok
- Iritan

INFLAMASI

OBSTRUKSI
JALAM
NAFAS

HIPERESPONSIF
JALAN NAFAS

PENCETUS

GEJALA

PATOGENESIS

Perubahan Struktur pada airway


remodelling dan konsekuensi klinis
Smooth
Muscle
mass
increase

Severe
bronchosoas
m during
exacerbation

Muscle
glands
increase

Important
mucous
secretion
during
exacerbation

Inflammator
y cells
persistence

Fibrogenic
growth
factor
release

Ongoing
inflammatio
n

Collagen
deposition on
RBM and
ECM

Elastolysis

Reduced
elasticity of
airway wall

Diagnosa
Anamnesa
Pemeriksaan jasmani/Fisik
Pemeriksaan Faal Paru

ANAMNESA
Riwayat penyakit/gejala:
Bersifat episodik, seringkali reversibel

dengan atau tanpa pengobatan


Gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa
berat didada dan berdahak
Gejala timbul/memburuk terutama
malam/dini hari
Diawali oleh faktor pencetus yang
bersifat individu
Respons terhadap pemberian
bronkodilator

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam


riwayat penyakit :
Riwayat penyakit keluarga (atopi)
Riwayat alergi/atopi
Penyakit lain yang memberatkan
Perkembangan penyakit dan pengobatan

PEMERIKSAAN
FISIK
Inspeksi : Pasien terlihat gelisah, sesak
(napas cuping hidung, napas cepat,
retraksi sela iga, retraksi epigastrium ,
retraksi suprasternal), sianosis
Palpasi : Biasanya tidak ada kelainan
yang nyata ( pada serangan berat dapat
teraji pulsus paradoksus)
Perkusi : Biasanya tidak ada kelainan
yang nyata
Auskultasi : ekspirasi memanjang,
wheezing, suara lendir

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan fungsi pemeriksaan penunjang

yang diperlukan untuk diagnosis asma faal


paru dengan alat spirometer.
Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan
alat peak flow rate meter
Uji reversibiltas( dengan broncodilator)
Uji provokasi bronchus untuk menilai
ada/tidak adanya hiperaktivitas bronchus
Uji alergi( tes tusuk kulit/skin prick test) untuk
melihat ada tidaknya alergi
Foto thoraks pemeriksaan ini dilakukan untuk
menyingkirkan penyakit selain asma.

FAAL
PARU
Pengukuran faal paru digunakan untuk
menilai :
Obstruksi jalan nafas
Reversibiliti kelainan faal paru
Variabiliti faal paru, sebagai penilaian
tidak langsung hiperesponsif jalan nafas
Adapun pemeriksaan faal antara lain :
Pemeriksaan spirometri
Arus puncak ekspirasi (APE)

SPIROMETRI
Pengukuran volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital
paksa (KVP) dilakukan dengan manuver
ekspirasi paksa melalui prosedur yang
standar.

Manfaat pemeriksaan spirometri dalam


diagnosis asma :
Obstruksi jalan nafas diketahui dari nilai rasio
VEP1/KVP<75% atau VEP1<80% nilai prediksi.
Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP 115%
secara spontan, atau setelah inhalasi
bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah
pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau
setelah pemberian kortikosteroid
(inhalasi/oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat
membantu diagnosis asma.
Menilai derajat berat asma.

ARUS PUNCAK EKSPIRASI


(APE)
Nilai APE dapat diperoleh melalui
pemeriksaan spirometri atau
pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu
dengan alat peak expiratory flow meter
(PEF meter) yang relatif sangat murah,
mudah dibawa, terbuat dari plastik dan
mungkin tersedia di berbagai tingkat
layanan kesehatan termasuk puskesmas
ataupun instalasi gawat darurat.

Manfaat APE dalam diagnosis asma :


Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai
APE15% setelah inhalasi bronkodilator
(uji bronkodilator), atau bronkodilator
oral 10-14 hari, atau respons terapi
kortikosteroid (inhalasi/oral, 2 minggu).
Variabiliti, menilai variasi diurnal APE
yang dikenal dengan variabiliti APE
harian selama 1-2 minggu. Variabiliti
juga dapat digunakan menilai derajat
berat penyakit.

