Anda di halaman 1dari 49

Journal Kelompok B

Sifat alamiah variasi suasana perasaan


(mood) pada gangguan bipolar telah menjadi
subjek penelitian yang secara relatif masih
kecil karena rincian rangkaian waktu
perubahan suasana perasaan ini secara rinci
sulit diperoleh hingga saat ini. Namun
demikian beberapa artikel telah memuat
subjek penelitian tersebut dan menegaskan
adanya kekacauan dalam ketetapan yang
telah dibuat dan adanya dinamika nonlinear
stokastik.

Penelitian ini menggunakan data suasana


perasaan yang dikumpulkan dari 8 pasien
rawat jalan menggunakan sistem telemonitor.
Sifat alamiah perubahan suasana perasaan
pada gangguan bipolar diteliti dengan
menggunakan teknik data pengganti
(surrogate) dan teknik peramalan
(forecasting) nonlinear. Untuk analisis data
pengganti, digunakan statistik tingkat
kesalahan peramalan dan asimetri
keterulangan waktu.

Rangkaian waktu asli tidak dapat dibedakan


dari data pengganti linearnya baik dengan
menggunakan uji statistik nonlinear, dan juga
tidak ada perbaikan dalam tingkat kesalahan
peramalan untuk metode forecasting
nonlinear dibanding metode forecasting linear.
Metode forecasting dengan sampel nonlinear
tidak memiliki kelebihan dibanding metode
linear dalam dinamika forecasting di luar
sampel untuk urutan waktu yang diambil
setiap minggu.

Hasil ini bisa berarti bahwa apakah urutan asli


memiliki dinamika yang linear, uji statistik untuk
membedakan perilaku linear dari nonlinear tidak
memiliki kekuatan untuk mendeteksi jenis
kemunculan nonlinear, atau prosesnya bersifat
nonlinear namun jumlah sampel tidak cukup
untuk memperlihatkan dinamikanya. Kami
mengusulkan agar penelitian di kemudian hari
dapat mengaplikasikan teknik yang sama
dengan yang kami gunakan untuk sampel data
yang lebih banyak.

Kata Kunci: Gangguan bipolar,


dinamika mood, analisis urutan
waktu, pelayanan kesehatan
masyarakat

Latar belakang
Kemajuan dalam komunikasi dan pengukuran digital
telah menghasilkan data medis baru yang dapat
digunakan untuk analisis. Hal ini pada gilirannya
menyediakan kesempatan untuk menganalisis biosignal
yang sampai saat ini sukar untuk diukur. Penelitian ini
menggunakan kumpulan data baru mengenai
rangkaian waktu depresi yang dicatat dari pasien rawat
jalan yang menderita gangguan bipolar. Penelitian pada
masa lampau telah menyatakan terdapat baik
kekacauan pada ketetapan yang telah dibuat dan
nonlinearitas stokastik untuk suasana perasaan pada
gangguan bipolar (Gottschalk dkk. 1995; Bonsal dkk,
2012). Kami bertujuan untuk mendapatkan pernyataan
yang berikutnya secara langsung dan mencari bukti
dari nonlinearitas dalam delapan rangkaian waktu yang
telah dipilih.

Penelitian Sebelumnya
Hingga saat ini, sebagian besar analisis suasana perasaan
dalam gangguan bipolar merupakan analisis kualitatif. Data
kuantitatif secara rinci sulit untuk dikumpulkan: individu yang
sedang dipelajari biasanya merupakan pasien rawat jalan,
fungsi mereka secara umum dapat bervariasi dan heterogen
dalam kelompoknya. Tantangan yang terdapat dalam
pengumpulan data mengenai suasana perasaan dari pasien
dengan gangguan bipolar mempengaruhi jenis penelitian yang
telah dipublikasikan. Beberapa peneliti talah mengajukan
model-model teoretis yang tidak menggunakan data observasi
secara langsung. Daughtery, dkk (2009) mengajukan model
oscillator nonlinear dan menggunakan pendekatan sistem
dinamika untuk mendeskripsikan perubahan suasana
perasaan pada gangguan bipolar. Steinacher dan Wright
(2013) juga menggunakan pendekatan sistem dinamika dan
menggunakannya untuk memeragakan regulasi dari aktivasi
perilaku. Melalui cara yang hampir sama, Buckjohn dkk
menguji dinamika dari dua oscillator nonlinear

yang berpasangan dan menghubungkannya dengan


interaksi interpersonal yang melibatkan pasien-pasien
dengan gangguan bipolar. Frank (2013) menggunakan
pendekatan oscillator nonlinear dan membentuk
hubungan antara pendekatan ini dan model biokimia
dari gangguan tersebut. Saat data telah dianalisis,
maka rincian data telah diambil dari sejumlah kecil
pasien (Gottschalk et al. 1995; Wehr dan Goodwin
1979) maupun dari sejumlah pasien yang lebih banyak
(Judd 2002; Judd et al. 2003). Artikel yang ditulis oleh
Wehr dan Godwin (1979) menggunakan penilaian
suasana perasaan sebanyak dua kali sehari untuk lima
pasien. Judd dkk (2002:2003) mengukur suasana
perasaan pasien menggunakan proporsi beberapa
minggu dalam tahun ketika gejala muncul. Jenis
pengkuran ini memiliki kekurangan dari segi frekuensi
dan resolusi untuk analisis serial waktu.

Penilaian dari kuisioner (Pincus 2003) telah sering


diringkaskan dengan menggunakan rataan dan
standar deviasi meskipun pengukuran lain juga telah
digunakan. Pincus (1991) memperkenallkan
approximate entropy sebagai pengukuran serial
waktu secara regular atau prediktabilitas.
Pengukuran ini diaplikasikan pada baik pada data
suasana perasaan secara umum (Yer-agani dkk2003)
dan suasana perasaan pada kelainan bipolar (Glenn
dkk 2006), dimana data suasana perasaan selama 60
hari dari 45 pasien digunakan untuk analisis.
Pengukuran ini juga diterapkan pada penelitian lain
untuk membedakan antara tahap pre episodic dan
tahap lainnya (Bauer dkk, 2011). Ringkasan
ringkasan penelitian yang melaporkan analisis
sementara suasana perasaan pada gangguan bipolar
disajikan pada tabel 1.

Pernyataan Mengenai Kekacauan Dinamika


Suasana Perasaan
Gottschalk dkk (1995) menganalisis catatan suasana
perasaan harian dari 7 pasien dengan gangguan
bipolar dan 28 pasien normal sebagai kontrol.
Sebanyak 7 pasien dengan gangguan bipolar
semuanya memiliki perputaran siklus yang cepat, yang
artinya, mereka mengalami semua sekurang-kurangnya
4 episode afek yang berbeda dalam 12 bulan
sebelumnya. Pasien menyimpan rekaman suasana
perasaan sebanyak 1 kali per hari (kontrol dalam dua
per hari) dengan menandai suasana perasaan yang ia
rasakan pada suatu skala analog setiap sore untuk
mencerminkan mood rata-rata selama 24 jam terakhir.
Peserta yang terpilih harus menyimpan rekaman
suasana perasaan tersebut selama 1 hingga 2.5 tahun.

Dari tujuh pasien, enam diantaranya memiliki dimensi


korelasi yang mengalami konvergensi pada nilai
kurang dari lima, sementara untuk pasien kontrol,
konvergensi muncul pada nilai yang tidak kurang dari
delapan. Serial waktu surrogate (data pengganti)
yang ekuivalen tidak memperlihatkan konvergensi
dengan dimensi. Dari hasil ini, penulis menduga
adanya kekacauan dinamika dalam serial waktu
pasien dengan gangguan bipolar. Mereka mencatat
ketidakreabilitas korelasi dimensi sebagai suatu
kekacauan indikator, meskipun dikemukakan dari alur
waktu, analisis spektral dan rekonstruksi fase dan
ruang untuk mendemonstrasikan perbedaannya dari
pasien kontrol. Penegasan ini dibantah oleh Krystal
dkk (1998) yang menunjukkan bahwa perilaku
kekuatan dan hukum tidak konsisten dengan
kekacauan dinamika

. Sebagai balasannya (Gottschalk dkk 1998),


Gottschalk dkk berkomentar bahwa spektra dapat
secara ekual dicoba dengan model eksponensial.
Penulis tidak meneliti spektrum Lyapunov, yang
dapat memberikan bukti kekacauan dinamika.
Pernyataan mereka terhadap kekacauan
ketetapan ini terutama pada terletak pada
konvergensi dimensi korelasi dan, seperti yang
mereka telah ketahui, hal ini tidak bersifat definitif
(McSharry 2005). Perubahan modelnya untuk
penguraian spektral memperlemah pernyataan
asli yang muncul setelahnya bukti tidak
mendukung atau menyangkalnya.

Serial Waktu Nonlinear


Bonsall dan asisten penulisnya (Bonsall dkk 2012) menerapkan
metode serial waktu untuk menilai sendiri data depresi dari
pasien dengan kelainan bipolar. Fokus dari penelitian mereka
adalah stabilitas mood: mereka mencatat bahwa sementara
penatalaksanaan seringkali berfokus pada pemahaman aspek
yang lebih disruptif atau mengganggu dari gangguan seperti
episode manik, ketidak stabilan suasana perasaan dari minggu ke
minggu yang dialami oleh beberapa pasien merupakan sumber
utama morbiditas. Tujuan penelitian mereka adalah untuk
menggunakan pendekatan serial waktu untuk menjelaskan
variabilitas suasana perasaan dalam dua kelompok pasien, stabil
dan tidak stabil, yang anggotanya dikelompokkan berdasarkan
pertimbangan klinis. Data serial waktu diperoleh dari Departemen
Psikiatri di Oxford dan berasal dari 23 pasien yang dimonitor
selama suatu periode hingga 220 minggu. Pasien dibagi menjadi
dua kelompok suasana perasaan, yaitu kelompok stabil dan tidakstabil berdasarkan evaluasi psikiatri berupa data skor suasana
perasaan selama periode 6 bulan pertama.

Klasifikasi yang membagi mereka menjadi dua


kelompok dibuat berdasarkan grafik skor mood dan
analisis statistik non-parametrik yang dijelaskan lebih
lanjut (Holmes dkk 2011). Data depresi untuk masingmasing kelompok kemudian dianalisis menggunakan
statistik deskriptif, analisis missing value (termasuk
angka pengurangan) dan analisis serial waktu.
Analisis serial waktu didasarkan pada pengaplikasian
model standar dan model autoregresi ambang dalam
urutan 1 dan 2 berdasarkan data depresi untuk masingmasing pasien. Penulis menyimpulkan bahwa
keberadaan variabilitas mood nonlinear mendukung
sebuah rentang pola pembeda yang mendasarinya.
Mereka merujuk pada pernyataan yang dikemukakan
oleh Gottschalk dkk (1995), meskipun tidak menjawab
pernyataan mereka (Krystal 1998).

Mereka mendukung bahwa


perbedaan antara dua model dapat
digunakan untuk menentukan
apakah seorang pasien dapat
menduduki keadaan klinis yang stabil
atau tidak stabil selama perjalanan
penyakitnya dan bahwa kemampuan
untuk menggolongkan variabilitas
mood dapat mengarahkan pada
inovasi penatalaksanaan.

Diskusi
Penelitian ini memiliki motivasi yang cukup beralasan. Terdapat bukti bahwa
gejala gangguan bipolar berfluktuasi seiring waktu dan adalah umum bagi para
pasien untuk mengalami masalah mood diantara beberapa episode (Judd
2002). Dalam pendekatan serial waktu dengan dinamika yang tidak diketahui,
penggunaan suatu model autoagresi adalah titik awal yang wajar. Meskipun
demikian, terdapat beberapa tanda bahwa model ini tidak cukup sesuai dalam
kasus ini. Distribusi nilai RMSE untuk pasien stabil dilaporkan memiliki nilai
median 5.7 (ketika dinormalisasi dengan nilai skala maksimum nilainya 0.21)
dan distribusi untuk pasien tidak stabil, memiliki nilai median 4.1 (setelah
dinormalisasi menjadi 0.15) (Bonsall dkk 2012, data lampiran). Selanjutnya,
kami melihat bahwa hal ini lebih mungkin terjadi karena kesalahan di dalam
sampel daripada kesalahan prediksi yang diharapkan, yang diperkirakan oleh
ramalan di luar sampel. Dengan demikian, nilai tersebut menjadi lebih tinggi
dibanding standar deviasi yang telah dilaporkan (3.4 untuk grup stabil dan 6.5
untuk grup tidak-stabil (Bonsall dkk 2012), yang menyatakan bahwa rerata
yang tidak dikondisikan dapat menjadi menjadi model yang lebih baik untuk
kelompok yang stabil.

Tabel analisis Dinamika Suasana Perasaan pada Gagguan Bipolar

Penulis
Wehr dan Goodwin
(1979)

Subjek

Skala

Irama Mood

Bunney
Hamburg

Tidak ada

Gottschalk dkk (1995) BP (n = 7)

Analog

Linear, Nonlinear

Judd (2002)

BP1 (n=146)

Skala PSR

% minggu pada tingkatnya

Judd dkk (2003)

BP2 (n=86)

Skala PSR

% minggu pada tingkatannya

Glenn dkk (2006)

BP1 (n=45)

Analog

Entropy

Bonsal dkk (2012)

BP (n=23)

QIDS -SR

Linear, Nonlinear

Moore dkk (2012)

BP (n=100)

QIDS SR

Linear, Nonlinear

Moore dkk (2013

BP (n=100)

QIDS SR

Linear, Nonlinear

BP (n = 5)

Alasan mengapa model yang digunakan masih


tidak sesuai belumlah jelas. Faktor yang
berkontribusi terhadap hal ini kemungkinan karena
serial waktu adalah sesuatu yang bersifat tidak
tetap: Inspeksi visual dari gambar 4 dan 5 (Bonsal
et al 2012) memperlihatkan sebuah variasi rataan
untuk beberapa alur waktu. Untuk mengurangi
suatu ketidaktetapan, teknik yang umum adalah
dengan membedakan serial waktu, seperti dalam
model ARIMA, atau menggunakan teknik yang
memiliki efek yang ekivalen, seperti teknik
eksponensial sederhana yang diperhalus.

Metode
Pada penelitian yang dilakukan, kami mencari bukti
nonlinearitas dengan menggunakan data pengganti
linear, kemudian membandingkan kesalahan prediksi
yang diharapkan dari metode forecasting linear dan
nonlinear pada delapan pasien terpilih. Data serial
waktu dikumpulkan sebagai bagian dari program
OXTEXT (http://oxtetxt.psych.ox.ac.uk/) yang meneliti
manfaat potensial dari kegiatan mengawasi mood diri
sendiri (self monitoring) untuk orang-orang dengan
gangguan bipolar. OXTEXT menggunakan sistem
pengawasan diri sendiri, yaitu True Colour (
https://truecolours.nhs.uk/www/),

untuk pengawasan mood yang pada awalnya


dikembangkan untuk mengawasi pasien rawat jalan
dengan gangguan bipolar. Setiap minggu, pasien
menyelesaikan kuisioner dan mengembalikan hasilnya
berupa rangkaian digit dengan email atau pesan teks.
Hasil serial waktu nilai mood divisualisasikan sebagai
grafik dengan penanda warna untuk pemakaian pada
pertemuan pasien rawat jalan. Informasi ini digunakan
baik oleh dokter untuk memilih intervensi yang sesuai dan
oleh pasien sendiri untuk pengelolaan kondisi mereka.
Sistem monitoring mood Oxford telah membangun sebuah
database yang luas untuk serial waktu mood yang telah
digunakan untuk mempelajari perjalanan longitudinal
gangguan bipolar (Bopp dkk, 2010) dan untuk pendekatan
nonlinear untuk mengenali mood oleh Bonsall dkk (2012).
Data pada penelitian terbaru menggunakan teknik
telemonitoring yang sama dan skala penilaian yang sama
(Bonsall dkk 2012), akan tetapi penelitian yang dilakukan
sebaliknya bersifat independen. Hasil yang dilaporkan
disini telah ditampilkan dengan penyesuaian dengan
Deklarasi Helsinki 1975, yang direvisi pada 2004 dan

Data
Data yang digunakan dalam studi ini diperoleh dari
delapan pasien dengan gangguan bipolar yang
moodnya diawasi selama 5 tahun. Data mengenai
suasana perasaan sampel dikembalikan rata-rata setiap
minggu dan terdiri atas jawaban terhadap kuisioner
berupa penilaian sendiri yang telah terstandar untuk
depresi dan manik. Kami membatasi penelitian ini pada
data depresi yang lebih dapat dipertanggungjawabkan
untuk dianalisis dari pada manik: untuk beberapa
pasien, skor manik yang didapat adalah tepat atau
mendekati nilai nol dalam periode monitoring.

Skala penilaian yang digunakan adalah Quick Inventory


of Depressive Symptomatology-Self Report (QIDS-SR 16)
(Rush et 2000) yang meliputi sembilan domain gejala
untuk depresi (DSM-IV-TR) (American Psychiatric
Association 2000). Skala ini telah dievaluasi sebagai
bagian dari penilaian psikiatrik dan ditemukan bahwa
ia memiliki validitas yang tinggi (Rush 2003). Tiap
domain dapat memberi kontribusi hingga sebesar 3
poin, dan memberikan kemungkinan skor total sebesar
27 pada skala penilaian. Rincian proses seleksi
diterakan pada berkas lampiran 1: Bagian I dan alur
serial waktu yang terpilih diperlihatkan pada gambar 1.

Statistik Deskriptif
Kualitas statistik 8 pasien dalam penelitian
diperlihatkan dalam tabel 2, yang meliputi
perbandingan dengan kelompok yang lebih besar yaitu
93 pasien, dimana subsetnya berasal. Pasien-pasien
dipilih menggunakan kriteria berikut: (1) Lamanya
serial waktu minimum adalah pencapaian nilai 100
(hanya peserta yang mencapai nilai 100 pertama
digunakan dalam analisis), (2) Nilai yang hilang kurang
dari 5 dalam urutan waktu dan (3) ketetapan, diukur
dengan membandingkan distribusi nilai antara bagian
pertama dan kedua serial waktu. Subtipe diagnosis
(bipolar I, bipolar II, bipolar NOS) tersedia hanya untuk
beberapa peserta. Depresi untuk masing-masing
pasien awalnya dirangkum dari nilai rataannya, dan
rentang median/ interkuartil untuk rataan ditampilkan
untuk masing-masing kelompok pasien.

Gambar 1. Rangkaian waktu dari pasien yang


digunakan dalam penelitian ini, menunjukkan 100
poin pertama yang dicapai. Tiap alur menunjukkan
nilai depresi yang diambil rata rata tiap minggu. Skor
maksimal yang dapat dicapai pada skala penilaian
depresi (QIDS) adalah 27

Sebuah uji statistik kemudian diterapkan pada data asli dan


data surrogate dan hasilnya ditampilkan dengan nyata untuk
melihat apakah ada perbedaan. Untuk hipotesis nol dari White
noise, kami menggunakan autokorelasi pada ketertinggalan
yang bervariasi sebagai sebuah uji statistik.
Kemudian, kami memperhitungkan hipotesis nol dari model
stokastik linear dengan input Gaussian. Jika hipotesis tidak
dapat diterima, lalu muncul pertanyaan terhadap penggunaan
model nonlinear yang lebih kompleks untuk forecasting. Untuk
analisi ini, data surrogate harus berupa angka random yang
berhubungan, dengan kekuatan spetrum yang sama seperti
data asli. Hal ini merupakan ciri data yang memiliki amplitudo
yang sama seperti data asli tapi dalam tahapan yang berbeda.
Data surrogate hasil transformasi amplitudo yang telah
disesuaikan dari Fourier (AAFT, Surrogate amplitude-adjusted
Fourier transform) (Kantz dan Schreiber 2004) memiliki
perbedaan kekuatan spektrum yang hanya berbeda tipis dari
rangkaian asli karena proses linear yang tidak ditransformasi
asli harus diperkirakan. Untuk membuat agar data surrogate
lebih cocok dengan spektrum asli, kami menggunakan
surrogate AAFT terkoreksi (CAAFT) (Kugiumtzis 2000).

Hasil
Awalnya kami menguji fungsi autokorelasi sampel untuk
delapan serial waktu dan membandingkannya dengan
surrogate yang memiliki distribusi yang sama. Gambar 2
memperlihatkan hasilnya, dengan sampel acf
memperlihatkan lag dari 1 ke 6. Tujuh dari delapan serial
waktu berbeda secara nyata dari kelompok penggantinya,
memperlihatkan bahwa mereka memiliki beberapa korelasi
urutan. Serial waktu pada di bagian kiri atas gambar 2 tidak
dapat dibedakan dari hasil permutasinya dan oleh sebab itu
tidak cocok untuk tujuan forecasting ini. Kami menyimpan
urutan waktu ini dalam kumpulan eksperimental, dan
menyediakan suatu perbandingan untuk rangkaian waktu
lainnya.

Tabel 2. Usia, Durasi dan rata rata depresi


memperlihatkan rentang Median interkuartil
Kelompok

Jenis
Kelamin P/L

BP I/II

Usia (Tahun)

Durasi
(poin)

Depresi
(QIDS)

A (93)

60/33

41 / 22

45 20

136 161

6.4 5.3

B (8)

6/2

4/2

48 28

181 67

5.1 2.5

Uji Nonlinearitas
Gambar 3 memperlihatkan autokorelasi surrogate
CAAFT dibandingkan dengan delapan serial waktu asli
yang digunakan dalam penelitian ini. Software MATLAB
(Kugiumtzis, 2000) digunakan untuk menghasilkan
surrogate CAAFT. Dapat terlihat bahwa program ini
menyerupai autokorelasi data asli dengan baik dalam
hampir semua kasus meskipun dalam gambar bagian
kanan bawah terjadi bias ke arah bawah.
Kami kemudian membandingkan rasio kesalahan
forecast yang terjadi akibat sampel linear vs nonlinear
untuk data asli dan data surrogate. Jika terdapat
ketidaklinearan, kami akan mengekspektasi metode
nonlinear untuk menunjukkan perbaikan dari metode
linear. Metode linear yang digunakan bersifat tetap dan
metode nonlinear adalah metode yang terdekat pada
tingkat nol yang dideskripsikan pada berkas lampiran
1: bagian II dan diimplementasikan dalam fungsi

Gambar 4 memperlihatkan hasil yang


ditampilkan dalam bentuk histogram,
dengan rasio kesalahan untuk data urutan
asli diperlihatkan oleh garis berwarna gelap.
Tidak satupun urutan waktu asli yang terlihat
mendapat keuntungan dari forecasting
nonlinear. Histogram pada bagian kanan
bawah gambar memperlihatkan bahwa
urutan waktu diprediksikan dengan lebih
baik menggunakan metode linear. Ini
merupakan hasil dari korelasi rata-rata
rendah di antara data surrogate untuk
urutan waktu ini, sebagaimana terlihat pada
gambar 3.

Pada akhirnya, kami membandingkan serial waktu


asli dan surrogate menggunakan statistik asimetri
berkebalikan. Ketidaksimetrisan dari urutan waktu
ketika dibalikkan dari segi waktu boleh jadi
merupakan ciri dari suatu nonlinearitas (Theiler dkk
1992). Pengukuran keterulangan waktu merupakan
rasio dari rata-rata pangkat tiga terhadap perbedaan
rataan kuadrat.

Gambar 2. Statistik autokorelasi


sampel untuk delapan urutan waktu
asli dan surrogate yang telah diacak.
Untuk tiap delapan urutan waktu,
surrogate dibuat dengan secara random
melakukan permutasi dari urutan waktu
asli. Fungsi autokorelasi sampel hingga lag
6 menunjukkan surrogate, dan urutan
waktu asli diperlihatkan oleh garis yang
tebal. Garis merah tipis menunjukkan nilai
median surrogate. Plot kiri atas
menunjukkan urutan waktu yang tidak
dapat dibedakan dari white noise. Urutan
waktu lain menunjukkan korelasi serial.

Gambar 3. Statistik autokorelasi


sampel untuk delapan serial
waktu yang asli dan surrogate
CAAFT nya. Dalam hampir semua
kasus, serial waktu asli hampir sama
dengan surrogate kecuali pada plot di
kanan bawah yang memperlihatkan
bias ke bawah pada surrogate

Gambar 4. Rasio tingkat kesalahan yang


timbul dalam sampel untuk model nonlinear
vs linear. Rangkaian waktu asli diperlihatkan
sebagai garis vertikal dan tingkat kesalahan untuk
surrogate diperlihatkan sebagai histogram.
Bagian di bawah kanan menunjukkan bahwa
urutan data asli di forecast secara relatif lebih
baik oleh metode linear daripada metode
nonlinear. Anomali ini disebabkan karena
surrogate memiliki korelasi rata rata yang lebih
rendah, yang terlihat pada bagian yang ekuivalen
di gambar 3

Gambar 5 menunjukkan nilai Q statistik untuk


surrogate yang terlihat sebagai sebuah histogram,
dan statistik untuk rangkaian asli terlihat sebagai
garis yang berwarna gelap. Tidak terdapat bukti
umum yang memperlihatkan asimetri waktu pada
serial waktu milik pasien, baik dengan pengecualian
urutan yang diperlihatkan di bagian kanan bawah.

Forecasting (Peramalan)
Dalam bab ini, kami menerapkan baik metode
forecasting linear dan nonlinear yang bertujuan
untuk membandingkan akurasi metode yang
berbeda. Dengan cara ini, kami bertujuan untuk
memperoleh pengetahuan yang dalam mengenai
dinamika dalam proses pembangkitan suasana
perasaan dan mengevaluasi metode forecast untuk
penelitian ini. Kami menerapkan beberapa metode

Tabel 3 menunjukkan hasil forecast di luar sampel


(metode out of sample) dengan menggunakan
metode urutan waktu linear dan nonlinear. Metode
ini adalah metode persistence PST, SES eksponensial
sederhana yang diperhalus, autoregresi AR1 dan
AR2, proses Gaussian regresi MAT2, prediksi konstan
secara local LCP dan prediksi lokal linear LLP.
Terdapat sedikit perbedaan dalam akurasi di antara
metode metode forecasting ini. Rentang tingkat
kesalahan antara metode yang paling akurat dan
paling tidak akurat adalah kurang dari 0.5 rating unit.
Tes Deibold Mariono (Diebold dan Mariano 2002)
menunjukkan bahwa untuk setengah pasien, tidak
ada metode, termasuk metode nonlinear, yang
memiliki akurasi prediksi yang lebih daripada
forecasting persistence. Rincian lengkap mengenai
tes dan hasil diberikan pada lampiran 1: Bagian III.

Gambar 5. Statistik
Keterulangan waktu yang
asimetris. Statistik untuk rangkaian
waktu asli terlihat sebagai garis
vertikal dan data surrogate terlihat
sebagai histogram. Tidak terdapat
bukti bahwa rangkaian waktu asli
tidak sama di antara surrogate nya
kecuali pada bagian bawah kanan.

Diskusi
Hasil ini menunjukkan bahwa 8 serial waktu depresi yang
digunakan pada penelitian ini tidak dapat dibedakan dari
surrogate linear mereka dengan menggunakan metode
forecasting linear dan nonlinear. Hasil ini berbeda dengan
pernyataan Bonsall, dkk (2012) yang menyatakan bahwa serial
waktu mingguan dari pasien dengan gangguan bipolar
digambarkan secara lebih baik dengan proses nonlinear daripada
proses linear. Apakah perbedaan antara penelitian penelitian ini
merupakan hasil dari seleksi: bahwa penelitian Bonsall dkk
cenderung untuk memilih series nonlinear sedangkan penelitian
ini memilih series linear? Artikel yang sebelumnya (Moore dkk
2012) melaporkan prediksi tingkat kesalahan untuk 100 pasien
dari rencana monitoring yang sama dengan yang digunakan oleh
Bonsal dkk dan pada penelitian ini. Untuk 100 pasien, rentang
interkuartil prediksi tingkat kesalahan (SES) adalah antara 2 dan
4 dalam unit skala rating QIDS. Dapat terlihat bahwa sebagian
besar hasil dalam tabel 3 berada dalam rentang ini. Lebih jauh
lagi, nilai forcast RMSE untuk rerata pada 100 pasien adalah 2.7
(0.1, telah dinormalisasi) dan nilai kesalahan median di tabel 3
adalah 2.65 (0.1).

Ramalan median tingkat kekeliruan oleh Bonsall dkk


dilaporkan sebesar 5.7 (0.21) untuk kelompok stabil dan
4.1 (0.15) untuk kelompok yang tidak stabil (Bonsal,
dkk. 2012. Data lampiran). Kami mencatat bahwa
kumpulan data pada penelitian kali ini barangkali tidak
dapat dibandingkan secara langsung dengan data yang
digunakan oleh Bonsal, dkk. Sebagai contohnya, jarak
rangkaian waktu yang digunakan tidak mungkin sama
pada tiap kelompok. Namun, untuk alasan yang telah
dikemukakan sebelumnya di jurnal ini, kami
menyatakan bahwa tingginya prediksi kesalahan yang
dilakukan oleh Bonsall dkk berasal dari analisisnya,
bukan dari pemilihan rangkaian waktu yang digunakan.

Pertanyaan yang tersisa adalah untuk jenis seperti apa


proses stokastik menggambarkan data mingguan dengan
cara yang paling baik. Hasil metode linear yang secara
relatif lebih baik mengesankan proses autoregresif
tingkatan rendah atau perjalanan yang random ditambah
model noise (Chatfield 2002, S2.5.5), yang mana
eksponensial sederhana yang diperhalus bersifat optimal
untuknya(Chatfield 2002, S4.3.1). Bagaimanapun,
identifikasi dinamika sistem, yang mungkin merupakan
dimensi yang tinggi dan mencakup pengaruh lingkungan
yang tidak teramati akan menyebabkan sulit untuk
menggunakan data yang tersedia.


Tabel 3. Tingkat Kesalahan forecast Out of
sample untuk tiap 8 urutan waktu yang
digunakan pada penelitian
Rangkaian

PST

SES

AR1

AR2

MAT2

LCP

LLP

3.51

2.68

2.63

2.66

2.70

2.62

2.81

2.28

2..08

1.88

1.87

1.83

1.85

1.91

4.12

4.11

3.52

3.55

3.68

3.74

3.62

5.08

6.56

5.15

5.24

4.88

5.51

5.09

2.77

2.23

2.18

2.21

2.17

2.12

2.26

2.61

2.61

2.49

2.41

2.45

2.89

2.43

3.27

2.71

2.72

2.63

2.65

2,71

2.70

1.59

1.59

1.53

1.59

1.60

1,70

1.53

Rerata

3.16

3.07

2.76

2.77

2.75

2.89

2.79

Median

3.02

2.65

2.56

2.52

2.55

2.67

2.57

Waktu

Keterbatasan
Sampel yang berjumlah 8 pasien adalah kecil jika
dibandingkan dengan kelompok pertama yaitu 93 pasien.
Alasan kecilnya jumlah sampel ini adalah para pasien harus
mengembalikan sedikitnya 100 nilai dengan nilai yang
hilang sebesar kurang dari 5, dan urutan waktunya harus
statis: batasan ini tidak dapat dengan begitu saja diabaikan
tanpa mencurigakan hasil analisis. Bagaimanapun, jumlah
sampel yang kecil membatasi sejauh mana simpulan umum
mengenai dinamika suasana perasaan pada gangguan
bipolar. Keterbatasan lain adalah penggunaan data
mingguan: jika mood berubah-ubah dalam periode hari,
informasi mengenai dinamika mood akan terlewatkan.
Karena telemonitoring suasana perasaan adalah teknik
yang relatif baru, yaitu teknik yang bergantung pada
tindakan oleh pasien, juga terdapat permasalahan yang
berkaitan dengan hilangnya atau terlewatnya suatu data.
Sebagai contoh, Moore dkk menemukan bahwa
keseragaman respon berkorelasi secara negatif dengan

standar deviasi nilai tidur. Temuan ini mengungkapkan


bias seleksi yang potensial dalam penelitian ini karena
8 pasien yang diseleksi memiliki kurang dari 5 nilai
yang salah, yang menyatakan secara tidak langsung
bahwa respon mereka memiliki tingkat keseragaman
yang tinggi. Oleh karena itu pasien yang telah
diseleksi akan memiliki standar deviasi yang relatif
rendah pada nilai tidur dibandingkan dengan sampel
yang lebih besar, namun afeknya, jika ada, pada hasil
tidak diketahui. Akhirnya, kurangnya kontrol data
individual tanpa gangguan bipolar berarti bahwa hasil
ini tidak dapat digunakan untuk menemukan ciri
pembeda mood dalam gangguan ini.

Simpulan
Kami menemukan bahwa rangkaian waktu depresi tidak
dapat dibedakan dari data surrogate mereka yang berasal
dari proses linear saat membandingkan tes respektif
statistik. Hasil ini dapat berarti, apakah 1) urutan asli
memiliki dinamika yang linear, 2) tes statistik untuk
membedakan perilaku linear dari nonlinear tidak memiliki
kekuatan untuk mendeteksi jenis nonlinearitas yang ada,
atau 3) proses bersifat nonlinear namun proses pemilihan
sampel tidak adakuat atau rangkain waktu terlalu singkat
untuk menggambarkan dinamika yang sebenarnya. Masih
diragunakan hipotesis mana yang lebih disukai, namun akan
lebih bermanfaat jika analisis diulangi pada data yang
diambil lebih lama dan lebih sering.

Kami menyatakan bahwa 8 pasien


adalah jumlah sampel yang kecil,
yang membatasi seberapa jauh
simpulan umum mengenai dinamika
mood pada gangguan bipolar. Pada
bukti saat ini, meskipun, tidak ada
alasan untuk menegaskan adanya
nonlinearitas pada rangkaian waktu
yang kami periksa.

Anda mungkin juga menyukai