Anda di halaman 1dari 29

TRAUMA OS MAXILLARIS

Agis mira dewi, s.ked

PENDAHULUAN

Fraktur maksila sendiri sebagai bagian dari trauma Maxillofacial


cukup sering ditemukan, walaupun lebih jarang dibandingkan dengan
fraktur mandibula. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan
penyebab tersering fraktur maksila.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Epidemiologi dan Mekanisme

Terjadinya Fraktur Maksila Fraktur pada midface seringkali


terjadi akibat kecelakan kendaraan bermotor, terjatuh,
kekerasan, dan akibat trauma benda tumpul lainnya.4 Untuk
fraktur
maksila
sendiri,
kejadiannya
lebih
rendah
dibandingkan dengan fraktur midface lainnya. Berdasarkan
studi yang dilakukan oleh Rowe dan Killey pada tahun 1995

Gambar 1. Disartikulasi tulang midfasial menggambarkan anatomi maksila, zigoma, tulang


nasal, dan septum nasal.6

2.2 Dasar Anatomi

Secara konseptual kerangka wajah terdiri dari empat


pasang dinding penopang (buttress) vertikal dan
horizontal

Vertical buttresses terdiri dari sepasang maksilari


lateral (+ dinding orbital lateral) atau zygomatic
buttress, maksilari medial (+ dinding orbital medial)
atau nasofrontal buttress, pterygomaxillary buttress,
dan posterior vertical buttress atau mandibular buttress.
Horizontal buttresses juga terdiri dari sepasang
maksilari tranversal atas (+ lantai orbital), maksilari
transversal bawah (+ palatum), mandibular transversal
atas dan mandibular tranversal bawah.7

EPIDEMIOLOGI
Para ahli sepakat bahwa distribusi frekuensi fraktur Le
Fort yaitu, dimana Le Fort I mencapai 30 %, Le Fort II
mencapai 42%, dan Le Fort III mencapai 28% dari
seluruh kasus Le Fort. Kejadian cedera bersamaan
dengan trauma kepala (50%), cedera servikal (10%),
cedera abdominal (15%), cedera skeletal (30%)
ditemukan pada pasien dengan fraktur midfasial.4

CONT

Sekitar 5-15% dari keseluruhan fraktur wajah terjadi


pada anak.

Prevalensi fraktur wajah pediatri paling rendah pada


bayi dan meningkat secara progresif sesuai dengan
bertambahnya usia. Terdapat 2 puncak usia dimana
frekuensi terjadinya fraktur tersebut paling tinggi pada
pediatri. Pada usia antara 6-7 tahun terkait dengan usia
mulai sekolah. Dan pada usia 12-14 tahun terkait
dengan peningkatan aktivitas fisik serta partisipasi
dalam olahraga saat pubertas dan remaja.

KLASIFIKAS

Berdasarkan eksperimen yang dilakukan oleh Rene Le


Fort, terdapat tiga pola fraktur maksila, yaitu Le Fort I,
II, dan III. Selain fraktur Le Fort, terdapat pula fraktur
alveolar, dan vertikal atau sagital maupun parasagital.7

Gambar 3.Gambaran frontal (A) dan lateral oblique (B) dari tengkorak, mengilustrasikan pola fraktur Le
Fort I, II dan III (1).

PEMERIKSAAN DAN GEJALA


KLINIS
Pemeriksaan Awal / Primary Survey
Airway (Jalan Nafas)
Breathing (Pernafasan)
Circulation (Sirkulasi)
Disability
Exposure environmental control

Pemeriksaan Riwayat dan Klinis


Pemeriksaan Riwayat Penyakit
Pemeriksaan Klinis
a. Pemeriksaan Ekstraoral
b. Pemeriksaan Intraoral

PERBEDAAN KLINIS FRAKTUR MAKSILA:


Le fort I

Manifestasi Klinis Le Fort I antara lain adalah:


Seluruh rahang atas dapat digerakan dengan mudah.
Kecuali apabila segmen fraktur mengalami impaksi kearah
posterior.
Terjadinya kontak premature dari gigi posterior karena tulang
maksila turun dan menimbulkan open bite yang klasik.
Palpasi tulang alveolar pada jaringan pendukung akan terasa
nyeri
Dapat dilihat dengan jelas pada foto roentgen dan sering adanya
gambaran sinus yang berkabut serta gangguan kontinuitas yang
bilateral dari dinding sinus maksila.10

Le fort II

Manifestasi klasik Le Fort II antara lain :

Oedema periorbital secara bilateral, diikuti dengan ecchymosis yang


memberikan kesan seperti raccoon sign (menyerupai kucing).

