Pendahuluan
DEFINISI
Tuberkulosis
Tuberkulosis
Milier
Epidemiologi
Dari seluruh kasus TB 1,5%
mengalami TB milier
WHO 2-3 juta pasien meninggal
tiap tahun akibat TB Milier.
Insidensi TB Milier tinggi di Afrika.
Faktor risiko: sosial ekonomi yang
rendah, lelaki > perempuan, dan
faktor kesehatan.
TB milier ini merupakan salah satu
bentuk TB berat angka kejadian
3-7% dari seluruh kasus TB
dengan angka kematian 25% pada
bayi
Tuberkulosis milier sering pada
usia <2 tahun
Etiologi
Mycobacteri
um
tuberculosis
Faktor resiko
terjadinya infeksi TB
anak yang terpajan
orang dewasa dengan TB
aktif (BTA +)
Resiko timbulnya
transmisi kuman lebih
tinggi jika: BTA +,
infiltrat luas atau kavitas
pada lobus atas, sputum
banyak dan encer, batuk
produktif dan kuat,
sirkulasi udara tidak
baik.
Faktor yang
mempengaruhi TB
Milier
M. Tuberculosis (jumlah
dan virulensinya)
Sistem imun turun (infeksi
HIV, malnutrisi, morbili,
pertusis, diabetes mellitus,
gagal ginjal, keganansan
dan penggunaan
kortikosteroid jangka
panjang)
faktor lingkungan
(kurangnya paparan sinar
matahari, perumahan yang
padat, polusi, asap rokok)
sosial ekonomi rendah
Etiologi
Cara Penularan
Sumber penularan TB: TB BTA positif (hasil positif makin
tinggi makin menular, hasil negatif tidak menular)
Secara droplet (percikan dahak)
Risiko infeksi tergantung:
sumber infeksi
kedekatan dengan kontak
banyaknya basil yang terinhalasi.
Patogenesis
kuman akan bereplikasi
dalam makrofag setiap 2532 jam
menghasilkan enzim
proteolitik dan sitokin
(merangsang limfosit T
pada proses imunitas)
Makrofag alveolus
memfagosit kuman TB dan
menginisiasi terbentuknya
berbagai reaksi yang
berkelanjutan dan
mengontrol terjadinya
infeksi akibat basil ini
Patogenesis
Kompleks primer
gabungan antara fokus primer, limfadenitis, limfangitis
Infeksi TB primer (+)
Uji tuberkulin (+)
Komplikasi yang terjadi: Focus primer di paru pneumonitis atau pleuritis fokal, kavitas, Kelenjar limfe hilus
atau paratrakeal membesar, atelectasis, TB endobronkial atau membentuk fistula.
masa inkubasi TB
Waktu yang diperlukan sejak masuknya Mycobacterium tuberculosis hingga terbentuknya kompleks primer (48 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu)
kuman tumbuh hingga 103 -104 (jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler)
Uji tuberkullin (-)
Individu dengan sistem imun baik sistem imun seluler berkembang dan proliferasi
bakteri terhenti, sejumlah kecil bakteri tetap hidup dalam granuloma.
Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk alveolidimusnahkan
oleh imunitas selular spesifik (cellular mediated immunity, CMI).
Setelah itu fokus primer di jaringan paru resolusi sempurna (fibrosis atau kalsifikasi
setelah mengalami nekrosis perkejuan dan enkapsulasi). Kelenjar limfe regional juga
akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi
Bakteri dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini tapi
tidak menimbulkan gejala sakit TB.
hematogen
langsung masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Penyebaran
hematogen kuman TB dapat berupa:
Occult hematogenic spread (penyebaran hematogenik tersamar)
Paling sering
kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit gejala klinis (-)
kuman bereplikasi membentuk koloni kuman, mencapai berbagai organ, bersarang di
limfe superfisialis, hidup dalam bentuk dormant.
Sarang di apeks paru focus Simon (berpotensi menjadi fokus reaktivasi terjadi TB
apeks paru pada saat dewasa (daya tahan tubuh menurun)
Acute generalized hematogenic spread (penyebaran hematogenik generalisata akut)
Tuberkulosis milier
Bakteri masuk dan beredar dalam darah ke seluruh tubuh.
timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut
Protracted hematogenik spread (penyebaran hematogenik berulang-ulang).
jarang
Bentuk penyebaran ini terjadi bila focus perkejuan di dinding vascular pecah dan
menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar kuman TB akan masuk dan beredar
di dalam darah
Anoreksia
BB tidak naik atau gagal
tumbuh pada anak
demam lama dengan
penyebab yang tidak jelas
Malaise
batuk lama lebih dari 3
minggu
sesak nafas
Ronkhi
Mengi
limfadenopati perifer
(multiple, unilateral, tidak
nyeri tekan, tidak hangat
pada perabaan, mudah
digerakkan dan dapat saling
melekat)
hepatosplenomegali
Gejala
Pemeriksaan fisik
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis
Akut
Meningi
tis TB
TB
tulang
Kelaina
n kulit
demam tinggi
remittent, tampak
sakit berat,
limfadenopati
superfisial,
splenomegali dan
hepatomegali yang
akan terjadi dalam
beberapa minggu.
Demam bertambah
tinggi dan terus
menerus. foto
rontgen thorax
biasanya masih
normal. Beberapa
minggu kemudian,
hampir diseluruh
organ terbentuk
tuberkel difus
multipel, terutama
diparu, limpa, hati
dan sumsum tulang.
nyeri kepala,
penurunan
kesadaran, kaku
kuduk, muntah
proyektil dan kejang.
tuberkuloid, papula
nekrotik, nodul atau
purpura
Pemeriksaan penunjang
Jenis tuberkulin:
OT (Old Tuberkulin))
Tuberkulin PPD (Purified Protein
Derivatif)
PPD-S (Seibert) dan PPD-RT23.
Cara :
Suntikkan 0,1 ml PPD-RT 23 2TU, PPD-S
5 TU atau OT 1/2000 intrakutan di volar
lengan bawah
48-72 jam kemudian dibaca
Interpretasi:
Indurasi > 10 mm reaksi + (sedang
/pernah terinfeksi)
Indurasi 5 9 mm reaksi meragukan
(kesalahan teknik /memang ada infeksi/
setelah BCG. Perlu diulang dengan
konsentrasi yang sama)
Indurasi 0 4 mm reaksi negatif
(tidak ada infeksi)
Funduskopi
Tuberkuloid
koroid tuberkel
single atau
multipel,
berwarna putih
keabuan atau
kekuningan dan
berdiameter 0,53
mm dapat dilihat
di koroid mata.
Pemeriksaan penunjang
untuk
mendeteksi
antibodi IgG
terhadap cord
factor
Uji serologis
ELISA (Enzyme
Linked
Immunosorben
t Assay)
Pemeriksa
an
mikrobiolo
apusangi
langsung
untuk
menemukan BTA
pemeriksaan
biakan kuman M.
tuberculosis
Pada anak
dilakukan bilas
lambung karena
sulit
mendapatkan
sputum.
Pada kultur hasil
dinyatakan
positif jika
terdapat minimal
10 basil per
milliliter
spesimen
merangsang
limfosit T
dengan
antigen dari
kuman TB. Bila
sebelumya
limfosit T telah
tersensitisasi
dengan
antigen TB,
limfosit T akan
menghasilkan
interferon
gamma
Uji
interferon
Teknik
biomolekuler
Reaksi rantai
polimerase (PCRPolimerase Chain
Reaction)
merupakan
pemeriksaan
yang sensitif.
menggunakan
DNA spesifik
yang dapat
mendeteksi
meskipun hanya
ada 1
mikroorganisme
dalam bahan
pemeriksaan
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah
Hematologi
Anemia
Leukositosis
Neutrofilia
Lymfositosis
Monositosis
Thrombositosis
Leukopeni
Limfopenia
Thrombositopeni
Peningkatan ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate)
Peningkatan CRP (C-reactive protein)
Biokimia
Hiponatraemia
Hipoalbuminaemia
Hipercalcaemia
Hipophosphatemia
Hiperbilirubinaemia
Peningkatan serum transaminase
Peningkatan serum alkaline phosphatase
Peningkatan serum feritin
Patologi Anatomi
Pemeriksaan
analisis cairan
serebrospinal
T-cell-based
interferongamma release
assay (IGRAs)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran Radiologis
Sekitar 1-2 minggu setelah
timbulnya penyakit, pada foto
Rontgen thorax, dapat dilihat
lesi milier yang tidak teratur
seperti kepingan salju.
TB tulang:
Penegakkan diagnosis
berdasarkan WHO
Dicurigai TB
( suspected
tuberculosis)
Mungkin TB
(probable
tuberculosis)
Pasti TB
(confirmed
tuberculosis)
Skoring TB
Skoring TB
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik
lainnya
Jika dijumpai skrofuloderma langsung didiagnosis tuberkulosis.
Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname)
Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak
Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem
skoring TB anak.
Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)
Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih
lanjut
Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini:
Tanda bahaya: kejang, kaku kuduk, penurunan kesadaran kegawatan lain,
misalnya sesak napas, foto toraks menunjukkan gambaran milier, kavitas,
efusi pleura, gibbus dan koksitis
Pasien dengan jumlah skor 6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan
mendapat OAT, Bila skor <6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB
maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi,
seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura,
foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan
Diagnosis banding
Alur penatalaksanaan TB
Rifampisin
Pirazinamid
Streptomisin
bakterisid dan bakteriostatik
terhadap kuman ekstraseluler pada
keadaan basal atau netral
penggunaannya penting pada
pengobatan fase intensif meningitis
TB dan MDR-TB
dosis 15-40 mg/kgBB/hari
intramuskular, maksimal 1 gr/hari
dan kadar puncak 40-50 g/ml
dalam waktu 1-2 jam
melewati selaput otak yang
meradang
berdifusi baik pada jaringan dan
cairan pleura
di eksresikan melalui ginjal
Toksisitas utama streptomisin:
nervus kranialis VIII telinga
berdegung (tinismus) dan pusing.
dapat menembus plasenta dapat
merusak saraf pendengaran janin
Respons
keberhasilan terapi:
kortikosteroid
hilangnya demam
(prednison)
setelah 2-3 minggu
2mg/kgbb/hari
pengobatan,
selama 4 minggu
peningkatan nafsu
full dose (dibagi
makan, perbaikan
dalam 3 dosis)
kualitas hidup dan
kemudian
peningkatan berat
diturunkan secara
badan. Gambaran
perlahan (tappering
milier pada foto
of) selama 1-2
toraks berangsurminggu
angsur menghilang
dalam 5-10 minggu
Pengobatan TB
dibagi menjadi dua
fase:
fase intensif: minimal
tiga macam obat
selama2 bulan pertama.
Biasanya diberikan 4-5
macam OAT kombinasi
rifampisin, isoniazid,
pirazinamid dan
etambutol atau
streptomisin
fase lanjutan : dua
macam obat selama 4
bulan atau lebih,
biasanya diberikan
rifampisin dan isoniazid
Penatalaksanaan
Keterangan:
Bayi dengan berat badan <5 kg dirujuk ke RS
Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.
Anak dengan BB > 33 kg , dirujuk ke rumah sakit.
Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
Evaluasi Pengobatan
evaluasi klinis
pemeriksaan LED
evaluasi radiologis
2-3 bulan pengobatan tidak perlu dilakukan secara
rutin, kecuali pada TB dengan kelainan radiologis
yang nyata.
Pada TB milier, foto rontgen toraks perlu diulang
setelah 1 bulan
pada efusi pleura TB pengulangan foto rontgen
toraks dilakukan setelah 2 minggu.
Foto rontgen toraks ulang pada akhir pengobatan
tidak perlu dilakukan secara rutin.
Setelah
pengobatan
6-12 bulan
dan terdapat
perbaikan
klinis,
pengobatan
dapat
dihentikan
Hepatotoksisitas :
Apabila
peningkatan
enzim
transaminase 5
kali tanpa gejala
atau 3 kali
batas normal
disertai dengan
gejala
Non Medikamentosa
Pendekatan DOTS
(Directly Observed
Treatment
Shortcourse)
Pengawasan secara
langsung untuk
meningkatkan keteraturan
dalam minum obat
Pencegahan
Imunisasi BCG
Kemoprofilaksis primer
kemoprofilaksis sekunder
Komplikasi
Paru
ARD
S
Pneumot
horax
(kesulita
n
bernafas
,
dispneu
dan
nafas
pendek,
batuk
kering
dan
perubah
an
fungsi
dan
struktur
anatomi
jantung)
limfog
en
Hematogen
abs
es
paru
meningit
is TB
tuberculo
ma
TB
enteritis
(nyeri
abdome
n dan
demam)
lymphodeni
tis TB
(Tersering
dicervical
adenitis,
limfadenitis
kolli)
Pulmo
Hematologi
Myelopthisic anaemia
Immune haemolytic anaemia
Endocrinological
Thyrotoxicosis
Renal
Kardiovaskular
Hepatik
Cholestatic jaundice
Lainnya
Prognosis
Prognosis baik bila diagnosa dini dapat
diketahui dan dilakukan pengobatan yang
tepat
Dipengaruhi:
umur anak, lama infeksi, luas lesi, gizi, sosial
ekonomi keluarga, diagnosis dini, pengobatan
adekuat dan infeksi lain
1.
Grange JM, Zumla AI. Tuberculosis. In Cook GC, editor. Manson's Tropical Disease 22nd edition. Elsevier Ltd; London, 2008 : p. 1-57.
2.
World Health Organization. Tuberculosis Control in the South-East Asia Region. The Regional Report. 2012: p. 77-83.
3.
World
Health
Organization.
WHO.
[Online].;
2010
http://whqlibdoc.who.int/publications/2010/9789241564069_eng.pdf..
World Health Organization. Global Tuberculosis Report. 2012: p. 2-98.
4.
[cited
2012
November
28.
Available
from:
5.
Rahajoe NN, Setyanto DB. Diagnosis Tuberkulosis pada Anak. In Buku Ajar Respirologi Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta, 2012: p. 194-227.
6. Basir D, Yani FF. Tuberkulosis dengan Keadaan Khusus. In Buku Ajar Respirologi Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta,
2012:. p. 228-45.
7. World Health Organization. Management of TB meningitis and miliary TB . Guidance for national tuberculosis programmes on management of
tuberculosis in children. 2006: p. 10-50.
8. Reviono , Probandari AN, Pamungkasari EP. Keterlambatan Diagnosis Pasien Tuberkulosis Paru di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Journal of
Respiratory Indonesian. 2008; 28 1: p. 1-10.
9. Kemenkes RI. Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia. In Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta, 2011: p. 16-59.
10. World
Health
Organization.
WHO.
[Online].;
2009
[cited
2012
November
28.
Available
from:
http://www.who.int/TB /publications/global_report/2009/key_points/en/index.html.
11. CDC. CDC. [Online].; 2008 [cited 2012 November 28. Available from: http://wonder.cdc.gov/wonder/PrevGuid/p0000425/p0000425.asp
12. Kelompok Kerja TB Anak IDAI. Diagnosis & Tatalaksana Tuberkulosis Anak. Departemen Kesehatan Indonesia. Jakarta, 2008.
13. Rahajoe NN, Setiawati L. Tatalaksana TB. In Buku Ajar Respirologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2012: p. 214-27.
14. Rahajoe NN, Setiawati L. Epidemiologi. In Buku Ajar Respirologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2012: p. 162-6.
15. Kar A. Characterization, Classification and Taxonomy of Microbes. In Pharmaceutical Microbiology. New Age International Ltd. New Delhi,
2008: p. 23-62.
16. Levinson W. Mycobacteria. In Review of Medical Microbiology and Immunology. The McGraw-Hill Companies. United State of America,
2008: p. 25-45.
17. Rahajoe NN, Setiawati L. Patogenesis dan Perjalanan Penyakit TB . In Buku Ajar Respirologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta, 2012: p. 169-76.
18. Said M, Boediman I. Imunisasi BCG pada Anak. In Buku Ajar Respirologi Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2012: p.
252-259.
19. Ahmad S. Pathogenesis, immunology and Diagnosis of Latent Mycobacterium tuberculosis Infection. Clinical and Developmental Immunology.
2010 October 26; 2011: p. 1-17.
Terima kasih