UJI
PROVOKASI
BRONKUS
Pemeriksaan uji provokasi bronkus
mempunyai sensitiviti yang tinggi tetapi
spesifisiti rendah, artinya hasil negatif
dapat menyingkirkan diagnosis asma
persisten, tetapi hasil positif tidak selalu
berarti bahwa penderita tersebut asma.
Hasil positif dapat terjadi pada penyakit
lain seperti rinitis alergik, berbagai
gangguan dengan penyempitan jalan
nafas seperti PPOK, bronkiektasis dan
fibrosis kistik.

PENGUKURAN STATUS
ALERGI
Uji kulit adalah cara utama untuk
mendiagnosis status alergi/atopi,
umumnya dilakukan dengan prick test.
Walaupun uji kulit merupakan cara yang
tepat untuk diagnosis atopi, tetapi juga
dapat menghasilkan positif maupun
negatif palsu.

PENATALAKSANAAN
Program penatalaksanaan asma, yang
meliputi 7 komponen :
Edukasi
Menilai dan monitor berat asma secara
berkala
Identifikasi dan mengendalikan faktor
pencetus
Merencanakan dan memberikan pengobatan
jangka panjang
Menetapkan pengobatan pada serangan akut
Kontrol secara teratur
Pola hidup sehat

EDUKASI
Edukasi tidak hanya ditujukan untuk
penderita dan keluarga tetapi juga pihak
lain yang membutuhkan seperti :
Pemegang keputusan, pembuat
perencanaan bidang kesehatan/ asma
Profesi kesehatan (dokter, perawat,
petugas farmasi, mahasiswa kedokteran
dan petugas kesehatan lain)
Masyarakat luas (guru, karyawan, dll).

PENILAIAN DAN PEMANTAUAN


SECARA
BERKALA
Penilaian klinis berkala antara 1 - 6 bulan
dan monitoring asma oleh penderita sendiri
Hal tersebut disebabkan berbagai faktor
antara lain :
- Gejala dan berat asma berubah, sehingga
membutuhkan perubahan terapi
- Pajanan pencetus menyebabkan penderita
mengalami perubahan pada asmanya
- Daya ingat (memori) dan motivasi penderita
yang perlu direview, sehingga membantu
penanganan asma terutama asma mandiri.

IDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN


FAKTOR
PENCETUS
Sebagian penderita dengan mudah
mengenali faktor pencetus, akan tetapi
sebagian lagi tidak dapat mengetahui
faktor pencetus asmanya. Sehingga
identifikasi faktor pencetus layak
dilakukan dengan berbagai pertanyaan
mengenai beberapa hal yang dapat
sebagai pencetus serangan.

PERENCANAAN PENGOBATAN
JANGKA
PANJANG
Dalam menetapkan atau merencanakan
pengobatan jangka panjang untuk
mencapai dan mempertahankan
keadaan asma yang terkontrol, terdapat
3 faktor yang perlu dipertimbangkan :
Medikasi (obat-obatan)
Tahapan pengobatan
Penanganan asma mandiri (pelangi
asma)

Medikasi
Pengontrol (controllers)
Untuk asma jangka panjang untuk
mngontrol, diberikan setiap hari untuk
mencapai dan mempertahankan
keadaan asma terkontrol pada asma
persisten.
Pelega (reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan nafas
melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat
bronkostriksi

RUTE PEMBERIAN
MEDIKASI
Inhalasi, oral dan parenteral (s.c, i.m, i.v)
Kelebihan pemberian medikasi langsung ke
jalan napas (inhalasi) adalah :
Lebih efektif untuk dapat mencapai
konsentrasi tinggi di jalan nafas
Efek sistemik minimal atau dihindarkan
Beberapa obat hanya dapat diberikan melalui
inhalasi, karena tidak terabsorpsi pada
pemberian oral (antikolinergik dan kromolin).
Waktu kerja bronkodilator adalah lebih cepat
bila diberikan inhalasi daripada oral.

PENGONTROL
Glukokortikosteroid inhalasi
(Beklometason dipropionat)
Untuk asma persisten (ringan sampai
berat).
ES : kandidiasis orofaring, disfonia dan
batuk karena iritasi saluran napas atas

Glukokortikosteroid sistemik (prednisolon)

Untuk asma persisten berat, tetapi


penggunaannya terbatas mengingat risiko
efek sistemik.
ES : osteoporosis, hipertensi, diabetes, supresi
aksis adrenal pituitari hipotalamus, katarak,
glaukoma, obesiti, penipisan kulit, striae dan
kelemahan otot.
Supervisi ketat : tuberkulosis paru, infeksi
parasit, osteoporosis, glaukoma, diabetes,
depresi berat dan tukak lambung.
Meningkatkan risiko infeksi herpes zoster.

Kromolin (sodium kromoglikat dan

nedokromil sodium)
Pemberiannya secara inhalasi.
Digunakan sebagai pengontrol pada
asma persisten ringan.

Metilsantin (teofilin, aminofilin)

Bronkodilator
ES : gejala gastrointestinal nausea,
muntah adalah efek samping yang
paling dulu dan sering terjadi. Efek
kardiopulmoner seperti takikardia,
aritmia dan kadangkala merangsang
pusat napas. Intoksikasi teofilin dapat
menyebabkan kejang bahkan kematian.

Agonis beta-2 kerja lama (salmeterol,

formoterol)
Pemberian inhalasi agonis beta-2 kerja
lama, menghasilkan efek bronkodilatasi
lebih baik dibandingkan preparat oral.
Agonis beta-2 kerja lama inhalasi dapat
memberikan efek samping sistemik
(rangsangan kardiovaskular, tremor otot
rangka dan hipokalemia) yang lebih
sedikit atau jarang daripada pemberian
oral.

Leukotriene modifiers

Antiasma yang relatif baru dan


pemberiannya melalui oral. Mekanisme
kerja tersebut menghasilkan efek
bronkodilator minimal dan menurunkan
bronkokonstriksi akibat alergen,
sulfurdioksida dan exercise. Selain
bersifat bronkodilator, juga mempunyai
efek antiinflamasi.

PELEGA
Agonis beta-2 kerja singkat (salbutamol,
terbutalin, fenoterol, prokaterol)
Pemberian dapat secara inhalasi atau
oral, pemberian inhalasi mempunyai
onset yang lebih cepat dan efek
samping minimal/ tidak ada.
ES : rangsangan kardiovaskular, tremor
otot rangka dan hipokalemia.

Metilsantin (teofilin)

Termasuk dalam bronkodilator walau


efek bronkodilatasinya lebih lemah
dibandingkan agonis beta-2 kerja
singkat.

Antikolinergik (ipratropium bromide)

Disarankan menggunakan kombinasi


inhalasi antikolinergik dan agnonis beta2 kerja singkat sebagai bronkodilator
pada terapi awal serangan asma berat
atau pada serangan asma yang kurang
respons dengan agonis beta-2 saja,
sehingga dicapai efek bronkodilatasi
maksimal.
ES : rasa kering di mulut dan rasa pahit.

Adrenalin

Untuk asma eksaserbasi sedang sampai


berat, bila tidak tersedia agonis beta-2,
atau tidak respons dengan agonis beta-2
kerja singkat.
Pemberian s.c dilakukan hati-hati pada
penderita usia lanjut atau dengan
gangguan kardiovaskular.
Pemberian i.v dapat diberikan bila
dibutuhkan, tetapi harus dengan
pengawasan ketat

TAHAPAN PENANGANAN
ASMA
Upaya menekan inflamasi jalan napas
Mencapai keadaan asma terkontrol

sesegera mungkin
Menurunkan terapi sampai seminimal
mungkin dengan tetap mengontrol
asma. Bila keadaan asma tetap tidak
terkontrol dengan terapi awal/maksimal,
pertimbangkan evaluasi kembali
diagnosis sambil tetap memberikan
pengobatan asma sesuai beratnya
gejala.

Indikator asma tidak terkontrol:


Asma malam, terbangun malam hari
karena gejala-gejala asma
Kunjungan ke darurat gawat, ke dokter
karena serangan akut
Kebutuhan obat pelega meningkat
(bukan akibat infeksi pernapasan, atau
exercise-induced asthma)

PENANGANAN ASMA
MANDIRI
Hubungan penderita-dokter yang baik
adalah dasar yang kuat untuk terjadi
kepatuhan dan efektif penatalaksanaan
asma.
Bila memungkinkan, ajaklah perawat,
farmasi, tenaga fisioterapi pernapasan
dan lain-lainnya untuk membantu
memberikan edukasi dan menunjang
keberhasilan pengobatan penderita.

PENATALAKSANAAN SERANGAN
AKUT
Penanganan asma ditekankan pada
penanganan jangka panjang, dengan tetap
memperhatikan serangan asma akut atau
perburukan gejala dengan memberikan
pengobatan yang tepat.
Memberikan pengobatan tepat, selanjutnya
menilai respons pengobatan, dan
berikutnya memahami tindakan apa yang
sebaiknya dilakukan pada penderita
(pulang, observasi, rawat inap, intubasi,
membutuhkan ventilator, ICU, dan lain-lain)

KONTROL
TERATUR
Pada penatalaksanaan jangka panjang
terdapat 2 hal yang penting
diperhatikan oleh dokter yaitu :
Tindak lanjut (follow-up) teratur
Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau
penanganan lanjut bila diperlukan
Kontrol teratur terjadual, interval berkisar
1- 6 bulan bergantung kepada keadaan
asma

POLA
HIDUP
SEHAT
Olahraga
Senam Asma Indonesia (SAI)
Berhenti merokok (perokok aktif dan

pasif)
Memakai masker saat bekerja (terutama
di lingkungan kerja berpolusi) atau
pindah bekerja di lingkungan kerja yang
tidak berpolusi

ALOGARITMA
PENATAKLASAAN
SERANGAN ASMA
DI RUMAH

Penilaian berat serangan


Klinis:Gejala(batuk,sesak,mengi,dada terasa
berat) yang bertambah, APE, 80% nilai
terbaik/prediksi
Terapi awal inhalasi agonis beta 2 kerja singkat
(setiap 20 menit, 3 kali dalam 1
jam),bronchodilator oral
Respon baik (gejala
batuk/berdahak/sesak/me
ngi)membaik perbaikan
dengan agonis beta dan
bertahan selama 4 jam
APE 80% prediksi/nilai
terbaik

Respon buruk
-Gejala menetapat atau
bertambah berat
-- APF < 60% prediksi/nilai
terbaik
- Tambahkan korticosteroid oral
-Agonis beta 2 diulang

Respon baik:
Lanjutkan agonis beta 2 inhalasi setiap 3-4 jam
untuk 24-48 jam
Alternatif bronchodilator oral setiap 6 8 jam
Steroid inhalasi diteruskan dengan dosis tinggi (
bila sedang menggunakan steroid inhalasi)
selama 2 minggu kemudian ke dosis
sebelumnya
Hubungin dokter untuk instruksi selanjutnya

DAFTAR PUSTAKA
https://duniakesehatanmasyarakat.wordpress.com/2014/04/12/e

pidemiologipenyakit-asma/ (Diakses pada tanggal 23 Agustus,


pukul 17.30)
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).2006.ASMA: Pedoman

Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.


Ratnawati.Jurnal Respirologi Indonesia.2011.
Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut.

Dalam :Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid II.Edisi ke-4.Jakarta:


Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2006.h
978-87
Wahyu,Ratnaningtyas.2014. Epidemiologi Penyakit Asma.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai