Anda di halaman 1dari 71

KUSTA

Pembimbing :
dr. Stanley Setiawan, SpKK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT


DAN KELAMIN
PERIODE 12 DESEMBER 2016 21 JANUARI
2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN
INDONESIA
JAKARTA
2017

DEFINISI
Kusta merupakan penyakit infeksi
kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae yang bersifat
intraseluler obligat.

Cenderung menyerang :
Saraf perifer
Kulit
Mukosa traktus respiratorius bagian
atas
Organ lain kecuali susunan saraf
pusat.

ETIOLOGI
Kuman penyebab adalah
Mycobacterium leprae
Ditemukan oleh G.A. HANSEN pada
tahun 1874 di Norwegia
M. leprae berbentuk kuman dengan
ukuran 3-8 um x 0,5 um, tahan asam
dan alcohol serta positif-Gram

PATOGENESIS &
GAMBARAN KLINIS
KUSTA

Patogenesis
Sumber penularan penderita MB (multibasiler) sebagai kontak (+) melalui:
Kontak langsung erat dan lama lesi kulit +
suhu dingin (terutama Susceptible
persons)
Droplet infection (aerogen) dari/melalui
mukosa hidung
Dapat ditularkan melalui tempat tidur,
pakaian, dll o.k diyakini M.leprae dapat
bertahan hidup beberapa hari di luar tubuh

1. Mukosa nasal (droplet


infection)
2. Inokulasi pada kulit
yang tidak utuh (suhu
dingin)

Imunitas, kemampuan hidup&waktu regenerasi bakteri

GEJALA KLINIK
1.KELAINAN SARAF TEPI
- Kerusakan saraf tepi bisa bersifat:
sensorik hipo / anastesi lesi kulit
motorik kelemahan otot
autonomik kelenjar keringat
kering
- Pembesaran saraf tepi

GEJALA KLINIK
KELAINAN KULIT DAN ORGAN LAIN :
Bagian tubuh relatif dingin muka, hidung,
telinga, ekstremitas
Bercak hipopigmentasi/eritematus gangguan
estesi kuman facies leonina, penebalan
cuping telinga, madarosis, anestesi simetris
tangan dan kaki
Kelainan
organ
lain

mata,
hidung,
tulang&sendi, lidah, laring, testis, kelenjar limfe,
rambut, dan ginjal

GEJALA AWAL

KUSTA

Makula Anastesi / Hipoestesi


- makula datar, papul, nodus
- tidak gatal, tidak nyeri
- bisa tampak pucat atau kemerahan
- bercak lebih kering dari sekitarnya
- distribusinya simetris atau asimetris

Makula hipopigmentasi yang


khas + 5A yaitu :

Achromia = tidak ada pigmen


Anestesia = baal
Atrofi = kulit agak mencekung
Alopesia = tanpa rambut
Anhidrosis = tidak berkeringat

Gangguan organ-organ lain


(merupakan komplikasi)
a. Mata: iritis, iridosiklitis, ggn visus (buta), lagofthalmus
b. Hidung: epistaksis, hidung pelana
c. Lidah: nodus, ulkus
d. Laring: suara parau
e. Ginjal: pielonefritis, nefritis interstitiel, glomerulonefritis,
amilidosis ginjal
f. Testis: epididimitis, orchitis, atrofi ginekomastia & steril
g. Kel limfe: limfadenitis
h. Tulang & sendi: artritis, tendosinovitis, absorpsi tulang
jari tangan (mutilasi)
Pada Stadium Lanjut: xerosis, ulkus tropikum, mutilasi, ankilosis

BERCAK
YANG
MemilikiKUSTA
sifat 4
A :SPESIFIK
Anestesi
Anhidrosis
Akromia
Atrof

Penebalan N. Auricularis magnus

Lagophthalmus

Saddle Nose (hidung pelana)

Kecacatan pada kusta

Claw Hand

Deformitas akibat kusta

KLASIFIKASI & GEJALA


KLINIS

ZONA SPEKTRUM KUSTA MENURUT


MACAM KLASIFIKASI

Menurut Ridley dan Jopling

TT : Tuberkuloid polar, bentuk yang stabil


Ti: Tuberkuloid Indefinite
BT : Borderlines Tuberculoid
BB: Mid Borderline
BL : Borderline Lepramatous
Li : Lepromatosa Indefinite
LL: Lepramatosa polar, bentuk yang stabil.

Gambaran klinis,bakteriologik, dan


imunologik multibasiler (MB)

Sifat
Lesi:
Bentuk

Jumlah

Distribusi
Permukaan
Batas
Anestesia

Lepromatosa (LL)

Bordeline
Lepromatosa (BL)

Mid Borderline (BB)

Makula
Infiltrat difus
Papul
Nodus
Tidak terhitung,
praktis tidak ada kulit
sehat
Simetris
Halus berkilat
Tidak jelas
Tidak ada sampai
tidak jelas