Hipoesthesia dari nervus infra orbital juga ditemukan, kondisi ini


muncul karena perkembangan odema yang sangat cepat.

Suatu maloklusi dapat terjadi bersamaan dengan open bite.

Suatu kelainan bentuk ini dapat dideteksi pada daerah rima infra
orbital atau daerah sutura naso frontal.

Dari gambaran foto roentgen dapat terlihat pemisahan atau pergeseran


pada sutura zygomaticomaksilaris serta terputusnya kontinuitas rima
orbital inferior didekat sutura tersebut.5,10

Le fort III

Manifestasi klinis Le Fort III antara lain :

Sering terlihat kebocoran cairan cerebrospinal akibat sobeknya


meninge (selaput otak)

Oedema yang hebat dan ecchymosis peri orbital terlihat bilateral


karena terjadinya perdarahan subkonjungtiva dalam berbagai tingkat
keparahan.

Trauma telecantus dapat terasa seperti halnya juga ephypora. Ada


baiknya temuan ini dikomfirmasikan dengan CT coronal dan sagital
scan, hal ini berguna dalam rencana perawatan dan pertolongan
nyawa pasien.

Fraktur ini biasanya diikuti dengan fraktur zygoma, dan naso orbita
eithmoid, luka yang dihasilkan pun berfariasi.

Pada waktu dilakukan tes mobilitas dari maksila akan memperlihatkan


pergerakan dari seluruh bagian atas wajah. 5,10

PERAWATAN
Reduksi tertutup (close red)

Metode ini dilakukan tanpa melakukan insisi untuk


mereduksi kembali bagian tulang yang fraktur seperti
pada fragmen fraktur ini bergerak, biasanya gigi geligi
yang terdapat pada segmen fraktur mengalami
kegoyahan. Pada kasus ini dibutuhkan tekanan
berulang (digital) untuk mereduksi tulang yang patah.

Reduksi terbuka (open red)


Metode ini lebih baik untuk kasus fraktur maksila
khususnya yang komplek. Dengan metode ini dapat
dicapai immobilisasi fraktur yang sempurna dan fiksasi
yang kuat dan rigid.

Metode ini dimulai dengan tahapan sebagai berikut:

Pembukaan flap dengan insisi vestibular secara bilateral.

Sisi fraktur disingkapkan dengan meretraksi flap tadi

Dilakukan pembersihan segment pada garis fraktur.

Dilakukan perlekatan kembali kontunuitas tulang yang terputus.

Fiksasi garis fraktur dengan wiring atau mini dan mikro plat serta
bautnya.

Tutup daerah operasi dengan mengembalikan flap pada posisi


awal dan dijahit

Fiksasi inter maksila selama 4 minngu (masa penyembuhan)

Pasien diberikan diet lunak selama fiksasi dengan kandungan gizi


yang cukup.

Fiksasi dan Imobilisasi fraktur maksila

Fiksasi Intramaksila dan Intermaksila.

Fiksasi Internal

Fiksasi eksternal

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Setelah dilakukan pemeriksaan klinis pada area fasial


dan keadaan pasien stabil, pemeriksaan radiologi harus
dilakukan untuk memberikan tambahan informasi
tentang trauma fasial.

Gambar 14. Waters view memperlihatkan gambaran fraktur Le


Fort II yang membentuk segmen fraktur bentuk Piramid.
Tampak fraktur pada hidung, os.lakrimal, dinding orbita media,
dasar orbita, maksilla anterior, lempeng pteriogoid.

KOMPLIKASI

Komplikasi yang mungkin terjadi sehubungan


dengan fraktur maksila antara lain:6
Parestesi n.infraorbital, Enopthalmus, Infeksi, Deviasi
septum, Obstruksi nasal, Perubahan penglihatan,
Nonunion, Malunion atau maloklusi, Epiphora, Reaksi
benda asing, Jaringan parut, Sinusitis

PROGNOSIS
Fiksasi intermaksilari merupakan treatment paling
sederhana dan salah satu yang paling efektif pada
fraktur maksila. Jika teknik ini dapat dilakukan
sesegera mungkin setelah terjadi fraktur, maka akan
banyak deformitas wajah akibat fraktur dapat kita
eliminasi. Mandibula yang utuh dalam fiksasi ini dapat
membatasi pergeseran wajah bagian tengah menuju ke
bawah dan belakang, sehingga elongasi dan retrusi
wajah dapat dihindari.

2.9 Fraktur Maksila pada Anak

Pola cedera wajah pada anak-anak berbeda dengan dewasa


karena adanya perbedaan karakteristik anatomi dan fisiologi
pada tahap-tahap perkembangan wajah, batasan pneumatisasi
sinus paranasal, dan fase-fase pertumbuhan gigi. Pada anak
terdapat 3 fase pertumbuhan gigi: (1) fase desidua, sekitar
usia 2 tahun, (2) fase campuran, dari usia 6-12 tahun, dan (3)
fase permanen pada sekitar usia 13 tahun.

KESIMPULAN

Fraktur maksila merupakan salah satu bentuk trauma pada wajah


yang cukup sering terjadi dimana kecelakaan kendaraan bermotor
merupakan penyebab utama. Penanganan fraktur maksila tidak
hanya mempertimbangkan masalah fungsional tapi juga estetika.

Pola fraktur yang terjadi tidak selalu mengikuti pola Le Fort I, II,
maupun III secara teoritis, namun lebih sering merupakan
kombinasi klasifikasi tersebut.

Adapun Beberapa hal mendasar mengenai fraktur maksila diantaranya;

Untuk terjadinya fraktur maksila baik itu Le Fort I, II, maupun III,
prosesus pterigoid harus mengalami disrupsi.

Adanya mobilitas dan maloklusi pada pemeriksaan fisik merupakan


Hallmark dari fraktur maksila walaupun tidak semua fraktur maksila
menimbulkan mobilitas.

Pemerikasaan radiologi baik itu foto polos maupun CT scan


diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis, namun CT scan
merupakan pilihan utama.

Faktur maksila umumnya memiliki prognosis yang cukup baik


apabila penanganan dilakukan dengan cepat dan tepat, namun dapat
timbul komplikasi yang dapat menimbulkan kecacatan maupun
kematian apabila tidak tertangani dengan baik.

Fraktur maksila pada anak berbeda dengan dewasa karena adanya


pertumbuhan dan perkembangan yang lebih menonjol pada anak.

DAFTAR PUSTAKA

Fraioli Rebecca E, MD,et al. Facial Fractures: Beyond Le Fort. Otolaryngol Clin N.Am.2008;
41:51-76.
Tiwana Paul S, et al. Maxillary Sinus Augmentation. Dent Clin N Am.2006; 50: 409-424.
Alcala-Galiano Andrea, MD, et al. Pediatric Facial Fractures: Children Are Not Just Small
Adults. Radiographics. 2008; 28:441-461.
Thaller, S.R., McDonald, W.S. 2004. Facial Trauma. Miami: Marcel Dekker, Inc.
Fonseca. 2005. Oral and Maxillofacial Trauma vol.2. St. Louis: Elsevier.
Peterson. 2004. Principles of Oral and Maxillofacial Surgery, 2nd ed. Hamilton: BC Decker
Inc.
Hopper Richard A, MD, et al. Diagnosis of Midface Fractures with CT : What the Surgeon Need
To Know. Radiographics. 2006; 26:783-793.
Rhea James T, Novelline Robert A. How to simplify the CT diagnosis of Le fort Fractures.
AJR. 2005; 184:1700-1705.
Ellis, Edward. 2000. Assesment of Patients with Facial Fractures.Dallas: Saunders.
Pedersen, G.W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut.Jakarta: EGC.
Peterson. 2003. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 4th ed. St. Louis: Mosby.
Moore, U.J. 2001. Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. 5th ed. Oxford: BlackwellScience.

THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai