Anda di halaman 1dari 44

DIFFICULT AIRWAY

MANAGEMENT
Chintia R. Endismoyo S. Ked
Kepanitraan Klinik Anestesiologi
RSUD Arjawinangun

DEFINISI
Airway Management ialah
memastikan jalan napas tetap
terbuka. Tindakan paling penting
untuk keberhasilan resusitasi adalah
segera melapangkang saluran
pernapasan.
Yaitu dengan cara Triple airway
maneuver.

Pada Triple Airway Manuever terdapat tiga


perlakuan yaitu:
Kepala ditengadahkan dengan satu tangan
berada di bawah leher, sedangkan tangan yang
lain pada dahi. Leher diangkat dengan satu
tangan dan kepala ditengadahkan ke belakang
oleh tangan yang lain
Menarik rahang bawah ke depan, atau keduanya,
akan mencegah obtruksi hipofaring oleh dasar
lidah. Kedua gerakan ini meregangkan jaringan
antara larings dan rahang bawah.
Menarik / mengangkat dasar lidah dari dinding
pharyinx posterior.

Stridor (mendengkur)
Pernafasan cuping hidung
Retraksi trakea
Retraksi toraks

Sumbatan di atas laring (lidah jatuh ke


hipofaring,benda asing,infeksi atau tumor
bagian atas,trauma daerah muka )
Sumbatan pada laring (benda asing di rimma
glotis, reaksi anaflaktik, tumor laring, paralisis
pita suara)
Sumbatan di bawah laring (benda asing di
bronkus, spasme bronkus)

Obstru
ksi
Jalan
Nafas
Tanda
Obstru
ksi
Nafas

INDIKASI BANTUAN JALAN


NAFAS

Henti Nafas

Pembedahan

Pencegahan
terhadap
regurgitasi dan
aspirasi

Mempermudah
ventilasi positif
dan oksigenasi

Tak terasa ada


udara ekspirasi

PENGELOLAAN JALAN NAFAS


Tanpa
Alat

Dengan
Alat

Membuka jalan
nafas

Faringeal airway,
Face mask,
Laringeal mask
airway,
Endotracheal
tube,

Membersihkan
jalan nafas

Laringoskop dan
intubasi,
Suctioning,
Trakeostomi,
Krikotirotomi

Finger Sweep (sapuan jari)


Abdominal Thrust (Gentakan
Abdomen)
Chest Thrust (Pijatan Dada)
Back Blow (Tepukan Pada
Punggung)

Head Tilt (dorong kepala ke


belakang)
Chin Lift Manuver (perasat
angkat dahu)
Jaw Thrust Manuver (perasat
tolak rahang)

Membersihk
an jalan
nafas
Membuka
jalan nafas

PENGELOLAAN TANPA ALAT

PENGELOLAAN DENGAN
ALAT
Faringeal Airway
Jika manuver triple airway kurang
berhasil, maka dapat dipasang jalan
napas mulut-faring lewat mulut
dengan Oropharyngeal airway atau
jalan napas hidung-faring lewat
hidung dengan Nasopharyngeal
airway.

Fase mask (sungkup muka) yaitu


untuk mengantar udara/gas anestesi
dari alat resusitasi atau sistem
anestesi ke jalan napas pasien.
Bentuk sungkup muka sangat
beragam bergantung usia dan
pembuatnya.

Laringeal mask airway (sungkup


laring) adalah alat jalan napas
berbentuk sendok terdiri dari pipa
besar berlubang dengan ujung
menyerupai sendok yang pinggirnya
dapat dikembang-kempiskan seperti
balon pada pipa trakea.

Endotracheal tube yaitu mengantar


gas anestetik langsung ke dalam
trakea dan biasanya dibuat dari
bahan standar polivinil-klorida
Endotracheal tube dapat dimasukkan
melalui mulut (orotracheal tube) atau
melalui hidung ( nasotracheal tube)

Laringoskop ialah alat yang digunakan


untuk melihat laring secara langsung
supaya kita dapat memasukan pipa
trakea dengan baik dan benar
Intubasi adalah memasukan suatu
lubang atau pipa trakea melalui mulut
ataupun hidung menuju trakhea
dengan tujuan untuk menjaga jalan
napas

INDIKASI INTUBASI
1. Menjaga patensi jalan napas oleh sebab
apapun
2. Kelainan anatomis, bedah khusus, bedah
posisi khusus, pembersihan sekret jalan napas
dan lain-lain.
3. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
4. Misalnya saat resusitasi dan ventilasi jangka
panjang.
5. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi

KOMPLIKASI INTUBASI
1. Selama intubasi:
Trauma gigi-geligi
Laserasi bibir, gusi, laring
Merangsang saraf simpatis (hipersekresi dan takikardia)
Intubasi bronkus
Intubasi esofagus
Aspirasi
Spasme bronkus
2. Setelah ekstubasi
Spasme laring
Aspirasi
Gangguan fonasi
Edema glotis-subglotis
Infeksi laring, faring trakea

Suctioning ; Bila terdapat sumbatan


jalan napas karena benda cair maka
dilakukan penghisapan (suctioning).
Penghisapan dilakukan dengan
menggunakan alat bantu pengisap
(penghisap manual portabel,
pengisap dengan sumber listrik).

