Anda di halaman 1dari 38

TB Milier

Disusun oleh: Audra Firthi Dea


Noorafiatty
Pembimbing: dr. Tjahja D,
Sp.A

Pendahuluan

DEFINISI
Tuberkulosis

Tuberkulosis
Milier

penyakit infeksi pulmo dan


ekstrapulmo yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. kronik,
berulang, dikarakteristikan dengan
terbentuknya granuloma dengan
kaseosa, fibrosis serta kavitas.

penyakit limfo-hematogen sistemik


akibat penyebaran Mycobacterium
tuberculosis dari kompleks primer
yang biasanya terjadi dalam waktu
2-6 bulan setelah infeksi awal. bisa
juga menyebabkan acute
respiratory distress syndrome
(ARDS).

Epidemiologi
Dari seluruh kasus TB 1,5%
mengalami TB milier
WHO 2-3 juta pasien meninggal
tiap tahun akibat TB Milier.
Insidensi TB Milier tinggi di Afrika.
Faktor risiko: sosial ekonomi yang
rendah, lelaki > perempuan, dan
faktor kesehatan.
TB milier ini merupakan salah satu
bentuk TB berat angka kejadian
3-7% dari seluruh kasus TB
dengan angka kematian 25% pada
bayi
Tuberkulosis milier sering pada
usia <2 tahun

Etiologi

Mycobacteri
um
tuberculosis

bakteri batang (basil)


lengkung, gram positif,
pleomorfik, tidak bergerak,
tidak membentuk spora.
panjang 2-4m
aerob obligat
tumbuh paling baik suhu 3741C
Dinding selnya kaya akan
kompleks lipid:
Mycolic acid tahan asam
Wax-D untuk melawan
respon imun dan
menimbulkan resistensi
terhadap daya bakterisid,
antibodi dan komplemen.
fosfatid nekrosis
kaseosa.
parasit intraseluler (hidup
dalam sitoplasma makrofag)
dapat bersifat dormant

Anak yang telah


terinfeksi TB akan
berkembang
menjadi sakit TB
karena:
usia < 5 tahun
Infeksi baru (konversi
uji turberkulin) dalam
1 tahun terakhir
imunokompromais
malnutrisi

Faktor resiko
terjadinya infeksi TB
anak yang terpajan
orang dewasa dengan TB
aktif (BTA +)
Resiko timbulnya
transmisi kuman lebih
tinggi jika: BTA +,
infiltrat luas atau kavitas
pada lobus atas, sputum
banyak dan encer, batuk
produktif dan kuat,
sirkulasi udara tidak
baik.

Faktor yang
mempengaruhi TB
Milier
M. Tuberculosis (jumlah
dan virulensinya)
Sistem imun turun (infeksi
HIV, malnutrisi, morbili,
pertusis, diabetes mellitus,
gagal ginjal, keganansan
dan penggunaan
kortikosteroid jangka
panjang)
faktor lingkungan
(kurangnya paparan sinar
matahari, perumahan yang
padat, polusi, asap rokok)
sosial ekonomi rendah

Etiologi

Cara Penularan
Sumber penularan TB: TB BTA positif (hasil positif makin
tinggi makin menular, hasil negatif tidak menular)
Secara droplet (percikan dahak)
Risiko infeksi tergantung:
sumber infeksi
kedekatan dengan kontak
banyaknya basil yang terinhalasi.

Anak dengan tuberkulosis jarang menginfeksi karena:


Basil tuberkel sedikit disekresi oleh endotracheal
batuk sering tidak ada
Jumlah kuman lebih sedikit (paucibacillary)
Lokasi Infeksi primer parenkim (jauh dari lobus) tidak
produksi sputum

Patogenesis
kuman akan bereplikasi
dalam makrofag setiap 2532 jam

menghasilkan enzim
proteolitik dan sitokin
(merangsang limfosit T
pada proses imunitas)

saluran pernafasan dan


paru diikuti dengan
limfangitis paru dan
limfadenopati hilus.

pada sebagian kecil


makrofag tidak mampu
menghancurkan kuman TB

Makrofag akan menggiring


antigen dari basil ini ke
permukaan sel T untuk terus
bereaksi melawan bakteri
ini, bakteri ini akan terus
berkembang biak di dalam
makrofag

Droplet yang terinhalasi


dapat melewati sistem imun
di bronkus karena
ukurannya terlalu kecil dan
berpenetrasi ke dalam
alveoli.

fase latent tuberculosis


(perubahan menjadi
aktifnya penyakitnya TB)
primary progressive
tuberculosis

makrofag lisis dan bakteri


membentuk koloni di
tempat tersebut

Terjadi inflamasi di saluran


limfe (limfangitis) dan
kelenjar limfe (limfadenitis)

sebagian besar kuman TB


dihancurkan oleh
mekanisme imunologis non
spesifik

Makrofag alveolus
memfagosit kuman TB dan
menginisiasi terbentuknya
berbagai reaksi yang
berkelanjutan dan
mengontrol terjadinya
infeksi akibat basil ini

fokus primer GOHN

Dari fokus primer, bakteri


menyebar melalui saluran
limfe kelenjar limfe
regional

inhalasi dari basil TB


(droplet infection)

Patogenesis
Kompleks primer
gabungan antara fokus primer, limfadenitis, limfangitis
Infeksi TB primer (+)
Uji tuberkulin (+)
Komplikasi yang terjadi: Focus primer di paru pneumonitis atau pleuritis fokal, kavitas, Kelenjar limfe hilus
atau paratrakeal membesar, atelectasis, TB endobronkial atau membentuk fistula.

masa inkubasi TB
Waktu yang diperlukan sejak masuknya Mycobacterium tuberculosis hingga terbentuknya kompleks primer (48 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu)
kuman tumbuh hingga 103 -104 (jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler)
Uji tuberkullin (-)

Individu dengan sistem imun baik sistem imun seluler berkembang dan proliferasi
bakteri terhenti, sejumlah kecil bakteri tetap hidup dalam granuloma.
Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk alveolidimusnahkan
oleh imunitas selular spesifik (cellular mediated immunity, CMI).
Setelah itu fokus primer di jaringan paru resolusi sempurna (fibrosis atau kalsifikasi
setelah mengalami nekrosis perkejuan dan enkapsulasi). Kelenjar limfe regional juga
akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi
Bakteri dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini tapi
tidak menimbulkan gejala sakit TB.

Cara penyebaran bakteri


bronkogen
Limfogen
kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer limfohematogen

hematogen
langsung masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Penyebaran
hematogen kuman TB dapat berupa:
Occult hematogenic spread (penyebaran hematogenik tersamar)
Paling sering
kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit gejala klinis (-)
kuman bereplikasi membentuk koloni kuman, mencapai berbagai organ, bersarang di
limfe superfisialis, hidup dalam bentuk dormant.
Sarang di apeks paru focus Simon (berpotensi menjadi fokus reaktivasi terjadi TB
apeks paru pada saat dewasa (daya tahan tubuh menurun)
Acute generalized hematogenic spread (penyebaran hematogenik generalisata akut)
Tuberkulosis milier
Bakteri masuk dan beredar dalam darah ke seluruh tubuh.
timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut
Protracted hematogenik spread (penyebaran hematogenik berulang-ulang).
jarang
Bentuk penyebaran ini terjadi bila focus perkejuan di dinding vascular pecah dan
menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar kuman TB akan masuk dan beredar
di dalam darah

Anoreksia
BB tidak naik atau gagal
tumbuh pada anak
demam lama dengan
penyebab yang tidak jelas
Malaise
batuk lama lebih dari 3
minggu
sesak nafas

Ronkhi
Mengi
limfadenopati perifer
(multiple, unilateral, tidak
nyeri tekan, tidak hangat
pada perabaan, mudah
digerakkan dan dapat saling
melekat)
hepatosplenomegali

Gejala

Pemeriksaan fisik

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis
Akut

Meningi
tis TB

TB
tulang

Kelaina
n kulit

demam tinggi
remittent, tampak
sakit berat,
limfadenopati
superfisial,
splenomegali dan
hepatomegali yang
akan terjadi dalam
beberapa minggu.
Demam bertambah
tinggi dan terus
menerus. foto
rontgen thorax
biasanya masih
normal. Beberapa
minggu kemudian,
hampir diseluruh
organ terbentuk
tuberkel difus
multipel, terutama
diparu, limpa, hati
dan sumsum tulang.

nyeri kepala,
penurunan
kesadaran, kaku
kuduk, muntah
proyektil dan kejang.

nyeri, bengkak pada


sendi yang terkena
dan gangguan atau
keterbatasan gerak.

tuberkuloid, papula
nekrotik, nodul atau
purpura

Pemeriksaan penunjang

Tuberculin Skin Test (TST) atau


Mantoux Test

Jenis tuberkulin:

OT (Old Tuberkulin))
Tuberkulin PPD (Purified Protein
Derivatif)
PPD-S (Seibert) dan PPD-RT23.

Cara :
Suntikkan 0,1 ml PPD-RT 23 2TU, PPD-S
5 TU atau OT 1/2000 intrakutan di volar
lengan bawah
48-72 jam kemudian dibaca
Interpretasi:
Indurasi > 10 mm reaksi + (sedang
/pernah terinfeksi)
Indurasi 5 9 mm reaksi meragukan
(kesalahan teknik /memang ada infeksi/
setelah BCG. Perlu diulang dengan
konsentrasi yang sama)
Indurasi 0 4 mm reaksi negatif
(tidak ada infeksi)

Funduskopi
Tuberkuloid
koroid tuberkel
single atau
multipel,
berwarna putih
keabuan atau
kekuningan dan
berdiameter 0,53
mm dapat dilihat
di koroid mata.

Pemeriksaan penunjang

untuk
mendeteksi
antibodi IgG
terhadap cord
factor

Uji serologis
ELISA (Enzyme
Linked
Immunosorben
t Assay)

Pemeriksa
an
mikrobiolo
apusangi
langsung
untuk
menemukan BTA
pemeriksaan
biakan kuman M.
tuberculosis
Pada anak
dilakukan bilas
lambung karena
sulit
mendapatkan
sputum.
Pada kultur hasil
dinyatakan
positif jika
terdapat minimal
10 basil per
milliliter
spesimen

merangsang
limfosit T
dengan
antigen dari
kuman TB. Bila
sebelumya
limfosit T telah
tersensitisasi
dengan
antigen TB,
limfosit T akan
menghasilkan
interferon
gamma

Uji
interferon

Teknik
biomolekuler
Reaksi rantai
polimerase (PCRPolimerase Chain
Reaction)
merupakan
pemeriksaan
yang sensitif.
menggunakan
DNA spesifik
yang dapat
mendeteksi
meskipun hanya
ada 1
mikroorganisme
dalam bahan
pemeriksaan

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah
Hematologi

Anemia
Leukositosis
Neutrofilia
Lymfositosis
Monositosis
Thrombositosis
Leukopeni
Limfopenia
Thrombositopeni
Peningkatan ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate)
Peningkatan CRP (C-reactive protein)

Biokimia

Hiponatraemia
Hipoalbuminaemia
Hipercalcaemia
Hipophosphatemia
Hiperbilirubinaemia
Peningkatan serum transaminase
Peningkatan serum alkaline phosphatase
Peningkatan serum feritin

gambaran granuloma kecil, terbentuk dari agregasi sel


epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit.
sel datia langhans (multinucleat giant cell)

untuk mengetahui terdapatnya organisme atau antigennya


dalam CSF
Diagnosis pasti meningitis TB
warna xantokrom, peningkatan protein, jumlah sel 200
500/mm, glukosa menurun, dan kultur 50% positif.

IGRAs memiliki spesifitas yang sangat baik (lebih tinggi


dibandingkan tuberkulin) dan tidak dipengaruhi oleh
vaksinasi BCG.

Patologi Anatomi
Pemeriksaan
analisis cairan
serebrospinal
T-cell-based
interferongamma release
assay (IGRAs)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang
Gambaran Radiologis
Sekitar 1-2 minggu setelah
timbulnya penyakit, pada foto
Rontgen thorax, dapat dilihat
lesi milier yang tidak teratur
seperti kepingan salju.
TB tulang:

foto polos vertebrae osteoporosis,


osteolitik dan destruksi korpus
vertebrae, disertai penyempitan
diskus intervertebralis, massa abses
paravetebral.
foto AP abses paravetebral di
daerah servikal berbentuk sarang
burung ( birds nest ), torakal
berbentuk bulbus dan pada lumbal
abses berbentuk fusiform
stadium lanjut terjadi destruksi
vertebrae kifosis
Melografi gejala penekanan

Penegakkan diagnosis
berdasarkan WHO
Dicurigai TB
( suspected
tuberculosis)

Anak sakit dengan riwayat kontak penderita TB (BTA


positif)
keadaan klinis tidak membaik setelah menderita
campak atau batuk rejan
berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, batuk dan
mengi yang tidak membaik dengan pengobatan
pembesaran kelenjar superfisial yang tidak sakit

Mungkin TB
(probable
tuberculosis)

Uji tuberculin positif (10 mm atau lebih)


Foto roentgen paru sugestif TB
Pemeriksaan histopatologis biopsy
sugestif TB
Respon yang baik pada pengobatan
dengan OAT

Pasti TB
(confirmed
tuberculosis)

Ditemukan basil tuberkulosis pada


pemeriksaan langsung atau biakan.

Skoring TB

Skoring TB
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik
lainnya
Jika dijumpai skrofuloderma langsung didiagnosis tuberkulosis.
Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname)
Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak
Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem
skoring TB anak.
Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)
Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih
lanjut
Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini:
Tanda bahaya: kejang, kaku kuduk, penurunan kesadaran kegawatan lain,
misalnya sesak napas, foto toraks menunjukkan gambaran milier, kavitas,
efusi pleura, gibbus dan koksitis
Pasien dengan jumlah skor 6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan
mendapat OAT, Bila skor <6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB
maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi,
seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura,
foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan

Diagnosis banding

Acute respiratory distress syndrome


Addison disease
Blastomikosis
Cardiac tamponade
Disseminated intravascular coagulation
Epididymal tuberculosis
Hypersensitivity pneumonitis
Pneumocystis carinii pneumonia
Pneumonia bakterial
Community-acquired pneumonia
Pneumonia fungal
Pneumonia viral

Alur penatalaksanaan TB

OAT Lini Pertama


Isoniazid

Rifampisin

Pirazinamid

bakterisid dan sangat


efektif terhadap kuman
dalam keadaan metabolik
aktif, bakteriostatik
terhadap kuman yang diam.
efektif pada intrasel dan
ekstrasel kuman, dapat
berdifusi ke dalam seluruh
jaringan dan cairan tubuh
adverse reaction sangat
rendah
Dosis 5-15 mg/kgBB/hari,
maksimal 300mg/hari, dan
diberikan dalam satu kali
pemberian, per oral.
Sediaan tablet 100 mg dan
300 mg, dan dalam bentuk
sirup 100 mg/5cc.
Metabolisme di hati
dapat menembus sawar
darah plasenta, tetapi kadar
obat yang mencapai
janin/bayi tidak
membahayakan.
pasien anak yang
menggunakan isoniazid

bakterisid pada intrasel dan


ekstrasel
Rifampisin diabsorbsi
melalui sistem
gastrointestinal pada saat
perut kosong
Oral,dosis 10-20
mg/kgBB/hari, dosis
maksimal 600 mg/hari,
dengan satu kali pemberian
per hari.
Efek samping: perubahan
warna urin, ludah, sputum
dan air mata, menjadi
warna oranye kemerahan.
gangguan gastrointestinal
(mual dan muntah) dan
hepatotoksisitas
(ikterus/hepatitis)
sedian kapsul 150 mg, 300
mg dan 450 mg.

berpenetrasi baik pada


jaringan dan cairan tubuh
bakterisid hanya pada
intrasel suasana asam, dan
diabsorbsi baik pada
saluran cerna.
Per oral, dosis 15-30
mg/kgBB/hari dengan dosis
maksimal 2 gram/hari.
Kadar serum puncak 45
g/ml dalam waktu 2 jam.
Efek samping adalah
hepatotoksisitas, anoreksia,
dan iritasi saluran cerna.
Pirazinamid tersedia dalam
bentuk tablet 500 mg,

OAT Lini Pertama


Etambutol
jarang diberikan pada anak
toksisitasnya pada mata.
bakteriostatik, tetapi dapat bersifat
bakterisid jika diberikan dengan
dosis tinggi
Dosis etambutol 15-20
mg/kgBB/hari, maksimal 1,25 gr/hari
dengan dosis tunggal. Kadar serum
puncak 5 g dalam waktu 24 jam.
tersedia dalam bentuk tablet 250
mg dan 500 mg.
Eksresi utama melalui ginjal dan
saluran cerna.
neuritis optikus dan buta warna
merah-hijau
dapat diberikan pada anak dengan
TB berat dan kecurigaan TB
resisten-obat

Streptomisin
bakterisid dan bakteriostatik
terhadap kuman ekstraseluler pada
keadaan basal atau netral
penggunaannya penting pada
pengobatan fase intensif meningitis
TB dan MDR-TB
dosis 15-40 mg/kgBB/hari
intramuskular, maksimal 1 gr/hari
dan kadar puncak 40-50 g/ml
dalam waktu 1-2 jam
melewati selaput otak yang
meradang
berdifusi baik pada jaringan dan
cairan pleura
di eksresikan melalui ginjal
Toksisitas utama streptomisin:
nervus kranialis VIII telinga
berdegung (tinismus) dan pusing.
dapat menembus plasenta dapat
merusak saraf pendengaran janin

OAT Lini Kedua

Respons
keberhasilan terapi:
kortikosteroid
hilangnya demam
(prednison)
setelah 2-3 minggu
2mg/kgbb/hari
pengobatan,
selama 4 minggu
peningkatan nafsu
full dose (dibagi
makan, perbaikan
dalam 3 dosis)
kualitas hidup dan
kemudian
peningkatan berat
diturunkan secara
badan. Gambaran
perlahan (tappering
milier pada foto
of) selama 1-2
toraks berangsurminggu
angsur menghilang
dalam 5-10 minggu

OAT diberikan pada


anak setiap hari

Pengobatan TB
dibagi menjadi dua
fase:
fase intensif: minimal
tiga macam obat
selama2 bulan pertama.
Biasanya diberikan 4-5
macam OAT kombinasi
rifampisin, isoniazid,
pirazinamid dan
etambutol atau
streptomisin
fase lanjutan : dua
macam obat selama 4
bulan atau lebih,
biasanya diberikan
rifampisin dan isoniazid

Penatalaksanaan

Dosis OAT Kombipak


pada anak

Dosis OAT FDC (Fixed Dose


Combination)

Keterangan:
Bayi dengan berat badan <5 kg dirujuk ke RS
Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.
Anak dengan BB > 33 kg , dirujuk ke rumah sakit.
Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah

Evaluasi Pengobatan
evaluasi klinis

pemeriksaan LED

penambahan berat badan,


hilangnya demam, hilangnya
batuk, perbaikan nafsu makan
dan lain-lain

digunakan sebagai sarana


evaluasi bila pada awal nilainya
tinggi.

evaluasi radiologis
2-3 bulan pengobatan tidak perlu dilakukan secara
rutin, kecuali pada TB dengan kelainan radiologis
yang nyata.
Pada TB milier, foto rontgen toraks perlu diulang
setelah 1 bulan
pada efusi pleura TB pengulangan foto rontgen
toraks dilakukan setelah 2 minggu.
Foto rontgen toraks ulang pada akhir pengobatan
tidak perlu dilakukan secara rutin.

Setelah
pengobatan
6-12 bulan
dan terdapat
perbaikan
klinis,
pengobatan
dapat
dihentikan

Hepatotoksisitas :

SGOT atau SGPT meningkat 5 kali tanpa


gejala
Meningkat 3 kali batas normal (40 U/I)
disertai dengan gejala dan peningkatan
bilirubin total lebih dari 1,5 mg/dl,
peningkatan SGOT/SGPT dengan nilai
berapapun disertai dengan ikterus,
anoreksia, nausea dan muntah

Apabila
peningkatan
enzim
transaminase 5
kali tanpa gejala
atau 3 kali
batas normal
disertai dengan
gejala

semua OAT dihentikan


kadar enzim transaminase diperiksa kembali
setelah 1 minggu penghentian OAT
OAT diberikan kembali apabila nilai
laboratorium telah normal dengan cara
memberikan isoniazid dan rifampisin dengan
dosis yang dinaikkan secara bertahap

Evaluasi Efek Samping

Non Medikamentosa
Pendekatan DOTS
(Directly Observed
Treatment
Shortcourse)
Pengawasan secara
langsung untuk
meningkatkan keteraturan
dalam minum obat

Aspek edukasi dan sosial


ekonomi
biaya yang diperlukan cukup
besar
penanganan gizi yang baik,
meliputi kecukupan asupan
makanan, vitamin dan
mikronutrien

Sumber penularan dan case finding


dilakukan dengan pemeriksaan radiologis dan BTA
sputum. Bila telah ditemukan sumbernyacari anak
lain di sekitarnya yang mungkin tertular, dengan cara
uji tuberculin
pasien TB dewasa aktif anak disekitarnya harus
ditelusuri ada atau tidaknya infeksi TB dengan cara
anamnesis, PF, dan uji tuberkulin

Pencegahan
Imunisasi BCG

Imunisasi BCG efektif

diberikan pada usia sebelum 2


bulan
Dosis untuk bayi 0,05 ml dan
untuk anak 0,10 ml, intrakutan di
daerah insersi otot deltoid kanan
Bila diberikan usia >3 bulan uji
tuberkulin

mencegah TB milier, meningitis


TB dan spondilitis TB

Kemoprofilaksis primer

kemoprofilaksis sekunder

mencegah terjadinya infeksi TB


isoniazid 5-10 mg/kgBB/hari dosis tunggal.
6-12 bulan
diberikan pada anak yang kontak dengan BTA
sputum +, tapi uji tuberkulin akhir bulan ketiga pemberian profilaksis
dilakukan uji tuberkulin ulang:
tetap (-) sumber penularan telah sembuh
INH profilaksis dihentikan
terjadi konversi tuberkulin positif, evaluasi

mencegah berkembangnya infeksi


menjadi sakit TB
diberikan pada anak yang telah
terinfeksi, tetapi belum sakit (uji
tuberkulin +, klinis dan radiologis
normal)
Diberikan terutama pada anaka
dengan imunokompromais
Lama pemberian 6-12 bulan

Komplikasi

Paru

ARD
S

Pneumot
horax
(kesulita
n
bernafas
,
dispneu
dan
nafas
pendek,
batuk
kering
dan
perubah
an
fungsi
dan
struktur
anatomi
jantung)

limfog
en

Hematogen

abs
es
paru

meningit
is TB

tuberculo
ma

TB
enteritis
(nyeri
abdome
n dan
demam)

lymphodeni
tis TB
(Tersering
dicervical
adenitis,
limfadenitis
kolli)

Komplikasi Tuberkulosis Milier


Sistemik

Cryptic miliary tuberculosis


Pireksia yang tidak diketahui asalnya
Syok, disfungsi multi organ

Pulmo

Acute respiratory distress syndrome


Air leak syndrome
(pneumothorax, pneumomediastinum)
Empiema akut

Hematologi

Myelopthisic anaemia
Immune haemolytic anaemia
Endocrinological
Thyrotoxicosis

Renal

Failure due to granulomatous destruction of


the interstitium
Immune complex glomerulonephritis

Kardiovaskular

Perikarditis dengan atau tanpa efusi perikardial


Sudden cardiac death
Mycotic aneurysm of aorta
Native valve, prosthetic valve endocarditis

Hepatik

Cholestatic jaundice

Lainnya

Presentation as focal extra-pulmonary tuberculosis

Prognosis
Prognosis baik bila diagnosa dini dapat
diketahui dan dilakukan pengobatan yang
tepat
Dipengaruhi:
umur anak, lama infeksi, luas lesi, gizi, sosial
ekonomi keluarga, diagnosis dini, pengobatan
adekuat dan infeksi lain

Adanya infeksi HIV, multidrug resistance


(MDR) dan reaksi obat (rash, hepatitis dan
trombositopenia) dengan TB milier
peningkatan morbiditas dan mortalitas

1.

Grange JM, Zumla AI. Tuberculosis. In Cook GC, editor. Manson's Tropical Disease 22nd edition. Elsevier Ltd; London, 2008 : p. 1-57.

2.

World Health Organization. Tuberculosis Control in the South-East Asia Region. The Regional Report. 2012: p. 77-83.

3.

World
Health
Organization.
WHO.
[Online].;
2010
http://whqlibdoc.who.int/publications/2010/9789241564069_eng.pdf..
World Health Organization. Global Tuberculosis Report. 2012: p. 2-98.

4.

[cited

2012

November

28.

Available

from:

5.

Rahajoe NN, Setyanto DB. Diagnosis Tuberkulosis pada Anak. In Buku Ajar Respirologi Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta, 2012: p. 194-227.
6. Basir D, Yani FF. Tuberkulosis dengan Keadaan Khusus. In Buku Ajar Respirologi Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta,
2012:. p. 228-45.
7. World Health Organization. Management of TB meningitis and miliary TB . Guidance for national tuberculosis programmes on management of
tuberculosis in children. 2006: p. 10-50.
8. Reviono , Probandari AN, Pamungkasari EP. Keterlambatan Diagnosis Pasien Tuberkulosis Paru di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Journal of
Respiratory Indonesian. 2008; 28 1: p. 1-10.
9. Kemenkes RI. Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia. In Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta, 2011: p. 16-59.
10. World
Health
Organization.
WHO.
[Online].;
2009
[cited
2012
November
28.
Available
from:
http://www.who.int/TB /publications/global_report/2009/key_points/en/index.html.
11. CDC. CDC. [Online].; 2008 [cited 2012 November 28. Available from: http://wonder.cdc.gov/wonder/PrevGuid/p0000425/p0000425.asp
12. Kelompok Kerja TB Anak IDAI. Diagnosis & Tatalaksana Tuberkulosis Anak. Departemen Kesehatan Indonesia. Jakarta, 2008.
13. Rahajoe NN, Setiawati L. Tatalaksana TB. In Buku Ajar Respirologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2012: p. 214-27.
14. Rahajoe NN, Setiawati L. Epidemiologi. In Buku Ajar Respirologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2012: p. 162-6.
15. Kar A. Characterization, Classification and Taxonomy of Microbes. In Pharmaceutical Microbiology. New Age International Ltd. New Delhi,
2008: p. 23-62.
16. Levinson W. Mycobacteria. In Review of Medical Microbiology and Immunology. The McGraw-Hill Companies. United State of America,
2008: p. 25-45.
17. Rahajoe NN, Setiawati L. Patogenesis dan Perjalanan Penyakit TB . In Buku Ajar Respirologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta, 2012: p. 169-76.
18. Said M, Boediman I. Imunisasi BCG pada Anak. In Buku Ajar Respirologi Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2012: p.
252-259.
19. Ahmad S. Pathogenesis, immunology and Diagnosis of Latent Mycobacterium tuberculosis Infection. Clinical and Developmental Immunology.
2010 October 26; 2011: p. 1-17.

Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai