Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH PENAMBAHAN

PELARUT ORGANIK
TERHADAPTEGANGAN
PERMUKAAN LARUTAN SABUN

OLEH :
I MADE WAHYU YOGATAMA (152210101073)
NORMA TANZIELA WIBISANTI (152210101074)

Pendahuluan
Sifat gelembung sabun bergantung pada tegangan
permukaannya, yang secara langsung berpengaruh terhadap
volume maksimum dari gelembung tersebut.Pada prinsipnya
larutan dengan tegangan permukaan yang lebih rendah
memungkinkan terbentuknya gelembung dengan volume
yang lebih besar. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menentukan pengaruh konsentrasi molekul surfaktan serta
penambahan larutan organik terhadap tegangan permukaan
larutan surfaktan dengan metoda cincin Du Nouy. Pada studi
ini pelarut organik yang dipelajari dibatasi untuk kelompok
alkohol yang meliputi metanol, etanol dan gliserol, serta
kelompok keton yang diwakilkan oleh aseton.

Teori
Tegangan permukaan () suatu cairan dapat didefinisikan
sebagai banyaknya kerja yang dibutuhkan untuk
memperluas permukaan cairan per satu satuan luas. Pada
satuan cgs, dinyatakan dalam erg cm atau dyne cm
sedangkan dalam satuan SI, dinyatakn dalam N m.
Molekul yang ada di dalam cairan akan mengalami gaya
tarik menarik (gaya van der Waals) yang sama besarnya ke
segala arah. Namun, molekul pada permukaan cairan akan
mengalami resultan gaya yang mengarah ke dalam cairan
itu sendiri karena tidak ada lagi molekul di atas permukaan
dan akibatnya luas permukaan cairan cenderung untuk
menyusut.

Surfaktan merupakan suatu molekul dengan rantai


hidrokarbon panjang dengan gugus ujung bersifat polar
atau ionik. Bagian rantai hidrokarbon dari molekul ini
bersifat hidrofobik dan larut dalam cairan non polar,
sedangkan gugus ujung polar/ionik bersifat hidrofilik dan
larut dalam air. Berdasarkan klasifikasinya, surfaktan
dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu surfaktan
yang larut dalam minyak dan surfaktan yang larut dalam
air. Surfaktan yang larut dalam minyak adalah senyawa
organik yang memiliki rantai panjang umumnya
mempunyai gugus polar yang khas.

Sedangkan surfaktan yang larut dalam air adalah surfaktan


yang ujung ion bersifat hidrofilikseperti surfaktan anionik,
surfaktan kationik, surfaktan nonionik atau netral dan
surfaktan amfoterik, bergantung pada sifat dasar gugus
hidrofiliknya. Klasifikasi surfaktan berdasarkan sifat
muatannya dapat dikategorikan menjadi 4 jenis, yaitu:
surfaktan anionik, kationik, nonionik dan amfoterik.
Surfaktan anionik adalah merupakan suatu surfaktan yang
gugus polarnya mengandung muatan negatif (contohnya
adalah C12H25C6H4SO3Na+(Natrium Alkil Benzena
Sulfonat), sodium lauril sulfonat, sodium dodesil benzene
sulfonat, sodium lauril eter sulfat, ammonium lauril sulfat.

Surfaktan kationik adalah merupakan suatu surfaktan


yang gugus polarnya mengandung muatan positif
(contohnya RNH3+ Cl(garam amina rantai panjang),
benzalkonium klorida (dimetilbenzilalkil ammonium
klorida) dan stearalkonium klorida). Surfaktan kationik
biasanya berasal dari senyawa amina yang berantai
panjang primer, sekunder, tersier dan kuartener yang larut
dalam pelarut pada semua pH.

Surfaktan nonionik atau netral adalah merupakan


suatu surfaktan dengan bagian aktif permukaannya
mengandung gugus non ion (contohnya adalah suatu
karbohidrat yang dapat berikatan hidrogen dengan air).
Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang mengandung
muatan negatif dan positif pada bagian aktif
permukaannya misalnya sulfobetain.

Peranan dalam farmasi


Pelarut organik nonpolar, seperti dietil eter, kloroform,
atau etil asetat. Pada proses ionisasi, asam akan
membentuk anion dan basa akan membentuk asam
konjugasi. Keduanya akan lebih larut di dalam pelarut
berair. Ini berarti obat-obatan atau produk-produk yang
bersifat asam larut di dalam pelarut organikpada pH
rendah dan larut dalam pelarut polar pada pH tinggi.
Perbedaan kelarutan ini memungkinkan terjadinya
pemisahan beberapa campuran.

Referensi
[1] Christian D. S and Enwall E., 1978. Bubble Pressure and Volume, A

Demonatrasi
Experiment, Jurnal of Chemical Education, The University of Oklahoma,
Norman.
[2] Lehninger, A.L., 1988. DasarDasar Biokimia, Jilid I, Erlangga,
Jakarta.
[3] Bird Tony, (1993) : Kimia Fisik Untuk Universitas, Erlangga, Jakarta,
304308
[4] Schramm, L, L., dan Marangoni, D, G. (2000) : Surfactants and Their
Solutions: Basic Principles, Cambdrige University Press.
[5] Mansyur R, (2009) : Sintesis Kitosan Sulfonat Sebagai Surfaktan,
Tesis Program Magister, Institut Teknologi Bandung.
[6] Fessenden J. Ralp dan Fessenden S. Joan, (1982) : Kimia Organik ,
Erlangga, Jakarta, 411 412.

7] Genaro R. A, (1990) : Rhemingtons Pharma Ceutikal Science,

18th Ed, Mack Printing Company, Easton, Pennsylvania, USA, 207


[8] Brady E. James., 1999. Kimia Universitas, Asas dan Struktur,
Binarupa Aksara, Jakarta, 523 524.
[9] Sukardjo., 2002. Kimia Fisika, Edisi 3, Renika Cipta, Jakarta,
102 107.
[10] Fessenden J. Ralp dan Fessenden S. Joan., 1982. Kimia
Organik, Erlangga, Jakarta, 411 412.
[11] Adamson, W, A. (1967) : The Physical Chemistry of Surface,
2nd Edition, Interscience Publishers, New York, 23 25
[12] Alberty A. Rober dan Daniels F., 1987. Kimia Fisika, Jilid 1,
Edisi 5, Erlangga, Jakarta, 239 257.

Anda mungkin juga menyukai