Anda di halaman 1dari 117

KOMPENDIUM

KAJIAN LINGKUNGAN DAN


PEMBANGUNAN

KETAHANAN PANGAN
food security
Dikoleksi oleh:
Prof Dr Ir Soemarno , MS
PPSUB Malang - 2012

DEFINISI FORMAL KETAHANAN PANGAN

1. 1st World Food Conference 1974, UN 1975: ketahanan pangan adalah


"ketersediaan pangan dunia yang cukup dalam segala waktu ... untuk
menjaga keberlanjutan konsumsi pangan ... dan menyeimbangkan fluktuasi
produksi dan harga."
2. FAO 1992: Ketahanan Pangan adalah "situasi di mana semua orang dalam
segala waktu memiliki kecukupan jumlah atas pangan yang aman (safe)
dan bergizi demi kehidupan yang sehat dan aktif.
3. World Bank 1996: Ketahanan pangan adalah: "akses oleh semua orang
pada segala waktu atas pangan yang cukup untuk kehidupan yang sehat
dan aktif.
4. Oxfam 2001: Ketahanan pangan adalah kondisi ketika: setiap orang dalam
segala waktu memiliki akses dan control atas jumlah pangan yang cukup
dan kualitas yang baik demi hidup yang katif dan sehat. Dua kandungan
makna tercantum di sini yakni: ketersediaan dalam artian kualitas dan
kuantitas dan akses (hak atas pangan melalui pembelian, pertukaran
maupun klaim).
5. FIVIMS 2005: Ketahanan Pangan adalah: kondisi ketika semua orang
pada segala waktu secara fisik, social dan ekonomi memiliki akses pada
pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan
konsumsi (dietary needs) dan pilihan pangan (food preferences) demi
kehidupan yang aktif dan sehat.

Indonesia UU No.7/1996:
Ketahanan Pangan adalah :Kondisi di mana
terjadinya kecukupan penyediaan pangan bagi
rumah tangga yang diukur dari ketercukupan
pangan dalam hal jumlah dan kualitas dan juga
adanya jaminan atas keamanan (safety), distribusi
yang merata dan kemampuan membeli.

Sumber: http://www.zef.de/module/register/media/3ddf_Politik
%20Ketahanan%20Pangan%20Indonesia%201950-2005.pdf.. Diunduh
23/3/2012

KETAHANAN PANGAN: TANGGUNGJAWAB BERSAMA


Pihak yang dianggap paling bertanggungjawab atas tidak tercapainya ketahanan
pangan, misalnya dalam bentuk mencuatnya masalah busung lapar, maka jawabnya
adalah pemerintah. Hal ini didasarkan atas Peraturan Pemerintah (PP) No. 68
Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan, bahwa pemerintah, termasuk pemerintah
provinsi, kabupaten/kota, dan pemerintah desa bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan ketahanan pangan, termasuk upaya pencegahan dan
penanggulangan masalah pangan di wilayah masing-masing. Menurut PP ini, yang
merupakan penjabaran UU No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, ketahanan pangan
merupakan tanggungjawab berbagai kementerian, yaitu pertanian, kelautan dan
perikanan, kehutanan, industri dan perdagangan, dalam negeri, kesejahteraan
sosial, dan menteri keuangan.
Peraturan perundang-undangan menetapkan banyak instansi yang bertugas untuk
menjaga ketahanan pangan. Hal ini mencerminkan tingginya perhatian pemerintah
terhadap masalah ketahanan pangan. Namun ada kesan bahwa pemerintah daerah
tertentu, dimana kerawanan pangan dan busung lapar terjadi, kurang serius
menangani masalah tersebut. Untuk mengatasi hal ini, kinerja Pemda secara
reguler dievaluasi, mencakup masalah kerawanan pangan, dengan bobot penilaian
yang cukup tinggi. Setiap Pemda hendaknya memiliki program-program riil untuk
ketiga aspek yang telah ditekankan di atas, yaitu peningkatan ketersediaan pangan,
peningkatan akses rakyat terhadap bahan pangan, dan pengembangan diversifikasi
konsumsi pangan.

Salah satu upaya nyata untuk menangani masalah pangan ialah


dengan mengembangkan sistem deteksi dini (early warning
system) terhadap masalah kerawanan pangan, khususnya di
daerah-daerah yang berpeluang tinggi mengalami masalah
tersebut. Sistem tersebut perlu dirancang sehingga juga
melibatkan masyarakat secara relatif luas. Dengan adanya
sistem ini, masalah kerawanan pangan diharapkan dapat
dicegah sehingga tidak sampai berkembang menjadi gizi buruk
apalagi busung lapar.

TANTANGAN MENUJU KETAHANAN PANGAN

Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem


ketersediaan, distribusi, dan konsumsi.
Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk
memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas, kualitas,
keragaman dan keamanannya.
Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien
untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam
jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau.
Subsistem konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan
secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, kemananan
dan kehalalannya.
Situasi ketahanan pangan di negara kita masih lemah. Hal ini ditunjukkan antara
lain oleh: (a) jumlah penduduk rawan pangan (tingkat konsumsi < 90% dari
rekomendasi 2.000 kkal/kap/hari) dan sangat rawan pangan (tingkat konsumsi <70
% dari rekomendasi) masih cukup besar, yaitu masing-masing 36,85 juta dan 15,48
juta jiwa untuk tahun 2002; (b) anak-anak balita kurang gizi masih cukup besar,
yaitu 5,02 juta dan 5,12 juta jiwa untuk tahun 2002 dan 2003 (Ali Khomsan, 2003)
Ketahanan pangan merupakan tantangan yang mendapatkan prioritas untuk
mencapai kesejahteraan bangsa ini. Menurut Penjelasan PP 68/2002, upaya
mewujudkan ketahanan pangan nasional harus bertumpu pada sumber daya
pangan lokal yang mengandung keragaman antar daerah.

Dalam perjalanan sejarah pembangunan dapat dicatat


berbagai peristiwa kelaparan lokal yang kadang-kadang
meluas menjadi kelaparan nasional yang sangat parah
diberbagai Negara. Permasalahan seperti ini merupakan cirri
Negara yang belum mandiri dalam hal ketahanan pangan.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

TANTANGAN MENUJU KETAHANAN PANGAN

Kebutuhan pangan di dunia semakin meningkat seiring dengan bertambahnya


jumlah penduduk di dunia. Pada tahun 1930, penduduk dunia hanya 2 miliar dan 30
tahun kemudian pada tahun 1960 baru mencapai 3 miliar. Lonjakan penduduk dunia
mencapai peningkatan yang tinggi setelah tahun 1960, hal ini dapat kita lihat dari
jumlah penduduk tahun 2000an yang mencapai kurang lebih 6 miliar orang, tentu
saja dengan pertumbuhan penduduk ini akan mengkibatkan berbagai permasalahan
diantaranya kerawanan pangan.
Di Indonesia, permasalah pangan tidak dapat kita hindari, walaupun kita sering
disebut sebagai negara agararis yang sebagian besar penduduknya adalah petani.
Kenyataannya masih banyak kekurangan pangan yang melanda Indonesia, hal ini
seiring dengan meningkatnya penduduk.
Bertambahnya penduduk bukan hanya menjadi satu-satunya permasalahan yang
menghambat untuk menuju ketahanan pangan nasional. Berkurangnya lahan
pertanian yang dikonversi menjadi pemukiman dan lahan industri, telah menjadi
ancaman dan tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa
yang mandiri dalam bidang pangan.

KONVERSI LAHAN PERTANIAN


Permasalahan yang mengahambat dalam mencapai ketahanan pangan
dan menjauhkan Indonesia dari keadaan rawan pangan adalah konversi
lahan pertanian menjadi daerah industri.
Menurut Tambunan (2003) dengan semakin sempitnya lahan pertanian ini,
maka sulit untuk mengharapkan petani kita berproduksi secara optimum.
Roosita (2002, dalam Tambunan (2003) memperkirakan bahwa konversi
lahan pertanian ke non pertanian di Indonesia akan semakin meningkat
dengan rata-rata 30.000-50.000 ha per tahun, yang diperkirakan jumlah
petani gurem telah mencapai sekitar 12 juta orang.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

KONSEP KETAHANAN PANGAN


Pengertian Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan sebagian terjemahan istilah food security, ketahanan pangan
diberikan pengertian sebagai suatu kondisi ketersediaan pangan cukup bagi setiap
orang pada setiap saat dan setiap individu mempunyai akses untuk memperolehnya
baik secara fisik maupun ekonomi.
Dalam pengertian ini ketahanan pangan dikaitkan dengan 3 faktor utama yaitu :
a.Kecukupan (ketersediaan) pangan
b.Stabilitas ekonomi pangan
c.Akses fisik maupun ekonomi bagi individu untuk mendapatkan pangan
Konsep ketahanan pangan ini dilegitimasi pada Undang-undang pangan Nomor 7
Tahun 1996 tentang Pangan Undang-Undang ini ditindaklanjuti dengan Peraturan
Pemeintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan.
Indonesia memasukkan mutu, keamanan, dan keragaman sebagai kondisi yang
harus terpenuhi dalam pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara cukup,
merata dan terjangkau. Kondisi Ketahanan Pangan yang diperlukan juga mencakup
persyaratan bagi kehidupan sehat.
Definisi Ketahanan pangan sebagai termuat dalam Undang-undang RI Nomor 7
Tahun 1996 adalah sebagai berikut :
Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutu, aman,
merata dan terjangkau.
Swasembada merupakan bagian dari ketahanan pangan, pengertian ketahanan
pangan dan swasembada secara konsep dapat dibedakan. Ketahanan pangan
merupakan sebagian dari ketahanan pangan. Meskipun demikian, pengertian
ketahanan pangan dan swasembada secara konsep dapat dibedakan.
Ketahanan pangan terkait dengan mata rantai sistem pangan dan gizi mulai dari
distribusi, produksi, konsumsi dan status gizi.
Konsep ketahanan pangan (food security) dapat diterapkan untuk menyatakan
ketahanan pangan pada beberapa tingkatan :
1.global,
2.nasional,
3.regional dan
4.tingkat rumah tangga dan individu.

Sumber:

http://ajangberkarya.wordpress.com/2008/05/20/konsepketahanan-pangan/.. Diunduh 23/3/2012

KONSEP KETAHANAN PANGAN


Pengertian Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan rumah tangga didefinisikan dalam beberapa alternatif rumusan :
a.Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan anggota rumah tangga dalam
jumlah, mutu dan beragam sesuai budaya setempat dari waktu ke waktu agar hidup
sehat.
b.Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk
sendiri dan atau membeli dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat.
c.Kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari
waktu ke waktu agar hidup sehat (Usep Sobar Sudrajat, 2004).
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan :
a.Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang
diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan atau
pembuatan makanan dan minuman.
b.Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau
metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.
c.Sistem pangan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan,
pembinaan, dan atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi pangan
dan peredaran pangan sampai dengan siap dikonsumsi manusia.
d.Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah
pangan dari kemungkinan cemaran kimia, biologis dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.
e.Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan,
kandungan gizi, dan standart perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan
minuman.
f.Gizi pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri
atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta turunnya yang
bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.
g.Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi atau
membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun
yang tidak.
h.Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup.

Sumber:

http://ajangberkarya.wordpress.com/2008/05/20/konsepketahanan-pangan/.. Diunduh 23/3/2012

KONSEP KETAHANAN PANGAN


PENYEDIAAN PANGAN
Penyediaan pangan tentunya dapat ditempuh melalui :
a.Produksi sendiri, dengan cara mengalokasikan sumber daya alam (SDA),
manajemen dan pengembangan sumber daya manusia (SDM), serta aplikasi dan
penguasaan teknologi yang optimal.
b.Import dari negara lain, dengan menjaga perolehan devisa yang memadai disektor
perekonomian
untuk
menjaga
neraca
keseimbangan
luar
negeri.
Ketahanan pangan atau aksesibilitas setiap individu terhadap bahan pangan dapat
dijaga dan ditingkatkan melalui pemberdayaan sistem pasar serta mekanisme
pemasaran yang efektif dan efisien, yang juga dapat disempurnakan dan kebijakan
tata niaga, atau distribusi pangan dari sentral produksi sampai ketangan konsumen.
Akses individu dapat juga ditopang dengan oleh intervensi kebijakan harga yang
memadai, menguntungkan dan memuaskan berbagai pihak yang terlibat. Intervensi
pemerintah dalam hal distribusi pangan pokok masih nampak relevan, terutama
untuk melindungi produsen terhadap anjloknya harga produk pada musim panen,
dan untuk melindungi konsumen dari melambungnya harga kebutuhan pokok pada
musim tanam atau musim paceklik.

Usaha-usaha Meningkatkan Hasil Pertanian

http://soerya.surabaya.go.id/AuP/eDU.KONTEN/edukasi.net/SMP/Geografi/Pertanian/materi04.html

Sumber:

http://ajangberkarya.wordpress.com/2008/05/20/konsepketahanan-pangan/.. Diunduh 23/3/2012

Pengembangan Ketahan Pangan Rumah Tangga


Pengembangan ketahanan pangan khususnya di tingkat rumah tangga,
mempunyai prespektif pembangunan yang sangat mendasar karena :
1.Akses pangan dan gizi seimbang bagi seluruh rakyat sebagai pemenuhan
kebutuhan dasar pangan merupakan hak yang paling asasi bagi manusia
2.Proses pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas sangat di
pengaruhi oleh keberhasilan untuk memenuhi kecukupan pangan dan nutrisi
3.Ketahanan pangan merupakan unsur trategis dalam pembangunan
ekonomi dan ketahan tangan (BKP, 2006).

Ketahanan Pangan Terdiri dari Berbagai Elemen :


a.
Ketersediaan pangan
b.
Aksesibilitas yang menggambarkan kemampuan
untuk menguasai pangan yang cukup
c.
Keamanan yang dapat diartikan sebagai stabilitas
(menunjukkan pada kerentanan internal seperti penurunan
produksi) dan keandalan (menunjukkan pada kerentanan
eksternal seperti flukuasi perdagangan internasional).
d.
Keberlanjutan merupakan kontinuitas dari akses
dan ketersediaan pangan yang ditunjukkan oleh keberlanjutan
usaha tani.
INTENSIFIKASI PERTANIAN
Intensifikasi pertanian adalah pengolahan lahan pertanian yang ada dengan
sebaik-baiknya untuk meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan
berbagai sarana. Intensifikasi pertanian banyak dilakukan di Pulau Jawa dan
Bali yang memiliki lahan pertanian sempit.
Pada awalnya intensifikasi pertanian ditempuh dengan program Panca Usaha
Tani, yang kemudian dilanjutkan dengan program sapta usaha tani.
Adapun sapta usaha tani dalam bidang pertanian meliputi kegiatan sebagai
berikut :
1.Pengolahan tanah yang baik
2.Pengairan yang teratur
3.Pemilihan bibit unggul
4.Pemupukan
5.Pemberantasan hama dan penyakit tanaman
6.Pengolahan pasca panen
Sumber:

http://ajangberkarya.wordpress.com/2008/05/20/konsepketahanan-pangan/.. Diunduh 23/3/2012

SITUASI KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA


Ketahanan pangan dan gizi menghendaki pasokan dan harga pangan yang
stabil, merata dan berkelanjutan, serta kemampuan rumah tangga untuk
memperoleh pangan yang cukup, serta mengelolanya dengan baik agar
setiap anggotanya memperoleh gizi yang cukup dari hari ke hari.
Sejak tahun 1997, kemampuan Indonesia untuk memenuhi sendiri
kebutuhan pangan bagi penduduk terus menurun. Kenyataan yang ada
menunjukkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi bangsa
Indonesia yang jumlahnya lebih dari 210 juta jiwa, Indonesia harus
mengimpor bahan pangan seperti beras 2 juta ton, jagung lebih dari 1 juta
ton, kedelai lebih dari 1 juta ton, kacang tanah lebih dari 0,8 juta ton, gula
pasir 1,6 juta ton, ternak hidup setara 82 ribu ton, daging 39 ribu ton, susu
dan produknya 99 ribu ton per tahun.
Selama kurun waktu 1997-2001, produktivitas padi menurun 0,38% per
tahun, juga beberapa komuditas pangan, pada periode ini juga terjadi
pertumbuhan permintaan pangan yang terus meningkat dan tidak diikut
peningkatan produksi, bahkan ada peningkatan kecenderungan penurunan.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa kebutuhan pangan tidak mampu
dipenuhi dari produksi nasional. Sebagai akibatnya, kebutuhan pangan
harus dipenuhi dari impor. Hal ini merupakan kondisi yang tidak baik karena
impor menguras banyak devisa serta tidak strategis bagi kepentingan
ketahanan pangan nasional dalam jangka panjang (BKP, 2006).

Kesenjangan antara ketersediaan dan konsumsi ini merupakan


indikasi lemahnya daya akses rumah tangga terhadap pangan.
Disisi penyediaan pangan, walaupun saat ini volumenya
mencukupi, namun saat ini Indonesia menghadapi tantangan yang
cukup serius yaitu laju percepatan konsumsi, terutama didorong
oleh pertumbuhan penduduk yang lebih cepat dibadingkan laju
pertumbuhan produksi. (BKP, 2006).

Sumber:

.. Diunduh 23/3/2012

KETAHANAN PANGAN DI TINGKAT RUMAH TANGGA

Ketahanan pangan ditingkat rumah tangga sangat berkaitan dengan faktor


kemiskinan. Ketahanan pangan terutama ditentukan oleh nilai ekonomis beras,
sebab beras merupakan komoditas paling penting di Indonesia, terutama bagi
kelompok sosial ekonomi rendah. Dengan demikian tingkat harga beras merupakan
determinan utama kemiskinan di tingkat rumah tangga. Kebijakan tentang harga
beras merupakan dilema bagi masyarakat baik produsen maupun konsumen. Harga
beras yang tinggi akan merugikan kelompok masyarakat yang murni sebagai
konsumenn seperti masyarakat perkotaan, sedangkan harga beras yang rendah
akan merugikan masyarakat petani di pedesaan sebagai produsen beras.
Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga juga dipengaruhi oleh ketahanan
pangan di tingkat nasional dan regional, namun tanpa disertai dengan distribusi dan
aksesibilitas rumah tangga terhadap pangan, maka tidak akan tercapai ketahanan
pangan di tingkat rumah tangga
Ketahanan pangan sangat ditentukan oleh faktor ketersediaan pangan. Ketahanan
pangan sangat ditentukan oleh faktor ketersediaan pangan, akses dan utilisasinya
terutama pada kelompok rentan.

Ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga


merupakan faktor langsung yang
mempengaruhi ketahanan pangan rumah
tangga. Ketersediaan pangan lebih mengacu
pada simpanan bahan pangan (food storage)
dan ketersediaan pangan pokok (staple food)
di rumah.

Sumber:

.. Diunduh 23/3/2012

INDIKATOR KETAHANAN PANGAN


Pencapaian ketahanan pangan dapat diukur dari beberapa indikator, yaitu
indikator proses dan indikator dampak. Indikator proses menggambarkan
situasi pangan yang ditujukan oleh ketersediaan dan akses pangan,
sedangkan indikator dampak meliputi indikator langsung maupun tak
langsung.
Indikator ketersediaan pangan berkaitan dengan produksi pertanian, iklim,
akses terhadap sumber daya alam, praktek pengelolaan lahan,
pengembangan institusi, pasar, konflik regional, dan kerusuhan sosial.
Indikator akses pangan meliputi antara lain sumber pendapatan, akses
terhadap kredit modal.
Indikator akses pangan juga meliputi strategi rumah tangga untuk
memenuhi kekurangan pangan. Strategi ini dikenal sebagai koping ability
indikator.
Indikator dampak secara langsung adalah konsumsi dan frekuensi
pangan. Indikator dampak tak langsung meliputi penyimpanan pangan
dan status gizi.

Diversifikasi Pertanian
Adalah usaha penganekaragaman jenis usaha atau tanaman
pertanian untuk menghindari ketergantungan pada salah satu hasil
pertanian.
Diversifikasi pertanian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1.Memperbanyak jenis kegiatan pertanian, misalnya seorang petani
selain bertani juga beternak ayam dan beternak ikan.
2.Memperbanyak jenis tanaman pada suatu lahan, misalnya pada
suatu lahan selain ditanam jagung juga ditanam padi ladang.

Sumber:

.. Diunduh 23/3/2012

KERAWANAN PANGAN
Istilah Rawan pangan (food insecurity) merupakan kondisi kebalikan dari
ketahanan pangan (food security). Istilah ini sering diperhalus dengan istilah
terjadingan penurunan ketahanan pangan, meskipun pada dasarnya pengertian
sama.
Ada dua jenis kondisi rawan pangan, yaitu yang bersifat kronis (chronical food
insecurity) dan bersifat sementara (transitory food insecurity).
Rawan pangan kronis merupakan kondisi kurang pangan (untuk tingkat rumah
tangga berarti kepemilikan pangan lebih sedikit dari pada kebutuhan dan untuk
tingkat individu konsumsi pangan lebih rendah dari pada kebutuhan biologis) yang
terjadi sepanjang waktu.
Pengertian rawan pangan akut atau transitory mencangkup rawan pangan musiman
(seasonal). Rawan pangan ini terjadi karena adanya kejutan (shock) yang sangat
membatasi kepemilikan pangan oleh rumah tangga, terutama mereka yang berada
di pedesaan.
Bagi rumah tangga diperkotaan rawan pangan tersebut disebabkan oleh pemutusan
hubungan kerja dan pengangguran.

Pengertian Rawan Pangan


Rawan pangan didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan untuk
memperoleh pangan yang cukup dan sesuai utnuk hidup sehat dan
beraktivitas dengan baik utnuk sementara waktu dalam jangka panjang.
Kondisi ini dapat saja sedang terjadi atau berpotensi untuk terjadi.
Rawan pangan juga didefinisikan kondisi didalamnya tidak hanya
mengandung unsur yang berhubungan dengan state of poverty saja seperti
masalah kelangkaan sumber daya alam, kekurangan, modal, miskin motivasi,
dan sifat malas yang disebabkan ketidakmampuan mereka mencukupi
konsumsi pangan.
Rawan pangan juga mengandung unsur dinamis yang berkaitan dengan
proses bagaimana pangan yang diperlukan didistribusikan dan dapat
diperoleh setiap individu/rumah tangga melalui proses pertukaran guna
mempengaruhi kebutuhan pangan mereka.

Sumber:

http://ajangberkarya.wordpress.com/2008/05/20/konsepketahanan-pangan/.. Diunduh 23/3/2012

PENYEBAB RAWAN PANGAN


Kerawanan pangan terjadi kalau suatu rumah tangga, masyarakat atau daerah
tertentu mengalami ketidak-cukupan pangan untuk memenuhi standart kebutuhan
fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan seluruh individu anggotanya.
Ada tiga hal penting yang mempengaruhi tingkat rawan pangan, yaitu :
a.Kemampuan penyediaan pangan kepada individu/rumah;
b.Kemampuan individu / rumah tangga untuk mendapatkan dan pangan;
c.Proses distribusi dan pertukaran pangan yang tersedia dengan sumber daya yang
dimiliki oleh individu/rumah tangga.
Ketiga hal tersebut, pada kondisi rawan pangan yang akut atau kronis dapat muncul
secara stimultan dan bersifat relatif permanen. Sedang pada kasus rawan pangan
musiman dan sementara, faktor yang berpengaruh hanya salah satu atau dua faktor
yang tidak permanen.
Permasalahan rawan pangan yang muncul bukan persoalan produksi pangan
semata. Kerawanan pangan merupakan masalah multidimensional, bukan hanya
urusan produksi saja. Kerawanan pangan mencakup masalah pendidikan, tenaga
kerja, kesehatan, kebutuhan dan prasarana fisik.
Kerawanan pangan di Indonesia diakui masih mengakibatkan impor pangan
semakin meningkat.

Kerawanan Pangan
Ketersediaan pangan secara makro tidak menjamin tersedianya pangan di tingkat
mikro. Produksi yang hanya terjadi di wilayah-wilayah tertentu pada waktu-waktu
tertentu menyebabkan terjadinya konsentrasi ketersediaan di daerah-daerah produksi
dan pada masa-masa panen.
Pola konsumsi yang relatif sama pada antar-individu, antar-waktu dan antar-daerah
mengakibatkan adanya masa-masa defisit dan lokasi-lokasi defisit pangan. Sehingga,
mekanisme mekanisme pasar dan distribusi pangan antar lokasi dan antar waktu
dengan mengandalkan stok akan berpengaruh pada kesetimbangan antara
ketersediaan dan konsumsi serta pada harga yang terjadi di pasar. Faktor harga
sangat terkait dengan daya beli rumah tangga terhadap pangan. Sehingga, meskipun
komoditas pangan tersedia di pasar namun jika harganya tinggi sementara daya beli
rumah tangga rendah akan menyebabkan rumah tangga tidak bisa mengaksesnya.
Kondisi ini memicu timbulnya kerawanan pangan.
Penduduk rawan pangan adalah mereka yang tingkat konsumsi energinya rata-rata
71-89 % dari kecukupan energi normal. Penduduk sangat rawan pangan jika hanya
mengkonsumsi energi kurang dari 70% dari kecukupan energi normal. Banyaknya
penduduk rawan pangan masih terjadi di semua propnsi dengan
besaran yang berbeda.
(Sumber:

Sumber:

http://ajangberkarya.wordpress.com/2008/05/20/konsep-

Kondisi Rawan Pangan di Tingkat Rumah Tangga


Kondisi rawan pangan ditingkat rumah tangga dapat dikategorikan tingkat empat,
yaitu :
a.Tidak rawan pangan (food secure);
b.Rawan pangan tanpa terjadi kelaparan (food insecure without hunger);
c.Rawan pangan dan terjadi kelaparan tingkat sedang (food insecure with hunger
moderate);
d.Rawan pangan dan terjadi kelaparan tingkat berat (food insecure with hunger
severe).

INDIKATOR RAWAN PANGAN


Tanda-tanda rawan pangan yang erat kaitannya dengan usaha individu/rumah
tangga untuk mengatasi kerawanan pangan, menurut Sapuan (2001).
a.Tanda-tanda pada kelompok pertama, berhubungan dengan gejala kekurangan
produksi dan cadangan pangan suatu tempat yaitu :
1.Terjadinya eksplosi hama dan penyakit pada tanaman;
2.Terjadi bencana alam berupa kekeringan, banjir, gempa bumi, gunung meletus,
dan sebagainya;
3.Terjadi kegagalan tanaman pangan makanan pokok; dan
4.Terjadinya penurunan persediaan bahan pangan setempat;
b. Tanda-tanda rawan pangan ke dua yang terkait akibat rawan pangan, yaitu :
kurang gizi dan gangguan kesehatan meliputi :
1.Bentuk tubuh individu kurus;
2.Ada penderita kurang kalori protein (KKP) atau kurang makanan (KM);
3.Terjadinya peningkatan jumlah orang sakit yang dicatat di Balai Kesehatan
Puskesmas;
4.Peningkatan kematian bayi dan balita; dan
5.Peningkatan angka kelahiran dengan angka berat badan dibawah standar
c. Tanda-tanda yang ketiga yang erat hubungannya dengan masalah sosial ekonomi
dalam usaha individu atau rumah tangga untuk mengatasi masalah rawan pangan
yang meliputi:
1.Bahan pangan yang kurang biasa dikonsumsi seperti gadung yang sudah mulai
makan sebagian masyarakat;
2.Peningkatan jumlah masyarakat yang menggadaikan aset;
3.Peningkatan penjualan ternak, peralatan produksi (bajak dan sebagainya);
4.Meningkatkan kriminalitas

Sumber:

http://ajangberkarya.wordpress.com/2008/05/20/konsep-

Ketahanan Pangan dan Ketahanan Bangsa


Ginandjar Kartasasmita
Seminar: Pengembangan Ketahanan Pangan Berbasis Kearifan Lokal
Bandung, 26 November 2005

Kondisi Ketahanan Pangan di Indonesia


1.Program ketahanan pangan telah dilakukan sejak zaman Presiden Soekarno dengan
Program Berdikari, begitu pula zaman Presiden Soeharto dikenal dengan Program
Swasembada Pangan.
2.Indonesia sempat dikenal sebagai negara dunia ketiga yang sukses dalam swasembada
pangan, dan bahkan pernah mendapatkan penghargaan dari FAO. Di penghujung tahun
1980-an, Bank Dunia memuji keberhasilan Indonesia dalam mengurangi angka kemiskinan
yang patut menjadi contoh bagi negara-negara sedang berkembang (World Bank,1990).
Namun prestasi ini tidak berlangsung lama dapat dipertahankan.
3.Kondisi saat ini, pemenuhan pangan sebagai hak dasar masih merupakan salah satu
permasalahan mendasar dari permasalahan kemiskinan di Indoensia. Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 menggambarkan masih terbatasnya
kecukupan dan mutu pangan, yaitu belum terpenuhinya pangan yang layak dan memenuhi
syarat gizi bagi masyarakat miskin, rendahnya kemampuan daya beli, masih rentannya
stabilitas ketersediaan pangan secara merata dan harga yang terjangkau, masih
ketergantungan yang tinggi terhadap makanan pokok beras, kurangnya diversifikasi pangan,
belum efisiensiennya proses produksi pangan serta rendahnya harga jual yang diterima
petani, masih ketergantungan terhadap import pangan.

Rehabilitasi Pertanian
Adalah usaha memperbaiki lahan pertanian yang semula tidak produktif atau sudah tidak
berproduksi menjadi lahan produktif atau mengganti tanaman yang sudah tidak produktif
menjadi tanaman yang lebih produktif. Sebagai tindak lanjut dari program-program tersebut,
telah ditempuh langkah-langkah berikut:
1.Memperluas,memperbaiki dan memelihara jaringan irigasi yang meluas di seluruh wilayah
Indonesia
2.Menyempurnakan sistem produksi pertanian pangan melalui penerapan berbagai paket
program yang diawali dengan program Bimbingan Masal (Bimas) pada tahun 1970.
Kemudian disusul dengan program intensifikasi Masal (Inmas), Intensifikasi Khusus (Insus)
dan Supra Insus yang bertujuan meningkatkan produksi pangan secara
berkesinambungan.
3.Membangun pabrik pupuk serta pabrik insektisida dan pestisida yang dilaksanakan untuk
menunjang proses produksi pertanian.
4.Usaha-usaha meningkatkan hasil pertanian dapat dilakukan antara lain dengan cara :
5.Membangun gudang-gudang, pabrik penggilingan padi dan menetapkan harga dasar
gabah
6.Memberikan berbagai subsidi dan insentif modal kepada para petani agar petani dapat
meningkatkan produksi pertaniannya.
7.Menyempurnakan sistem kelembagaan usaha tani melalui pembentukan kelompok tani,
dan Koperasi Unit Desa (KUD) di seluruh pelosok daerah yang bertujuan untuk
memberikan motivasi produksi dan mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi para
petani.
Sumber:

http://www.ginandjar.com/public/unpas26nov.pdf.. Diunduh

Ketahanan Pangan dan Ketahanan Bangsa


Ginandjar Kartasasmita
Seminar: Pengembangan Ketahanan Pangan Berbasis Kearifan Lokal
Bandung, 26 November 2005

KETAHANAN PANGAN DAN DEMOKRASI.


1.Sesungguhnya ruh dari program ketahanan pangan adalah ketersediaan dan
aksesibilitas masyarakat terhadap bahan pangan secara adil dan merata.
Ketersediaan mengandung nilai semangat produktifitas, adapun aksesibilitas
mencakup bagaimana pemenuhan hak asasi serta keterjangkauan termasuk
daya beli seluruh rakyat akan pangan. Produktifitas mengandung nilai
kemandirian dan keberdayaan. Adapun pemenuhan hak asasi rakyat akan
pangan berhubungan bagaimana proses demokratisasi pemerintahan berjalan
dengan baik.
2.Demokrasi membuka ruang publik agar rakyat berani mengemukakan
pendapat, keluhan dan masalahnya dalam koridor norma hukum yang berlaku.
Demokrasi juga membuka ruang untuk membangun tata kelola
kepemerintahan atas dasar partisipasi rakyat, egalitarian, transparansi, dan
akuntabel.
3.Dengan demikian, demokrasi dipercaya merupakan salah satu solusi
akseptabilitas pembangunan ketahanan pangan.
4.Demokrasi yang genuin dapat diwujudkan apabila hak dasar akan pangan
pada seluruh masyarakat sudah terpenuhi secara adil dan merata. Terdapat
hubungan timbal balik antara ketahanan pangan atau perkembangan kemajuan
ekonomi dengan kualitas demokrasi di suatu bangsa.
5.Proses desentralisasi dan otonomi daerah membuka peluang
keberlangsungan ketahanan pangan nasional dengan berbagai keunikan dan
keanekaragam hayati dan budaya lokalnya. Dalam konteks otonomi daerah,
ketahanan pangan nasional sangat ditentukan oleh ketahanan pangan di
daerah.
6.Semakin mandiri dan berdaya daerah dalam ketahanan pangannya, semakin
memungkinkan kemandirian nasional dan keberdayaan nasional dalam
ketahanannya pangannya.
7.Prakarsa dan inovasi program ketahanan pangan hanya dapat berkembang
dengan baik, tatkala demokratisasi kepemerintahan di daerah dengan berbagai
kearifannya berjalan dengan baik yang memadukan tuntutan kebutuhan lokalregional-nasional dan global.

Sumber:

http://www.ginandjar.com/public/unpas26nov.pdf.. Diunduh

Ketahanan Pangan dan Ketahanan Bangsa


Ginandjar Kartasasmita
Seminar: Pengembangan Ketahanan Pangan Berbasis Kearifan Lokal
Bandung, 26 November 2005

Ketahanan Pangan dan Kemandirian


1.Globalisasi, merupakan tantangan yang harus dihadapi. Kemampuan kita mengubah
tantangan ini menjadi peluang, akan sangat tergantung dari cara pandang kita dalam
menghadapinya. Kaitannya dengan ketahanan pangan adalah bagaimana mensinergikan
aneka ragam hayati lokal sebagai sumber pangan dengan tuntutan kebutuhan pasar global.
2.Desentralisasi dan otonomi daerah membuka peluang manajemen pembangunan,
termasuk program ketahanan pangan, untuk dapat tumbuh atas prakarsa dan inovasi
daerahnya masing-masing dengan berbagai kearifannya. Pada era otonomi daerah ini, aneka
ragam budaya dan hayati lokal merupakan peluang untuk melakukan akselerasi dalam
mewujudkan ketahanan pangan nasional.
3.Tuntutan kebutuhan pasar global akan pangan bukan hanya dari seberapa cukup dan
tersedia pangan, akan tetapi sejauhmana kualitas kesehatan pangan yang aman dan bergizi.
Kecenderungan tuntutan kebutuhan pasar global kembali ke alam merupakan peluang untuk
melakukan kemandirian pembangunan perdesaan sekaligus sebagai momentum untuk
melakukan pemberdayaan petani kita yang semula sangat tergantung pada asupan produk
kimiawi dan monokultur (beras) menuju pertanian inovatif yang multikultur.
4.Konsep kemandirian dalam ketahanan pangan bukanlah kemandirian dalam keterisolasian.
Dengan demikian, masalah kemandirian tidak didasarkan pada paradigma ketergantungan
yang banyak dibicarakan terutama di negara-negara berkembang di Amerika latin tahun 1950
dan 1960-an.
5.Kemandirian dalam konteks kini (global) menuntut adanya kondisi saling ketergantungan
(interdependency) antara lokal-global, traditional-modern, desa-kota, rakyat-pemerintah,
pertumbuhan-pemerataan, serta antar lembaga sesuai fungsinya. Kemandirian dengan
demikian adalah paham pro-aktif dan bukan reaktif atau defensif.
6.Kemandirian pembangunan perdesaan sebagai bagian dari strategi ketahanan pangan
nasional hanya dapat terwujud bila kondisi saling ketergantungan tersebut dibangun atas
dasar kekuatan modal sosial yang tinggi.
7.Kemandirian ketahanan pangan dalam era globalisasi hanya dapat diwujudkan tatkala
paradigma pembangunan yang dikembangkan baik di pusat maupun di daerah mampu
memadukan antara tuntutan global dengan pemberdayaan masyarakat. Di sinilah fungsi dan
peran demokratisasi ekonomi-politik dan sosial pada semua tingkatan pemerintahan dan
lembaga masyarakat menjadi sangat penting apakah arus globalisasi ini merupakan peluang
untuk menjadi suatu kekuatan atau ancaman. Sesungguhnya para pendiri negara kita telah
mencanangkannya 60 tahun yang lalu, yaitu tertuang dalam pasal 27 ayat (2) dan 33 ayat (4)
UUD 1945.

Sumber:

http://www.ginandjar.com/public/unpas26nov.pdf.. Diunduh

Ketahanan Pangan dan Ketahanan Bangsa


Ginandjar Kartasasmita
Seminar: Pengembangan Ketahanan Pangan Berbasis Kearifan Lokal
Bandung, 26 November 2005

Ketahanan Pangan dan Pemberdayaan Masyarakat


1.Tidak ada suatu kemandirian tanpa proses pemberdayaan. Pemberdayaan berarti
memampukan masyarakat dan pemerintah daerah dalam aspek material,
intelektual, moral dan manajerial.
2.Pemberdayaan dalam program ketahanan pangan berarti pula proses sistematis,
berkesinambung dan terpadu dalam sistem ketahanan pangan yang berakarkan
kekuatan rakyat serta kearifan budaya lokal untuk menghadapi tantangan dan
kebutuhan pangan secara nasional dan global.
3.Untuk pemaparan lebih lanjut tentang pemberdayaan, kisi-kisi pemberdayaan a.l.:
1.Pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah strategi dalam menjalankan pembangunan yang
berakarkan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan yang
merangkum nilai-nilai sosial. Bersifat People-centered, participatory, empowering and
sustainable (Chambers,1995).
2.Keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang bersenyawa dalam
masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Sebuah masyarakat
yang sebagian besar anggotanya sehat fisik, mental, terdidik dan kuat, juga memiliki nilai-nilai
intrinsik lainnya dalam masyarakat yang juga menjadi sumber keberdayaan yaitu kekeluargaan,
kegotongroyongan dan kebhinekaan.
3.Keberdayaan masyarakat adalah unsur dasar yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan,
dan dalam pengertian yang dinamis mengembangkan diri dan mencapai kemajuan. Keberdayaan
masyarakat ini menjadi sumber dari ketahanan nasional yaitu memampukan dan memandirikan
masyarakat.
4.Pemberdayaan adalah penyediaan berbagai masukan (input) serta pembukaan akses kepada
berbagai peluang (opportunities).
5.Pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan dan
pengamalan demokrasi.
6.Pertumbuhan ekonomi dalam sistem yang tidak mengindahkan partisipasi politik rakyat,
cenderung menghasilkan kesenjangan, yakni kesenjangan antara yang memperoleh kesempatan
dan tidak memperoleh kesempatan dalam sistem yang tertutup.
7.Dalam memecahkan problematika kemiskinan dan ketimpangan ekonomi, selain upaya
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, juga diperlukan upaya pembaharuan sosial.
8.Upaya yang dilakukan harus diarahkan langsung pada akar persoalannya, yaitu meningkatkan
kemampuan rakyat, dengan cara ditingkatkan kemampuannya, serta dengan mengembangkan
dan mendinamisasikan potensinya (harkatmartabat- rasa percaya diri dan harga dirinya).

Sumber:

http://www.ginandjar.com/public/unpas26nov.pdf.. Diunduh

KEDAULATAN PANGAN
Krisis pangan yang dialami oleh suatu masyarakat dapat bermuara pada situasi
tidak berdaulat atas pangan. Kedaulatan pangan merupakan hak setiap
masyarakat untuk menetapkan pangan bagi dirinya sendiri dan hak untuk
menetapkan sistem pertanian, peternakan, dan perikanan tanpa menjadikannya
subyek berbagai kekuatan pasar internasional.
Menurutnya, terdapat 7 prinsip tentang kedaulatan pangan:
(1)hak akses ke pangan;
(2)reformasi agraria;
(3)penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan;
(4)pangan untuk pangan dan tidak sekadar komoditas yang diperdagangkan;
(5)pembatasan penguasaan pangan oleh korporasi;
(6)melarang penggunaan pangan sebagai senjata; dan
(7)pemberian akses ke petani kecil untuk perumusan kebijakan pertanian.

Mengukur Kecukupan Pangan


Standart kecukupan pangan adalah dihitung kalori dan protein (akan direvisi
standarnya) sedangkan pola pangan harapan adalah suatu kombinasi dari
konsumsi yang kalau itu dinilai dengan skor 100 berarti sudah cukup beragam
didalam mengkonsumsi bahan-bahan sumber karbohidrat, protein, vitamin,
mineral, dst. Padi-padian kacang-kacangan sayuran, buah-buahan, kalau
ideal pola pangan harapannya 100. Tapi biasanya kita belum sampai 100,
ditingkat nasional baru sekitar 75.
Prinsip utama yang diamanatkan oleh semua komponen rakyat Indonesia
adalah membangun ketahanan pangan yang bertumpu pada kemampuan
sumberdaya, budaya dan kelembagaan lokal. Pangan sedapat mungkin
dihasilkan oleh produksi sumberdaya sendiri.
Pembangunan pertanian harus diupayakan sedemikian rupa sehingga
memenuhi persyaratan terutama keberkelanjutannya. Intinya dari sisi
sumberdaya alam harus dijaga supaya tidak cepat rusak,

Sumber: http://nusataniterpadu.files.wordpress.com/2008/10/ketahananpangan-2008.pdf .. Diunduh 23/3/2012

KEBUTUHAN PANGAN RATA-RATA


Menurut prediksi yang dilakukan oleh Husodo (2002), kebutuhan pangan
rata-rata per orang pada awal abad ke 21 mencapai 133 kg.
Kecuali beras, rata-rata konsumsi beberapa pangan pokok masyarakat Indonesia
seperti jagung, ikan, ayam, daging (sapi, dll.), telur, susu, gula, kedelai, buahbuahan, dan sayur-sayuran per kapita per tahun masih rendah.
Dibandingkan rata-rata konsumsi dunia sebesar 16 kg, kebutuhan ikan di Indonesia
hanya mencapai 12,5 kg per orang.
Kebutuhan ayam hanya 3,8 kg, lebih banyak daripada di Malaysia, tetapi lebih
rendah daripada di Filipina dan Thailand. Konsumsi buah-buahan hanya sekitar
40,06 kg, jumlah yang jauh lebih sedikit daripada di dua negara maju seperti Jepang
dan AS, yang masing-masing mencapai 120 kg dan 75 kg per kapita per tahun;
sedangkan FAO merekomendasi konsumsi buah-buahan sebanyak 65,75 kg.
Perkiraan konsumsi gula oleh masyarakat Indonesia yang tidak mencapai 16 kg
juga masih dibawah rata-rata dunia yang diperkirakan sebesar 25,1 kg.
Untuk kedelai, masyarakat Indonesia rata-rata hanya mengkonsumsi 6,01 kg
dibandingkan rata-rata dunia sebanyak 7 kg.
Untuk sayuran, Indonesia mengkonsumi hampir 38 kg, sedangkan yang
direkomendasi oleh FAO adalah 65,75 kg.

KEBUTUHAN PANGAN
Pangan adalah kebutuhan paling utama manusia. Pangan dibutuhkan
manusia secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Usaha mencukupi
kebutuhan pangan di negara-negara berkembang dilakukan secara
tradisional atau dengan cara memperluas lahan pertanian yang disebut
ekstentifikasi, sedangkan di negara maju, sistem pertanian telah dilakukan
dengan cara intensifikasi yaitu cara mengolah pertanian dengan lebih baik
dan moderen.
Hal itu menyebabkan produksi pertanian negara maju lebih banyak
dibanding negara berkembang.
Di berbagai masyarakat, bahan makanan pokok memegang peranan utama
dalam memenuhi kebutuhan penduduk.
Contohnya orang di Sumatera dan Jawa sebagian besar mengonsumsi
nasi sedangkan masyarakat Maluku dan Papua mengonsumsi sagu.

Sumber: http://nusataniterpadu.files.wordpress.com/2008/10/ketahananpangan-2008.pdf .. Diunduh 23/3/2012

FAKTOR-FAKTOR UTAMA PENENTU KETAHANAN PANGAN


Ketahanan pangan sangat ditentukan tidak hanya oleh tiga pilar tersebut namun
oleh sejumlah faktor berikut:
(a)lahan (atau penguasaan tanah),
(b)infrastruktur,
(c)teknologi, keahlian dan wawasan,
(d)energi,
(e)dana (aspek perkreditan),
(f)lingkungan fisik/iklim,
(g)relasi kerja dan
(h)ketersediaan input lainnya.

Sumberdaya Lahan
Menurut berita di Kompas,36lahan sawah di Indonesia hanya 4,5% dari total luasan
daratan. Sekitar 8,5% merupakan tanah perkebunan, 7,8% lahan kering, 13% dalam
bentuk rumah, tegalan, dan ilalang, serta 63% merupakan kawaswan hutan.
Menurut BPS, pada tahun 2030 kebutuhan beras di Indonesia mencapai 59 juta ton.
Karena luas tanam padi tahun 2007 hanya sekitar 11,6, maka untuk mendukung
kebutuhan beras tersebut diperlukan tambahan luas tanam baru 11,8 juta ha.
Keterbatasan lahan pertanian, khususnya untuk komoditas-komoditas pangan,
memang sudah merupakan salah satu persoalan serius dalam kaitannya dengan
ketahanan pangan di Indonesia selama ini.
Menurut staf khusus dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) (Herman Siregar),
lahan sawah terancam semakin cepat berkurang; walaupun sebenarnya lahan yang
secara potensial dapat digunakan, misalnya, namun belum digunakan masih
banyak.
Alasannya, pencetakan sawah baru menemui banyak kendala, termasuk biayanya
yang mahal, sehingga tambahan lahan pertanian setiap tahun tidak signifikan
ketimbang luas areal yang terkonversi untuk keperluan non-pertanian.
Ironisnya, laju konversi lahan pertanian tidak bisa dikurangi, bahkan terus
meningkat dari tahun ke tahun, sejalan dengan pesatnya urbanisasi (yang didorong
oleh peningkatan pendapatan per kapita dan imigrasi dari perdesaan ke perkotaan),
dan industrialisasi.

Sumber:

.. Diunduh 23/3/2012

FAKTOR-FAKTOR UTAMA PENENTU KETAHANAN PANGAN

Infrastruktur Pertanian Pangan


Menurut analisis Khomsan (2008), lambannya pembangunan infrastruktur ikut
berperan menentukan pangsa sektor pertanian dalam mendukung ketahanan
pangan. Pembangunan infrastruktur pertanian sangat penting dalam mendukung
produksi pangan yang mantap. Perbaikan infrastruktur pertanian seyogyana terus
dilakukan sehingga tidak menjadi kendala penyaluran produk pertanian dan tidak
mengganggu arus pendapatan ke petani.
Sistem dan jaringan Irigasi (termasuk bendungan dan waduk) merupakan bagian
penting dari infrastruktur pertanian. Ketersediaan jaringan irigasi yang baik,
diharapkan dapat meningkatkan volume produksi dan kualitas komoditas pertanian,
terutama tanaman pangan.
Jaringan irigasi yang baik dapat mendorong peningkatan indeks pertanaman (IP).

INDEKS PERTANAMAN (IP)

Menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air


Departemen Pertanian, rata-rata IP lahan sawah di Indonesia
hanya 1,57 kali, artinya dalam satu tahun rata-rata lahan
pertanian di Indonesia ditanami kurang dari 2 kali musim
tanam.
Di pulau Jawa, IP rata-rata lebih besar dari 2, tetapi di luar
pulau Jawa umumnya nilai IP berkisar 1 hingga 1,3 kali. Bagi
petani, semakin tinggi IP semakin besar pendapatannya,
berarti semakin besar insentif ekonomi untuk meningkatkan
produksinya.

Sumber:

.. Diunduh 23/3/2012

FAKTOR-FAKTOR UTAMA PENENTU KETAHANAN PANGAN

TEKNOLOGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA


Teknologi dan sumber daya manusia (SDM), sangat menentukan keberhasilan
pencapaian ketahanan pangan. Pemakaian teknologi dan input-input modern tidak
akan menghasilkan output yang optimal apabila kualitas petani dalam arti
pengetahuan atau wawasannya mengenai teknologi pertanian, pemasaran, standar
kualitas, dll. Masih sangat rendah.
Teknologi dan SDM merupakan dua faktor produksi yang sifatnya komplementer,
dan ini berlaku di semua sektor, termasuk pertanian.
Kualitas SDM di sektor pertanian sangat rendah jika dibandingkan di sektor-sektor
ekonomi lainnya seperti industri manufaktur, keuangan, dan jasa.
Berdasarkan Sensus Pertanian 2003, lebih dari 50% dari jumlah petani adalah dari
kategori berpendidikan rendah, kebanyakan hanya sekolah dasar (SD).
Rendahnya pendidikan formal ini tentu sangat berpengaruh terhadap kemampuan
petani Indonesia mengadopsi teknologi-teknologi baru, termasuk menggunakan
traktor dan mesin pertanian lainnya secara efisien.

ENERGI
Energi sangat penting untuk kegiatan pertanian lewat dua jalur, yakni langsung dan
tidak langsung.
Jalur langsung adalah energi seperti listrik atau bahan bakar minyak (BBM) yang
digunakan oleh petani dalam kegiatan bertaninya, misalnya dalam menggunakan
traktor.
Deptan memperkirakan kenaikan harga BBM tahun itu mengakibatkan naiknya
biaya produksi antara 15% hingga 20%, dan ini akan mengurangi margin
keuntungan petani sebesar kenaikan biaya BBM tersebut.64Sedangkan lewat jalur
tidak langsung adalah energi yang digunakan oleh pabrik pupuk dan pabrik yang
membuat input-input lainnya dan alat-alat transportasi dan komunikasi

Sumber:

.. Diunduh 23/3/2012

FAKTOR-FAKTOR UTAMA PENENTU KETAHANAN PANGAN

MODAL
Keterbatasan dana menjadi salah satu penyebab rapuhnya ketahanan pangan di
Indonesia.
Diantara sektor-sektor ekonomi, pertanian yang selalu paling sedikit mendapat
kredit dari perbankan (dan juga dana investasi) di Indonesia.
Kekurangan modal juga menjadi penyebab banyak petani tidak mempunyai mesin
giling sendiri. Padahal jika petani punya mesin sendiri, berarti rantai distribusi
tambah pendek yang berarti juga kesempatan lebih besar bagi petani untuk
mendapatkan lebih banyak penghasilan.
Berdasarkan SP 2003, tercatat hanya sekitar 3,06% dari jumlah petani yang pernah
mendapatkan kredit bank, sedangkan sisanya membiayai kegiatan bertani dengan
menggunakan uang sendiri

USAHATANI
Usaha tani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang
terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian
seperti tubuh tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang
dilakukan di atas tanah itu, sinar matahari, bangunanbangunan yang didirikan di atas tanah tersebut dan
sebagainya.
Usahatani dapat berupa bercocok tanam atau memelihara
ternak.
Modal adalah barang atau uang yang secara bersama-sama
dengan faktor produksi lainnya (tanah atau tenaga kerja)
menghasilkan barang-barang baru yaitu dalam hal ini hasil
pertanian. Modal dalam pertanian dapat diwujudkan dalam
bentuk pengeluaran pupuk dengan tujuan untuk meningkatkan
hasil pertanian.

FAKTOR-FAKTOR UTAMA PENENTU KETAHANAN PANGAN


LINGKUNGAN FISIK/IKLIM
Dampak pemanasan global diduga juga berperan dalam menyebabkan krisis
pangan dunia, termasuk di Indonesia, karena pemanasan global menimbulkan
periode musim hujan dan musim kemarau yang semakin tidak menentu.
Pola tanam dan estimasi produksi pertanian serta persediaan stok pangan menjadi
sulit diprediksi dengan akurat. Pertanian pertanian pangan, merupakan sektor yang
paling rentan terhadap dampak perubahan iklim, khususnya yang mengakibatkan
musim kering berkepanjangan; hal ini karena pertanian pangan di Indonesia masih
sangat mengandalkan pada pertanian sawah yang memerlukan banyak air.
Secara per kapita, emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia memang masih lebih
sedikit jika dibandingkan dengan China dan India, apalagi dibandingkan dengan
negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Uni Eropa dan Jepang, Namun,
secara nasional, Indonesia berada di urutan ketiga negara paling polutif di dunia,
setelah AS dan China.
Sekitar 85% emisi tahunan GRK Indonesia berasal dari sektor kehutanan, terutama
akibat penebangan liar, pembersihan lahan, konversi hutan menjadi lahan pertanian
atau perkebunan, dan kebakaran hutan.
Dampak langsung dari pemanasan global terhadap pertanian di Indonesia adalah
penurunan produktivitas dan tingkat produksi sebagai akibat terganggunya siklus air
karena perubahan pola hujan dan meningkatnya frekuensi anomali cuaca ekstrim,
dapat mengakibatkan pergeseran waktu, musim, dan pola tanam.

Hasil simulasi yang dilaporkan oleh


Intergovernmental Panel on Climate Change
(IPCC), setiap kenaikan suhu udara 2 derajat
Celsius akan menurunkan produksi pertanian
di China dan Bangladesh sebesar 30 persen
pada tahun 2050.

KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA


Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan UU RI No. 7 tahun
1996, yang mengadopsi definisi dari FAO, ada 4 komponen yang harus dipenuhi
untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu:
1.kecukupan ketersediaan pangan;
2.stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari
tahun ke tahun.
3.aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan serta
4.kualitas/keamanan pangan
Keempat komponen tersebut akan digunakan untuk mengukur ketahanan pangan di
tingkat rumah tangga dalam studi ini. Keempat indikator ini merupakan indikator
utama untuk mendapatkan indeks ketahanan pangan.
Ukuran ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dihitung bertahap dengan cara
menggambungkan keempat komponen indikator ketahanan pangan tersebut, untuk
mendapatkan satu indeks ketahanan pangan.

Mengukur Kecukupan Pangan


Ketahanan Pangan merupakan kondisi dimana masyarakat kita mempunyai
pangan yang cukup di tingat wilayah, tetapi juga di masing-masing rumah
tangga mampu mengakses pangan dengan cukup untuk semua anggota
kelaurganya, dapat tumbuh hidup sehat dan bekerja secara produktif.
Ada dua prinsip yang harus dipenuhi dalam ketahanan pangan , yaitu (1)
Tersedianya pangan yang cukup dan (2) Kemampuan rumah tangga untuk
mengakses pangan.
Ketahanan pangan menghendaki bahwa tiap rumah tangga mengkonsumsi pangan yang cukup. Standart kecukupan dalam mengkonsumsi
sekitar 2000 kalori dan ketersediaan 2.500 kalori.
Kondisi di suatu daerah sangat menarik, ketersediaan hampir 3.000 kalori
per kapita, tetapi di tingkat rumah tangga konsumsinya masih di bawah
kecukupan. Artinya kalau masih rata- rata kecukupan berarti masih ada
yang di atas tetapi ada juga yang di bawah kecukupan pangan.
Ketahanan pangan belum tercapai apabila masyarakat masih ada yang
belum mampu mengakses pangan dengan cukup.

Sumber: PPK-LIPI. 2004. Ketahanan Pangan, Kemiskinan dan Demografi Rumah Tangga. Seri
Penelitian PPK-LIPI No. 56/2004. Jakarta: Puslit Kependudukan _ LIPI.

KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA


KECUKUPAN KETERSEDIAAN PANGAN
Ketersediaan pangan dalam rumah tangga yang dipakai dalam pengukuran
mengacu pada pangan yang cukup dan tersedia dalam jumlah yang dapat
memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Penentuan jangka waktu
ketersediaan makanan pokok di perdesaan (seperti daerah penelitian) biasanya
dilihat dengan mempertimbangkan jarak antara musim tanam dengan musim tanam
berikutnya.
Perbedaan jenis makanan pokok yang dikomsumsi antara dua daerah membawa
implikasi pada penggunaan ukuran yang berbeda, seperti cotoh berikut ini.
1.Di daerah dimana penduduknya mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok
(seperti Provinsi Lampung) digunakan cutting point 240 hari sebagai batas untuk
menentukan apakah suatu rumah tangga memiliki persediaan makanan pokok
cukup/tidak cukup. Penetapan cutting point ini didasarkan pada panen padi yang
dapat dilakukan selama 3 kali dalam 2 tahun. Pada musim kemarau, dengan
asumsi ada pengairan, penduduk dapat musim tanam gadu, yang berarti dapat
panen 2 kali dalam setahun. Tahun berikutnya, berarti musim tanam rendeng,
dimana penduduk hanya panen 1 kali setahun karena pergantian giliran pengairan.
Demikian berselang satu tahun penduduk dapat panen padi 2 kali setahun sehingga
rata-rata dalam 2 tahun penduduk panen padi sebanyak 3 kali.

1.

Di daerah dengan jenis makanan pokok jagung (seperti


Provinsi Nusa Tenggara Timur) digunakan batas waktu selama
365 hari sebagai ukuran untuk menentukan apakan rumah
tangga mempunyai ketersediaan pangan cukup/tidak cukup. Ini
didasarkan pada masa panen jagung di daerah penelitian yang
hanya dapat dipanen satu kali dalam tahun.

Sumber: PPK-LIPI. 2004. Ketahanan Pangan, Kemiskinan dan Demografi Rumah Tangga. Seri
Penelitian PPK-LIPI No. 56/2004. Jakarta: Puslit Kependudukan _ LIPI.

KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA


Ukuran ketersediaan pangan yang mengacu pada jarak waktu antara satu musim
panen dengan musim panen berikutnya hanya berlaku pada rumah tangga dengan
sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian pokok. Dengan kata lain,
ukuran ketersediaan makanan pokok tersebut memiliki kelemahan jika diterapkan
pada rumah tangga yang memiliki sumber penghasilan dari sektor non-pertanian.
Dengan demikian kondisi ketersediaan pangan dapat diukur sebagai berikut:
Untuk Provinsi Lampung, sebagai contoh, dengan beras sebagai makanan pokok:
1.Jika persediaan pangan rumah tangga >/= 240 hari, berarti pesediaan pangan
rumah tangga cukup
2.Jika persediaan pangan rumah tangga antara 1-239 hari, berarti pesediaan
pangan rumah tangga kurang cukup
3.Jika rumah tangga tidak punya persediaan pangan, berarti pesediaan pangan
rumah tangga tidak cukup.
Untuk Provinsi NTT, sebagai contoh, dengan jagung sebagai makanan pokok:
1.Jika persediaan pangan rumah tangga >/= 365 hari, berarti pesediaan pangan
rumah tangga cukup
2.Jika persediaan pangan rumah tangga antara 1-364 hari, berarti pesediaan
pangan rumah tangga kurang cukup
3.Jika rumah tangga tidak punya persediaan pangan, berarti pesediaan pangan
rumah tangga tidak cukup

Sumber: PPK-LIPI. 2004. Ketahanan Pangan, Kemiskinan dan Demografi Rumah Tangga. Seri
Penelitian PPK-LIPI No. 56/2004. Jakarta: Puslit Kependudukan _ LIPI.

KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA


STABILITAS KETERSEDIAAN
Stabilitas ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga diukur
berdasarkan kecukupan ketersediaan pangan dan frekuensi makan
anggota rumah tangga dalam sehari. Satu rumah tangga dikatakan
memiliki stabilitas ketersediaan pangan jika mempunyai persediaan
pangan diatas cutting point (240 hari untuk Provinsi Lampung dan 360
hari untuk Provinsi NTT) dan anggota rumah tangga dapat makan 3 (tiga)
kali sehari sesuai dengan kebiasaan makan penduduk di daerah tersebut.
Dengan asumsi bahwa di daerah tertentu masyarakat mempunyai
kebiasaan makan 3 (tiga) kali sehari, frekuensi makan sebenarnya dapat
menggambarkan keberlanjutan ketersediaan pangan dalam rumah
tangga.
Dalam satu rumah tangga, salah satu cara untuk mempertahankan
ketersediaan pangan dalam jangka waktu tertentu adalah dengan
mengurangi frekuensi makan atau mengkombinasikan bahan makanan
pokok (misal beras dengan ubi kayu). Penelitian yang dilakukan PPK-LIPI
di beberapa daerah di Jawa Barat juga menemukan bahwa mengurangi
frekuensi makan merupakan salah satu strategi rumah tangga untuk
memperpanjang ketahanan pangannya.
Penggunaan frekuensi makan sebanyak 3 kali atau lebih sebagai
indikator kecukupan makan didasarkan pada kondisi nyata di desa-desa
(berdasarkan penelitian PPK-LIPI), dimana rumah tangga yang memiliki
persediaan makanan pokok cukup pada umumnya makan sebanyak 3
kali per hari. Jika mayoritas rumah tangga di satu desa, misalnya, hanya
makan dua kali per hari, kondisi ini semata-mata merupakan suatu
strategi rumah tangga agar persediaan makanan pokok mereka tidak
segera habis, karena dengan frekuensi makan tiga kali sehari,
kebanyakan rumah tangga tidak bisa bertahan untuk tetap memiliki
persediaan makanan pokok hingga panen berikutnya.

Sumber: PPK-LIPI. 2004. Ketahanan Pangan, Kemiskinan dan Demografi Rumah Tangga. Seri
Penelitian PPK-LIPI No. 56/2004. Jakarta: Puslit Kependudukan _ LIPI.

KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA


Kombinasi antara ketersediaan makanan pokok dengan frekuensi makan (3 kali per
hari disebut cukup makan, 2 kali disebut kurang makan, dan 1 kali disebut sangat
kurang makan) sebagai indikator kecukupan pangan, menghasilkan indikator
stabilitas ketersediaan pangan seperti berikut.
Penetapan indikator stabilitas ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga (dengan
contoh Kabupaten di Provinsi Lampung dan NTT)
Kecukupan
ketersediaan pangan

Frekuensi makan anggota rumah tangga


> 3 kali

2 kali

1 kali

> 240 hari

Stabil

Kurang stabil

Tidak stabil

> 360 hari


1 -239 hari

Kurang stabil

Tidak stabil

Tidak stabil

Tidak stabil

Tidak stabil

Tidak stabil

1 364 hari
Tidak ada persediaan

Mengukur Kecukupan Pangan


Apa yang telah disampaikan oleh teman-teman dari Lesman tadi sudah merupakan
implementasi operasi dari suatu proses pemberdayaan masyarakat. Prinsip utama adalah
memberikan fasilitasi untuk masyarakat supaya bisa membangun pertanian secara
berkelanjutan dalam arti kelestarian sumberdaya alam dan pendapatan yang layak,
memberikan perlindungan dari persaingan yang tidak adil dengan barang-barang yang
datang dari luar negeri. Tugas lainya adalah pemberdayaan masyarakat agar masyarakat
mampu menolong dirinya sendiri, mengatasi masalahnya secara mandiri. Itu kita sadari
dengan jelas bahwa pemerintah tidak mungkin melakukan sendiri. Pemerintah fungsinya
memfasilitasi, merespon kebutuhan masyarakat
Proses-proses Fasilitasi yang dilakukan oleh pemerintah selama ini masih berlawanan
dengan yang telah disampaikan Lesman. Di pihak pemerintah termasuk Legislatif dan
Eksekutif harus belajar dan harus mampu merubah cara kerja agar betul-betul bisa
merespon kebutuhan masyarakat untuk bisa mandiri seperti yang disampaikan oleh temanteman dari Lesman. Memasukkan unsur-unsur masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan merupakan salah satu pembaruan oleh Bupati, Kepala Dinas, karena hal
tersebut merupakan prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat. Termasuk dalam proses
pengambilan keputusan apabila mengikutsertakan komponen petani, paling tidak bapakbapak sebagai pamong praja bisa mendengarkan aspirasi dan kebutuhan, Sehingga
kebijakan yang diputuskan bisa merespon dan menjawab kebutuhan masyarakat.

Sumber: PPK-LIPI. 2004. Ketahanan Pangan, Kemiskinan dan Demografi Rumah Tangga. Seri
Penelitian PPK-LIPI No. 56/2004. Jakarta: Puslit Kependudukan _ LIPI.

KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA


Aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan
Indikator aksesibilitas/keterjangkauan dalam pengukuran ketahanan
pangan di tingkat rumah tangga dilihat dari kemudahan rumahtangga
memperoleh pangan, yang diukur dari pemilikan lahan (missal sawah
untuk provinsi Lampung dan ladang untuk provinsi NTT) serta cara rumah
tangga untuk memperoleh pangan. Akses yang diukur berdasarkan
pemilikan lahan dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori:
1.Akses langsung (direct access), jika rumah tangga memiliki lahan
sawah/ladang
2.Akses tidak langsung (indirect access) jika rumah tangga tidak memiliki
lahan sawah/ladang.
Cara rumah tangga memperoleh pangan juga dikelompokkan dalam 2
(dua) kateori yaitu:
(1)produksi sendiri dan
(2)membeli.
Indikator aksesibilitas/keterjangkauan rumah tangga terhadap pangan
dikelompokkan dalam kategori seperti berikut.

Pemilikan
sawah/ladang
Punya

Tidak punya

Cara rumah tangga memperoleh bahan pangan

Akses langsung

Akses tidak langsung

Akses tidak langsung

Sumber: PPK-LIPI. 2004. Ketahanan Pangan, Kemiskinan dan Demografi Rumah Tangga. Seri
Penelitian PPK-LIPI No. 56/2004. Jakarta: Puslit Kependudukan _ LIPI.

KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA


Dari pengukuran indikator aksesibilitas ini kemudian diukur indikator stabilitas
ketersedian pangan yang merupaan penggabungan dari stabilitas ketersediaan
pangan dan aksesibilitas terhadap pangan. Indikator stabilitas ketersediaan pangan
ini menunjukkan suatu rumah tangga apakah:
1.Mempunyai persediaan pangan cukup
2.Konsumsi rumah tanga normal dan
3.Mempunyai akses langsung tarhadap pangan
Indikator kontinyuitas ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga dapat dilihat
dalam tabel berikut.

Akses terhadap
pangan
Akses langsung
Akses tidak
langsung

Stailitas ketersediaan pangan rumah tangga


Stabil;
Kurang stabil
Tidak stabil
Kontinyu
Kurang kontinyu

Kurang kontinyu
Tidak kontinyu

Tidakkontinyu
Tidak kontinyu

KETERSEDIAAN PANGAN
Terjaminnya ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup, kualitas yang
memadai dan tingkat harga yang terjangkau oleh penduduk merupakan
beberapa sasaran dan target yang ingin dicapai dalam penyusunan dan
perumusan kebijakan pangan nasional, ketidakstabilan penyediaan pangan
atau bergejolaknya harga pangan pokok (beras) di Indonesia telah terbukti
dapat memicu munculnya ketidakstabilan sosial.
Upaya pencukupan penyediaan pangan pokok guna mewujudkan ketahanan
pangan didasarkan atas swasembada pangan pokok masing-masing lokasi
dan daerah. Swasembada pangan masing-masing lokasi dan daerah pada
akhirnya menjadi komponen ketahanan pangan nasional. Swasembada
tersebut diartikan sebagai suatu upaya pencapaian pencukupan pangan
secara rasional dan bertanggung jawab dalam semangat gotong royong
seluruh warga Indonesia (Sinar Tani. 2006. Pentingnya Setiap Propinsi
Berswasembada Beras. Sinar Tani Edisi 1-7 Maret 2006, No. 3139 Tahun
XXXVI).
Sumber: PPK-LIPI. 2004. Ketahanan Pangan, Kemiskinan dan Demografi Rumah Tangga. Seri
Penelitian PPK-LIPI No. 56/2004. Jakarta: Puslit Kependudukan _ LIPI.

KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA


Kualitas/Keamanan pangan
Kualitas/keamanan jenis pangan yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan gizi.
Ukuran kualitas pangan seperti ini sangat sulit dilakukan karena melibatkan
berbagai macam jenis makanan dengan kandungan gizi yang berbeda-beda.,
sehingga ukuran keamanan pangan hanya dilihat dari ada atau tidaknya bahan
makanan yang mengandung protein hewani dan/atau nabati yang dikonsumsi dalam
rumah tangga.
Ukuran kualitas pangan dapat dianalisis dari data pengeluaran untuk konsumsi
makanan (lauk-pauk) sehari-hari , apakah mengandung protein hewani dan/atau
nabati. Berdasarkan kriteria ini rumah tangga dapat diklasifikasikan dalam tiga
kategori, yaitu:
1.Rumah tangga dengan kualitas pangan baik adalah rumah tangga yang memiliki
pengeluaran untuk lauk-pauk berupa protein hewani dan nabati atau protein hewani
saja.
2.Rumah tangga dengan kualitas pangan kurang baik adalah rumah tangga yang
memiliki pengeluaran untuk lauk-pauk berupa protein nabati saja.
3.Rumah tangga dengan kualitas pangan tidak baik adalah rumah tangga yang tidak
memiliki pengeluaran untuk lauk-pauk berupa protein baik hewani maupun nabati.

Ukuran kualitas pangan ini tidak


mempertimbangkan jenis makanan pokok. Alasan
yang mendasari adalah karena kandungan energi
dan karbohidrat antara beras, jagung dan ubi
kayu/tiwul sebagai makanan pokok di desa-desa
penelitian tidak berbeda secara signifikan.

Sumber: PPK-LIPI. 2004. Ketahanan Pangan, Kemiskinan dan Demografi Rumah Tangga. Seri
Penelitian PPK-LIPI No. 56/2004. Jakarta: Puslit Kependudukan _ LIPI.

KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA


Indeks ketahanan pangan
Indeks ketahanan pangan dihitung dengan cara mengkombinasikan keempat
indikator ketahanan pangan (ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan
pangan, keberlanjutan dan kualitas/keamanan pangan) Kombinasi antara
kecukupan ketersediaan pangan dan frekuensi makan memberikan indikator
stabilitas ketersediaan pangan.
Kombinasi antara stabilitas ketersediaan pangan dengan akses terhadap
pangan memberikan indikator kontinyuitas ketersediaan pangan. Indeks
ketahanan pangan diukur berdasarkan gabungan antara indikator
kontinyuitas ketersediaan pangan dengan kualitas /keamanan pangan.
Indeks ketahanan pangan ditingkat rumah tangga dikategorikan seperti
berikut.

Kontinyuitas
ketersediaan
pangan

Kulaitas/keamanan pangan: Konsumsi protein hewani


dan/atau nabati
Protein hewani
Protein nabati saja
dan nabati/protein
hewani saja

Tidak ada
konsumsi protein
hewani, dan
nabati

Kontinyu

Tahan

Kurang tahan

Tidak tahan

Kurang kontinyu

Kurang tahan

Tidak tahan

Tidak tahan

Tidak kontinyu

Tidak tahan

Tidak tahan

Tidak tahan

Sumber: PPK-LIPI. 2004. Ketahanan Pangan, Kemiskinan dan Demografi Rumah Tangga. Seri
Penelitian PPK-LIPI No. 56/2004. Jakarta: Puslit Kependudukan _ LIPI.

KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA


Berdasarkan matrik tersebut, maka rumah tangga dapat
dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu:
1.Rumah tangga tahan pangan adalah rumah tangga yang memiliki
persedian pangan/makanan pokok secara kontinyu (diukur dari persediaan
makan selama jangka masa satu panen dengan panen berikutnya dengan
frekuensi makan 3 kali atau lebih per hari serta akses langsung) dan
memiliki pengeluaran untuk protein hewani dan nabati atau protein hewani
saja
2.Rumah tangga kurang tahan pangan adalah rumah tangga yang memiliki:
a.
Kontyuitas pangan/makanan pokok kontinyu tetapi hanya
mempunyai pengeluaran untuk protein nabati saja
b.
Kontinuitas ketersdiaan pangan/makanan kurang kontinyu dan
mempunyai pengeluaran untuk protein hewani dan nabati

3.
1.
2.
3.
4.

Rumah tangga tidak tahan pangan adalah rumah tangga yang


dicirikan oleh:
Kontinyuitas keterrsediaan pangan kontinyu, tetapi tidak
memiliki pengeluaran untuk protein hewani maupun nabati
Kontinyuitas keterrsediaan pangan kontinyu kurang kontinyu
dan hanya memiliki pengeluaran untuk protein hewani atau
nabati, atau tidak untuk kedua-duanya.
Kontinyuitas keterrsediaan pangan tidak kontinyu walaupun
memiliki pengeluaran untuk protein hewani dan nabati
Kontinyuitas keterrsediaan pangan tidak kontinyu dan hanya
memiliki pengeluaran untuk protein nabati saja, atau tidak
untuk kedua-duanya.

Sumber: PPK-LIPI. 2004. Ketahanan Pangan, Kemiskinan dan Demografi Rumah Tangga. Seri
Penelitian PPK-LIPI No. 56/2004. Jakarta: Puslit Kependudukan _ LIPI.

PEKARANGAN, LUMBUNG PANGAN KELUARGA


Menurut arti katanya, pekarangan berasal ari kata karang yang berarti halaman rumah
(Poerwodarminto, 1976). Sedangkan secara luas, batasan pengertian pekarangan adalah:
Pekarangan adalah tanah di sekitar perumahan, kebanyakan berpagar keliling, dan
biasanya ditanami padat dengan beraneka macam tanaman semusim maupun tanaman
tahunan untuk keperluan sendiri sehari-hari dan untuk diperdangkan. Pekarangan
kebanyakan slng berdekaan, dan besama-sama membentuk kampung, dukuh, atau desa.
Batasan lain, adalah pekarangan sebagai suatu ekosistem:
Pekarangan adalah sebidang tanah darat yang terletak langsung di sekitar rumah tinggal dan
jelas batas-batasannya, ditanami dengan satu atau berbagai jenis tanaman dan masih
mempunyai hubungan pemilikan dan/atau fungsional dengan rumah yang bersangkutan.
Hubungan fungsional yang dimaksudkan di sini adalah meliputi hubungan sosial budaya,
hubungan ekonomi, serta hubungan biofisika. (Danoesastro, 1978).

Pekarangan adalah sebidang tanah di sekitar rumah yang mudah


di usahakan dengan tujuan untuk meningkatkan pemenuhan gizi
mikro melalui perbaikan menu keluarga. Pekarangan sering juga
disebut sebagai lumbung hidup, warung hidup atau apotik
hidup. Dalam kondisi tertentu, pekarangan dapat memanfaatkan
kebun/rawa di sekitar rumah.
Pemanfaatan Pekarangan adalah pekarangan yang dikelola
melalui pendekatan terpadu berbagai jenis tanaman, ternak dan
ikan, sehingga akan menjamin ketersediaan bahan pangan yang
beranekaragam secara terus menerus, guna pemenuhan gizi
keluarga.
Pekarangan adalah sebidang tanah yang terletak di sekitar rumah
dan umumnya berpagar keliling. Di atas lahan pekarangan
tumbuh berbagai ragam tanaman. Bentuk dan pola tanaman
pekarangan tidak dapat disamakan, bergantung pada luas tanah,
tinggi tempat, iklim, jarak dari kota, jenis tanaman. Pada lahan
pekarangan tersebut biasanya dipelihara ikan dalam kolom , dan
hewan piaraaan seperti ayam, itik, kambing, domba, kelinci, sapi
dan kerbau. Keragaman tumbuhan dan bintang piaraan inilah
yang menciptakan pelestarian lingkungan hidup pada pekarangan.

Sumber:

.. Diunduh 26/3/2012

PEKARANGAN SEBAGAI
LUMBUNG PANGAN KELUARGA
Fungsi Ekosistem Pekarangan sebagai berikut :
1.Fungsi Lumbung Hidup
Untuk menghadapi musim paceklik, pekarangan biasanya dapat membantu
penghuninya menyediakan sumber pangan yang hidup (lumbung hidup) seperti : tanaman
palawija, tanaman pangan dan hortikultura, hasil binatang peliharaan, dan ikan
2.

Fungsi Warung Hidup


Pekarangan menyediakan berbagai jenis tanaman dan binatang peliharaan yang
setiap saat siap dijual untuk kebutuhan keluarga pemiliknya.
3.

Fungsi Apotik Hidup


Pekarangan menyediakan berbagai jenis tanaman obat-obatan, misalnya sembung,
jeruk nipis, kunir, kencur, jahe, kapulaga dan sebagainya. Tanaman tersebut dapat digunakan
untuk obat-obatan tradisional yang tidak kalah khasiatnya dengan obat-obatan yang diproduksi
secara kimiawi.
4.

Fungsi Sosial
Lahan pekarangan yang letaknya berbatasan dengan tetangga biasanya digunakan
untuk ngumpul-ngumpul hajatan, tempat bermain, berdiskusi, dan kegiatan social lainnya. Hasil
pekarangan biasanya saling ditukarkan dengan hasil pekarangan tetangga untuk menjalin
keeratan hubungan social.
5.

Fungsi Sumber Benih dan Bibit.


Pekarangan yang ditamani berbagai jenis tanaman dan untuk memelihara ternak
atau ikan mampu menyediakan benih atapun bibit baik berupa biji-bijian, stek, cangkok, okulasi
maupun bibit ternak dan benih ikan.
6.

Fungsi Pemberian Keasrian


Pekarangan yang berisi berbagai jenis tanaman, baik tanaman merambat, tanaman
perdu maupun tanaman tinggi dan besar, dapat menciptakan suasana asri dan sejuk.
7.

Fungsi Pemberi Keindahan


Pekarangan yang ditanami dengan berbagai jenis tanaman bunga-bungaan dan
pagar hidup yang ditata rapi akan memberi keindahan dan keteangan bagi penghuninya.

Sumber:

.. Diunduh 26/3/2012

PEKARANGAN SEBAGAI
LUMBUNG PANGAN KELUARGA
. Fungsi Hubungan EKONOMI
Selain fungsi hubungan sosial budaya, pekarangan juga memiliki fungsi hubungan
ekonomi yang tidak kecil artinya bagi masyarakat yang hidup di pedesaan.
Sedikitnya ada empat fungsi pokok yang dipunyai pekarangan, yaitu: sebagai
sumber bahan makanan, sebagai penhasil tanaman perdagangan, sebagai
penghasl tanaman rempah-rempah atau obat-obatan, dan juga sumber bebagai
macam kayu-kayuan (untuk kayu nakar, bahan bangunan, maupun bahan
kerajinan).
Bagi masyarakat pedesaan, pekarangan dapat dipandang sebagai lumbung hidup
yang tiap tahun diperlukan untuk mengatasi paceklik, dan sekaligus juga merupakan
terminal basis atau pangkalan induk yang sewaktu-waktu dapat dimabil
manfaatnya apabila usahatani di sawah atau tegalan mengalami bencana atau
kegagalan akibat serangan hama/penyakit, banjir, kekeringan dan bencana alam
yang lain.
Daftar berbagai macam tanaman di pekarangan petani dikelompokkan menurut
fungsinya. (Sumber: Danoesastro, 1978)

No Golongan Tanaman
.
I
Sumber bahan makanan
tambahan :
1.Tanaman karbohdrat
2.Tanaman sayuran
3.Buah-buahan
4.Lain-lain
II
III
IV

Macam Tanamannya
Ubikayu,
ganyong,
uwi,
gembolo, tales,garut dll.
Mlinjo, koro, nangka, pete.
Pepaya, salak, mangga, jeruk,
duku, jambu, pakel, mundu, dll.
Sirih.

Tanaman perdagangan
Kelapa, cengkeh, rambutan.
Rempah-rempah,
obat- Jahe, laos, kunir, kencur, dll.
obatan.
Kayu-kayuan:
1.Kayu bakar
Munggur, mahoni, lmtoro.
2.Bahan bangunan
Jati, sono, bambu, wadang.
3.Bahan kerajinan
Bambu, pandan, dll.

Sumber:

.. Diunduh 26/3/2012

PEKARANGAN SEBAGAI
LUMBUNG PANGAN KELUARGA
. KEGIATAN PEMANFAATAN PEKARANGAN
Pekarangan sebagian besar hanya dimanfaatkan sebagai penunjang konsumsi
sehari-hari serta belum banyak mempehatikan aspek keragaman dan budidaya.
Untuk mensinergikan antara potensi pekarangan yang ada dengan permasalahan
pangan dan gizi yang terjadi, maka fungsi pemanfaatan pekarangan perlu
ditingkatkan lagi, baik dipedesaan maupun di perkotaan.
Lahan pekarangan yang dikelola secara optimal dapat memberikan manfaat bagi
rumah tangga dan keluarga yang mengelolanya. Lahan pekarangan yang dikelola
dengan baik dapat memberikan manfaat antara lain adanya peningkatan gizi
keluarga, tambahan pendapatan keluarga, lingkungan rumah asri, teratur, indah dan
nyaman.
Tujuan dari pemanfaatan pekarangan adalah :
1.Memenuhi kebutuhan gizi mikro keluarga secara berkesinambungan melalui
pemanfaatan pekarangan.
2.Meningkatkan ketrampilan keluarga tani-nelayan dalam budidaya tanaman, ternak
dan ikan serta pengolahannya dengan teknologi tepat guna.
3.Meningkatkan pendapatan keluarga tani-nelayan mellui kerjasama pemanfaatan
pekarangan dengan berkelompok dalam skal usaha ekonomi.

Lahan pekarangan sudah lama dikenal dan


memiliki fungsi multiguna.
Fungsi pekarangan adalah untuk
menghasilkan : (1) bahan makan sebagai
tambahan hasil dari lahan sawah dan
tegalan; (2) sayuran dan buah-buahan; (3)
unggas, ternak kecil dan ikan; (4) rempah,
bumbu-bumbu dan wangi-wangian; (5)
bahan kerajinan tangan; dan (7) uang tunai.

Sumber:

.. Diunduh 26/3/2012

KONSEP GERAKAN MAKAN BERAGAM, BERGIZI


SEIMBANG DAN AMAN
Pangan beragam dan bergizi seimbang merupakan satu kesatuan konsep
ketahanan pangan bagi setiap orang dan keluarga agar dapat hidup sehat, aktif
dan produktif.
Pangan bergizi belum tentu aman, beragam dan seimbang, sebaliknya pangan
yang beragam belum tentu dikonsumsi seimbang antar kelompok pangan dan
antar waktu makan dalam memenuhi kebutuhan gizi setiap orang dan keluarga.
Dalam konteks penganekaragaman konsumsi pangan, gerakan makan beragam,
bergizi seimbang dan aman pada ibu hamil, menyusui, anak balita dan anak
sekolah dapat dilihat sebagai upaya:
(1)peningkatan pemenuhan kalori masyarakat per kapita untuk mencapai kondisi
ideal,
(2)memberikan pemahaman kepada ibu hamil dan menyusui bahwa pangan
yang dikonsumsi secara beragam, bergizi seimbang dan aman sangat diperlukan
bagi ibu hamil dan menyusui,
(3)untuk menumbuhkan dan menanamkan pola makan sehari-hari yang
beragam, bergizi seimbang dan aman kepada anak sejak usia dini dan
lingkungan keluarga, dan
(4)gerakan ini juga diharapkan dapat mendorong pengenalan, pengkajian dan
pemanfaatan pangan-pangan lokal non-beras sebagai pangan alternatif yang
memiliki nilai gizi dan ekonomi yang tidak kalah dengan beras.

Gizi Seimbang Sebagai Ganti 4 Sehat 5 Sempurna


Prinsip 4S5S dianggap tidak relevan lagi dengan perkembangan ilmu Gizi
karena susunan makan yang terdiri dari 4 kelompok tersebut belum tentu
sehat, karena bergantung pada kecukupan porsi dan variasi zat gizinya.
Misalnya, dalam satu set hidangan sudah terkandung 4 unsur gizi sehat.
Namun ternyata cuma nasi dan sayur saja yang banyak, sedangkan
sumber protein hanya sepotong kecil tempe atau telur dibelah 8 (karena
dibagi rata seluruh keluarga), maka jelas komposisi seperti itu tidak sehat.
Menurut ahli gizi, konsep Gizi Seimbang tidak hanya memperhatikan
sumber zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak, dan air) dan zat gizi
mikro (vitamin dan mineral), tapi juga harus memperhatikan faktor eksternal
seperti usia, aktivitas fisik dan kondisi seseorang, kebersihan, dan berat
badan ideal.
Sumber: PEDOMAN UMUM GERAKAN MAKAN BERAGAM, BERGIZI SEIMBANG DAN AMAN
BAGI IBU HAMIL, MENYUSUI, ANAK BALITA DAN ANAK SEKOLAH (SD/MI)
BADAN KETAHANAN PANGAN DEPARTEMEN PERTANIAN JAKARTA, MARET 2008

KONSEP GERAKAN MAKAN BERAGAM, BERGIZI


SEIMBANG DAN AMAN
Kerangka pikir gerakan makan beragam, bergizi seimbang dan aman pada ibu hamil, menyusui,
anak balita dan anak sekolah (SD/MI) dalam mencapai sasaran yang ditetapkan, dapat
diperhatikan pada gambar :

Sumber: PEDOMAN UMUM GERAKAN MAKAN BERAGAM, BERGIZI SEIMBANG DAN AMAN
BAGI IBU HAMIL, MENYUSUI, ANAK BALITA DAN ANAK SEKOLAH (SD/MI)
BADAN KETAHANAN PANGAN DEPARTEMEN PERTANIAN JAKARTA, MARET 2008

KONSEP GERAKAN MAKAN BERAGAM, BERGIZI


SEIMBANG DAN AMAN
Langkah-langkah operasional, daerah sasaran dan output yang diharapkan dari gerakan makan
beragam, bergizi seimbang dan aman bagi ibu hamil, menyusui, balita dan anak sekolah SD/MI
dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Sumber: PEDOMAN UMUM GERAKAN MAKAN BERAGAM, BERGIZI SEIMBANG DAN AMAN
BAGI IBU HAMIL, MENYUSUI, ANAK BALITA DAN ANAK SEKOLAH (SD/MI)
BADAN KETAHANAN PANGAN DEPARTEMEN PERTANIAN JAKARTA, MARET 2008

KONSEP GERAKAN MAKAN BERAGAM, BERGIZI


SEIMBANG DAN AMAN
Gerakan makan beragam,bergizi seimbang dan aman ini diarahkan pada Desa
Mandiri Pangan dimana:
(a)daerah yang tingkat ketersediaan dan konsumsi energi masih rendah,
(b)daerah miskin dan tertinggal,
(c)daerah yang banyak dijumpai keluarga miskin (pra-sejahtera dan sejahtera-1)
dan hampir miskin (sejahtera-2),
(d)daerah rawan pangan dan
(e)daerah yang memiliki banyak kelompok ibu hamil, menyusui, anak usia dini dan
anak sekolah (SD/MI) yang rawan gizi.
Seleksi lokasi dilaksanakan melalui kerjasama dengan pemerintah daerah
setempat, mengingat mereka lebih mengetahui kondisi wilayah sasaran. Lokasi
sasaran (Kabupaten, Kecamatan dan Desa) adalah Desa Mapan tahun 2006 dan
2007 yang memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Wilayah Kabupaten
Merupakan kabupaten yang rawan pangan
Memiliki Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Perbantuan serta dana
APBD tahun 2007.
Memiliki unit kerja atau institusi yang menangani ketahanan pangan.
2. Wilayah Kecamatan
-Adanya kelembagaan pangan (Tim Pangan Kecamatan).
-Memiliki potensi SDA, sumberdaya pangan lokal dan makanan tradisional
yang dapat dikembangkan.
3. Wilayah Desa
Berada pada Desa Mandiri Pangan.
Adanya kelembagaan pangan/Tim Pangan Desa yang beranggota TPPKK tingkat desa, Posyandu.
Memiliki potensi SDA, pangan lokal dan makanan tradisional yang dapat
dikembangkan.

Sumber: PEDOMAN UMUM GERAKAN MAKAN BERAGAM, BERGIZI SEIMBANG DAN AMAN
BAGI IBU HAMIL, MENYUSUI, ANAK BALITA DAN ANAK SEKOLAH (SD/MI)
BADAN KETAHANAN PANGAN DEPARTEMEN PERTANIAN JAKARTA, MARET 2008

KONSEP GERAKAN MAKAN BERAGAM, BERGIZI


SEIMBANG DAN AMAN
Seleksi penerima manfaat Calon penerima manfaat gerakan makan beragam,
bergizi seimbang dan aman per desa mandiri pangan sebanyak 50 orang. Kriteria
penerima manfaat gerakan makan beragam, bergizi seimbang dan aman adalah:
1.Rumahtangga miskin/ rawan pangan
2.
Pemilihan calon penerima manfaat dilaksanakan dengan
memperhatikan skala prioritas sebagai berikut
(a) Prioritas pertama, ibu hamil 3 bulan atau lebih,
(b) Priortas kedua, ibu menyusui anak yang berumur 0 6 bulan,
(c) Prioritas ketiga, anak yang berumur lebih besar dari 6 bulan sampai
dengan 3 tahun,
(d) Prioritas keempat, anak yang berumur lebih besar dari 3 tahun sampai
dengan 5 tahun,
(e) Prioritas kelima, anak sekolah dasar atau MI.
Cara memilih calon penerima manfaat sebagai berikut:
1.
Dipilih penerima manfaat sebanyak 50 orang per desa dari prioritas
pertama.
2.
Apabila prioritas pertama ternyata kurang dari 50 orang, maka
kekurangannya dapat diambil dari prioritas kedua, dan
3.
Apabila masih belum mencukupi dapat diambil dari prioritas ketiga dan
seterusnya sampai diperoleh jumlah 50 orang peneriman manfaat per desa.
Tetapi apabila prioritas pertama lebih dari 50 orang, maka diseleksi lagi sampai
tinggal 50 orang penerima manfaat per desa dengan skala prioritas sebagai berikut:
1.
Berasal dari keluarga miskin Pra-sejahtera,
2.
Berasal dari keluarga miskin Sejahtera-1,
3.
Berasal dari keluarga hampir miskin (Sejahtera-2).

Sumber: PEDOMAN UMUM GERAKAN MAKAN BERAGAM, BERGIZI SEIMBANG DAN AMAN
BAGI IBU HAMIL, MENYUSUI, ANAK BALITA DAN ANAK SEKOLAH (SD/MI)
BADAN KETAHANAN PANGAN DEPARTEMEN PERTANIAN JAKARTA, MARET 2008

WIDYAKARYA NASIONAL PANGAN DAN GIZI (WNPG) X


Auditorium LIPI Jakarta, 20-21 Nopember 2012
TEMA : Pemantapan Ketahanan Pangan dan Perbaikan Gizi Berbasis
Kemandirian dan Kearifan Lokal

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan
atas pangan menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber
daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional.
Karena itu, pembangunan pangan dan gizi perlu diposisikan sebagai central of
development bagi keseluruhan pencapaian target Millenium Development Goals
(MDGs) yang menjadi komitmen bersama.
Permasalahan pangan dan gizi mengalami perkembangan yang sangat cepat dan
komplek. Perkembangan lingkungan global seperti adanya global climate change
dan meningkatnya harga minyak dunia telah mendorong kompetisi penggunaan
hasil pertanian untuk pangan (food), bahan energy (fuel) dan pakan ternak (feed)
yang makin tajam. Di samping itu, kecenderungan pengabaian terhadap good
agricultural practices dan sumber pangan lokal (biodiversity) dikhawatirkan akan
mengancam ketahanan pangan dan gizi nasional. Perkembangan ini memerlukan
telaah dan respon kebijakan yang lebih menjamin terhadap pengamanan
aksesibilitas pangan masyarakat.
Globalisasi juga mendorong perubahan pola konsumsi pangan masyarakat yang
memerlukan perhatian akan dampaknya terhadap kesehatan. Di samping itu,
adanya berbagai isu di masyarakat seperti permasalahan kekurangan gizi dalam
bentuk gizi kurang dan gizi buruk, masalah kegemukan atau gizi lebih, serta
keamanan pangan juga memerlukan telaah yang komprehensif untuk mencari
solusinya, termasuk aspek revitalisasi kelembagaan pangan dan gizi.
Selama ini, berbagai isu dan permasalahan di atas menjadi bahan pembahasan
dalam forum Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) yang berlangsung
secara periodik setiap empat tahun terutama membahas isu perkembangan iptek
dan solusi pangan dan gizi.

Sumber: http://www.wnpg.org/frm_index.php?pg=informasi/info_umum.php

MANFAATKAN PEKARANGAN RUMAH, PENUHI KEBUTUHAN


PANGAN SECARA MANDIRI
Masih tersedianya lahan di Kecamatan Mijen, membuat Walikota Semarang
menyinggung soal kebutuhan pangan di Kota Semarang. Menurut Walikota, perlu
dilakukan pemanfaatan lahan pekarangan di rumah masing-masing untuk
pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat.
Jika lahan di wilayah Mijen ini dapat dikembangkan, masyarakat tidak perlu ke
pasar karena masih ada pekarangan yang memungkinkan warga untuk menanam
tanaman pangan serperti sayuran, buah-buahan, bahkan untuk beternak.
Mijen, Gunungpati, Tembalang, dan Genuk termasuk dalam daerah pengembangan,
untuk itu pihaknya berharap wilayah tersebut dapat diintensifkan terutama dalam hal
pemanfaatan lahan pekarangan untuk kebutuhan pangan warga.
Saya harap gerakan menanam tanaman pangan di pekarangan ini dapat didukung
warga masyarakat berdasarkan tingkat kebutuhan konsumsi. Eman-eman kalau
punya pekarangan dibiarkan kosong ujar Walikota Semarang.
Menurut Kepala Kantor Ketahanan Pangan, Ir. WP Rusdiana MP, selama ini Kantor
Ketahanan Pangan Kota Semarang juga berupaya untuk meningkatkan konsumsi
sayur, buah dan protein. Konsumsi masyarakat Kota Semarang terhadap unsur
makanan ini masih di bawah rata-rata. Hal ini dikarenakan ketersediaan sayur dan
buah di Kota Semarang sangat terbatas sehingga produksinya tidak mencukupi.
Kebutuhan sayuran masyarakat adalah sebesar 250 gram per kapita per hari
sehingga dibutuhkan sekitar 155.320 ton per tahun. Sedangkan produksi sayuran
pertahun kota Semarang adalah 764,4 ton per tahun, sehingga terdapat kekurangan
sebesar 154.556 ton per tahun.
Solusinya penjual harus memasok dari luar kota untuk memenuhi produksi buah
dan sayur di Kota Semarang. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk memenuhi
kebutuhan sayuran dengan mengoptimakan pekarangan secara terpadu dan
mengurangi ketergantungan dari darah lain untuk mencukupi kebutuhan sayuran
ditingkat rumah tangga supaya mendapatkan pangan yang B2SA (Beragam, bergizi,
seimbang, dan aman).
Pemanfaatan lahan pekarangan rumah dalam mencukupi kebutuhan pangan secara
mandiri tersebut merupakan langkah solusi bijaksana dalam menghadapi tingkat
kebutuhan pangan yang semakin tinggi.

Sumber: http://semarangkota.go.id/cms/index.php?
option=com_content&task=view&id=1902&Itemid=1 .. Diunduh 26/3/2012

AKAR MASALAH KETAHANAN PANGAN


Ada lima akar permasalahan yang menyebabkan kerentanan pangan nasional.
Pertama, tingginya angka kemiskinan;
Ke dua, terbatasnya akses terhadap listrik;
Ke tiga, masih tinggi angka underweight pada balita;
Ke empat, terbatasnya akses jalan untuk roda empat; dan
Ke lima, terbatasnya akses terhadap air bersih.
Akar masalah kerentanan pangan tersebut muncul dalam Peta Ketahanan
Pangan Nasional yang disusun oleh pemerintah. Dari hasil kajian pemetaan
tersebut ada sekitar 100 kabupaten yang ternyata masih rentan Ketahanan
Pangan.
Peta Ketahanan Pangan 2007-2009 itu disusun berdasarkan 13 indikator yang
dikelompokan dalam empat kelompok besar yakni kelompok ketersediaan
pangan, akes pangan, pemanfaatan pangan dan kerentanaan terhadap
kerawanan pangan. Dari hasil pengelompokan tersebut ada kabupaten yang
mempunyai ketahanan pangan cukup baik, tapi juga ada yang mempunyai
kerentanan pangan tinggi.
Dengan informasi yang ada dalam Peta Ketahanan Pangan, akan menjadi
perhatian bagi Pemda dalam prioritas pembangunan. Jadi jawabannya tidak
harus peningkatan produksi, tapi bisa saja
penyebab utamanya adalam persoalan infrastruktur.

Pemerintah melakukan konferensi ketahanan


pangan untuk mensinergikan otoritas pusat dan
daerah; sekaligus memetakan dan mengatasi
masalah rawan pangan di sejumlah daerah.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

. Peta Kerawanan Pangan Kecamatan


Badan Ketahana Pangan Propinsi Jawa Timur telah melakukan pemetaan kerawanan pangan tingkat kecamatan di
seluruh Kabupaten di Jawa Timur pada tahun 2006. Pemetaan kerawanan pangan tersebut menggunakan indikator
FIA (Food Security Atlas). Menurut FIA, Indikator Ketahanan Pangan terdiri dari:
Ketersediaan Pangan
Akses Pangan
Kesehatan dan Gizi
Kerawanan Pangan
1. KETERSEDIAAN PANGAN
Ketersediaan pangan diperoleh dari produksi pangan serealia di suatu wilayah serta kondisi netto ekspor dan impor
yang diperoleh melalui berbagai jalur. Ketersediaan Pangan menggunakan proporsi konsumsi normatif terhadap
ketersediaan netto padi dan jagung yang layak dikonsumsi manusia.
2. AKSES TERHADAP PANGAN DAN PENDAPATAN
Indikator-indikator yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah:
a.
Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan (data estimasi dari BPS)
b.
Persentase kepala rumah tangga yang bekerja kurang dari 15 jam per minggu
c.
Persentase kepala rumah tangga yang tidak tamat pendidikan dasar
d.
Persentase rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas listrik
e.
Panjang jalan per kilometer persegi
3. PEMANFAATAN/PENYERAPAN PANGAN
Pemanfaatan/penyerapan pangan meliputi infrastruktur kesehatan dan akibat yang ditimbulkan (outcome) dilihat dari
aspek nutrisi dan kesehatan. Selain ke dua indikator ini, data Perempuan Buta Huruf dimasukkan di sini, yang secara
global diakui sebagai indikator yang menjelaskan proporsi yang signifikan dari tingkat malnutrisi pada anak
% Rumah tangga yang tinggal lebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan
Populasi per dokter yang disesuaikan dengan kepadatan penduduk
% Anak yang tidak diimunisasi secara lengkap (4 jenis imunisasi
% Rumah tangga tanpa akses ke air bersih
Angka harapan hidup waktu lahir
% Anak dengan berat badan di bawah standar
Tingkat kematian Bayi (IMR)
% Perempuan buta huruf
4. KERENTANAN PANGAN
Dimensi ini mencerminkan kondisi rawan pangan sementara (transient) dan resiko yang disebabkan oleh faktor
lingkungan, yang mengancam kelangsungan kondisi tahan pangan baik pada jangka pendek maupun jangka panjang.
Indikator yang digunakan adalah fluktuasi curah hujan, persentase penutupan hutan terhadap luas total wilayah,
persentase lahan yang rusak terhadap luas total wilayah, dan persentase luas panen tanaman padi yang rusak akibat
kekeringan, banjir, longsor dan hama (daerah puso).
Persentase daerah hutan (PDH)
Persentase daerah puso (PDP)
Daerah rawan longsor & banjir (DLB)
Penyimpangan curah hujan (DCH)

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

KREDIT KETAHANAN PANGAN


Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia untuk
mempertahankan hidup dan kehidupan. Pembangunan ketahanan pangan sesuai
amanat Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, bertujuan untuk
mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga, dalam jumlah yang
cukup, mutu, dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh
setiap individu.
Istilah ketahanan pangan (food security) didefinisikan sebagai akses dari semua
penduduk di suatu negara/wilayah untuk memenuhi konsumsi kebutuhan dasar
makanan yang cukup, yang dibutuhkan untuk bisa hidup secara layak (aktif dan
sehat). Dalam hal ini, elemen terpenting dari ketahanan pangan yaitu ketersediaan
pangan dan kemampuan untuk memperoleh kebutuhan makanan yang paling
esensi.
Kerawanan pangan (food insecurity) diartikan sebagai kurangnya akses untuk
kebutuhan makanan yang memadai. Secara konseptual, terdapat dua jenis
kerawanan pangan, yaitu kronis dan sementara (chronic and transitory food
insecurity).
Kerawanan pangan kronik (Chronic Food Insecurity) merupakan situasi ketika
sekelompok penduduk mengalami ketidakmampuan atas kebutuhan dasar gizi
(minimum dietary needs) secara terus menerus yang umumnya disebabkan oleh
ketidakmampuan untuk memperoleh kebutuhan pokok makanan. Insiden
kerawanan pangan kronis ini mempengaruhi rumah tangga-rumah tangga yang
secara konsisten mempengaruhi kemampuan yang sangat terbatas baik untuk
membeli kebutuhan pangan yang cukup maupun untuk memproduksinya sendiri.
Kerawanan pangan sementara (Transitory Food Insecurity) merupakan penurunan
atau gangguan mendadak namun bersifat sementara pada akses
penduduk/rumah tangga-rumah tangga terhadap kebutuhan pangan yang cukup.
Situasi seperti ini biasanya berkaitan dengan komoditi makanan pokok, produksi
pangan dan rata-rata tingkat pendapatan rumah tangga. Dalam kondisi yang
terburuk kerawanan pangan bisa menjurus ke bencana kelaparan.
Biasanya kerawanan pangan dialami oleh para penduduk yang bertempat tinggal di
daerah kering atau daerah yang lahannya miskin, daerah dengan kondisi
agroklimatnya membatasi produksi pertanian.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

KREDIT KETAHANAN PANGAN


Kondisi ekosistem di suatu daerah ternyata juga berperan dalam menentukan pola
ketahanan pangan yang unik, sebagai bentuk adaptasi penduduknya terhadap
lingkungan fisik yang mempunyai beberapa kendalam bagi usaha-usaha
pertaniannya, seperti di Kabupaten Kupang yang dicirikan oleh ekosistem lahan
kering tadah hujan.
Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat , Kabupaten Kupang
memiliki tiga penyangga ketersediaan pangan, yaitu :
1.Usaha tani ladang (jagung, ketela pohon, dan kacang-kacangan). Produksi usaha
tani ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (pada dasarnya
pola hidup masyarakatnya berorientasi pada kebutuhan hidup sehari-hari dan tidak
berorientasi pada pasar).
2.Bila penyangga pertama runtuh (seperti karena ada paceklik) maka mereka masih
memiliki penyangga kedua yaitu ternak besar (terutama sapi, kerbau, dan kuda).
Mereka masih mampu menjual ternaknya untuk memperoleh kebutuhan pangan.
3.Bila penyanggah kedua ini tidak berhasil maka masyarakat masih memiliki
peyanggah ketiga, yaitu tanaman pangan yang tersedia di hutan (non budidayaliar)
seperti: ubi hutan berbentuk bulat sebesar kelereng dan berwarna hitam, talas liar,
dan lain-lain.
Dalam upaya mengembangkan usahatani masyarakat, modal menjadi salah satu
komponen yang snagat penting. Modal usahatani ini dapat diperoleh dari berbagai
program kredit pertanian. Selama ini, program kredit usahatani, khususnya padi dan
palawija, telah mengalami beberapa kali perubahan kebijakan.
Setelah terjadinya tunggakan yang tinggi pada kredit Bimas/Inmas akibat puso pada
tahun 1970-an dan awal 1980-an, pada tahun 1985 pemerintah mengeluarkan
program Kredit Usaha Tani (KUT) yang menggunakan pendekatan kelompok.
Program KUT ternyata juga mengalami kemacetan dengan total tunggakan sekitar
23 % dari realisasi kredit Rp 1,184 triliun yang disalurkan hingga musim tanam
1997/1998. Meskipun demikian, sejak tahun 1998 pemerintah mengubah KUT
dengan sistem baru dan plafon ditingkatkan secara drastis, yaitu lebih dari 13 kali
lipat menjadi Rp 8,4 triliun. Bank tidak lagi menjadi executing agent tetapi hanya
sebagai channeling agent. Fungsi executing agent digantikan oleh Departemen
Koperasi dan PKM (Pengusaha Kecil dan Menengah) yang melibatkan koperasi dan
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dalam pelaksanaannya.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

PENANGANAN DAERAH RAWAN PANGAN


Rawan Pangan
Rawan pangan adalah kondisi suatu wilayah/daerah, masyarakat atau rumah
tangga yang tidak menpunyai akses secara fisik (ketersediaan) dan ekonomi (daya
beli) untuk memperoleh pangan yang cukup dalam jumlah, mutu, beragam dan
aman untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan
kesehatan.
Mengacu kepada konsep ketahanan pangan dalam UU No. 7 tahun 1996 tentang
pangan yaitu :
a. Tidak adanya kasus secara fisik maupun ekonomi bagi individu/rumah tangga
untuk memperoleh pangan yang cukup.
b. Tidak terpenuhinya pangan secara cukup dalam jumlah, mutu, beragam, aman
dan terjangkau.
c. Tidak tercukupnya pangan untuk kehidupan yang produktif individu/rumah
tangga.

Rawan pangan terdiri dari :


Rawan pangan Kronis
Suatu keadaan rawan pangan berkelanjutan yang terjadi sepanjang waktu,
disebabkan karena keterbatasan Sumber Daya Alam (SDA) dan keterbatasan
kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam mengakses pangan dan gizi.
Rawan Pangan Transien
Suatu keadaan rawan pangan yang bersifat mendadak dan sementara yang
disebabkan oleh kejadian berbagai musibah yang tidak dapat diduga sebelumnya,
seperti: bencana alam (gempa bumi, gunung meletus, banjir bandang, tsunami) dan
konflik sosial.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI (SKPG)


Pengertian SKPG :
Merupakan suatu system pendeteksian dan pengelolaan informasi yang berjalan
terus menerus tentang situasi pangan dan gizi, yang dianalisis berdasarkan
indicator pertanian, kesehatan dan kemiskinan.
Informasi program pencegahan dan penanggulangan rawan pangan dan gizi.

Hasil Analisis SKPG yang digunakan :


a. Pencegahan Rawan Pangan
Dengan cara peramalan produksi pangan dan gizi
Hasil pemetaan, untuk mengetahui tingkat resiko rawan pangan kronis
Penanganan rawan pangan kronis, dilakukan melalui intervensi jangka menengah
dan jangka panjang.

b. Penanggulangan Rawan Pangan


-

Dengan cara pemetaan situasi pangan dan gizi


Hasil pemetaan, untuk mengetahui tingkat resiko
rawan pangan kronis.

Penanganan rawan pangan kronis, dilakukan melalui


intervensi jangka menengah dan jangka panjang.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

INVESTIGASI KEJADIAN RAWAN PANGAN


Adalah kegiatan peninjauan ke tempat kejadian rawan pangan untuk melihat
langsung dan melakukan cross check terhadap kejadian rawan pangan dan gizi,
sekaligus mengumpulkan data dan informasi guna mengidentifikasi permasalahan,
sasaran penerima manfaat, serta jenis bantuan yang diperlukan.
Investigasi digunakan untuk penetapan kriteria sasaran penerima manfaat.
Kriteria Sasaran Penerima Manfaat
1.
2.
a.
b.
c.

Kecamatan resiko tinggi berdasarkan hasil pemetaan SKPG


Desa resiko tinggi berdasarkan:
Indikator pertanian (tingkat produksi pangan <50% dari kebutuhan)
Indikator kesehatan (>5% balita mengalami gizi kurang dan gizi buruk)
Indikator kemiskinan (>30% kk miskin menurut BPS)

3.

Penerima Manfaat :
a. Petani yang mengalami kerusakan/gangguan usaha tani
b. Balita yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk
c. Masyarakat yang terkena bencana alam dan konflik social

4. Kejadian Luar Biasa (KLB) Rawan Pangan


KLB rawan pangan merupakan kejadian rawan pangan kronis maupun transien
yang menyebabkan sebagian besar (50%) masyarakat dari suatu wilayah
mengalami gangguan dalam mengakses pangan dengan kriteria:
1. Kerusakan infrastruktur distribusi pangan (> 50%)
2. Kerusakan usaha tani (> 30%)
3. Minimnya cadangan pangan (+ 2 bln)
4. Tingginya angka status gizi kurang da gizi buruk (10%)
5. Waktu recovery relatif lama (> 2 tahun)

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

Intervensi untuk Rawan Pangan


Tindakan yang dilakukan oleh pemerintah bersama-sama masyarakat dalam
menanggulangi kejadian rawan pangan transien maupun kronis, untuk mengatasi
masyarakat yang mengalami kerawanan pangan sesuai dengan kebutuhannya
secara tepat dan cepat.
Jenis Intervensi
a. Intervensi Jangka Pendek
Untuk menanggulangi rawan pangan transien (tanggap darurat)
Jenis bantuan
: bahan pangan
Jangka waktu
: 3 bulan
Sumber dana
: APBN, APBD, masyarakat
Pelaksana
: Pusat, Propinsi, Kabupaten
Sasaran
: Masyarakat yang mengalami musibah/

bencana

Untuk mencegah gejala penurunan produksi pangan dan gejala gizi kurang (hasil
peramalan SKPG)
Penurunan Produksi
Jenis bantuan
: bahan saprodi
Jangka waktu
: 3 bulan
Sumber dana
: APBN, APBD, masyarakat
Pelaksana
: Propinsi, Kabupaten
Sasaran
: Balita gizi kurang dan gizi buruk
b. Intervensi Jangka Menengah
Untuk menanggulangi rawan pangan kronis resiko tinggi
Jenis bantuan : bahan pangan untuk padat karya (food for work), Saprodi, modal
kerja (PUMK)
Jangka waktu : 3 6 bulan
Sumber dana : APBN, APBD, masyarakat
Pelaksana
: Propinsi, Kabupaten
Sasaran : Petani, masyarakat yang bekerja untuk perbaikan sarana pedesaan.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

PETA KERAWANAN PANGAN

Permasalahan kerawanan pangan yang bersifat kronis dan transien di Indonesia


perlu ditangani dengan lebih serius dan terprogram dengan baik.
Kerawanan pangan yang bersifat khronis (chronic food insecurity) memerlukan
penanganan jangka panjang, sedangkan kerawanan pangan yang bersifat
transien (transient food insecurity) terjadi akibat adanya bencana alam: banjir,
gempa bumi, tsunami, kekeringan, letusan gunung berapi dan tanah longsor di
daerah yang berpotensi atau rentan terhadap bencana alam, memerlukan
penanganan jangka pendek. Sejalan dengan ikrar yang dirumuskan dalam
World Food Summit (WFS) tahun 1996 di Roma, diharapkan dari 800 juta
penduduk dunia yang saat ini masih mengalami kelaparan dapat dikurangi
separuhnya pada tahun 2015.
Agar dapat mewujudkan harapan dari hasil WFS tersebut, Indonesia
menyikapinya dengan upaya tahap awal yaitu mengidentifikasi daerah rawan
pangan di tingkat kabupaten di seluruh Indonesia. Pada saat ini daerah kota
belum disertakan dalam pembuatan peta. Untuk membuat perbandingan antarkabupaten, digunakan tiga indicator makro untuk menetapkan daerah rawan
pangan, yaitu ketersediaan pangan, penyerapan pangan dan konsumsi pangan.
Ketiga indikator tersebut digunakan untuk menetapkan kabupaten sasaran yang
didokumentasikan dalam peta kerawanan pangan/ food insecurity atlas (FIA),
yang selanjutnya dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan prioritas
daerah rawan pangan dalam perumusan kebijakan di tingkat pusat, propinsi
maupun kabupaten untuk program pangan yang efektif karena dengan
menggunakan FIA berarti perumus kebijakan telah memanfaatkan informasi
ketahanan pangan yang akurat dan tertata dengan baik.
FIA Indonesia ini merupakan hasil kerja sama dari sekretariat Dewan Ketahanan
Pangan, Departemen Pertanian dengan World Food Programme (WFP) di mana
dilibatkan pula beberapa nara sumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Badan
Urusan Logistik (Bulog), Departemen Kesehatan (Depkes), Badan Ketahanan
Pangan propinsi, Badan Bimas Ketahanan Pangan (BBKP).

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

FAKTOR RAWAN PANGAN


Tujuan utama pembuatan peta kerawanan pangan adalah:
Menyoroti titik-titik rawan pangan tingkat kabupaten di Indonesia berdasarkan indikator
terpilih,

Mengidentifikasi penyebab kerawanan pangan di suatu kabupaten, dan

Menyediakan petunjuk dalam mengembangkan strategi mitigasi yang tepat


untuk kerawanan pangan kronis.
Tiga faktor utama yang dianggap sangat berpengaruh terhadap kerawanan pangan kronis
(chronic food insecurity) adalah:
a.

Faktor Ketersediaan Pangan (Food Availibility)


Faktor ketersediaan pangan diwakili oleh variabel kebutuhan konsumsi per
kapita normatif terhadap ketersediaan serealia (padi + jagung + ubi jalar + ubi kayu) (per
capita normative consumption to net cereal availibility ratio).
b.
Access)

Faktor Akses Terhadap Pangan dan Mata Pencaharian (Food and Livelihoods

Faktor akses terhadap pangan, diwakili oleh 3 variabel yang berkorelasi kuat,
yaitu: persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan (percentage of people
below poverty line), persentase rumah tangga yang tidak dapat mengakses listrik (percentage
of people without access to electricity), dan persentase infrastruktur desa yang tidak memiliki
daya hubung yang memadai (percentage of villages with inadequate connectivity).
c.

Faktor Penyerapan Pangan (Utilization)


Faktor penyerapan pangan, diwakili oleh 6 variabel yang berkorelasi kuat yaitu:
angka kematian bayi waktu lahir/infant mortality rate (IMR), umur harapan hidup pada saat
lahir (life expectancy at birth), persentase anak yang kurang berat (children underweight),
persentase penduduk tanpa akses ke air bersih (percentage of population withaut access to
safe drinking water), persentase penduduk yang tinggal > 5 km dari Puskesmas (percentage
of people living more than 5 km away from Puskesmas), dan persentase wanita yang buta
huruf (percentage of female illiteracy).

Mengacu pada sifat kerawanan pangan yang bersifat sementara (transient food
insecurity), dapat digunakan empat indikator kerawanan pangan, yaitu:
1.Persentase area tak berhutan,
2.Persentase area yang terkena puso,
3.Persentase daerah yang rawan terhadap bencana banjir dan tanah longsor
(percentage of villages affected by flood and landslide)
4.Penyimpangan Pola hujan dan curah hujan.

Sumber:

.. Diunduh 26/3/2012

METODOLOGI PENGHITUNGAN INDIKATOR


Peta kerawanan pangan komposit merupakan gabungan dari ketiga aspek/dimensi
ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan, akses terhadap pangan, dan
penyerapan pangan. Dalam analisis untuk pemetaan rawan pangan, digunakan
sejumlah indeks dari ketiga kelompok indicator tersebut.
Adapun range indeks dari kerawanan pangan komposit adalah sebagai berikut.
Score dibuat dengan menghitung indeks komposit kerawanan pangan dengan
menggunakan metode principal component analysis, dengan total score factor
bernilai dari 0 sampai dengan 1, di mana nilai score semakin mendekati nilai 1
dianggap semakin rawan sebagai berikut.

Score

Kriteria

Gradasi Warna

Prioritas

> 0.8

Sangat rawan pangan

Merah tua

0,64 - < 0,8

Rawan pangan

Merah

0,48 - < 0,64

Agak rawan pangan

Merah muda

0,32 - < 0,48

Cukup tahan pangan

Hijau muda

0,16 - < 0,32

Tahan pangan

Hijau

< 0,16

Sangat tahan pangan

Hijau tua

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

INDIKATOR PEMETAAN DAERAH RAWAN PANGAN

Indikator yang berasal dari BPS:


a.
Konsumsi makanan sereal perkapita per hari (Susenas),
b.
Persentase penduduk di bawah garis kemiskinan (Analisa Statistik),
c.
Persentase rumah tangga yang tidak mengakses listrik (Susenas),
d.
Persentase rumah tangga yang tidak mengakses air bersih (Susenas),
e.
Persentase wanita buta huruf (Susenas),
f.
Persentase penduduk yang tinggal > 5 Km dari Puskesmas (Podes),
dan
g.
Persentase infrastruktur desa yang tidak memiliki daya hubung yang
memadai (Podes).
Indikator yang digunakan bersumber dari hasil olahan Depkes:
a. Persentase anak kurang gizi,
b. Umur harapan hidup, dan
c. Angka kematian bayi waktu lahir (IMR).

Indikator yang digunakan bersumber dari BMG dan


Departemen Pertanian:
a.
Persentase area tak berhutan,
b.
Persentase area yang terkena puso,
c.
Persentase daerah yang rawan terhadap
bencana banjir dan tanah longsor, dan
d.
Penyimpangan curah hujan.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

URGENSI PENANGANAN RAWAN PANGAN

Ada sejumlah anggota masyarakat di berbagai daerah, dan beberapa keluarga, mengalami
kerawanan pangan dan gizi buruk.
Penanganan kerawanan pangan dan gizi buruk sangat urgen untuk dilakukan, karena
berdasarkan peta kerawanan pangan ternyata ada 100 kabupaten yang rawan pangan dan
memerlukan penanganan secara komprehensif.
Kondisi kerawanan pangan dapat dibedakan menjadi kerawanan pangan kronis dan
transien. Kerawanan pangan kronis, jika terjadi berkelanjutan sepanjang waktu; karena
keterbatasan kemampuan SDM, sumber daya alam dan sumber daya kelembagaan,
sehingga menyebabkan kondisi masyarakat menjadi miskin.
Untuk mengetahui apakah suatu masyarakat dalam kondisi rawan pangan kronis dapat
dilihat dari 10 indikator yang tercakup dalam tiga aspek, yaitu:
1.Aspek ketersediaan pangan dengan indikator konsumsi normatif per kapita terhadap
rasio ketersediaan bersih padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar.
2.Aspek akses pangan dan matapencaharian, dengan indikator; persentase penduduk yang
hidup di bawah garis kemiskinan; persentase desa tidak memiliki akses penghubung yang
memadai, dan persentase penduduk tanpa akses listrik.
3.Aspek kesehatan dan gizi dengan indikator angka harapan hidup saat lahir, berat badan
balita dibawah standar; perempuan buta huruf; angka kematian bayi; penduduk tanpa akses
ke air bersih dan dan persentase penduduk yang tinggal lebih dari 5 km dari puskesmas.
Kerawanan pangan transien merupakan keadaan kerawanan pangan yang disebabkan
oleh kondisi yang tidak terduga, karena adanya berbagai musibah, bencana alam,
kerusuhan, musim yang menyimpang dan keadaan lain yang bersifat mendadak.
Untuk mengetahui apakah suatu daerah mengalami kerawanan pangan transien dapat
dilihat dari empat indikator, yaitu :
(1)persentase daerah tak berhutan,
(2)daerah puso,
(3)daerah rawan longsor dan banjir
(4)fluktuasi/penyimpangan curah hujan.
Terjadinya kerawanan pangan, baik kronis maupun transien, harus secepatnya mendapat
perhatian dan bantuan pemerintah. Jika tidak segera ditangani dengan baik, dikhawatirkan
akan berdampak negatif terhadap masyarakat yang mengalaminya. Misalnya, terjadi
penurunan tingkat kesehatan, kelaparan, gizi buruk sampai kematian.
Melihat masih adanya kerawanan pangan di Tanah Air, untuk mencegah dan
menanggulanginya perlu strategi yang tepat dan komprehensif.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

BAGAIMANA MENGATASI KERAWANAN PANGAN ?


Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi kerawanan pangan
adalah:
Pertama, pemerintah daerah harus mempunyai komitmen yang tinggi dalam membangun
ketahanan pangan. Jika sebagian masyarakat dalam satu wilayah terjadi kerawanan pangan
dan gizi buruk, bisa dikatakan daerah tersebut belum berhasil membangun ketahanan
pangannya. Karena itu, agar pembangunan ketahanan pangan di daerah bisa terlaksana
dengan baik, komitmen yang tinggi saja belum cukup, tetapi harus diikuti dan didukung
dengan kelembagaan yang mantap dan bisa bersinergi dengan pemangku kepentingan di
bidang pangan lainnya, serta tersedianya dana untuk mengoperasionalkan kegiatan yang
sudah dirancang.
Ke dua, revitalisasi kelembagaan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) dan
kelembagaan masyarakat lainnya. Hal tersebut sangat penting dilakukan, karena SKPG
merupakan suatu sistem pendeteksian secara dini dalam pengelolaan informasi tentang
situasi pangan dan gizi yang berjalan terus menerus. Hal ini harus menjadi tugas utama
pemerintah daerah. Informasi yang dihasilkan sangat penting sebagai dasar dalam
perencanaan, penentuan kebijakan, koordinasi pelaksanaan program dan kegiatan penanggulangan kerawanan pangan dan gizi. Kelembagaan lain yang tidak kalah pentingnya untuk
direvitalisasi adalah pusat kesehatan masyarakat, kegiatan posyandu dan sebagainya yang
peranannya dalam memberikan pelayanan kesehatan sangat dekat dengan masyarakat,
terutama bagi wanita hamil, ibu-ibu menyusui dan balita. Kegiatan pemberian makanan
tambahan anak sekolah (PMTAS) pun perlu terus dilakukan, terutama terhadap anak-anak
sekolah dasar dan pra sekolah.
Ke tiga, pemberdayaan masyarakat. Kelembagaan nonformal yang tumbuh dan berkembang
dengan baik sampai di pedesaan seperti kelompok wanita (pemberdayaan kesejahteraan
keluarga, kelompok wanita tani dan lainnya) sangat penting dilibatkan dalam memperbaiki
tingkat kesehatan dan gizi masyarakat/keluarga. Karena itu, kegiatan-kegiatan seperti
pemanfaatan lahan pekarangan dengan pertanian terpadu, tanaman obat, sayur-sayuran dan
buah-buahan perlu terus dikembangkan. Dengan begitu dapat meningkatkan pendapatan dan
ekonomi rumah tangga. Hal yang tidak kalah penting dalam pemberdayaan masyarakat ini
adalah pentingnya tokoh-tokoh masyarakat dan pemuka agama untuk dilibatkan dalam
pemantapan ketahanan pangan rumah tangga. Melalui ceramah yang ditujukan terutama
kepada bapak-bapak diharapkan pemahaman tentang pangan dan gizi masyarakat akan
meningkat, sehingga anak-anak yang masih dalam proses pertumbuhan dan ibu-ibu hamil
atau menyusui mendapat prioritas dalam mengonsumsi makanan yang lebih beragam dan
bergizi seimbang.
Ke empat, pembangunan lumbung pangan desa. Untuk menjaga agar ketersediaan pangan di
suatu wilayah dapat selalu terjamin kecukupan pangannya, pemerintah daerah harus
berperan aktif menginisiasi dan memfasilitasi pembangunan lumbung pangan desa, beserta
kelembagaan dan manajemennya. Keberadaan lumbung-lumbung desa ini sangat penting dan
strategis nilainya, terutama di saat membantu para petani dan keluarganya menghadapi masamasa paceklik, di mana harga bahan pangan cenderung selalu meningkat.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

SISTIM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI (SKPG)


Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) adalah sistem informasi
yang dapat digunakan sebagai alat bagi pemerintah daerah untuk
mengetahui situasi pangan dan gizi masyarakat.

Apa tujuan SKPG ?


SKPG bertujuan untuk:
Mengetahui lokasi (kecamatan dan desa) yang mempunyai risiko rawan
pangan dan gizi
Memantau keadaan pangan dan gizi secara berkesinambungan.
Merumuskan usulan tindakan jangka pendek dan jangka panjang.

Apa manfaat SKPG ?


1. Bagi Kepala Daerah:
Sebagai dasar menetapkan kebijakan penanggulangan masalah pangan
dan gizi dalam:
Menentukan daerah prioritas.
Merumuskan tindakan pencegahan terhadap ancaman krisis pangan dan
gizi.
Mengalokasikan sumberdaya secara lebih efektif dan efisien.
Mengkoordinasikan program lintas sektor.
2. Bagi pengelola program:
Penetapan lokasi dan sasaran.
Menyusun kegiatan terpadu sesuai dengan tugas pokok dan fungsi sektor.
Proses pemantauan pelaksanaan.
Pelaksanakan kerjasama lintas sektor.
Mengevaluasi pelaksanaan program.
a.
b.
c.

3.
Bagi masyarakat
Kemungkinan kejadian krisis pangan di masyarakat dapat
dicegah.
Ketahanan pangan ditingkat rumah tangga meningkat.
Melindungi golongan rawan dari keadaan yang dapat
memperburuk status gizi.

Sumber:

.. Diunduh 28/3/2012

SISTIM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI (SKPG)


Apa keluaran SKPG ?
Keluaran SKPG disuatu Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:
1.
Tersedianya Peta kecamatan daerah rawan pangan dan gizi.
2.
Adanya ramalan produksi dan ketersediaan makanan pokok.
3.
Diketahuinya perkembangan pola konsumsi dan status gizi.
4.
Adanya rumusan kebijakan bidang pangan dan gizi.
Apa indikator SKPG ?
1.
a.
b.
c.

Produksi Pangan.
Luas Tanam (LT).
Luas Kerusakan (LK).
Luas Panen (LP)

2. Non Pangan, dikembangkan oleh daerah


3. Harga Pangan.
a.
Harga Produsen.
b.
Harga Konsumen.
4. Indikator Konsumsi Pangan.
Perubahan jenis, frekuensi, jumlah makanan pokok.
5. Indikator Status Gizi.
a.
Prevalensi Gizi Kurang balita
b.
Pertumbuhan Balita (SKDN).
c.
Kasus Gizi Buruk dari pemantauan KLB gizi oleh TPG.
6. Indikator Keluarga Miskin
- Proporsi keluarga miskin
7.

Indikator lokal dikembangkan sesuai dengan keadaan daerah

Sumber:

.. Diunduh 28/3/2012

SISTIM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI (SKPG)


Indikator SKPG dikategorikan dalam 3 (tiga) kelompok utama yaitu:
1. indikator untuk pemetaan situasi pangan dan gizi 1 tahun di kecamatan, kabupaten/kota,
provinsi maupun nasional dengan menggunakan 3 indikator yang digabungkan secara komposit
yaitu: a) indikator pertanian, dengan memperhatikan bahwa potensi pertanian pangan antar
wilayah sangat beragam maka akan didekati dengan beberapa alternatif yang mungkin dan cocok
diterapkan pada suatu wilayah pengamatan, b) indikator kesehatan yaitu Prevalensi Kekurangan
Energi Protein (KEP) dan c) indikator sosial yaitu persentase keluarga miskin.
2. Indikator untuk peramalan produksi secara periodik (bulanan, triwulan, musiman atau tahunan)
khusus untuk kondisi produksi pertanian yaitu: luas tanam, luas kerusakan, luas panen dan
produktivitas
3. Indikator untuk pengamatan gejala kerawanan pangan dan gizi yaitu: kejadian-kejadian yang
spesifik lokal (indikator lokal) yang dapat dipakai untuk mengamati ada/tidaknya gejala rawan
pangan dan gizi.

Indikator Sistim Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

PETA KERAWANAN PANGAN


Instrumen lain yang DAPAT digunakan untuk memotret ketahanan pangan suatu
wilayah adalah Peta Kerawanan Pangan atau Food Insecurity Atlas (FIA).
Peta Kerawanan Pangan disusun berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan
dengan menggunakan beberapa indikator yang telah ditetapkan.
Indikator tersebut dikelompokkan ke dalam empat aspek kerawanan
pangan yaitu: (1) ketersediaan pangan (food availability), (2) akses pangan (food
and livelihoods acsess), (3) kesehatan dan gizi (health and nutrition), (4) kerawanan
pangan sementara (transient food insecurity).
Tujuan pembuatan peta kerawanan pangan FIA adalah:
1.menyoroti titik-titik rawan pangan tingkat kabupaten di Indonesia berdasarkan
indikator terpilih,
2.mengidentifikasi penyebab kerawanan pangan di kabupaten,
3.menyediakan petunjuk dalam mengembangkan strategi mitigasi yang tepat untuk
kerawanan pangan kronis.
Kegiatan pemetaan dengan pendekatan FIA menggunakan 14 indikator,
terbagi ke dalam dua klasifikasi, yaitu indikator kronis dan transien.

Pemetaan Kerawanan Pangan

Pemetaan di tingkat nasional hanya menggunakan 10 indikator


yang meliputi aspek ketersediaan, aspek akses pangan dan mata
pencaharian dan aspek kesehatan dan gizi.
Sedangkan untuk tingkat provinsi menggunakan ke 14 indikator
tersebut dimana terdiri dari 10 indikator untuk pemetaan pada
wilayah rawan pangan kronis dan 4 indikator (aspek kerentanan)
untuk pemetaan rawan pangan transien.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

Indikator Peta Kerawanan Pangan Indonesia (FIA)

Pentingnya Menganalisis Ketersediaan Pangan


Pangan merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia setiap saat, baik kuantitas
maupun kualitas, aman, bergizi dan terjangkau daya beli masyarakat. Kekurangan
pangan tidak hanya dapat menimbulkan dampak sosial, ekonomi, bahkan dapat
mengancam keamanan sosial. Oleh karena itu, untuk mengatasi kesenjangan antara
ketersediaan dan kebutuhan pangan masyarakat, perlu dilakukan persamaan persepsi
tentang instrument analisis yang digunakan para aparat di daerah, yang difasilitasi
melalui kegiatan Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan.
Hasil analisis ketersediaan pangan, diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam
penyusunan kebijakan ketersediaan pangan dan sekaligus sebagai salah satu bahan
pertimbangan dalam memulai suatu program aksi agar tepat sasaran.
(SUMBER: http://bkp.deptan.go.id/node/183)

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

Indikator Peta Kerawanan Pangan Indonesia (FIA)

Indikator Peta Kerawanan Pangan Indonesia (FIA)

Surplus Beras Terus Menurun. Indonesia Terancam Rawan Pangan?


Akibat Elnino, surplus beras sejak tiga tahun terakhir terus mengalami
penurunan dari 6,7 persen tahun 2009 menjadi 1,17 persen tahun 2010.
Demikian diungkapkan Direktur Badan Urusan Logistik (Bulog) Sutarto
Alimoeso, Jumat (1/10).
Target surplus beras di Indonesia tahun 2010 sebesar 3,2 persen, tetapi
hingga saat ini surplus beras hanya 1,17 persen. Selain El-nino kata dia,
ada faktor lain yang menyebabkan target surplus nasional meleset.
Ternyata El-nino berpengaruh pada peningkatan serangan hama. Karena
setelah itu terjadi kemarau yang basah yang menyebabkan peningkatan
serangan hama itu.

Sumber: http://rimanews.com/read/20101001/3108/surplus-beras-terusmenurun-indonesia-terancam-rawan-pangan.. Diunduh 27/3/2012

ANALISIS RAWAN PANGAN TINGKAT DESA


Aspek yang diamati berkenaan dengan analisis kerawanan pangan ditingkat desa adalah :
1. Ketersediaan Pangan
2. Akses Pangan dan Mata pencaharian
3. Kesehatan dan Gizi
4. Kerentanan Pangan

Aspek Ketersediaan Pangan


Aspek ini melihat kemampuan suatu daerah untuk menghasilkan pangannya sendiri. Potensi
sumberdaya yang dimiliki setiap daerah berbedabeda. Ada yang menjadi sentra tanaman pangan
sementara daerah yang lain menjadi sentra tanaman hortikultura, perkebunan dan lain-lain.
Perbedaan potensi produksi pertanian ini tentunya sangat terkait dengan kondisi iklim dan cuaca
serta kondisi tanah yang sangat spesifik pada masingh-masing daerah.
Aspek ketersediaan pangan diukur dari rasio antara konsumsi pangan normatif dengan
ketersediaan pangan yang dihasilkan suatu daerah. Konsumsi pangan normatif di peroleh dengan
mengasumsikan konsumsi per kapita per hari adalah 300 gram per orang per hari.
Rasio antara konsumsi pangan normatif dengan ketersediaan ini sekaligus merupakan ukuran
yang menunjukkan proporsi dari ketersediaan yang digunakan untuk konsumsi.
Indikator Daerah Rawan Pangan: Aspek Ketersediaan

Hubungan Status Gizi dengan


Ketersediaan Pangan
Hubungan Status Gizi dengan Ketersediaan pangan dapat ditunjukkan oleh
konsep yang dikeluarkan oleh Unicef bahwa ketersediaan pangan yang cukup
di tingkat rumah tangga akan mempengaruhi dikonsumsi makanan semua
anggota keluarga dan selanjutnya status gizi yang baik atau seimbang dapat
diperoleh tubuh untuk tumbuh kembang, aktifitas, kecerdasan, pemeliharaan
kesehatan, penyembuhan penyakit dan proses biologis lainnya.
Akibat yang terjadi bila status gizi tidak didukung oleh ketersediaan pangan
ditingkat rumah tangga adalah Gizi Buruk. Bukan Gizi Buruk, yang pertamatama terjadi ketika dirumah tangga tidak ada pangan atau makanan untuk
dimakan adalah Lapar .
Kelaparan adalah Rasa tidak enak dan sakit akibat kurang atau tidak makan,
baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja diluar kehendak dan terjadi
berulang-ulang, serta dalam jangka waktu tertentu menyebabkan penurunan
berat badan dan gangguan kesehatan.
(Sumber: http://arali2008.wordpress.com/2012/03/15/hubungan-status-gizidengan-ketersediaan-pangan/)

Indikator Daerah Rawan Pangan: Aspek Ketersediaan

Aspek Akses Pangan dan Mata Pencaharian


Suatu kegiatan ekonomi yang tinggi cenderung akan diikuti oleh peluang kerja yang
tinggi pula, ini berarti pula bahwa kesempatan kerja dan peluang untuk
mendapatkan income yang lebih baik. Dengan income yang lebih baik maka akan
terdapat daya beli yang lebih baik.
Kegiatan ekonomi yang tinggi perlu dukungan faktor atau input, salah satu input
produksi yang memberikan peluang bagi peningkatan produktifitas yang sangat
potensial adalah tenaga listrik, sarana dan prasarana perhubungan serta
infrastruktur pedesaan.
Wilayah dengan akses listrik tinggi dan tersebar diseluruh wilayah akan
meningkatkan dinamisasi kegiatan ekonominya. Implikasi dari hal tersebut adalah
berkurangnya angka kemiskinan di suatu wilayah. Demikian pula kaitannya dengan
sarana perhubungan dan infrastruktur desa diperlukan sebagai syarat untuk
memperlancar kegiatan ekonomi. Selebihnya secara rinci indikator akses dan mata
pencaharian yang dipertimbangkan untuk diseleksi ditabelkan sebagai berikut.
Indikator Penentuan Daerah Rawan Pangan: Aspek Akses Pangan dan mata
pencaharian

http://www.walhi.or.id/id/kampanye-dan-advokasi/tematik/pangan/1579akses-pangan-di-manakah-ruang-bagi-perempuan.html

Akses Pangan
Hak atas pangan tidak hanya berkaitan dengan ketersediaan dan
cadangan pangan, tetapi juga masalah akses/distribusi pangan,
dan konsumsi pangan.
Hak atas pangan juga menyangkut penerimaan secara budaya,
kebijakan bantuan pangan kepada kelompok khusus (kelompok
rentan: perempuan; ibu hamil, anak-anak; manula, dan lainnya)
dan untuk situasi khusus (rentan: bencana alam; konflik) serta
penyadaran tentang gizi. Oleh karenanya, pemenuhan hak atas
pangan mensyaratkan adanya sinkronisasi antara kebijakan yang
terkait pangan seperti perikanan, peternakan, pertanahan, industri,
perdagangan, keuangan, kesehatan, dengan pendidikan serta
jaminan sosial.

Indikator Daerah Rawan Pangan: Aspek Akses Pangan dan mata pencaharian

Indikator Daerah Rawan Pangan: Aspek Akses Pangan dan mata pencaharian

Indikator Daerah Rawan Pangan: Aspek Akses Pangan dan mata pencaharian

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

Indikator Daerah Rawan Pangan: Aspek Akses Pangan dan mata pencaharian

Aspek Kesehatan dan gizi


Penyerapan pangan sebenarnyalah indikator dampak dari ketersediaan
maupun akses pangan. Akses pangan dan ketersediaan yang baik akan
memberikan peluang bagi penyerapan pangan secara lebih baik. Dalam
menyusun indikator ini maka asepk-aspek yang kita perhatiakan berkenaan
dengan :
1. Falilitas dan Layanan Kesehatan
2. Sanitasi dan Ketersediaan air
3. Pengetahuan ibu RT
4. Outcome Nutrisi dan kesehatan
Aspek-aspek di atas sangat strategis dalam memberikan gambaran
penyerapan pangan suatu wilayah. Penyerapan pangan secara implisit adalah
merupakan permasalahan asupan gizi di masyarakat.
Buta Huruf dijadikan indikator penting karena dengan kondisi seperti tersebut
maka sangat lemah sekali menangkap informasi untuk meningkatkan kualitas
gizi keluarga. Demikian juga berkenaan dengan kemudahan dalam mengakses
fasilitas kesehatan. Akses fasilitas kesehatan didekati dengan jaraknya dengan
fasilitas kesehatan pada masing-masing wilayah. Variabel ini tentunya
diharapkan akan sangat mempengaruhi semakin rendahnya persentase balita
kurang gizi dan IMR di suatu wilayah.
Air bersih adalah indikator ketiga yang menggambarkan tingkat penyerapan
pangannya. Variabel ini dipilih karena air merupakan bahan baku yang sangat
vital bagi ibu-ibu rumah tangga dalam memasak. Tingginya akses air bersih
tentunya menunjukkan tingkat kualitas hidup yang lebih baik dan lebih sehat,
hal ini tentunya akan berimplikasi pada makin tingginya harapan hidup rata-rata
penduduk.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

INDIKATOR PEMETAAN / PENENTUAN DAERAH RAWAN PANGAN:

Indikator Aspek Kesehatan dan Gizi

Indikator Aspek Kesehatan dan Gizi

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

Indikator Aspek Kesehatan dan Gizi

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

INDIKATOR PEMETAAN/PENENTUAN DAERAH RAWAN PANGAN: ASPEK


KERENTANAN PANGAN
Dimensi ini mencerminkan kondisi rawan pangan sementara (transient) dan resiko yang disebabkan oleh faktor
lingkungan yang mengancam kelangsungan kondisi tahan pangan baik dalam jangka pendek maupoun jangka
panjang. Indikator aspek kerentanan pangan diseleksi dari indikator-indikator awal sebagai berikut.

Indikator Aspek Kesehatan dan Gizi

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

DIVERSIFIKASI PANGAN
Konsep diversifikasi pangan bukan suatu hal baru dalam peristilahan kebijakan
pembangunan pertanian di Indonesia karena konsep tersebut telah banyak
dirumuskan dan diinterprestasikan oleh para pakar.
Kasryno et al. (1993) memandang diversifikasi pangan sebagai upaya yang sangat
erat kaitannya dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, pembangunan
pertanian di bidang pangan dan perbaikan gizi masyarakat, yang mencakup aspek
produksi, konsumsi, pemasaran, dan distribusi.
Sementara Suhardjo (1998) menyebutkan bahwa pada dasarnya diversifikasi
pangan mencakup tiga lingkup pengertian yang saling berkaitan, yaitu diversifikasi
konsumsi pangan, diversifikasi ketersediaan pangan, dan diversifikasi produksi
pangan. Kedua penulis tersebut menterjemahkan konsep diversifikasi dalam arti
luas, tidak hanya aspek konsumsi pangan tetapi juga aspek produksi pangan.
Pakpahan dan Suhartini (1989) menetapkan konsep diversifikasi hanya terbatas
pangan pokok, sehingga diversifikasi konsumsi pangan diartikan sebagai
pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh penambahan konsumsi
bahan pangan non beras.
Menurut Suhardjo dan Martianto (1992), dimensi diversifikasi konsumsi pangan
tidak hanya terbatas pada diversifikasi konsumsi makanan pokok, tetapi juga
makanan pendamping.
Dimensi diversifikasi pangan secara jelas dapat dibedakan apakah yang dimaksud
diversifikasi produksi pangan atau diversifikasi konsumsi pangan atau keduaduanya.
Dimensi diversifikasi konsumsi pangan tidak hanya terbatas pada pangan pokok
tetapi juga pangan jenis lainnya, karena konteks diversifikasi tersebut adalah untuk
meningkatkan mutu gizi masyarakat secara kualitas dan kuantitas, sebagai usaha
untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

Sumber:

http://ndhokey.blogspot.com/2009/02/diversifikasi-pangan-diindonesia.html.. Diunduh 27/3/2012

. PENGUKURAN DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN


Alat ukur yang lazim digunakan untuk mengukur diversifikasi konsumsi pangan
sangat beragam. Diversifikasi konsumsi pangan didefinisikan sebagai jumlah jenis
makanan yang dikonsumsi, sehingga semakin banyak jenis makanan yang
dikonsumsi akan semakin beranekaragam. Cara ini memang sederhana namun
memiliki kelemahan karena belum memperhitungkan kuantitas zat gizi dari setiap
jenis pangan, sehingga dalam konteks analisis ketahanan pangan kurang bagus
untuk dijadikan ukuran.
Jenis ukuran yang lazim digunakan untuk mengukur diversifikasi konsumsi pangan
adalah Indeks Entropy (Pakpahan dan Suhartini 1989; Simatupang dan Ariani,
1997; Erwidodo et al., 1999). Aspek yang diukur masih beragam, seperti
pengeluaran pangan, tingkat konsumsi energi, tingkat konsumsi protein dan
kuantitas pangan yang dikonsumsi.
Secara matematika, rumus indeks Entropy seperti berikut :
E = - S Wi ln (Wi)
dimana : Wi = pangsa pengeluaran pangan/konsumsi zat gizi rumah tangga untuk komoditas ke i ;
i = 1n. Nilai E mulai dari nol, apabila rumah tangga hanya mengkonsumsi satu jenis pangan
sampai dengan ln, n apabila rumah tangga membenjakan pengeluaran pangannya merata untuk
seluruh jenis pangan atau mengkonsumsi semua jenis pangan.

Diversifikasi konsumsi pangan juga dapat dinilai tanpa melalui ukuran indeks, tetapi
dengan melihat pola pengeluaran keluarga atau arah perkembangan konsumsi
pangan. Pemusatan proporsi pengeluaran untuk jenis-jenis komoditas tertentu
menunjukkan bahwa konsumsi keluarga tersebut tidak beranekaragam. Dalam
skala makro, kondisi ini dapat dilihat dari kecenderungan konsumsi jenis
pangannya.
Dalam konteks diversifikasi konsumsi pangan, salah satu konsep yang dianggap
bagus adalah Konsep Pola Pangan Harapan (PPH) yang diperkenalkan oleh FAORAPA (1989). PPH didefinisikan sebagai komposisi dari kelompok pangan yang
dapat dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi dan akan memberikan semua
zat gizi dalam jumlah yang mencukupi. Susunan hidangan makanan dalam PPH
dianggap baik karena mengandung 10-12 persen energi dari protein, 20-25 persen
energi dari lemak dan sisanya dari karbohidrat.
Di Indonesia, konsep tersebut mengalami penyesuaian sebagai respon dari
perbedaan situasi konsumsi pangan, budaya dan kondisi sosial ekonomi. Konsep
PPH untuk Indonesia adalah sebagaimana dijabarkan pada Tabel 1. Semakin tinggi
skor PPH berarti semakin beranekaragam, dan nilai skor tertinggi adalah 100, yang
berarti diversifikasi konsumsi pangan sangat sempurna.
Sumber:

http://ndhokey.blogspot.com/2009/02/diversifikasi-pangan-diindonesia.html.. Diunduh 27/3/2012

POLA PANGAN HARAPAN


Tabel **. Komposisi Energi Menurut Pola Pangan Harapan
Kelompok Pangan
Padi- padian
Umbi-umbian
Pangan hewani
Minyak dan lemak
Buah dan biji berminyak
Kacang-kacangan
Gula
Sayur dan buah
Lain-lain
Total

Energi (%) Bobot


50 0,5
2,5
6
0,5
2,5
11
2,0
24,0
10 0,5
5,0
3
0,5
1,0
5
2,0
10,0
5
0,5
2,5
6
5,0
30,0
3
0,0
00,0
100 100,0

Skor Pangan

Sumber: Deptan, (2001)

POLA PANGAN HARAPAN


Secara konseptual penganekaragaman pangan dapat dilihat
dari komponen-komponen sistem pangan, yaitu
penganekaragaman produksi, distribusi dan penyediaan
pangan serta konsumsi pangan. Penyediaan dan konsumsi
pangan penduduk diperlukan suatu parameter. Salah satu
parameter yang dapat digunakan untuk menilai tingkat
keanekaragaman pangan adalah Pola Pangan Harapan (PPH).
Pola Pangan Harapan mencerminkan susunan konsumsi
pangan anjuran untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Dengan
pendekatan PPH dapat dinilai mutu pangan berdasarkan skor
pangan dari 9 bahan pangan.

Sumber:

http://ndhokey.blogspot.com/2009/02/diversifikasi-pangan-diindonesia.html.. Diunduh 27/3/2012

KENDALA DIVERSIFIKASI PANGAN


Upaya-upaya diversifikasi sudah lama dirintis sejak dasawarsa 60-an, namun
sampai saat ini masih belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Pola pangan lokal seperti jagung dan ubikayu telah ditinggalkan masyarakat,
berubah ke pola beras dan pola mi.
Kualitas pangan juga masih rendah, kurang beragam dan masih didominasi pangan
sumber karbohidrat. Ketergantungan akan beras yang masih tinggi di kalangan
masyarakat dan meningkatnya tingkat konsumsi mi secara signifikan menjadikan
upaya diversifikasi konsumsi pangan belum menunjukkan keberhasilan, bahkan
salah arah.
Pola makan masyarakat sebenarnya telah beragam, walaupun tingkatannya masih
belum seperti yang diharapkan, terutama dalam standar kualitas dan kuantitas
makanannya. Dalam hal ini diversifikasi pola makan tersebut sangat dipengarnhi
oleh tingkat pendapatan, pendidikan dan pengetahuan, serta ketersediaan dan
keterjangkauan. Disamping itu terdapat pula pengaruh lintas budaya terutama
akibat globalisasi yang signifikan. Dengan demikian tingkat keaneka-ragaman
pangan akan berbeda menurut kelompok masyarakat.

Ragam Pola Makan

Pola makan yang beragam diduga lebih disebabkan


karena peningkatan pendapatan dan sebagai hasil
komunikasi antara produsen (industri) pangan dan
konsumen, yang sebenarnya tidak ditujukan untuk
mendorong keaneka-ragaman pangan masyarakat tetapi
untuk mempromosikan produk yang dihasilkan.

Sumber:

http://ndhokey.blogspot.com/2009/02/diversifikasi-pangan-di-

KENDALA DIVERSIFIKASI PANGAN


Program Diversifikasi pangan yang dilakukan selama ini cenderung didominasi oleh
peran pemerintah (pusat). Dalam program tersebut terdapat banyak konsep tetapi
kurang diturunkan dalam bentuk langkah implementatif yang melibatkan stakeholder, dan tidak memiliki target kuantitatif yang disepakati bersama. Implementasi
program banyak yang terjebak dalam proyek-proyek parsial yang kurang
berkesinambungan. Disamping itu, peran Departemen Pertanian sangat menonjol
dalam program yang disusun, sedangkan departemen lain cenderung untuk enggan
berperan aktif di dalamnya. Dalam hal ini terlihat adanya hambatan koordinasi baik
secara horizontal maupun vertikal.
Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut dan saling berkaitan satu dengan
yang lain. Pada hakekatnya faktor-faktor yang mempengaruhi diversifikasi konsumsi
pangan adalah sama dengan faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan yaitu
sosial, budaya, ekonomi, pengetahuan, ketersediaan pangan dan lain-lain.

Beras Lebih Bergizi dan Mudah Diolah


Secara intrisik, beras memang mempunyai banyak kelebihan dibandingkan jagung
dan ubikayu. Dalam komposisi zat gizi, kandungan energi dan protein beras adalah
sekitar 360 Kalori dan 7-9 gram per 100 gram bahan, lebih tinggi daripada jagung
dan ubikayu (Depkes, 1990). Selain itu beras mempunyai cita rasa yang lebih enak
walaupun dikonsumsi dengan lauk-pauk seadanya, di samping lebih mudah cara
mengolah dan lebih praktis, tidak diperlukan waktu yang lama. Hal ini bisa
dibandingkan, misal dengan mengolah nasi jagung, yang menurut hasil studi Ariani
dan Pasandaran (2002) memerlukan waktu sampai 2,5 jam. Lama proses
pemasakan jagung ini juga menjadi pendorong beralihnya konsumsi masyarakat ke
beras atau mi yang mudah dimasak.

Konsep Makan
Masih banyak ditemukan di masyarakat yang mempunyai konsep makan merasa
belum makan kalau belum makan nasi, walaupun sudah mengkonsumsi macammacam makanan termasuk lontong, ketupat; sebaliknya dibilang sudah makan,
walaupun hanya makan nasi dan lauk pauk yang sederhana. Pola sosial-budaya di
masyarakat seperti ini secara nyata akan meningkatkan permintaan beras dan
menghambat diversifikasi konsumsi pangan.

Sumber:

http://ndhokey.blogspot.com/2009/02/diversifikasi-pangan-di-

KENDALA DIVERSIFIKASI PANGAN


Beras Sebagai Komoditas Pangan Superior
Kesulitan menerapkan diversifikasi konsumsi pangan disebabkan kuatnya
paradigma masyarakat yang menganggap beras sebagai komoditas yang superior
atau prestisius, sehingga masyarakat menjadikan beras sebagai pangan pokok
yang memiliki status sosial lebih tinggi.
Menurut Syamsoeoed Sadjad, memang nenek moyang kita menjadikan nasi beras
yang dimakan sesuatu yang elite, sehingga hanya layak dikonsumsi oleh kalangan
atas (orang kaya). Namun kesalahan kita mengapa barang elite tersebut diajarkan
kepada generasi keturunan sehingga banyak orang yang mengkonsumsi beras.
Sampai sekarang masih sering terdengar pernyataan yang disampaikan oleh
pejabat pemerintah atau media massa yang mendukung pernyataan tersebut.
Sebagai contoh, apabila ada keluarga yang beralih konsumsi dari pola beras ke
umbi-umbian, maka dinyatakan keluarga tersebut rawan pangan.

Kandungan Gizi Beras


Beras adalah bagian bulir padi (gabah) yang telah dipisah dari sekam. Sekam
(Jawa merang) secara anatomi disebut 'palea' (bagian yang ditutupi) dan '
lemma' (bagian yang menutupi).
Pada salah satu tahap pemrosesan hasil panen padi, gabah ditumbuk dengan
lesung atau digiling sehingga bagian luarnya (kulit gabah) terlepas dari isinya.
Bagian isi inilah, yang berwarna putih, kemerahan, ungu, atau bahkan hitam,
yang disebut beras. Beras dari padi ketan disebut ketan.
beras didominasi oleh pati (sekitar 80-85%). Beras juga mengandung protein,
vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral, dan air.
Pati beras tersusun dari dua polimer karbohidrat: amilosa, pati dengan struktur
tidak bercabang; amilopektin, pati dengan struktur bercabang dan cenderung
bersifat lengket.
Perbandingan komposisi kedua golongan pati ini sangat menentukan warna
(transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera).
Ketan hampir sepenuhnya didominasi oleh amilopektin sehingga sangat lekat,
sementara beras pera memiliki kandungan amilosa melebihi 20% yang
membuat butiran nasinya terpencar-pencar (tidak berlekatan) dan keras.
(Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Beras)

Sumber:

http://ndhokey.blogspot.com/2009/02/diversifikasi-pangan-di-

Arah Diversifikasi Konsumsi Pangan


Program diversifikasi konsumsi pangan dapat diusahakan secara
simultan di tingkat nasional, regional (daerah) maupun keluarga.
Seperti telah disebutkan, upaya untuk mewujudkan diversifikasi
konsumsi pangan sudah dirintis sejak awal dasawarsa 60-an,
dimana pemerintah telah menyadari pentingnya dilakukan
diversifikasi tersebut. Saat itu pemerintah mulai menganjurkan
konsumsi bahan-bahan pangan pokok selain beras.
Program yang menonjol adalah anjuran untuk mengkombinasikan
beras dengan agung, sehingga pernah populer istilah beras
jagung.
Ada dua arti dari istilah itu, yaitu campuran beras dengan jagung
dan penggantian konsumsi beras pada waktu-waktu tertentu
dengan jagung. Kebijakan ini ditempuh sebagai reaksi terhadap
krisis pangan yang terjadi saat itu (Rahardjo, 1993).

Beberapa faktor yang menjadi kendala terhambatnya diversifikasi konsumsi


pangan adalah :
(1)
rasa beras memang lebih enak dan mudah diolah,
(2)
ada konsep makan yang keliru, belum dikatakan makan kalau
belum makan nasi,
(3)
beras sebagai komoditas superior,
(4)
ketersediaan beras melimpah dan harganya murah,
(5)
pendapatan rumah tangga masih rendah,
(6) teknologi pengolahan dan promosi pangan non beras (pangan lokal)
masih terbatas,
(7)
kebijakan pangan yang tumpang tindih, dan
(8)adanya kebijakan impor gandum, jenis product development cukup banyak
dan promosi yang gencar.

Sumber:

http://ndhokey.blogspot.com/2009/02/diversifikasi-pangan-diindonesia.html.. Diunduh 27/3/2012

DIVERSIFIKASI PANGAN BUTUH DUKUNGAN TEKNOLOGI


Minggu, 18/3/2012 | Ayu Abriyani KP/JIBI/SOLOPOS

Program pengembangan diversifikasi pangan atau alternatif makanan pokok lain di


Wonogiri saat ini masih terkendala teknologi dan belum ada dukungan dari industri
besar untuk produksi massal. Diversifikasi pangan di Wonogiri yang mayoritas dari
ketela pohon tersebut pengolahannya masih sebatas pada usaha kecil menengah
(UKM) dan dipasarkan secara lokal.
Kepala Kantor Ketahanan Pangan Wonogiri, Safuan, mengatakan hasil bumi
tersebut seperti ketela pohon dan talas harus diolah terlebih dahulu jika ingin
memiliki nilai lebih. Gizi yang terkandung pun tidak kalah dengan beras atau terigu.
Tepung Wonocaf atau tepung yang terbuat dari singkong di Wonogiri mayoritas
hanya sebagai bahan pembuat mie untuk mie ayam. Padahal, jika bisa
dikembangkan, seperti salah satu produk sosis siap makan yang ada saat ini, juga
terbuat dari tepung mocaf, terangnya saat dijumpai wartawan di Pemkab
Wonogiri,Sabtu (17/3/2012).
Selain itu, adanya pengolahan pangan lokal seperti tepung Wonocaf diharapkan
mampu mengganti terigu impor. Untuk pengembangan itu, perlu dukungan berbagai
pihak dan kajian teknis untuk pemasaran karena hal itu memiliki prospek yang
bagus.

Kami berharap ke depan ada industri besar


yang mampu mendukung pengolahan
pangan lokal agar lebih berkembang. Juga
teknologi tinggi untuk pengolahan pangan
lokal tersebut. Belum adanya standar
kualitas makanan juga menjadikan salah
satu kendala, katanya.
.

Sumber:

http://www.solopos.com/2012/wonogiri/diversifikasi-pangan-butuhdukungan-teknologi-171421.. Diunduh 27/3/2012

LPMD: LUMBUNG PANGAN MASYARAKAT DESA

Untuk menjamin pemenuhan kebutuhan konsumsi penduduk secara fisik


maupun ekonomi, diperlukan pengelolaan cadangan pangan di seluruh
komponen masyarakat. Salah satu caranya ialah dengan menumbuhkembangkan sekaligus memelihara tradisi masyarakat secara perorangan
maupun kelompok untuk menyisihkan sebagian hasil panen sebagai
cadangan pangan dengan membangun lumbung pangan.
Memantapkan ketahanan pangan masyarakat merupakan prioritas utama
dalam pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan yang paling
dasar bagi sumber daya manusia suatu bangsa. Pada kenyataannya
cadangan pangan bagi masyarakat di suatu daerah dikuasai oleh
pemerintah, pedagang / suasta dan rumah tangga yang masing-masing
memiliki fungsi yang berbeda-beda.
Cadangan pangan yang dikuasai oleh pemerintah berfungsi a.l. untuk :
(1). melakukan operasi pasar murni (OPM) dalam rangka stabilisasi
harga;
(2). memenuhi kebutuhan pangan akibat bencana alam atau kerusuhan
sosial;
(3). memenuhi jatah beras golongan berpendapatan tetap dalam hal ini
PNS, TNI/Polri; dan
(4). memenuhi penyaluran pangan secara khusus seperti program
Raskin.
Cadangan pangan yang dikuasai suasta/pedagang, umumnyai berfungsi
untuk : (1). mengantisipasi terjadinya lonjakan permintaan; dan (2).
mengantisipasi terjadinya keterlambatan pasokan pangan.
Cadangan pangan yang dikuasai oleh rumah tangga, baik individu
maupun secara kolektif, berfungsi untuk :
(1).
mengantisipasi terjadinya kekurangan bahan pangan pada
musim paceklik; dan
(2).
mengantisipasi ancaman gagal panen akibat bencana alam
seperti serangan hama dan penyakit, anomali iklim dan banjir.
Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

LPMD: LUMBUNG PANGAN MASYARAKAT DESA


Belajar dari Kearifan Petani Kecil
(Sumber: Hermas E Prabowo Kompas, Rabu, 14 Oktober 2009)

Bangunan lumbung pangan warga di Pedukuhan Mojo, Desa Wates, Kabupaten


Boyolali, Jawa Tengah, begitu sederhana. Berdinding anyaman bambu, beratap
genteng, dan berlantai tanah. Dari lumbung pangan itulah warga menggantungkan
harapan. Warga tidak perlu cemas kekurangan pangan bila suatu ketika mereka
tertimpa musibah.
Lumbung pangan akan memberikan pinjaman pangan tanpa ada kewajiban untuk
mengembalikan. Ini sifatnya bantuan dan besarannya tergantung tingkat kerusakan
dan kesepakatan warga. Begitu pula bila musim kemarau datang lebih lama, warga
tak perlu panik kekurangan makanan. Lumbung pangan mereka siap kapan saja
membantu warga yang dilanda paceklik.
Warga yang kekurangan benih untuk musim tanam berikutnya, misalnya karena
benih cadangan ikut terjual untuk kebutuhan anak sekolah, juga tidak usah gelisah.
Mereka bisa meminjam benih dari lumbung pangan itu.
Lumbung ini tidak hanya menyimpan gabah kering giling, umbi-umbian, atau
kacangkacangan, tetapi juga keperluan petani lainnya seperti benih.

Sumber:

cetak.kompas.com/read/xml/2009/1...ni.Kecil.. Diunduh 27/3/2012

LPMD: LUMBUNG PANGAN MASYARAKAT DESA


ANTISIPASI KEMARAU PANJANG,
PEMKAB MEMBANGUN LUMBUNG PANGAN
Kemarau panjang yang terus terjadi hingga memasuki bulan November
membuat petani di berbagai daerah merasa ketar-ketir. Keterlambatan musim
penghujan dikhawatirkan berdampak beruntun terhadap mundurnya musim
tanam dan masa panen. Jika hujan turun sekitar bulan Desember, maka
musim panen baru akan terjadi sekitar bulan Maret. Akibatnya ketersediaan
pangan pada dua bulan di awal tahun akan menipis. Titik paling kritis terjadi
pada bulan Januari dan Februari.
Mengantisipasi terjadinya kerawanan pangan, Pemkab berencana membangun
lumbung pangan. Sebagai langkah konkrit dimulai dengan melakukan
sosialisasi ke masyarakat untuk penghematan bahan pangan, terutama bahanbahan seperti gaplek dan ubi kayu yang menjadi bahan baku nasi tiwul.
Masyarakat diharapkan mengurangi kecenderungan menjual bahan pangan ke
luar daerah demi cadangan menghadapi masa-masa paceklik. Para petani juga
diimbau memanen ubi kayu secara bertahap, sesuai kebutuhan pangan
keluarga secara harian.
Saat ini cadangan pangan yang dimiliki masyarakat dirasa masih mencukupi.
Hal ini belum termasuk cadangan beras yang ada di gudang Bulog. Untuk
jangka panjang, di wilayah kabupaten perlu adanya semacam lembaga
penyangga ketersediaan pangan untuk menjaga kemungkinan terjadi Paceklik
pangan. Caranya adalah Pemkab membeli hasil panen bahan pangan dari
masyarakat untuk disimpan dalam jangka waktu lama. Jika terjadi rawan
pangan, stok tersebut bisa dibagikan ke masyarakat yang membutuhkan.

Sumber:

: 219.83.122.194/web/index.php%3Fo...id%3D109
.. Diunduh 27/3/2012

LPMD: LUMBUNG PANGAN MASYARAKAT DESA


Kelompok Tani Sari Rejeki
Mewujudkan Kedaulatan dengan Lumbung Pangan
Dengan bantuan modal dari Lembaga Studi Kemasyarakatan dan Bina Bakat
(LSKBB) Solo, dan VECO Indonesia, Kelompok Tani Sari Rejeki di Boyolali, Jawa
Tengah bisa membeli padi dari anggotanya dengan harga lebih tinggi. Dengan
harga jual lebih tinggi, maka petani akan menjual padinya ke kelompok daripada ke
tengkulak. Maka petani untung, demikian pula dengan kelompoknya. Mereka bisa
memiliki cadangan pangan di lumbung.
Kelompok Tani Sari Rejeki, yang juga berfungsi sebagai lumbung pemasaran beras
organik, merupakan salah satu dari lima kelompok lain yaitu Sari Mulyo (65
anggota), Sari Rejeki (33), Sumber Ekonomi (42), Sari Tani (85), Ngudi Cukup (48),
dan Sido Makmur (60).
Semua kelompok tani mempunyai lumbung cadangan pangan. Adapun varietas
yang disimpan adalah beras merah sleggreng, varietas lokal yang banyak
diproduksi petani setempat. Jenis ini laku di pasar dan tidak jadi menu utama
konsumsi beras petani.
Setahun lalu, petani setempat mendirikan lumbung pangan untuk menjamin
kedaulatan pangan petani setempat. Petani juga mendapat pendampingan dari
LSKBB untuk proses produksi seperti pembuatan pupuk dan penangkaran benih
serta peningkatan kapasitas seperti pengorganisasian, administrasi kelompok,
penanganan pasca panen seperti pengeringan, penyimpanan dan lumbung serta
kewirausahan.

Bersama kelompok desa petani di sini juga


membentuk Asosiasi Petani Organik Boyolali) dan
Kelompok Jaringan Lumbung Boyolali. Semuanya
untuk mewujudkan kedaulatan pangan bagi petani.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

LPMD: LUMBUNG PANGAN MASYARAKAT DESA

PELAJARAN DARI KEBERSAMAAN


Meningkatnya harga hasil panen dan posisi tawar dan taraf hidup petani
merupakan pengalaman menarik tentang peran organisasi petani. Hal ini
sekaligus memberikan pelajaran tentang proses advokasi yang dilakukan oleh
lembaga sosial masyarakat.
1.Pertama, dari yang semula jadi korban, petani bisa beralih mengendalikan.
Petani kini menjadi pengendali pemasaran hasil tanaman. Pemasaran hasil di
kawasan sekitar semula dikendalikan tengkulak, namun saat ini dikendalikan
oleh petani. Petani dapat ikut mengendalikan penentuan harga, penimbangan,
hingga informasi pasar.
2.Ke dua, kelompok petani bisa menjadi kekuatan. Sebelum ada kelompok,
petani bekerja sendiri-sendiri dengan modal sumber daya maupun ekonomi
terbatas. Namun adanya kelompok tani, dan asosiasinya membuat petani bisa
saling membantu dalam usahanya. Petani dapat membuktikan bahwa kekuatan
bisa menjadi modal.
3.Ke tiga, kelompok tani menciptakan solidaritas antar-petani bahkan antardesa. Masalah satu petani anggota asosiasi merupakan masalah bagi seluruh
petani di kawasan tersebut. Dengan demikian, pengusaha tidak bisa
mempermainkan satu pun petani karena akan dianggap mempermaikan petani
lainnya.
4.Ke empat, adanya perubahan cara pandang petani terhadap pengusaha.
Sebelum ada asosiasi, petani menganggap pengusaha adalah musuh dalam
pemasaran karena petani merasa hanya menjadi korban. Kini, petani menggap
pengusaha ada bagian penting dalam pemasaran dan karena itu mereka
menjadi mitra dalam rantai usaha tani.
5.Ke lima, petani dapat mengubah sistem ijon yang selama ini terlanjur
dianggap sebagai sistem terbaik dalam pemasaran hasil pertanian. Dulunya
sistem ijon terjadi akibat petani harus berhutan pada tengkulak atau pengusaha.
Namun kini petani menjual pada asosiasi yang membeli dengan harga tinggi
sehingga tidak perlu berhutang lagi.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

LPMD: LUMBUNG PANGAN MASYARAKAT DESA


URGENSI LUMBUNG PANGAN
(Khudori, Republika. Sabtu, 29 Juli 2006)
Memasuki musim kemarau, biasanya bulan Juni atau Juli, sejumlah daerah sentra
produksi pertanian di Jawa mengalami kekeringan. Petani yang menanam padi
pada musim tanam gadu (musim ke dua) mulai ketar-ketir. Hal ini disebabkan
karena tanaman padi memerlukan air yang banyak (diperlukan 1.900 liter hingga
5.000 liter air untuk produksi satu kilogram padi). Pasokan air yang kurang selama
fase vegetatif akan membuat pertumbuhan padi terganggu yang pada gilirannya
akan memperburuk hasil panen.
Untuk menghindari risiko itu, petani bisa serta-merta diminta mengganti tanaman
padi dengan tanaman palawija yang tidak memerlukan banyak air. Jenis tanaman
itu mudah rusak, harganya fluktuatif, dan relatif tak ada jaminan. Berbeda dengan
padi. Pada gilirannya, kekeringan akan menurunkan hasil panen, bahkan membuat
panen puso, dan akan mengancam target produksi padi nasional tahun 2006 yang
dicanangkan pemerintah: 54,75 juta ton.

Lumbung pangan dikenal sebagai cadangan


pangan di pedesaan dan sebagai penolong
selama masa paceklik. Hal ini sangat penting
untuk daerah pertanian tadah hujan, lahan
pertanian pangan hanya dapat berproduksi
optimal pada musim hujan saja. Selain itu,
langkanya dan mahalnya harga pupuk dan
saprodi lainnya, memaksa para petani harus
berhutang untuk dapat melaksanakan
usahtaninya. Dengan keberadaan lumbung,
diharapkan dapat membantu meningkatkan
ketahanan pangan masyarakat dalam skala
kecil.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

LPMD: LUMBUNG PANGAN MASYARAKAT DESA


Skema pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat

Program pembangunan sistem dan kelembagaan Lumbung Desa Modern


merupakan upaya pemberdayaan petani untuk mengatasi gejolak harga
gabah, dengan mengembangkan manajemen stok disertai distribusi secara
optimal yang mempunyai tujuan antara lain :
(1)
Mengintegrasikan subsistem produksi dan pasar, sehingga
menjamin adanya kepastian harga produk tanaman pangan yang dapat
memperbaiki pendapatan petani,
(2)
Memasyarakatkan dan memperkuat sistem lumbung pangan
untuk meningkatkan nilai tambah produk tanaman pangan dan ketahanan
pangan,
(3)
Mengembangkan kerjasama kemitraan dengan pihak lain untuk
mengembangkan agribisnis tanaman pangan.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

LPMD: LUMBUNG PANGAN MASYARAKAT DESA


Sawah Kering, Puso Terbayang
(INILAH.COM, Bandar Lampung)
Lampung merupakan salah satu lumbung pangan nasional. Tetapi seringkali daerah
ini terancam oleh bahaya kekeringan. Meluasnya kekeringan akibat kemarau dapat
menyebabkan 1.754 hektare sawah terancam puso atau gagal panen.
Fenomena kekeringan di Lampung dapat mengakibatkan menurunnya produksi
padi, hasil panen petani dapat berkurang sekitar 3.000 ton. Jika tidak segera dapat
diatasi, kondisi kekeringan jelas merisaukan. Bukan hanya bagi petani dan
penduduk setempat, tetapi juga dalam skala nasional.
Data di Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Lampung menunjukkan,
hingga 15 Juli 2008 bencana kekeringan tertinggi terjadi di Kabupaten Lampung
Tengah. Di kabupaten ini, 1.213 hektare sawah puso. Di Lampung Selatan, 423
hektare juga dilanda kekeringan. Kekeringan terendah terjadi di Lampung Utara.
Areal persawahan yang kering tercatat hanya 1 hektare. Dari 1.754 hektare sawah
yang kekeringan, 1.093 hektare di antaranya masuk kategori ringan, 459 hektare
kategori sedang, dan 202 hektare kategori parah.
Sebenarnya lahan yang ditimpa kekeringan hanya 0,5% dari total lahan pertanian di
di wilayah Lampung. Tetapi hal seperti ini harus segera diatasi. Sawah yang
kekeringan dengan kategori ringan akan kehilangan produksi padi 20%, kategori
sedang 50%, dan kategori parah 75%. Dalam kondisi normal, setiap hektare sawah
mampu menghasilkan padi 4,5-6 ton.
Untuk membantu mengatasi masalah kekeringan ini, Dinas Pertanian dan Tanaman
Pangan membantu petani dengan memberikan benih padi. Saat kemarau seperti
ini, tidak efektif membantu petani dengan pengadaan sumur bor untuk mengairi
sawahnya. Sebab, air sumur bor pun kering di saat musim kemarau. Oleh karena itu
bantuan bagi petani berupa benih padi untuk musim tanam berikutnya.
Jika fenomena kekeringan terus meluas, dapat dipastikan akan ikut memicu
lonjakan harga pangan nasional. Harga beras sebagai bahan pangan pokok orang
Indonesia bisa merambat naik. Problem lain di luar kekeringan adalah lahan
pertanian tanaman pangan dari hari ke hari semakin berkurang sebagai akibat darui
berbagaui bentuk konversi lahan pertanian.
Sebagian petani akan mengubah pola pengelolaan lahannya mengarah kepada
tanaman non-pangan, misalnya aneka tanaman perkebunan yang lebih tahan
kekeringan.

LPMD: LUMBUNG PANGAN MASYARAKAT DESA


Ruang Lingkup LPMD
Pemberdayaan lumbung pangan dapat dilakukan di lokasi Desa Mandiri
Pangan. Seluruh tahapan kegiatan pemberdayaan lumbung pangan
dilaksanakan melalui proses pemberdayaan masyarakat.
Dengan kegiatan tersebut masyarakat diharapkan mampu
memberdayakan kelembagaan lumbung pangan melalui penguatan
cadangan pangan dan pengembangan usaha ekonomi kelompok menuju
terwujudnya kemandirian kelembagaan lumbung pangan.

Indikator kemandirian LPMD :


1)
Menguatnya permodalan usaha kelompok
2)
Meningkatnya posisi tawar (bargaining position) anggota dalam
penjualan hasil usaha tani.
3)
Berkembangnya keterampilan teknis anggota kelompok.
4)
Terjalinnya hubungan kemitraan dan jaringan usaha kelompok
5)
Berkembangnya usaha kelompok menuju skala yang mampu
memberikan peningkatan pendapatan yang layak bagi anggotanya.
6)
Meningkatnya cadangan pangan minimal sebesar 3 bulan
kebutuhan konsumsi masyarakat.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

LPMD: LUMBUNG PANGAN MASYARAKAT DESA


Antisipasi Rawan Pangan, Masyarakat Giatkan Lumbung Padi
Bagian dari antisipasi kenaikan harga dan kelangkaan beras serta rawan pangan,
Propinsi Jawa Barat akan kembali menumbuhkan kebiasaan masyarakat yang saat
ini sudah ditinggalkan, yaitu lumbung padi atau beras. Menurut Gubernur Jawa
Barat, selain melaksanakan program raskin, untuk menjaga ketahanan pangan
mulai tahun ini akan laksanakan lumbung padi atau beras di berbagai tempat di
Jabar. Hal ini sangat berguna disaat-saat terjadi krisis pangan.
Pada saat ini sebagian masyarat masih belum sadar betul akan pentingnya
lumbung padi atau beras, baik di tingkat keluarga, RT, RW maupun tingkat
kecamatan. Tingkat RT lazimnya disebut Jimpitan atau perelek, beras tersebut
dikumpulkan di pengurus RT. Di desa biasanya saat panen sebagian padi dijual dan
sebagian lagi di simpan di lumbung padi di masing-masing rumah-tangga. Dengan
cara seperti itu, padi yang disimpan di lumbung belum habis, panen berikutnya
sudah datang sehingga mereka tidak dirisaukan oleh perubahan harga beras.
Gubernur bersama Badan Ketahanan Pangan, dana ketahanan pangan dan Dewan
Ketahanan Pangan akan bekerja untuk menghidupkan kembali kebiasaankebiasaan masyarakat yang sudah ditinggalkan, diantaranya lumbung padi.
Pemerintah daerah sudah menganggarkan dana stimulus dalam APBD Jabar, untuk
membuat lumbung-lumbung beras itu. Setiap kelompok masyarakat akan mendapat
dana hibah sebesar Rp10 juta.

Sumber:

www.beritabandoeng.com/kategori/...-budaya/
.. Diunduh 27/3/2012

LPMD: LUMBUNG PANGAN MASYARAKAT DESA

Strategi Kegiatan LPMD


Seluruh proses dapat dilakukan dalam kurun waktu tiga lima tahun,
meliputi tiga tahapan yaitu: tahap penumbuhan, pengembangan, serta
perwujudan kemandirian kelembagaan lumbung pangan.
A. Penumbuhan Kelompok
Tahap penumbuhan kelompok meliputi :
1) Identifikasi desa dan kelompok
2) Sosialisasi
3) Seleksi
4) Penetapan
5) Penyusunan RUK
6) Penyaluran Dana Bansos
7) Pemanfaatan Dana Bansos (pembangunan fisik lumbung).
B. Pengembangan Kelompok
1) Penguatan kelembagaan
2) Pengembangan usaha kelompok
3) Penguatan cadangan pangan
4) Penguatan modal usaha
5) Pelatihan dan pendampingan
C. Kemandirian
1) Pemantapan kelembagaan
2) Pengembangan jaringan usaha dan kemitraan
3) Pemantapan cadangan pangan
4) Pelatihan dan pendampingan

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

Kerangka Konsep Pemberdayaan LPMD.


Keseluruhan kegiatan pemberdayaan dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi
masyarakat dan semua pemangku kepentingan (stakeholders) dalam rangka
meningkatkan pembangunan pedesaan.
Pemberdayaan masyarakat dalam mengelola lumbung pangan adalah upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat berpartisipasi
dalam memanfaatkan potensi yang dimilikinya dalam mewujudkan kemandirian
kelembagaan lumbung pangan.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

Konsep Pemberdayaan Lumbung Pangan Masyarakat


(Sumber: Ardi Jayawinata, 2003. Kepala Bidang Pola Pemberdayaan, Pusat Pemberdayaan
Ketahanan Pangan Masyarakat, Badan Bimas Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian).

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1998 sampai saat ini telah
berdampak pada menurunnya kualitas ketahanan pangan masyarakat,
khususnya pada tingkat rumah tangga. Kondisi ini telah mengingatkan kita
kepada peranan lumbung pangan masyarakat sebagai salah satu sarana
penopang maupun coping mechanism bagi perwujudan ketahanan pangan
masyarakat. Pada saat krisis yang baru lalu tersebut, lumbung pangan
masyarakat yang tersebar di seluruh pedesaan telah berperan penting dalam
mengatasi sebagian kesulitan yang dialami masyarakat setempat, terutama
para anggotanya.
Kelembagaan lumbung pangan masyarakat saat ini, yang masih pada tingkatan
sederhana dan berorientasi sosial, mempunyai potensi untuk dikembangkan
dan direvitalisasi melalui proses pemberdayaan secara sistematis, utuh, terpadu
dan berkesinambungan dengan melibatkan seluruh unsur terkait. Upaya ini
diharapkan akan mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
perwujudan ketahanan pangan, dan lembaga sosial ekonomi masyarakat ini
mampu menjadi lembaga penggerak ekonomi perdesaan.
Paling-tidak ada dua alasan pokok mengapa upaya pemberdayaan
kelembagaan lumbung pangan masyarakat perlu dilakukan pada pasca krisis
ekonomi:
Pertama, kelembagaan alternatif yang pernah diupayakan untuk menggantikan
peran lumbung pangan dengan mengintegrasikan seluruh lembaga ekonomi
sosial pedesaan dalam satu organisasi modern tidak memberikan hasil yang
diharapkan dan menyebabkan petani selalu dihadapkan dalam posisi yang
lemah.

Ke dua, lumbung pangan terbukti memiliki potensi dan daya


adaptasi yang lebih tinggi dari jenis-jenis kelembagaan
masyarakat lainnya. Pengalaman pada saat krisis ekonomi
yang baru lalu telah memberikan pelajaran bagi kita bahwa
lumbung pangan cukup efektif melayani kebutuhan pangan
anggotanya.

PEMBERDAYAAN LPMD
Pendampingan
Untuk dapat lebih meningkatkan keefektifan proses pemberdayaan, dilakukan
kegiatan pendampingan untuk memfasilitasi proses pengambilan keputusan
berbagai kegiatan yang terkait dengan kebutuhan anggota, membangun
kemampuan dalam meningkatkan pendapatan, melaksanakan usaha yang
berskala bisnis, serta mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
yang partisipatif.
Pembinaan kepada kelompok tani secara umum dilakukan secara
berkesinambungan dan terarah oleh instansi terkait terutama dalam hal
perencanaan usaha kelompok, prosedur permohonan bantuan, prosedur
pengadministrasian/pembukuan pengelolaan dana, cara-cara menghitung
bunga, pembayaran angsuran dan pelunasan pinjaman.
Program ini akan berhasil apabila dari sisi manajemen yaitu dana penguatan
modal tersalurkan langsung kepada kelompok tani sesuai kriteria, sehingga
terjadi akumulasi modal usaha kelompok (tabungan kelompok). Dari sisi teknis,
terjadinya peningkatan produksi dan produktivitas usaha tani dan pendapatan
anggota kelompok tani penerima bantuan. Dan dari sisi perubahan perilaku,
yaitu perubahan perilaku anggota kelompok/para petani dari kebiasaan bekerja
sendiri-sendiri menjadi bekerja berkelompok atau secara bersama untuk
menumbuhkan kelompok tani yang maju dan mandiri.

Dalam jangka pendek diharapkan kelembagaan


lumbung pangan masyarakat yang telah
diberdayakan tersebut dapat meningkatkan
manajemen pengelolaannya sehingga dapat
memberikan manfaat kepada masyarakat dan dalam
jangka panjang diharapkan mampu menjadi lembaga
penggerak ekonomi masyarakat perdesaan.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

OPTIMALISASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA LAHAN DAN


AIR UNTUK KEMANDIRIAN LPMD
1. Memantapkan Ketersediaan Pangan Berbasis Kemandirian dan kearifan
local yang Berkelanjutan

a.Peningkatan Kapasitas produksi, melalui :


1.Menetapkan komoditas unggulan wilayah sesuai dengan potensi
agroekologi dan peluang pasar,
2.Memanfaatkan lahan marginal dan lahan tidur untuk produksi pangan
yang bernilai ekonomi tinggi,
3.Modernisasi pertanian melalui pemanfaatan mekanisasi dan alat pertanian
baik pada tingkat pra panen dan pasca panen
4.Memperlancar akses petani terhadap sarana produksi khususnya
benih/bibit, pupuk dan obat-obatan, serta pengembangan pupuk dan obatobatan organik.
5.Penggunaan teknologi tepat guna melalui penggunaan bibit unggul,
sarana produksi dan pengembangan support system perkreditan,
pemasaran, serta peningkatan adopsi teknologi dengan perbaikan sistem
penyuluhan dan Sekolah Lapang Petani
6.Pemberdayaan petani melalui pendekatan partisipatif, dan terintegrasi
secara multi disiplin dan lintas sektoral, disertai dengan pengembangan
SDM dan kelembagaannya (kelompoktani, gapoktan, koperasi/badan usaha)
7.Pengembangan infrastruktur pertanian dan perdesaan (jalan desa, pasar,
irigasi, fasilitas air bersih, listrik dan komunikasi)
8.Perluasan areal tanam melalui ekstensifikasi dan peningkatan IP disertai
peningkatan produktivitas melalui penerapan pengembangan teknologi PTT
(pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu) dan BMP Best
Management Practices.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

OPTIMALISASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA LAHAN DAN


AIR UNTUK KEMANDIRIAN LPMD
b. Pelestarian sumberdaya lahan dan air, melalui :
1.Mengendalikan alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian dengan mentaati
Perda RTRW agar terwujud ketersediaan lahan pertanian pangan berkelanjutan
2.Mengembangkan pengelolaan pemanfaatan air melalui pembuatan penampungan
dan penyimpanan air (embung, waduk, cekdam), dan efisiensi pemanfaatannya.
3.Melaksanakan konservasi dan rehabilitasi sumberdaya lahan dan air pada daerah
aliran sungai (DAS)
4.Mengembangkan sistem pertanian ramah lingkungan berbasis ekologi, seperti
pertanian terpadu, agroforestry dan pertanian organic.

c. Penguatan cadangan pangan daerah, melalui:


1.Mengembangkan kelembagaan cadangan pangan pemerintah daerah yang
berfungsi untuk: stabilisasi harga tingkat petani, cadangan untuk keperluan darurat
minimal 3 (tiga) bulan dan Buffer stock, serta fungsi sosial dan ekonomi lainnya
yang bermitra dengan PNS, TNI/POLRI, BULOG dan instansi lainnya.
2.Mengembangkan cadangan pangan hidup (pekarangan, lahan desa, lahan
terlantar, tanaman bawah tegakan perkebunan),
3.Menguatkan kelembagaan lumbung pangan masyarakat dan lembaga cadangan
pangan komunitas lainnya.

d. Peningkatan kelancaran distribusi dan stabilisasi harga pangan,


melalui:
1.Mengembangkan dan meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pasca panen,
distribusi pangan, dan jaringan pemasaran serta membuka daerah yang terisolir
2.Mengembangkan jejaring informasi harga dan pasar yang dapat diakses sampai
ke tingkat petani.
3.Mengembangkan sistem tunda jual dengan menyediakan dana talangan dan
sistem resi gudang.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

OPTIMALISASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA LAHAN DAN


AIR UNTUK KEMANDIRIAN LPMD
e. Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan, melalui :
1.Mensosialisasikan Perpres No. 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal secara berjenjang sampai
tingkat perdesaan dan masyarakat.
2.Menyediakan paket-paket teknologi agroindustri pangan non terigu dan tehnik kuliner pada skala
perdesaan, disertai pelatihan dalam rangka meningkatkan keterampilan masyarakat untuk
penerapannya.
3.Meningkatkan peran kelembagaan lokal (PKK, Kadarzi, wanita tani, posyandu, dll) dalam
penyuluhan penganekaragaman pangan dan gizi
4.Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya diversifikasi pangan dengan
melakukan kampanye/promosi pangan beragam dan bergizi seimbang,
5.Meningkatkan pengetahuan pada anak sejak dini melalui muatan materi penganekaragaman
pangan pada pendidikan formal,
6.Mengembangkan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan makanan tambahan anak sekolah
(PMT-AS) yang tepat berbasis sumber daya lokal,
7.Menyusun dan mengimplementasikan Road Map pengembangan penganekaragaman pangan
berbasis sumberdaya lokal.
8.Meningkatkan pemantauan keamanan pangan baik makanan segar maupun olahan dengan
meningkatkan peran Otoritas Kompetensi Keamanan Pangan Daerah (OKKPD) dan Badan POM
di daerah.

Konsumsi Pangan dan Kecukupan Gizi

Konsumsi pangan merupakan jumlah pangan, secara tunggal atau


beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang untuk
memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis.
Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa
lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan
psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera,
sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia
dalam keluarga dan masyarakat.
Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan
gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur
proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk
pertumbuhan
(Sumber: http://www.damandiri.or.id/file/suryonoipbbab2.pdf)

OPTIMALISASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA LAHAN DAN


AIR UNTUK KEMANDIRIAN LPMD
2. Peningkatan kemudahan dan kemampuan mengakses pangan:
a. Menurunkan kemiskinan dan kelaparan, melalui :
1.meningkatkan koordinasi penanganan kelaparan dan kemiskinan,
2.memantapkan sistem informasi daerah rawan pangan sampai tingkat desa dan
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG),
3.memprioritaskan pembangunan infrastruktur (jalan, listrik, air bersih) pada daerah
miskin/rawan pangan dengan sistem padat karya,
4.meningkatkan layanan kesehatan dan pendidikan pada masyarakat miskin,
5.mengembangkan usaha ekonomi pada masyarakat miskin,
6.melakukan Intervensi Gizi dan Kesehatan bagi anak BALITA gizi buruk dan gizi
kurang,
7.mengendalikan jumlah penduduk,
8.mengembangkan Desa Mandiri Pangan
b.
Meningkatkan peran swasta dan BUMN/BUMD melalui pengembangan
Corporate Social Responsibility (CSR) untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di daerah rawan pangan melalui pemberdayaan petani, penguatan
modal, pengembangan sarana irigasi, penggunaan bibit unggul, dan menjamin
pemasaran.

KELAPARAN
Kelaparan adalah suatu kondisi di mana tubuh masih
membutuhkan makanan, biasanya saat perut telah kosong baik
dengan sengaja maupun tidak sengaja untuk waktu yang cukup
lama. Kelaparan adalah bentuk ekstrem dari nafsu makan normal.
Istilah ini umumnya digunakan untuk merujuk kepada kondisi
kekurangan gizi yang dialami sekelompok orang dalam jumlah
besar untuk jangka waktu yang relatif lama, biasanya karena
kemiskinan, konflik politik, maupun kekeringan cuaca.
(Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Kelaparan)

OPTIMALISASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA LAHAN DAN


AIR UNTUK KEMANDIRIAN LPMD
3. Usulan kepada pemerintah melalui Dewan Ketahanan Pangan utuk
:
a.
Meminimumkan pajak penggunaan alat mesin dan sarana produksi
pertanian
b.
Merevitalisasi dan memberdayakan program KB Nasional
c.
Mempercepat pelaksanaan Reforma Agraria dan mempercepat terbitnya
perundangan tentang Lahan Pertanian Abadi dan Pengelolaan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan
d.
Mendorong proses pembentukan Bank Pertanian
e.
Melakukan identifikasi dan rehabilitasi system jaringan irigasi, dan
perlindungan terhadap sumber mata air, serta embung pada daerah rawan air.
f.
Mengembangkan penelitian spesifik lokasi dan kearifan local untuk
mendukung pengembangan pangan daerah baik aspek usahatani maupun
agroindustri pangan
g.
Menindaklanjuti dan Memantau Permendagri No. 30 Tahun 2008 tentang
Cadangan Pangan Pemerintah Desa
h.
Memanfaatkan lahan pekarangan, perkebunan dan kehutanan untuk
pengembangan pangan melalui sistem tumpang sari TANAMAN PANGAN.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA


Ketahanan pangan rumah tangga dapat dibangun melalui pe-manfaatan lahan
pertanian dan lahan pekarangan yang ada di sekitar rumah dengan tanaman
pangan, ternak kecil, ikan dan unggas. Dengan semakin sempitnya kepemilikan
lahan, perlu dioptimalkan pemanfaatan peKarangan yang disamping sebagai
pendapatan keluarga, juga untuk mencukupi kebutuhan gizi anggota keluarga.
Ketahanan pangan rumah tangga akan mendukung ketahanan pangan wilayah,
mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten sampai tingkat nasional.
Beragam bentuk bantuan pemberdayaan masyarakat untuk mengatasi kerawanan
pangan a.l. :
a. Kegiatan Desa Mandiri Pangan kepada Kelompok masyarakat untuk mendukung
kegiatan:
Pembuatan kandang kambing komunal
Pembuatan kolam ikan
Bantuan bibit ikan
Bantuan bibit kelinci
Bantuan alat pembuatan kompos
Bantuan intensifikasi pekarangan model vertikultur -silvikultur.
b.
Kegiatan Diversifikasi Pangan kepada masyarakat yang mengkonsumsi
pangan pokok non beras (jagung), yaitu usaha masyarakat yang mengoperasikan
unit alat & mesin penepung jagung dan singkong.
c.
Kegiatan budidaya sayuran organik pada Kelompok Tani, berupa
paranet untuk green house.
d.
Kegiatan pengolahan pangan pada kelompok wanita yang
mengoperasikan alat & mesin penepung jagung, sealer, kompor gas, peralatan
memasak dll.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

Yoseph Andreas Gual/Fotokita.net

Kebesaran Perempuan dalam Ketahanan Pangan


Indonesia

. Perempuan memegang peranan penting dalam penyelamatan keanekaragaman


hayati, karena perempuan yang menentukan pemilihan ragam pangan dalam skala
rumah tangga.

Sumber: http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/03/kebesaranperempuan-dalam-ketahanan-pangan-indonesia .. Diunduh 27/3/2012

Kekurangan Pangan
Bebetrapa penyebab terjadinya kekurangan pangan adalah:
1. Gagal panen yang terjadi karena adanya gangguan dalam berusahatani
seperti banjir yang terjadi di beberapa daerah seperti sekarang ini, serangan
hama dan penyakit tanaman dan sebagainya. Semua itu mengakibatkan
produksi dan ketersediaan pangan yang dihasilkan dari usahatani tidak
mampu mencukupi kebutuhan masyarakat. Akibatnya, sebagian masyarakat
kekurangan pangan karena tidak dapat mencukupi kebutuhannya.
Untuk mencukupi kekurangan pangan di dalam negeri, pemerintah bisa saja
melakukan impor, tetapi selain hanya akan menguras devisa negara, juga
sangat rentan jika menggantungkan pangan dari luar negeri. Jadi idealnya
ketersediaan tersebut bersumber dari dalam negeri.
2. Masih tingginya angka pengangguran di Indonesia. Menurut ILO
(International Labour Organization) atau Organisasi Buruh Internasional,
jumlah penganggur di Indonesia tahun 2002 mencapai 42 juta orang.
Jumlah tersebut pada tahun 2003 akan meningkat dua juta orang akibat
adanya perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja, mengalami
kebangkrutan dan belum adanya peluang kerja baru dalam jumlah banyak.
Tingginya angka pengangguran ini berkorelasi langsung terhadap
menurunnya tingkat pendapatan masyarakat, yang berarti daya beli terhadap
pangan menurun dan akhirnya akses terhadap pangan pun semakin sulit
diwujudkan.
3. Kendala dalam distribusi pangan, yaitu masih terbatasnya sarana dan
prasarana baik berupa alat transportasi dan perbaikan/ pembangunan jalan
yang bisa mengangkut bahan pangan dari satu tempat ke tempat lainnya.
Akibat kurang mendukungnya sarana dan prasarana tersebut, sering terjadi
pasokan pangan di suatu daerah terlambat datang, sehingga masyarakatnya
mengalami kekurangan pangan. Kendala lain dalam distribusi pangan
adalah, akibat terjadinya perubahan musim seperti musim kemarau panjang
atau banjir, sehingga tidak ada alat transportasi yang dapat membawa bahan
pangan ke suatu daerah. Masalah lain adalah, pungutan liar yang dilakukan
oknum tertentu atau preman di terminal/ pelabuhan maupun di jalan
terhadap pengemudi yang membawa bahan pangan, sehingga harga jual
bahan pangan di tingkat pedagang eceran sudah sangat mahal. Semua ini
yang menanggung risiko "biaya kemahalan" adalah konsumen yang terpaksa
membeli walaupun dengan harga tinggi.

Sumber: http://marno.lecture.ub.ac.id/files/2011/12/strategi-pemenuhankecukupan-pangan-rumahtangga.pdf.. Diunduh 27/3/2012

Kekurangan Pangan
Bebetrapa penyebab terjadinya kekurangan pangan adalah:
4. Naiknya harga pangan. Kecenderungan berkurangnya stok pangan yang
disebabkan gagal panen, serangan hama tanaman dan lainnya akan
berpengaruh langsung terhadap ketersediaan pangan di pasaran, sehingga
antara ketersediaan dan kebutuhan pangan tidak seimbang. Kalau sudah
demikian, harga pangan diperkirakan akan naik. Naiknya harga pangan ini
menyebabkan, sebagian kelompok masyarakat, khususnya kalangan bawah
akan semakin sulit memenuhi kebutuhan pangannya. Hal ini lebih dirasakan
lagi oleh mereka yang menganggur karena tidak ada pendapatan untuk
membeli pangan.

Bebetrapa penyebab terjadinya kekurangan pangan adalah:


1. Gagal panen yang terjadi karena adanya gangguan dalam berusahatani
seperti banjir yang terjadi di beberapa daerah seperti sekarang ini, serangan
hama dan penyakit tanaman dan sebagainya. Semua itu mengakibatkan
produksi dan ketersediaan pangan yang dihasilkan dari usahatani tidak
mampu mencukupi kebutuhan masyarakat. Akibatnya, sebagian masyarakat
kekurangan pangan karena tidak dapat mencukupi kebutuhannya.
Untuk mencukupi kekurangan pangan di dalam negeri, pemerintah bisa saja
melakukan impor, tetapi selain hanya akan menguras devisa negara, juga
sangat rentan jika menggantungkan pangan dari luar negeri. Jadi idealnya
ketersediaan tersebut bersumber dari dalam negeri.
2. Masih tingginya angka pengangguran di Indonesia. Menurut ILO
(International Labour Organization) atau Organisasi Buruh Internasional,
jumlah penganggur di Indonesia tahun 2002 mencapai 42 juta orang.
Jumlah tersebut pada tahun 2003 akan meningkat dua juta orang akibat
adanya perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja, mengalami
kebangkrutan dan belum adanya peluang kerja baru dalam jumlah banyak.
Tingginya angka pengangguran ini berkorelasi langsung terhadap
menurunnya tingkat pendapatan masyarakat, yang berarti daya beli terhadap
pangan menurun dan akhirnya akses terhadap pangan pun semakin sulit
Diwujudkan.

Sumber: http://marno.lecture.ub.ac.id/files/2011/12/strategi-pemenuhankecukupan-pangan-rumahtangga.pdf.. Diunduh 27/3/2012

Kekurangan Pangan
Beberapa penyebab terjadinya kekurangan pangan adalah:
3. Kendala dalam distribusi pangan, yaitu masih terbatasnya sarana dan
prasarana baik berupa alat transportasi dan perbaikan/ pembangunan jalan
yang bisa mengangkut bahan pangan dari satu tempat ke tempat lainnya.
Akibat kurang mendukungnya sarana dan prasarana tersebut, sering terjadi
pasokan pangan di suatu daerah terlambat datang, sehingga masyarakatnya
mengalami kekurangan pangan. Kendala lain dalam distribusi pangan
adalah, akibat terjadinya perubahan musim seperti musim kemarau panjang
atau banjir, sehingga tidak ada alat transportasi yang dapat membawa bahan
pangan ke suatu daerah. Masalah lain adalah, pungutan liar yang dilakukan
oknum tertentu atau preman di terminal/ pelabuhan maupun di jalan
terhadap pengemudi yang membawa bahan pangan, sehingga harga jual
bahan pangan di tingkat pedagang eceran sudah sangat mahal. Semua ini
yang menanggung risiko "biaya kemahalan" adalah konsumen yang terpaksa
membeli walaupun dengan harga tinggi.

4. Naiknya harga pangan. Kecenderungan berkurangnya stok pangan yang


disebabkan gagal panen, serangan hama tanaman dan lainnya akan
berpengaruh langsung terhadap ketersediaan pangan di pasaran, sehingga
antara ketersediaan dan kebutuhan pangan tidak seimbang. Kalau sudah
demikian, harga pangan diperkirakan akan naik. Naiknya harga pangan ini
menyebabkan, sebagian kelompok masyarakat, khususnya kalangan bawah
akan semakin sulit memenuhi kebutuhan pangannya. Hal ini lebih dirasakan
lagi oleh mereka yang menganggur karena tidak ada pendapatan untuk
membeli pangan.

Sumber: http://marno.lecture.ub.ac.id/files/2011/12/strategi-pemenuhankecukupan-pangan-rumahtangga.pdf.. Diunduh 27/3/2012

Jambi kembangkan desa mandiri pangan


Jambi (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi Jambi terus
mengembangkan program desa mandiri pangan untuk membantu warga
atau petani dalam memenuhi kebutuhan pangan sekaligus meningkatkan
pendapatan keluarganya.
Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jambi, Hanif Lubis, di Jambi,
mengatakan pihaknya bekerja sama dengan berbagai instansi terkait terus
mendorong atau mengembangkan program desa mandiri pangan.
"Desa mandiri pangan dinilai cukup efektif untuk meningkatkan kebutuhan
pangan dan menambah pendapatan warga atau petani, tertutama di
pedesaan," katanya, Kamis.
Ia mengatakan, dua kota dan sembilan kabupaten yang ada di Provinsi
Jambi berpotensi atau bisa dikembangkan penanaman berbagai jenis
tanaman pangan dan hortikultura.

Sumber:

http://www.antaranews.com/berita/298531/jambi-kembangkandesa-mandiri-pangan.. Diunduh 27/3/2012

Program Demapan Wujudkan Ketahanan Pangan Kaltim

. SAMARINDA - Melalui program aksi Desa Mandiri Pangan (Demapan), diharapkan masyarakat
desa yang terancam rawan pangan kembali mempunyai kemampuan mewujudkan ketahanan
pangan dan gizi, sehingga dapat menjalani hidup sehat dan produktif.
"Program Demapan bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi, khususnya
mengurangi kerawanan pangan dan gizi masyarakat melalui pendayagunaan sumber daya,
kelembagaan dan budaya lokal di pedesaan," kata Kepala Badan Ketahanan Pangan dan
Penyuluhan (BKPP) Kaltim, H Syaiful Akhyar.
Menurut dia, upaya tersebut dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat untuk mengenali
potensi dan kemampuan serta mencari alternatif peluang dan pemecahan masalah yang terjadi di
kawasan pedesaan.
Terutama mampu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya alam secara efisien
dan berkelanjutan sehingga tercapai kemandirian masyarakat. Sedangkan sasarannya yakni agar
terwujud ketahanan pangan dan gizi tingkat desa yang ditandai dengan berkurangnya tingkat
kerawanan pangan dan gizi.
Dalam pelaksanaannya program ini akan difasilitasi dengan masukan instruktur atau pendamping
dalam bidang manajemen kelompok dan usaha serta teknis, bantuan permodalan, sarana dan
prasarana maupun tenaga kerja serta teknologi.
Karenanya, berbagai masukan tersebut akan digunakan untuk mendukung kegiatan-kegiatan
yang akan dilaksanakan di desa itu. Misalnya, pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui
pendampingan, pelatihan, fasilitasi dan penguatan kelembagaan.
Selain itu, upaya atau kegiatan berupa harmonisasi sistem ketahanan pangan dan
pengembangan keamanan pangan serta antisipasi maupun penanggulangan kerawanan pangan,
terutama melalui program pertanian desa.

Sumber:

http://kaltimprov.go.id/kaltim.php?page=detailberita&id=7541..
Diunduh 27/3/2012

Cara Mengatasi Kurang Pangan


1. Untuk mengatasi turunnya produksi pangan di suatu daerah akibat gagal panen
karena kebanjiran, serangan hama penyakit tanaman dan lainnya, pemerintah
daerah harus berupaya membantu berbagai kesulitan petani. Misalnya memperbaiki
irigasi, bantuan teknologi usahatani, penyediaan benih bermutu, penyediaan alat
dan mesin pertanian, bantuan permodalan dan yang tidak kalah penting adalah
bantuan pangan.
2. Mengingat masih tingginya angka pengangguran, untuk mengatasi dan
membantu masyarakat yang belum memperoleh pekerjaan, pemerintah harus
merancang program padat karya, sehingga bisa menyerap tenaga kerja yang
banyak. Pada tahun 2003 pemerintah mengalokasikan dana untuk program beras
bagi keluarga miskin (Raskin) sebesar 4,8 triliun rupiah, termasuk dari kompensasi
BBM sebesar Rp.500 miliar. Setiap keluarga miskin mempunyai jatah membeli
beras murah sebanyak 20 kg/ bulan untuk setiap keluarga, dengan harga
Rp.1.000/kg.
3. Untuk mengatasi masalah gangguan dalam distribusi pangan, pemerintah daerah
harus mampu memperbaiki dan menyediakan sarana dan prasarana jalan serta alat
transportasi yang memadai. Hal yang tidak kalah penting adalah menghilangkan
terjadinya ekonomi biaya tinggi berupa pungutan yang tidak logis dengan alasan
untuk pemasukan kas daerah dan sebagainya. Untuk itu berbagai pungutan yang
memberatkan moda transportasi bahan pangan harus dikurangi, sedangkan untuk
mengatasi terjadinya pungutan liar di jalan perlu adanya pengamanan angkutan
bahan pangan secara memadai.
4. Sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) yang ada mulai dari tingkat
provinsi sampai kecamatan harus dioptimalkan peranannya, terutama dalam
mengantisipasi secara dini gejala terjadinya rawan pangan di suatu wilayah. Untuk
itu pemerintah daerah mulai dari gubernur sampai camat harus memerintahkan
kelompok kerja (Pokja) SKPG yang telah dibentuk untuk membuat peta potensi
pangan dan daerah yang mempunyai potensi terjadi rawan pangan. Dengan adanya
peta tersebut, maka pemantauan dini terhadap ketersediaan pangan dapat
dilakukan dengan baik, sehingga jika ada gejala kekurangan pangan pada
sekelompok masyarakat dapat diatasi secara dini, sehingga tidak ada warga yang
kekurangan atau rawan pangan dan kelaparan.

Sumber:

.. Diunduh 27/3/2012

Anda mungkin juga menyukai