Trakeostomi adalah tindakan membuat


lubang pada dinding depan atay anterior
trakea untuk bernapas. trakeostomi
dibedakan letak yang tinggi dan letak yang
rendah dan batas letak ini adalah cincin
trakea ketiga.
Syatan kulit trakeostomi dapat vertikal di
garis tengah leher mulai di bawah krikoid
sampai fosa suprasternal atau jika membuat
sayatan horizontal dilakuakn pada
pertengahan jarak antara kartilago krikoid
dengan fosa suprasternal atau kira-kira 2
jari dibawah krikoid orang dewasa

Krikotirotomi merupakan tindakan


penyayatan pada pasien dalam
keadaan gawat napas. Dengan cara
membelah membran krikotiroid,
diantara tulang rawan tiroid dan
kartilago krikoid.

DEFINISI
Difficult airway (Kesulitan Jalan
Napas) adalah adanya situasi klinis
yang menyulitkan baik ventilasi
dengan masker atau intubasi yang
dilakukan oleh dokter anestesi yang
berpengalaman dan terampil.
The American Society of Anesthesiology
(ASA), 2013

JENIS DIFFICULT AIRWAY


Kesulitan ventilasi dengan sungkup atau
supraglottic airway (SGA)
Ketidakmampuan dari ahli anestesi yang
berpengalaman untuk menjaga SO2 > 90 % saat
ventilasi dengan menggunakan masker wajah dan O2
inspirasi 100%, dengan ketentuan bahwa tingkat
saturasi oksigen pra ventilasi masih dalam batas
normal.

Kesulitan dilakukan laringoskopi

Kesulitan untuk melihat bagian pita suara, setelah


dicoba beberapa kali dengan laringoskop sederhana.

Kesulitan intubasi trakea


Dibutuhkannya lebih dari 3 kali
usaha intubasi atau usaha
intubasi yang terakhir lebih dari
10 menit

Kegagalan intubasi

Penempatan ETT gagal setelah


beberapa kali percobaan intubasi

FAKTOR RESIKO

DIAGNOSIS
Anamnesis
Evaluasi preoperatif mencakup anamnesa atau
riwayat terutama yang berhubungan dengan
jalan napas atau gejala-gejala yang
berhubungan dengan saluran pernapasan atas
misalnya snoring atau mengorok, karies gigi,
perubahan suara, disfagi, stridor, nyeri
servikal, neuropathi ekstremitas atas, nyeri
atau disfungsi sendi temporo-mandibular dan
nyeri tenggorokan atau rahang yang
berlangsung lama setelah pembiusan.

Pemeriksaan Fisik
Penilaian Kesulitan Ventilasi: (OBESE)
Over weight (body mass index > 26
kg/m2)
Beard
Elderly (> 55 tahun)
Snoring
Edentulous

TANDA KEGAGALAN
VENTILASI

Tidak adekuat atau tidak adanya gerakan dinding dada


Berkurangny atau tidak adanya suara napas
Pada auskultasi ditemukan tanda obstruksi
Sianosis
Dilatasi lambung atau meningkatnya udara lambung
Berkurangnya atau tidak adanya saturasi oksigen
Berkurangnya atau tidak adanya pengeluaran
karbondioksida
Berkurangnya atau tidak adanya hembusan udara pada
spirometri
Perubahan hemodinamik, hipoksia atau hiperkarbia

PENILAIAN KESULITAN
INTUBASI
Mallampati ; Klasifkasi berdasarkan penampakan dari
orofaring
Klasifikasi

Klinis

Kelas I

Tampak

Kelas II

Kelas III

Kelas IV

uvula,

pilar

faring

dan

palatum mole
Pilar fausial dan palatum mole terlihat
Palatum durum dan palatum mole
masih terlihat
Palatum durum sulit terlihat

M = Measurements 3-3-2-1 or 1-2-3-3


Fingers
3 - Fingers Mouth Opening
3 - Fingers Hypomental Distance. 3
Fingers between the tip of the jaw
and the beginning of the neck (under
the chin)
2 - Fingers between the thyroid notch
and the floor of the mandible (top of
the neck)

Movement of the neck

Ektensi leher "normal" adalah 35


(The atlanto-oksipital/ A-O joint).
Keterbatasan ektensi sendi terdapat
pada spondylosis, rheumatoid
arthritis, halo-jaket fksasi, pasien
dengan gejala yang menunjukkan
kompresi saraf dengan ekstensi
servikal.

Malformation of the Skull (S), Teeth (T), Obstruction


(O), Pathology (P)

STOP

S= Skull (Hydro and Mikrocephalus)


T= Teeth (Buck, protruded, & gigi berlubang,
makro dan mikro mandibula)
O= Obstruction (obesitas, leher pendek dan
bengkak disekitar kepala and leher)
P=Pathologi (kraniofacial abnormal &
Syndromes: Treacher Collins, Goldenhars,
Pierre Robin, Waardenburg syndromes)

Jika score pasien 8 atau lebih, maka


memungkinkan difficult airway

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiograf , CT-scan , fluoroskopi
dapat mengidentifkasi berbagai
keadaan yang didapat atau bawaan
pada pasien dengan kesulitan jalan
napas.

PENANGANAN DIFFICULT
AIRWAY
EVALUASI JALAN NAFAS

Riwayat
kesulitan
jalan nafas

PF dan
Evaluasi
tambahan

Tes diagnostik

MANAGEMEN KESULITAN JALAN


NAFAS

Tersedianya peralatan untuk pengelolaan


kesulitan jalan napas

PERALATAN PENANGANAN
DIFFICULT AIRWAY
Laryngoscope dengan beberapa alternatif desain dan ukuran
yang sesuai
Endotrakea tube berbagai macam ukuran.
Pemandu endotrakeal tube. Contohnya stylets semirigid
dengan atau tanpa lubang tengah untuk jet ventilasi, senter
panjang, dan mangil tang dirancang khusus untuk dapat
memanipulasi bagian distal endotrakeal tube.
Peralatan Intubasi fberoptik.
Peralatan Intubasi retrograd.
Perangkat ventilasi jalan nafas darurat nonsurgical. Contohnya
sebuah jet transtracheal ventilator, sebuah jet ventilasi
dengan stylet ventilasi, LMA, dan combitube.
Peralatan yang sesuai untuk akses pembedahan napas
darurat (misalnya, cricothyrotomy).
Sebuah detektor CO2 nafas (kapnograf).

ALGORITMA PENANGANAN
DAB
Menilai kemungkinan dan dampak klinis dari
masalah pada penanganan dasar
Aktif memberikan oksigen tambahan selama
proses manajemen kesulitan jalan napas
Mempertimbangkan manfaat relatif dan
kelayakan dari penanganan dasar
Mengembangkan strategi primer dan
strategi alternative

Kotak A dipilih bila kesulitan jalan


nafas diantisipasi, sedangkan kotak B
untuk situasi dimana kesulitan jalan
nafas tidak diantisipasi. AAA tidak
pada retardasi mental, intoksikasi,
kecemasan, penurunan derajat
kesadaran, atau usia.

STRATEGI INTUBASI PADA


DAM
Intubasi Sadar
Intubasi endotrakea dalam
keadaan pasien sadar dengan
anestesi topikal, pilhan teknik
untuk mencegah
bahaya aspirasi.
Laringoskopi
dengan

bantuan video

Intubasi stylets atau tubechanger


SGA untuk ventilasi (LMA,
laringeal tube)
Penggunaan LMA (laringeal mask
airway) meningkat untuk
menggantikan pemakaian face
mask dan TT selama pemberian
anestesi

EKSTUBASI
Ekstubasi terbaik dilakukan ketika
pasien sedang teranestesi dalam
atau bangun.
Ekstubasi selama anestesi ringan
(masa antara anestesi dalam dan
bangun) harus dihindari karena
meningkatnya risiko laringospasme.

Pasien teranestesi dalam atau sudah sadar, faring pasien


sebaiknya disuction terlebih dahulu sebelum ekstubasi
untuk mengurangi risiko aspirasi atau laringospasme
Pasien harus diventilasi dengan 100% oksigen sebagai
cadangan apabila sewaktu-waktu terjadi kesulitan untuk
mengontrol jalan napas setelah TT dicabut.
Sesaat sebelum ekstubasi, TT dilepas dari plester dan
balon dikempiskan. Pemberian sedikit tekanan positif
pada jalan napas pada kantong anestesia yang
dihubungkan dengan TT dapat membantu meniup sekret
yang terkumpul pada ujung balon supaya ke luar ke arah
atas, menuju faring, yang kemudian dapat disuction.
TT dicabut dengan satu gerakan yang halus, dan
sungkup wajah biasanya digunakan untuk
menghantarkan oksigen 100% sampai pasien menjadi
cukup stabil untuk diantar ke ruang pemulihan.

Dampak dari kegagalan jalan nafas


dapat menyebabkan kerusakan otak
bahkan mencapai kematian, karena
itu penilaian secara dini terhadap
adanya obstruksi jalan nafas dengan
penilaian keadaan pasien secara
baik.

DAFTAR PUSTAKA
Guyton. Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta, 2007.
Morgan GE et al. Clinical Anesthesiology. 4 th edition. New
York: Lange Medical Book. 2006
Latief S, Suryadi K, Dachlan M. Petunjuk Praktis
Anestesologi. FKUI, Jakarta, 2009.
Soepardi E, Iskandar M, Bashiruddin J, Restuti R. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan
Leher. FK UI, Jakarta, 2012.
Mangku G, Senapathi T. Ilmu Anestesia dan Reanimasi.
Indeks, Jakarta, 2009.
ASA. 2013. Practice Guidelines for Management of the
Difficult Airway. The American Society of Anesthesiology.
V 118. No. 2. P. 1-20

Anda mungkin juga menyukai