KETAHANAN PANGAN
food security
Dikoleksi oleh:
Prof Dr Ir Soemarno , MS
PPSUB Malang - 2012
Indonesia UU No.7/1996:
Ketahanan Pangan adalah :Kondisi di mana
terjadinya kecukupan penyediaan pangan bagi
rumah tangga yang diukur dari ketercukupan
pangan dalam hal jumlah dan kualitas dan juga
adanya jaminan atas keamanan (safety), distribusi
yang merata dan kemampuan membeli.
Sumber: http://www.zef.de/module/register/media/3ddf_Politik
%20Ketahanan%20Pangan%20Indonesia%201950-2005.pdf.. Diunduh
23/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
Sumber:
http://soerya.surabaya.go.id/AuP/eDU.KONTEN/edukasi.net/SMP/Geografi/Pertanian/materi04.html
Sumber:
Sumber:
.. Diunduh 23/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 23/3/2012
Diversifikasi Pertanian
Adalah usaha penganekaragaman jenis usaha atau tanaman
pertanian untuk menghindari ketergantungan pada salah satu hasil
pertanian.
Diversifikasi pertanian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1.Memperbanyak jenis kegiatan pertanian, misalnya seorang petani
selain bertani juga beternak ayam dan beternak ikan.
2.Memperbanyak jenis tanaman pada suatu lahan, misalnya pada
suatu lahan selain ditanam jagung juga ditanam padi ladang.
Sumber:
.. Diunduh 23/3/2012
KERAWANAN PANGAN
Istilah Rawan pangan (food insecurity) merupakan kondisi kebalikan dari
ketahanan pangan (food security). Istilah ini sering diperhalus dengan istilah
terjadingan penurunan ketahanan pangan, meskipun pada dasarnya pengertian
sama.
Ada dua jenis kondisi rawan pangan, yaitu yang bersifat kronis (chronical food
insecurity) dan bersifat sementara (transitory food insecurity).
Rawan pangan kronis merupakan kondisi kurang pangan (untuk tingkat rumah
tangga berarti kepemilikan pangan lebih sedikit dari pada kebutuhan dan untuk
tingkat individu konsumsi pangan lebih rendah dari pada kebutuhan biologis) yang
terjadi sepanjang waktu.
Pengertian rawan pangan akut atau transitory mencangkup rawan pangan musiman
(seasonal). Rawan pangan ini terjadi karena adanya kejutan (shock) yang sangat
membatasi kepemilikan pangan oleh rumah tangga, terutama mereka yang berada
di pedesaan.
Bagi rumah tangga diperkotaan rawan pangan tersebut disebabkan oleh pemutusan
hubungan kerja dan pengangguran.
Sumber:
Kerawanan Pangan
Ketersediaan pangan secara makro tidak menjamin tersedianya pangan di tingkat
mikro. Produksi yang hanya terjadi di wilayah-wilayah tertentu pada waktu-waktu
tertentu menyebabkan terjadinya konsentrasi ketersediaan di daerah-daerah produksi
dan pada masa-masa panen.
Pola konsumsi yang relatif sama pada antar-individu, antar-waktu dan antar-daerah
mengakibatkan adanya masa-masa defisit dan lokasi-lokasi defisit pangan. Sehingga,
mekanisme mekanisme pasar dan distribusi pangan antar lokasi dan antar waktu
dengan mengandalkan stok akan berpengaruh pada kesetimbangan antara
ketersediaan dan konsumsi serta pada harga yang terjadi di pasar. Faktor harga
sangat terkait dengan daya beli rumah tangga terhadap pangan. Sehingga, meskipun
komoditas pangan tersedia di pasar namun jika harganya tinggi sementara daya beli
rumah tangga rendah akan menyebabkan rumah tangga tidak bisa mengaksesnya.
Kondisi ini memicu timbulnya kerawanan pangan.
Penduduk rawan pangan adalah mereka yang tingkat konsumsi energinya rata-rata
71-89 % dari kecukupan energi normal. Penduduk sangat rawan pangan jika hanya
mengkonsumsi energi kurang dari 70% dari kecukupan energi normal. Banyaknya
penduduk rawan pangan masih terjadi di semua propnsi dengan
besaran yang berbeda.
(Sumber:
Sumber:
http://ajangberkarya.wordpress.com/2008/05/20/konsep-
Sumber:
http://ajangberkarya.wordpress.com/2008/05/20/konsep-
Rehabilitasi Pertanian
Adalah usaha memperbaiki lahan pertanian yang semula tidak produktif atau sudah tidak
berproduksi menjadi lahan produktif atau mengganti tanaman yang sudah tidak produktif
menjadi tanaman yang lebih produktif. Sebagai tindak lanjut dari program-program tersebut,
telah ditempuh langkah-langkah berikut:
1.Memperluas,memperbaiki dan memelihara jaringan irigasi yang meluas di seluruh wilayah
Indonesia
2.Menyempurnakan sistem produksi pertanian pangan melalui penerapan berbagai paket
program yang diawali dengan program Bimbingan Masal (Bimas) pada tahun 1970.
Kemudian disusul dengan program intensifikasi Masal (Inmas), Intensifikasi Khusus (Insus)
dan Supra Insus yang bertujuan meningkatkan produksi pangan secara
berkesinambungan.
3.Membangun pabrik pupuk serta pabrik insektisida dan pestisida yang dilaksanakan untuk
menunjang proses produksi pertanian.
4.Usaha-usaha meningkatkan hasil pertanian dapat dilakukan antara lain dengan cara :
5.Membangun gudang-gudang, pabrik penggilingan padi dan menetapkan harga dasar
gabah
6.Memberikan berbagai subsidi dan insentif modal kepada para petani agar petani dapat
meningkatkan produksi pertaniannya.
7.Menyempurnakan sistem kelembagaan usaha tani melalui pembentukan kelompok tani,
dan Koperasi Unit Desa (KUD) di seluruh pelosok daerah yang bertujuan untuk
memberikan motivasi produksi dan mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi para
petani.
Sumber:
http://www.ginandjar.com/public/unpas26nov.pdf.. Diunduh
Sumber:
http://www.ginandjar.com/public/unpas26nov.pdf.. Diunduh
Sumber:
http://www.ginandjar.com/public/unpas26nov.pdf.. Diunduh
Sumber:
http://www.ginandjar.com/public/unpas26nov.pdf.. Diunduh
KEDAULATAN PANGAN
Krisis pangan yang dialami oleh suatu masyarakat dapat bermuara pada situasi
tidak berdaulat atas pangan. Kedaulatan pangan merupakan hak setiap
masyarakat untuk menetapkan pangan bagi dirinya sendiri dan hak untuk
menetapkan sistem pertanian, peternakan, dan perikanan tanpa menjadikannya
subyek berbagai kekuatan pasar internasional.
Menurutnya, terdapat 7 prinsip tentang kedaulatan pangan:
(1)hak akses ke pangan;
(2)reformasi agraria;
(3)penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan;
(4)pangan untuk pangan dan tidak sekadar komoditas yang diperdagangkan;
(5)pembatasan penguasaan pangan oleh korporasi;
(6)melarang penggunaan pangan sebagai senjata; dan
(7)pemberian akses ke petani kecil untuk perumusan kebijakan pertanian.
KEBUTUHAN PANGAN
Pangan adalah kebutuhan paling utama manusia. Pangan dibutuhkan
manusia secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Usaha mencukupi
kebutuhan pangan di negara-negara berkembang dilakukan secara
tradisional atau dengan cara memperluas lahan pertanian yang disebut
ekstentifikasi, sedangkan di negara maju, sistem pertanian telah dilakukan
dengan cara intensifikasi yaitu cara mengolah pertanian dengan lebih baik
dan moderen.
Hal itu menyebabkan produksi pertanian negara maju lebih banyak
dibanding negara berkembang.
Di berbagai masyarakat, bahan makanan pokok memegang peranan utama
dalam memenuhi kebutuhan penduduk.
Contohnya orang di Sumatera dan Jawa sebagian besar mengonsumsi
nasi sedangkan masyarakat Maluku dan Papua mengonsumsi sagu.
Sumberdaya Lahan
Menurut berita di Kompas,36lahan sawah di Indonesia hanya 4,5% dari total luasan
daratan. Sekitar 8,5% merupakan tanah perkebunan, 7,8% lahan kering, 13% dalam
bentuk rumah, tegalan, dan ilalang, serta 63% merupakan kawaswan hutan.
Menurut BPS, pada tahun 2030 kebutuhan beras di Indonesia mencapai 59 juta ton.
Karena luas tanam padi tahun 2007 hanya sekitar 11,6, maka untuk mendukung
kebutuhan beras tersebut diperlukan tambahan luas tanam baru 11,8 juta ha.
Keterbatasan lahan pertanian, khususnya untuk komoditas-komoditas pangan,
memang sudah merupakan salah satu persoalan serius dalam kaitannya dengan
ketahanan pangan di Indonesia selama ini.
Menurut staf khusus dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) (Herman Siregar),
lahan sawah terancam semakin cepat berkurang; walaupun sebenarnya lahan yang
secara potensial dapat digunakan, misalnya, namun belum digunakan masih
banyak.
Alasannya, pencetakan sawah baru menemui banyak kendala, termasuk biayanya
yang mahal, sehingga tambahan lahan pertanian setiap tahun tidak signifikan
ketimbang luas areal yang terkonversi untuk keperluan non-pertanian.
Ironisnya, laju konversi lahan pertanian tidak bisa dikurangi, bahkan terus
meningkat dari tahun ke tahun, sejalan dengan pesatnya urbanisasi (yang didorong
oleh peningkatan pendapatan per kapita dan imigrasi dari perdesaan ke perkotaan),
dan industrialisasi.
Sumber:
.. Diunduh 23/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 23/3/2012
ENERGI
Energi sangat penting untuk kegiatan pertanian lewat dua jalur, yakni langsung dan
tidak langsung.
Jalur langsung adalah energi seperti listrik atau bahan bakar minyak (BBM) yang
digunakan oleh petani dalam kegiatan bertaninya, misalnya dalam menggunakan
traktor.
Deptan memperkirakan kenaikan harga BBM tahun itu mengakibatkan naiknya
biaya produksi antara 15% hingga 20%, dan ini akan mengurangi margin
keuntungan petani sebesar kenaikan biaya BBM tersebut.64Sedangkan lewat jalur
tidak langsung adalah energi yang digunakan oleh pabrik pupuk dan pabrik yang
membuat input-input lainnya dan alat-alat transportasi dan komunikasi
Sumber:
.. Diunduh 23/3/2012
MODAL
Keterbatasan dana menjadi salah satu penyebab rapuhnya ketahanan pangan di
Indonesia.
Diantara sektor-sektor ekonomi, pertanian yang selalu paling sedikit mendapat
kredit dari perbankan (dan juga dana investasi) di Indonesia.
Kekurangan modal juga menjadi penyebab banyak petani tidak mempunyai mesin
giling sendiri. Padahal jika petani punya mesin sendiri, berarti rantai distribusi
tambah pendek yang berarti juga kesempatan lebih besar bagi petani untuk
mendapatkan lebih banyak penghasilan.
Berdasarkan SP 2003, tercatat hanya sekitar 3,06% dari jumlah petani yang pernah
mendapatkan kredit bank, sedangkan sisanya membiayai kegiatan bertani dengan
menggunakan uang sendiri
USAHATANI
Usaha tani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang
terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian
seperti tubuh tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang
dilakukan di atas tanah itu, sinar matahari, bangunanbangunan yang didirikan di atas tanah tersebut dan
sebagainya.
Usahatani dapat berupa bercocok tanam atau memelihara
ternak.
Modal adalah barang atau uang yang secara bersama-sama
dengan faktor produksi lainnya (tanah atau tenaga kerja)
menghasilkan barang-barang baru yaitu dalam hal ini hasil
pertanian. Modal dalam pertanian dapat diwujudkan dalam
bentuk pengeluaran pupuk dengan tujuan untuk meningkatkan
hasil pertanian.
Sumber: PPK-LIPI. 2004. Ketahanan Pangan, Kemiskinan dan Demografi Rumah Tangga. Seri
Penelitian PPK-LIPI No. 56/2004. Jakarta: Puslit Kependudukan _ LIPI.
1.
Sumber: PPK-LIPI. 2004. Ketahanan Pangan, Kemiskinan dan Demografi Rumah Tangga. Seri
Penelitian PPK-LIPI No. 56/2004. Jakarta: Puslit Kependudukan _ LIPI.
Sumber: PPK-LIPI. 2004. Ketahanan Pangan, Kemiskinan dan Demografi Rumah Tangga. Seri
Penelitian PPK-LIPI No. 56/2004. Jakarta: Puslit Kependudukan _ LIPI.
Sumber: PPK-LIPI. 2004. Ketahanan Pangan, Kemiskinan dan Demografi Rumah Tangga. Seri
Penelitian PPK-LIPI No. 56/2004. Jakarta: Puslit Kependudukan _ LIPI.
2 kali
1 kali
Stabil
Kurang stabil
Tidak stabil
Kurang stabil
Tidak stabil
Tidak stabil
Tidak stabil
Tidak stabil
Tidak stabil
1 364 hari
Tidak ada persediaan
Sumber: PPK-LIPI. 2004. Ketahanan Pangan, Kemiskinan dan Demografi Rumah Tangga. Seri
Penelitian PPK-LIPI No. 56/2004. Jakarta: Puslit Kependudukan _ LIPI.
Pemilikan
sawah/ladang
Punya
Tidak punya
Akses langsung
Sumber: PPK-LIPI. 2004. Ketahanan Pangan, Kemiskinan dan Demografi Rumah Tangga. Seri
Penelitian PPK-LIPI No. 56/2004. Jakarta: Puslit Kependudukan _ LIPI.
Akses terhadap
pangan
Akses langsung
Akses tidak
langsung
Kurang kontinyu
Tidak kontinyu
Tidakkontinyu
Tidak kontinyu
KETERSEDIAAN PANGAN
Terjaminnya ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup, kualitas yang
memadai dan tingkat harga yang terjangkau oleh penduduk merupakan
beberapa sasaran dan target yang ingin dicapai dalam penyusunan dan
perumusan kebijakan pangan nasional, ketidakstabilan penyediaan pangan
atau bergejolaknya harga pangan pokok (beras) di Indonesia telah terbukti
dapat memicu munculnya ketidakstabilan sosial.
Upaya pencukupan penyediaan pangan pokok guna mewujudkan ketahanan
pangan didasarkan atas swasembada pangan pokok masing-masing lokasi
dan daerah. Swasembada pangan masing-masing lokasi dan daerah pada
akhirnya menjadi komponen ketahanan pangan nasional. Swasembada
tersebut diartikan sebagai suatu upaya pencapaian pencukupan pangan
secara rasional dan bertanggung jawab dalam semangat gotong royong
seluruh warga Indonesia (Sinar Tani. 2006. Pentingnya Setiap Propinsi
Berswasembada Beras. Sinar Tani Edisi 1-7 Maret 2006, No. 3139 Tahun
XXXVI).
Sumber: PPK-LIPI. 2004. Ketahanan Pangan, Kemiskinan dan Demografi Rumah Tangga. Seri
Penelitian PPK-LIPI No. 56/2004. Jakarta: Puslit Kependudukan _ LIPI.
Sumber: PPK-LIPI. 2004. Ketahanan Pangan, Kemiskinan dan Demografi Rumah Tangga. Seri
Penelitian PPK-LIPI No. 56/2004. Jakarta: Puslit Kependudukan _ LIPI.
Kontinyuitas
ketersediaan
pangan
Tidak ada
konsumsi protein
hewani, dan
nabati
Kontinyu
Tahan
Kurang tahan
Tidak tahan
Kurang kontinyu
Kurang tahan
Tidak tahan
Tidak tahan
Tidak kontinyu
Tidak tahan
Tidak tahan
Tidak tahan
Sumber: PPK-LIPI. 2004. Ketahanan Pangan, Kemiskinan dan Demografi Rumah Tangga. Seri
Penelitian PPK-LIPI No. 56/2004. Jakarta: Puslit Kependudukan _ LIPI.
3.
1.
2.
3.
4.
Sumber: PPK-LIPI. 2004. Ketahanan Pangan, Kemiskinan dan Demografi Rumah Tangga. Seri
Penelitian PPK-LIPI No. 56/2004. Jakarta: Puslit Kependudukan _ LIPI.
Sumber:
.. Diunduh 26/3/2012
PEKARANGAN SEBAGAI
LUMBUNG PANGAN KELUARGA
Fungsi Ekosistem Pekarangan sebagai berikut :
1.Fungsi Lumbung Hidup
Untuk menghadapi musim paceklik, pekarangan biasanya dapat membantu
penghuninya menyediakan sumber pangan yang hidup (lumbung hidup) seperti : tanaman
palawija, tanaman pangan dan hortikultura, hasil binatang peliharaan, dan ikan
2.
Fungsi Sosial
Lahan pekarangan yang letaknya berbatasan dengan tetangga biasanya digunakan
untuk ngumpul-ngumpul hajatan, tempat bermain, berdiskusi, dan kegiatan social lainnya. Hasil
pekarangan biasanya saling ditukarkan dengan hasil pekarangan tetangga untuk menjalin
keeratan hubungan social.
5.
Sumber:
.. Diunduh 26/3/2012
PEKARANGAN SEBAGAI
LUMBUNG PANGAN KELUARGA
. Fungsi Hubungan EKONOMI
Selain fungsi hubungan sosial budaya, pekarangan juga memiliki fungsi hubungan
ekonomi yang tidak kecil artinya bagi masyarakat yang hidup di pedesaan.
Sedikitnya ada empat fungsi pokok yang dipunyai pekarangan, yaitu: sebagai
sumber bahan makanan, sebagai penhasil tanaman perdagangan, sebagai
penghasl tanaman rempah-rempah atau obat-obatan, dan juga sumber bebagai
macam kayu-kayuan (untuk kayu nakar, bahan bangunan, maupun bahan
kerajinan).
Bagi masyarakat pedesaan, pekarangan dapat dipandang sebagai lumbung hidup
yang tiap tahun diperlukan untuk mengatasi paceklik, dan sekaligus juga merupakan
terminal basis atau pangkalan induk yang sewaktu-waktu dapat dimabil
manfaatnya apabila usahatani di sawah atau tegalan mengalami bencana atau
kegagalan akibat serangan hama/penyakit, banjir, kekeringan dan bencana alam
yang lain.
Daftar berbagai macam tanaman di pekarangan petani dikelompokkan menurut
fungsinya. (Sumber: Danoesastro, 1978)
No Golongan Tanaman
.
I
Sumber bahan makanan
tambahan :
1.Tanaman karbohdrat
2.Tanaman sayuran
3.Buah-buahan
4.Lain-lain
II
III
IV
Macam Tanamannya
Ubikayu,
ganyong,
uwi,
gembolo, tales,garut dll.
Mlinjo, koro, nangka, pete.
Pepaya, salak, mangga, jeruk,
duku, jambu, pakel, mundu, dll.
Sirih.
Tanaman perdagangan
Kelapa, cengkeh, rambutan.
Rempah-rempah,
obat- Jahe, laos, kunir, kencur, dll.
obatan.
Kayu-kayuan:
1.Kayu bakar
Munggur, mahoni, lmtoro.
2.Bahan bangunan
Jati, sono, bambu, wadang.
3.Bahan kerajinan
Bambu, pandan, dll.
Sumber:
.. Diunduh 26/3/2012
PEKARANGAN SEBAGAI
LUMBUNG PANGAN KELUARGA
. KEGIATAN PEMANFAATAN PEKARANGAN
Pekarangan sebagian besar hanya dimanfaatkan sebagai penunjang konsumsi
sehari-hari serta belum banyak mempehatikan aspek keragaman dan budidaya.
Untuk mensinergikan antara potensi pekarangan yang ada dengan permasalahan
pangan dan gizi yang terjadi, maka fungsi pemanfaatan pekarangan perlu
ditingkatkan lagi, baik dipedesaan maupun di perkotaan.
Lahan pekarangan yang dikelola secara optimal dapat memberikan manfaat bagi
rumah tangga dan keluarga yang mengelolanya. Lahan pekarangan yang dikelola
dengan baik dapat memberikan manfaat antara lain adanya peningkatan gizi
keluarga, tambahan pendapatan keluarga, lingkungan rumah asri, teratur, indah dan
nyaman.
Tujuan dari pemanfaatan pekarangan adalah :
1.Memenuhi kebutuhan gizi mikro keluarga secara berkesinambungan melalui
pemanfaatan pekarangan.
2.Meningkatkan ketrampilan keluarga tani-nelayan dalam budidaya tanaman, ternak
dan ikan serta pengolahannya dengan teknologi tepat guna.
3.Meningkatkan pendapatan keluarga tani-nelayan mellui kerjasama pemanfaatan
pekarangan dengan berkelompok dalam skal usaha ekonomi.
Sumber:
.. Diunduh 26/3/2012
Sumber: PEDOMAN UMUM GERAKAN MAKAN BERAGAM, BERGIZI SEIMBANG DAN AMAN
BAGI IBU HAMIL, MENYUSUI, ANAK BALITA DAN ANAK SEKOLAH (SD/MI)
BADAN KETAHANAN PANGAN DEPARTEMEN PERTANIAN JAKARTA, MARET 2008
Sumber: PEDOMAN UMUM GERAKAN MAKAN BERAGAM, BERGIZI SEIMBANG DAN AMAN
BAGI IBU HAMIL, MENYUSUI, ANAK BALITA DAN ANAK SEKOLAH (SD/MI)
BADAN KETAHANAN PANGAN DEPARTEMEN PERTANIAN JAKARTA, MARET 2008
Sumber: PEDOMAN UMUM GERAKAN MAKAN BERAGAM, BERGIZI SEIMBANG DAN AMAN
BAGI IBU HAMIL, MENYUSUI, ANAK BALITA DAN ANAK SEKOLAH (SD/MI)
BADAN KETAHANAN PANGAN DEPARTEMEN PERTANIAN JAKARTA, MARET 2008
Sumber: PEDOMAN UMUM GERAKAN MAKAN BERAGAM, BERGIZI SEIMBANG DAN AMAN
BAGI IBU HAMIL, MENYUSUI, ANAK BALITA DAN ANAK SEKOLAH (SD/MI)
BADAN KETAHANAN PANGAN DEPARTEMEN PERTANIAN JAKARTA, MARET 2008
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan
atas pangan menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber
daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional.
Karena itu, pembangunan pangan dan gizi perlu diposisikan sebagai central of
development bagi keseluruhan pencapaian target Millenium Development Goals
(MDGs) yang menjadi komitmen bersama.
Permasalahan pangan dan gizi mengalami perkembangan yang sangat cepat dan
komplek. Perkembangan lingkungan global seperti adanya global climate change
dan meningkatnya harga minyak dunia telah mendorong kompetisi penggunaan
hasil pertanian untuk pangan (food), bahan energy (fuel) dan pakan ternak (feed)
yang makin tajam. Di samping itu, kecenderungan pengabaian terhadap good
agricultural practices dan sumber pangan lokal (biodiversity) dikhawatirkan akan
mengancam ketahanan pangan dan gizi nasional. Perkembangan ini memerlukan
telaah dan respon kebijakan yang lebih menjamin terhadap pengamanan
aksesibilitas pangan masyarakat.
Globalisasi juga mendorong perubahan pola konsumsi pangan masyarakat yang
memerlukan perhatian akan dampaknya terhadap kesehatan. Di samping itu,
adanya berbagai isu di masyarakat seperti permasalahan kekurangan gizi dalam
bentuk gizi kurang dan gizi buruk, masalah kegemukan atau gizi lebih, serta
keamanan pangan juga memerlukan telaah yang komprehensif untuk mencari
solusinya, termasuk aspek revitalisasi kelembagaan pangan dan gizi.
Selama ini, berbagai isu dan permasalahan di atas menjadi bahan pembahasan
dalam forum Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) yang berlangsung
secara periodik setiap empat tahun terutama membahas isu perkembangan iptek
dan solusi pangan dan gizi.
Sumber: http://www.wnpg.org/frm_index.php?pg=informasi/info_umum.php
Sumber: http://semarangkota.go.id/cms/index.php?
option=com_content&task=view&id=1902&Itemid=1 .. Diunduh 26/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
3.
Penerima Manfaat :
a. Petani yang mengalami kerusakan/gangguan usaha tani
b. Balita yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk
c. Masyarakat yang terkena bencana alam dan konflik social
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
bencana
Untuk mencegah gejala penurunan produksi pangan dan gejala gizi kurang (hasil
peramalan SKPG)
Penurunan Produksi
Jenis bantuan
: bahan saprodi
Jangka waktu
: 3 bulan
Sumber dana
: APBN, APBD, masyarakat
Pelaksana
: Propinsi, Kabupaten
Sasaran
: Balita gizi kurang dan gizi buruk
b. Intervensi Jangka Menengah
Untuk menanggulangi rawan pangan kronis resiko tinggi
Jenis bantuan : bahan pangan untuk padat karya (food for work), Saprodi, modal
kerja (PUMK)
Jangka waktu : 3 6 bulan
Sumber dana : APBN, APBD, masyarakat
Pelaksana
: Propinsi, Kabupaten
Sasaran : Petani, masyarakat yang bekerja untuk perbaikan sarana pedesaan.
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Faktor Akses Terhadap Pangan dan Mata Pencaharian (Food and Livelihoods
Faktor akses terhadap pangan, diwakili oleh 3 variabel yang berkorelasi kuat,
yaitu: persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan (percentage of people
below poverty line), persentase rumah tangga yang tidak dapat mengakses listrik (percentage
of people without access to electricity), dan persentase infrastruktur desa yang tidak memiliki
daya hubung yang memadai (percentage of villages with inadequate connectivity).
c.
Mengacu pada sifat kerawanan pangan yang bersifat sementara (transient food
insecurity), dapat digunakan empat indikator kerawanan pangan, yaitu:
1.Persentase area tak berhutan,
2.Persentase area yang terkena puso,
3.Persentase daerah yang rawan terhadap bencana banjir dan tanah longsor
(percentage of villages affected by flood and landslide)
4.Penyimpangan Pola hujan dan curah hujan.
Sumber:
.. Diunduh 26/3/2012
Score
Kriteria
Gradasi Warna
Prioritas
> 0.8
Merah tua
Rawan pangan
Merah
Merah muda
Hijau muda
Tahan pangan
Hijau
< 0,16
Hijau tua
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Ada sejumlah anggota masyarakat di berbagai daerah, dan beberapa keluarga, mengalami
kerawanan pangan dan gizi buruk.
Penanganan kerawanan pangan dan gizi buruk sangat urgen untuk dilakukan, karena
berdasarkan peta kerawanan pangan ternyata ada 100 kabupaten yang rawan pangan dan
memerlukan penanganan secara komprehensif.
Kondisi kerawanan pangan dapat dibedakan menjadi kerawanan pangan kronis dan
transien. Kerawanan pangan kronis, jika terjadi berkelanjutan sepanjang waktu; karena
keterbatasan kemampuan SDM, sumber daya alam dan sumber daya kelembagaan,
sehingga menyebabkan kondisi masyarakat menjadi miskin.
Untuk mengetahui apakah suatu masyarakat dalam kondisi rawan pangan kronis dapat
dilihat dari 10 indikator yang tercakup dalam tiga aspek, yaitu:
1.Aspek ketersediaan pangan dengan indikator konsumsi normatif per kapita terhadap
rasio ketersediaan bersih padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar.
2.Aspek akses pangan dan matapencaharian, dengan indikator; persentase penduduk yang
hidup di bawah garis kemiskinan; persentase desa tidak memiliki akses penghubung yang
memadai, dan persentase penduduk tanpa akses listrik.
3.Aspek kesehatan dan gizi dengan indikator angka harapan hidup saat lahir, berat badan
balita dibawah standar; perempuan buta huruf; angka kematian bayi; penduduk tanpa akses
ke air bersih dan dan persentase penduduk yang tinggal lebih dari 5 km dari puskesmas.
Kerawanan pangan transien merupakan keadaan kerawanan pangan yang disebabkan
oleh kondisi yang tidak terduga, karena adanya berbagai musibah, bencana alam,
kerusuhan, musim yang menyimpang dan keadaan lain yang bersifat mendadak.
Untuk mengetahui apakah suatu daerah mengalami kerawanan pangan transien dapat
dilihat dari empat indikator, yaitu :
(1)persentase daerah tak berhutan,
(2)daerah puso,
(3)daerah rawan longsor dan banjir
(4)fluktuasi/penyimpangan curah hujan.
Terjadinya kerawanan pangan, baik kronis maupun transien, harus secepatnya mendapat
perhatian dan bantuan pemerintah. Jika tidak segera ditangani dengan baik, dikhawatirkan
akan berdampak negatif terhadap masyarakat yang mengalaminya. Misalnya, terjadi
penurunan tingkat kesehatan, kelaparan, gizi buruk sampai kematian.
Melihat masih adanya kerawanan pangan di Tanah Air, untuk mencegah dan
menanggulanginya perlu strategi yang tepat dan komprehensif.
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
3.
Bagi masyarakat
Kemungkinan kejadian krisis pangan di masyarakat dapat
dicegah.
Ketahanan pangan ditingkat rumah tangga meningkat.
Melindungi golongan rawan dari keadaan yang dapat
memperburuk status gizi.
Sumber:
.. Diunduh 28/3/2012
Produksi Pangan.
Luas Tanam (LT).
Luas Kerusakan (LK).
Luas Panen (LP)
Sumber:
.. Diunduh 28/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
http://www.walhi.or.id/id/kampanye-dan-advokasi/tematik/pangan/1579akses-pangan-di-manakah-ruang-bagi-perempuan.html
Akses Pangan
Hak atas pangan tidak hanya berkaitan dengan ketersediaan dan
cadangan pangan, tetapi juga masalah akses/distribusi pangan,
dan konsumsi pangan.
Hak atas pangan juga menyangkut penerimaan secara budaya,
kebijakan bantuan pangan kepada kelompok khusus (kelompok
rentan: perempuan; ibu hamil, anak-anak; manula, dan lainnya)
dan untuk situasi khusus (rentan: bencana alam; konflik) serta
penyadaran tentang gizi. Oleh karenanya, pemenuhan hak atas
pangan mensyaratkan adanya sinkronisasi antara kebijakan yang
terkait pangan seperti perikanan, peternakan, pertanahan, industri,
perdagangan, keuangan, kesehatan, dengan pendidikan serta
jaminan sosial.
Indikator Daerah Rawan Pangan: Aspek Akses Pangan dan mata pencaharian
Indikator Daerah Rawan Pangan: Aspek Akses Pangan dan mata pencaharian
Indikator Daerah Rawan Pangan: Aspek Akses Pangan dan mata pencaharian
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Indikator Daerah Rawan Pangan: Aspek Akses Pangan dan mata pencaharian
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
DIVERSIFIKASI PANGAN
Konsep diversifikasi pangan bukan suatu hal baru dalam peristilahan kebijakan
pembangunan pertanian di Indonesia karena konsep tersebut telah banyak
dirumuskan dan diinterprestasikan oleh para pakar.
Kasryno et al. (1993) memandang diversifikasi pangan sebagai upaya yang sangat
erat kaitannya dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, pembangunan
pertanian di bidang pangan dan perbaikan gizi masyarakat, yang mencakup aspek
produksi, konsumsi, pemasaran, dan distribusi.
Sementara Suhardjo (1998) menyebutkan bahwa pada dasarnya diversifikasi
pangan mencakup tiga lingkup pengertian yang saling berkaitan, yaitu diversifikasi
konsumsi pangan, diversifikasi ketersediaan pangan, dan diversifikasi produksi
pangan. Kedua penulis tersebut menterjemahkan konsep diversifikasi dalam arti
luas, tidak hanya aspek konsumsi pangan tetapi juga aspek produksi pangan.
Pakpahan dan Suhartini (1989) menetapkan konsep diversifikasi hanya terbatas
pangan pokok, sehingga diversifikasi konsumsi pangan diartikan sebagai
pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh penambahan konsumsi
bahan pangan non beras.
Menurut Suhardjo dan Martianto (1992), dimensi diversifikasi konsumsi pangan
tidak hanya terbatas pada diversifikasi konsumsi makanan pokok, tetapi juga
makanan pendamping.
Dimensi diversifikasi pangan secara jelas dapat dibedakan apakah yang dimaksud
diversifikasi produksi pangan atau diversifikasi konsumsi pangan atau keduaduanya.
Dimensi diversifikasi konsumsi pangan tidak hanya terbatas pada pangan pokok
tetapi juga pangan jenis lainnya, karena konteks diversifikasi tersebut adalah untuk
meningkatkan mutu gizi masyarakat secara kualitas dan kuantitas, sebagai usaha
untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.
Sumber:
Diversifikasi konsumsi pangan juga dapat dinilai tanpa melalui ukuran indeks, tetapi
dengan melihat pola pengeluaran keluarga atau arah perkembangan konsumsi
pangan. Pemusatan proporsi pengeluaran untuk jenis-jenis komoditas tertentu
menunjukkan bahwa konsumsi keluarga tersebut tidak beranekaragam. Dalam
skala makro, kondisi ini dapat dilihat dari kecenderungan konsumsi jenis
pangannya.
Dalam konteks diversifikasi konsumsi pangan, salah satu konsep yang dianggap
bagus adalah Konsep Pola Pangan Harapan (PPH) yang diperkenalkan oleh FAORAPA (1989). PPH didefinisikan sebagai komposisi dari kelompok pangan yang
dapat dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi dan akan memberikan semua
zat gizi dalam jumlah yang mencukupi. Susunan hidangan makanan dalam PPH
dianggap baik karena mengandung 10-12 persen energi dari protein, 20-25 persen
energi dari lemak dan sisanya dari karbohidrat.
Di Indonesia, konsep tersebut mengalami penyesuaian sebagai respon dari
perbedaan situasi konsumsi pangan, budaya dan kondisi sosial ekonomi. Konsep
PPH untuk Indonesia adalah sebagaimana dijabarkan pada Tabel 1. Semakin tinggi
skor PPH berarti semakin beranekaragam, dan nilai skor tertinggi adalah 100, yang
berarti diversifikasi konsumsi pangan sangat sempurna.
Sumber:
Skor Pangan
Sumber:
Sumber:
http://ndhokey.blogspot.com/2009/02/diversifikasi-pangan-di-
Konsep Makan
Masih banyak ditemukan di masyarakat yang mempunyai konsep makan merasa
belum makan kalau belum makan nasi, walaupun sudah mengkonsumsi macammacam makanan termasuk lontong, ketupat; sebaliknya dibilang sudah makan,
walaupun hanya makan nasi dan lauk pauk yang sederhana. Pola sosial-budaya di
masyarakat seperti ini secara nyata akan meningkatkan permintaan beras dan
menghambat diversifikasi konsumsi pangan.
Sumber:
http://ndhokey.blogspot.com/2009/02/diversifikasi-pangan-di-
Sumber:
http://ndhokey.blogspot.com/2009/02/diversifikasi-pangan-di-
Sumber:
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
Sumber:
: 219.83.122.194/web/index.php%3Fo...id%3D109
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
www.beritabandoeng.com/kategori/...-budaya/
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1998 sampai saat ini telah
berdampak pada menurunnya kualitas ketahanan pangan masyarakat,
khususnya pada tingkat rumah tangga. Kondisi ini telah mengingatkan kita
kepada peranan lumbung pangan masyarakat sebagai salah satu sarana
penopang maupun coping mechanism bagi perwujudan ketahanan pangan
masyarakat. Pada saat krisis yang baru lalu tersebut, lumbung pangan
masyarakat yang tersebar di seluruh pedesaan telah berperan penting dalam
mengatasi sebagian kesulitan yang dialami masyarakat setempat, terutama
para anggotanya.
Kelembagaan lumbung pangan masyarakat saat ini, yang masih pada tingkatan
sederhana dan berorientasi sosial, mempunyai potensi untuk dikembangkan
dan direvitalisasi melalui proses pemberdayaan secara sistematis, utuh, terpadu
dan berkesinambungan dengan melibatkan seluruh unsur terkait. Upaya ini
diharapkan akan mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
perwujudan ketahanan pangan, dan lembaga sosial ekonomi masyarakat ini
mampu menjadi lembaga penggerak ekonomi perdesaan.
Paling-tidak ada dua alasan pokok mengapa upaya pemberdayaan
kelembagaan lumbung pangan masyarakat perlu dilakukan pada pasca krisis
ekonomi:
Pertama, kelembagaan alternatif yang pernah diupayakan untuk menggantikan
peran lumbung pangan dengan mengintegrasikan seluruh lembaga ekonomi
sosial pedesaan dalam satu organisasi modern tidak memberikan hasil yang
diharapkan dan menyebabkan petani selalu dihadapkan dalam posisi yang
lemah.
PEMBERDAYAAN LPMD
Pendampingan
Untuk dapat lebih meningkatkan keefektifan proses pemberdayaan, dilakukan
kegiatan pendampingan untuk memfasilitasi proses pengambilan keputusan
berbagai kegiatan yang terkait dengan kebutuhan anggota, membangun
kemampuan dalam meningkatkan pendapatan, melaksanakan usaha yang
berskala bisnis, serta mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
yang partisipatif.
Pembinaan kepada kelompok tani secara umum dilakukan secara
berkesinambungan dan terarah oleh instansi terkait terutama dalam hal
perencanaan usaha kelompok, prosedur permohonan bantuan, prosedur
pengadministrasian/pembukuan pengelolaan dana, cara-cara menghitung
bunga, pembayaran angsuran dan pelunasan pinjaman.
Program ini akan berhasil apabila dari sisi manajemen yaitu dana penguatan
modal tersalurkan langsung kepada kelompok tani sesuai kriteria, sehingga
terjadi akumulasi modal usaha kelompok (tabungan kelompok). Dari sisi teknis,
terjadinya peningkatan produksi dan produktivitas usaha tani dan pendapatan
anggota kelompok tani penerima bantuan. Dan dari sisi perubahan perilaku,
yaitu perubahan perilaku anggota kelompok/para petani dari kebiasaan bekerja
sendiri-sendiri menjadi bekerja berkelompok atau secara bersama untuk
menumbuhkan kelompok tani yang maju dan mandiri.
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
KELAPARAN
Kelaparan adalah suatu kondisi di mana tubuh masih
membutuhkan makanan, biasanya saat perut telah kosong baik
dengan sengaja maupun tidak sengaja untuk waktu yang cukup
lama. Kelaparan adalah bentuk ekstrem dari nafsu makan normal.
Istilah ini umumnya digunakan untuk merujuk kepada kondisi
kekurangan gizi yang dialami sekelompok orang dalam jumlah
besar untuk jangka waktu yang relatif lama, biasanya karena
kemiskinan, konflik politik, maupun kekeringan cuaca.
(Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Kelaparan)
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012
Kekurangan Pangan
Bebetrapa penyebab terjadinya kekurangan pangan adalah:
1. Gagal panen yang terjadi karena adanya gangguan dalam berusahatani
seperti banjir yang terjadi di beberapa daerah seperti sekarang ini, serangan
hama dan penyakit tanaman dan sebagainya. Semua itu mengakibatkan
produksi dan ketersediaan pangan yang dihasilkan dari usahatani tidak
mampu mencukupi kebutuhan masyarakat. Akibatnya, sebagian masyarakat
kekurangan pangan karena tidak dapat mencukupi kebutuhannya.
Untuk mencukupi kekurangan pangan di dalam negeri, pemerintah bisa saja
melakukan impor, tetapi selain hanya akan menguras devisa negara, juga
sangat rentan jika menggantungkan pangan dari luar negeri. Jadi idealnya
ketersediaan tersebut bersumber dari dalam negeri.
2. Masih tingginya angka pengangguran di Indonesia. Menurut ILO
(International Labour Organization) atau Organisasi Buruh Internasional,
jumlah penganggur di Indonesia tahun 2002 mencapai 42 juta orang.
Jumlah tersebut pada tahun 2003 akan meningkat dua juta orang akibat
adanya perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja, mengalami
kebangkrutan dan belum adanya peluang kerja baru dalam jumlah banyak.
Tingginya angka pengangguran ini berkorelasi langsung terhadap
menurunnya tingkat pendapatan masyarakat, yang berarti daya beli terhadap
pangan menurun dan akhirnya akses terhadap pangan pun semakin sulit
diwujudkan.
3. Kendala dalam distribusi pangan, yaitu masih terbatasnya sarana dan
prasarana baik berupa alat transportasi dan perbaikan/ pembangunan jalan
yang bisa mengangkut bahan pangan dari satu tempat ke tempat lainnya.
Akibat kurang mendukungnya sarana dan prasarana tersebut, sering terjadi
pasokan pangan di suatu daerah terlambat datang, sehingga masyarakatnya
mengalami kekurangan pangan. Kendala lain dalam distribusi pangan
adalah, akibat terjadinya perubahan musim seperti musim kemarau panjang
atau banjir, sehingga tidak ada alat transportasi yang dapat membawa bahan
pangan ke suatu daerah. Masalah lain adalah, pungutan liar yang dilakukan
oknum tertentu atau preman di terminal/ pelabuhan maupun di jalan
terhadap pengemudi yang membawa bahan pangan, sehingga harga jual
bahan pangan di tingkat pedagang eceran sudah sangat mahal. Semua ini
yang menanggung risiko "biaya kemahalan" adalah konsumen yang terpaksa
membeli walaupun dengan harga tinggi.
Kekurangan Pangan
Bebetrapa penyebab terjadinya kekurangan pangan adalah:
4. Naiknya harga pangan. Kecenderungan berkurangnya stok pangan yang
disebabkan gagal panen, serangan hama tanaman dan lainnya akan
berpengaruh langsung terhadap ketersediaan pangan di pasaran, sehingga
antara ketersediaan dan kebutuhan pangan tidak seimbang. Kalau sudah
demikian, harga pangan diperkirakan akan naik. Naiknya harga pangan ini
menyebabkan, sebagian kelompok masyarakat, khususnya kalangan bawah
akan semakin sulit memenuhi kebutuhan pangannya. Hal ini lebih dirasakan
lagi oleh mereka yang menganggur karena tidak ada pendapatan untuk
membeli pangan.
Kekurangan Pangan
Beberapa penyebab terjadinya kekurangan pangan adalah:
3. Kendala dalam distribusi pangan, yaitu masih terbatasnya sarana dan
prasarana baik berupa alat transportasi dan perbaikan/ pembangunan jalan
yang bisa mengangkut bahan pangan dari satu tempat ke tempat lainnya.
Akibat kurang mendukungnya sarana dan prasarana tersebut, sering terjadi
pasokan pangan di suatu daerah terlambat datang, sehingga masyarakatnya
mengalami kekurangan pangan. Kendala lain dalam distribusi pangan
adalah, akibat terjadinya perubahan musim seperti musim kemarau panjang
atau banjir, sehingga tidak ada alat transportasi yang dapat membawa bahan
pangan ke suatu daerah. Masalah lain adalah, pungutan liar yang dilakukan
oknum tertentu atau preman di terminal/ pelabuhan maupun di jalan
terhadap pengemudi yang membawa bahan pangan, sehingga harga jual
bahan pangan di tingkat pedagang eceran sudah sangat mahal. Semua ini
yang menanggung risiko "biaya kemahalan" adalah konsumen yang terpaksa
membeli walaupun dengan harga tinggi.
Sumber:
. SAMARINDA - Melalui program aksi Desa Mandiri Pangan (Demapan), diharapkan masyarakat
desa yang terancam rawan pangan kembali mempunyai kemampuan mewujudkan ketahanan
pangan dan gizi, sehingga dapat menjalani hidup sehat dan produktif.
"Program Demapan bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi, khususnya
mengurangi kerawanan pangan dan gizi masyarakat melalui pendayagunaan sumber daya,
kelembagaan dan budaya lokal di pedesaan," kata Kepala Badan Ketahanan Pangan dan
Penyuluhan (BKPP) Kaltim, H Syaiful Akhyar.
Menurut dia, upaya tersebut dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat untuk mengenali
potensi dan kemampuan serta mencari alternatif peluang dan pemecahan masalah yang terjadi di
kawasan pedesaan.
Terutama mampu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya alam secara efisien
dan berkelanjutan sehingga tercapai kemandirian masyarakat. Sedangkan sasarannya yakni agar
terwujud ketahanan pangan dan gizi tingkat desa yang ditandai dengan berkurangnya tingkat
kerawanan pangan dan gizi.
Dalam pelaksanaannya program ini akan difasilitasi dengan masukan instruktur atau pendamping
dalam bidang manajemen kelompok dan usaha serta teknis, bantuan permodalan, sarana dan
prasarana maupun tenaga kerja serta teknologi.
Karenanya, berbagai masukan tersebut akan digunakan untuk mendukung kegiatan-kegiatan
yang akan dilaksanakan di desa itu. Misalnya, pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui
pendampingan, pelatihan, fasilitasi dan penguatan kelembagaan.
Selain itu, upaya atau kegiatan berupa harmonisasi sistem ketahanan pangan dan
pengembangan keamanan pangan serta antisipasi maupun penanggulangan kerawanan pangan,
terutama melalui program pertanian desa.
Sumber:
http://kaltimprov.go.id/kaltim.php?page=detailberita&id=7541..
Diunduh 27/3/2012
Sumber:
.. Diunduh 27/3/2012