Anda di halaman 1dari 30

PENETRATING FACE AND NECK

TRAUMA
Mira Muznillah Umanailo (2010730070)
Pembimbing: dr. Rini Febrianti, Sp.THT-KL

Pendahuluan

Trauma tembus wajah dan leher merupakan


keadaan gawat darurat.

Sebagian besar penyebab trauma tembus


wajah dan leher adalah luka tembak diikuti
luka tusuk atau sayat.

Pengetahuan tentang
pola cedera dan
anatomi yang bersangkutan sangat penting
untuk penilaian dan manajemen dari cedera
yang serius.

Prinsip Umum Trauma

Prinsip-prinsip dasar manajemen trauma berlaku untuk semua


pasien dengan trauma tembus wajah dan leher.

Prinsip tersebut yaitu:

Airway
Breathing
Circulation
Disability and neurologic status
Exposure or evaluation

Foto x-ray :
tulang belakang
tulang tengkorak dan wajah (anteroposterior (AP) dan lateral)
foto x-ray jaringan lunak, AP dan lateral (trauma tembus leher)

Profilaksis tetanus

Trauma Tembus Wajah

Gant dan Epstein membagi wajah ke dalam


zona I, II, dan III.

Cole et al. dan Chen et al. menyederhanakan


membagi zona wajah menjadi midface dan
mandible.

Trauma Senapan

Sherman dan Parrish mengklasifikasikan trauma senapan ke


dalam tiga kelompok :

jarak jauh
jarak menengah
jarak dekat

Trauma senapan pada wajah juga memiliki prevalensi yang


relatif tinggi, penilaian optalmologi disini juga sangat penting.

Trauma senapan yang mengenai wajah jarang mencapai


penetrasi intrakranial atau menyebabkan cedera vaskular
atau fraktur wajah.

Trauma Tusuk

Trauma tembus wajah


intrakranial.

-> cedera vaskular, bahkan penetrasi

Foto x-ray tulang tengkorak AP dan lateral -> memprediksi


kedalaman penetrasi dan evaluasi lebih lanjut.

Pemasangan balon intravaskular.

Mencabut atau membebaskan senjata -> tamponade struktur


pembuluh darah yang terluka.

Sebaliknya, pasien harus diambil untuk di angiografi dengan


senjata yang masih tertancap.

Trauma Tembak

Sistem pembagian zona pada midface / mandibula


terutama berlaku untuk trauma tembak di wajah, karena
dua zona ini memiliki pola yang berbeda.

Trauma tembak midface memiliki prevalensi tinggi cedera


vaskular (20%), penetrasi intrakranial (20%), dan fraktur
wajah reduksi terbuka dan fiksasi internal (35%).

Indikasi evaluasi vaskular pada trauma tembus wajah


ialah dengan 2 P:

Proximity to a major vascular structure


Penetration posterior to the mandibular angle plane (MAP)

CT scan wajah potongan aksial dan koronal


dapat membantu penilaian kerusakan dan
meningkatkan
perencanaan
pengobatan.
Selain itu, CT scan dengan jelas menunjukkan
luas dan keparahan fraktur tulang.

Trauma Saraf Wajah

Pasien dengan trauma tembus wajah dapat


menyebabkan kelumpuhan langsung dari satu atau
lebih cabang saraf wajah.

Cedera saraf medial ke canthus lateral biasanya tidak


dieksplorasi karena regenerasi saraf adekuat.

Cabang saraf ke dahi dan ramus mandibularis harus


diperbaiki karena inervasi yang menyilang ke bagian
ini kurang.

Cedera saraf wajah parsial


menjadi kelumpuhan total.

dapat

berkembang

Trauma Duktus Parotis

Trauma pada lengkungan zygomatic yang


melukai saraf wajah cenderung melukai
duktus parotis. Jika dicurigai trauma duktus
parotis (misalnya, air liur mengalir dari pipi
yang
mengalami
luka
tembus
dan
pembentukan
sialokele),
luka
harus
dieksplorasi dan diperbaiki.

Patah Tulang Wajah

Tidak semua fraktur wajah akan memerlukan


reduksi terbuka fiksasi internal.

Beberapa fraktur memerlukan debridement


saja atau dapat dikelola dengan fiksasi
tertutup.

Kemajuan teknologi telah menghasilkan alat,


teknik perbaikan, serta hasil yang lebih baik.

Trauma Tembus Leher

Dikatakan trauma tembus leher apabila trauma menembus otot platisma.

Kasus trauma tembus leher terjadi antara 5% -10% dari seluruh trauma.

McConnell dan Trunkey menjelaskan bahwa struktur yang paling sering terluka di leher
yaitu:

laring dan trakea, dan

faring serta esofagus

Struktur vaskular yang paling sering cedera :

vena jugularis internal (9%),

arteri karotis interna dan carotis (7%),

arteri subklavia (2%) dan arteri karotis eksterna (2%)., dan

cedera arteri vertebralis hanya 1%.

Leher dibagi menjadi tiga zona (Gambar 72.8) :

Zona I (dasar leher)

Zona II (leher bagian tengah)

Zona III (leher atas)

Trauma Zona I

Trauma tembus pada Zona I berpotensi


mematikan karena potensi cedera pada
pembuluh
darah
besar
leher
dan
mediastinum, serta esofagus servikal

Sepertiga pasien dengan trauma Zona


secara klinis tidak menunjukkan gejala.

Pemeriksaan CT scan dianggap sangat


membantu dibanding pemeriksaan radiologis
lain yang masih diragukan sensitivitas dan
spesifisitasnya.

Trauma Zona II

Trauma tembus pada Zona II yang simtomatik harus menjalani


eksplorasi leher.

Pada penelitian prospektif menunjukkan bahwa observasi


terhadap gejala cedera Zona II merupakan protokol yang efektif.

Evaluasi tambahan, angiografi atau endoskopi fleksibel.

Jika terdapat perburukan -> eksplorasi bedah.

Penelitian menunjukkan, bahwa pasien pada sebuah kelompok


yang dilakukan observasi hasilnya sangat baik, dengan tidak
ada luka yang terlewati, morbiditas, mortalitas dan rata-rata
lama rawatan pendek dibandingkan pasien yang menjalani
eksplorasi.

Trauma Zona III

Trauma
tembus
Zona
III
berpotensi
menimbulkan cedera pada pembuluh darah
besar dan saraf kranial pada dasar tengkorak.

Angiogram
diagnostik
pengobatan definitif.

Bila terjadi trauma dan peluru dekat dengan


tulang belakang -> pemeriksaan pencitraan
arteri vertebralis.

dipilih

untuk

Manajemen Cedera Spesifik


Trauma Vaskular

Pembuluh darah sering terluka pada trauma


tembus leher.

Perbaikan arteri dalam menghadapi defisit


neurologis fokal atau keadaan koma masih
kontroversial.

Tindakan dari seorang ahli bedah vaskular


berpengalaman sangat membantu dalam
kasus ini.

Trauma Laringotrakeal

Manajemen luka tembus laring telah dijelaskan baik oleh


Schaefer et al.

Jika tiroid atau tulang rawan krikoid telah rusak -> reduksi
terbuka dengan fiksasi internal.

Jika mukosa endolaringeal sudah rusak, maka dilakukan


trakeostomi dengan tirotomi midline dan perbaikan cedera
mukosa dengan benang kecil yang diserap.

Stent Endolaringeal jarang digunakan.

Cedera trakea diperbaiki dengan trakeotomi atau


penutupan luka secara langsung.

Trauma faring dan esofagus

Trauma faring dan esofagus sering terlewatkan sehingga


menjadi sumber morbiditas dan mortalitas pada trauma tembus
leher.

Pasien dengan tanda-tanda atau gejala dari trauma faring atau


esofagus -> eksplorasi leher.

Esofagoskopi intraoperatif untuk mengidentifikasi lokasi


penetrasi faring atau esofagus, terutama pada luka tusuk.

Identiifkasi dengan larutan saline, metilen biru, atau udara ke


faring dan esofagus dapat membantu mengetahui lokasi luka.

Esofagoskopi dan esofagografi kontras merupakan pemeriksaan


yang paling sensitif dalam mendeteksi adanya luka.

Komplikasi

Daftar Pustaka

Johnson, Jonas T., Rosen, Clark A. 2014. Baileys


Head and Neck Surgery Otolaryngology, 5th Edition
Vol. 1 Jilid II. China: Wolters Kluwer Lippincott
Williams and Wilkins. P. 1131-40
Lee, K. J. 2003. Essential Otolaryngology, Head &
Neck Surgery, 8th Edition. United States of America:
Medical Publishing Division
Ballenger, J.J. 1993. Anatomy of the larynx. In:
Diseases of The Nose, Throat, Ear, Head and Neck,
Ed. 13th. Philadelphia: Lea & Febiger
Novialdi, S. R., 2009. Dalam Jurnal Penatalaksanaan
Trauma Tembus Leher Akibat Luka Sayat.
Universitas Andalas

Anda mungkin juga menyukai