Makula
Plakat
Papul

Plakat
Dome-shaped (kubah)
Punched-out

Sukar dihitung, masih


ada kulit sehat
Hampir simetris
Halus berkilat
Agak jelas
Tidak jelas

Dapat dihitung, kulit


sehat jelas
Asimetris
Agak kasar, agak
berkilat
Agak jelas
Lebih jelas

BTA
Lesi kulit
Sekret
hidung

Banyak (ada globus) biasaya


Banyak (ada globus) Biasanya negatif

Agak banyak
Negatif

LL

BB

BL

Gambaran klinis,bakteriologik, dan


imunologik pausibasiler (PB)
Sifat
Lesi
Bentuk

Tuberkuloid (TT)

Bordeline
Tuberculoid (BT)

Makula saja, makula


Makula dibatasi
dibatasi infiltrat
infiltrat: infiltrat saja
Jumlah
Satu, dapat beberapa Beberapa atau satu
dengan satelit
Distribusi Asimetris
Masih asimetris

Kering bersisik
Kering bersisik
Permukaan
Jelas
Jelas
Batas
Jelas
Jelas

Anestesia
BTA
Lesi kulit Hampir selalu negatif Negatif atau hanya
1+

Indeterminate
(I)
Hanya makula
Satu atau beberapa
Variasi
Halus, agak berkilat
Dapat jelas atau
dapat tidak jelas
Tak ada sampai tidak
jelas
Biasanya negatif

MENURUT WHO
Kusta dibagi menjadi Multibasiler dan Pausibasiler.
Multibasiler : tipe LL, BL, dan BB pada klasifikasi
Ridley-Jopling dengan indeks bakteri (IB) lebih
dari 2+
Pausibasiler : tipe I, TT dan BT dengan IB kurang
dari 2+.
Pemeriksaan kerokan jaringan kulit tidak selalu
tersedia di lapangan,pada tahun 1995 WHO lebih
menyederhankan klasifikasi klinis kusta
berdasarkan hitung lesi kulit dan saraf yang
terkena.

DIAGNOSIS KLINIS
MENURUT WHO
TIPE PB
1. Lesi Kulit
(Macula datar, Papul yang
meninggi, Nodul)

2. Kerusakan cabang saraf


(Menyebabkan saraf
kehilangan
sensasi/kelemahan otot
yang dipersarafi oleh sraf
yang terkena)

TIPE MB

-1-5 lesi,
-Lesi >5
-Hipopigmentasi/
-Distribusi lebih simetris
eritema
-Hilangnya sensasi.
-Distribusi tidak simetris
-Hilangnya sensasi yang
jelas.
Hanya satu cabang
saraf.

Banyak cabang saraf.

Gambaran Klinis
KERUSAKAN SARAF

Sensoris

Anastesi

Motoris

paresis/paralisis

Otonom

kulit kering

NERVUS
N.ulnaris : anesthesia pada ujung jari kelingking dan jari
manis, clawing, atrofi hipotenar dan otot interoseus serta
kedua otot lumbrikalis medial
N.medianus: anesthesia pada ujung jari ibu jari,telunjuk
dan jari tengah,tidak mampu aduksi & clawing,atrofi otot
tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral
N.radialis : anestesia dorsum manus , serta ujung
proksimal jari telunjuk,tangan gantung (wrist drop),tak
mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan

NERVUS
N. poplitea lateralis: anesthesia tungkai bawah dan dorsum
pedis,kaki gantung (foot drop),kelemahan otot peroneus.
N.tibialis posterior: anesthesia telapak kaki,claw
toes,paralisis otot intrinsic kaki dan kolaps arkus pedis.
N. fasialis: menyebabkan lagoftalmus, menyebabkan
kehilangan ekspresi wajah dan kegagalan
mengatupkan bibir.
N. trigemunus: anesthesia kulit wajah,kornea,konjungtiva
mata,atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral.

Pemeriksaan Kusta

Fungsi
sensorik
- Rasa Raba
-Rasa Nyeri
-Rasa Suhu

Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya


dilakukan pada:

n. radialis

n.
medianus

n. tibialis
posterior

Pemeriksaan Saraf Tepi

N.
Auricularis
Magnus

N. Ulnaris

N. Peroneus
Lateralis

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Bakterioskopik
Membantu menegakkan diagnosis
M. leprae terlihat merah
pewarnaan BTA Ziehl Nielsen
solid
: batang utuh hidup
fragmented : batang terputus mati
granular : butiran mati

Bentuk-bentuk basil dari apusan

Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid


pada sebuah sediaan dinyatakan dengan indeks bakteri ( I.B)
1+
Bila 1 10 BTA dalam 100 LP
2+ Bila 1 10 BTA dalam 10 LP
3+ Bila 1 10 BTA rata rata dalam 1 LP
4+ Bila 11 100 BTA rata rata dalam 1 LP
5+ Bila 101 1000BTA rata rata dalam 1 LP
6+ Bila> 1000 BTA rata rata dalam 1 LP

Indeks morfologi (IM) adalah persentase bentuk solid


dibandingkan dengan jumlah solid dan non solid.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

REAKSI KUSTA
Reaksi kusta adalah interupsi dengan
episode akut pada perjalanan penyakit
yang sebenarnya sangat kronik.

ERITEMA NODUSUM LEPROSUM


(ENL)
Gejala yang muncul seperti nyeri dan
tenderness disertai panas tinggi dan
malaise. Lesi kulit berupa pustular
dan ulseratif diikuti dengan
hilangnya fungsi saraf.

ERITEMA NODUSUM LEPROSUM


(ENL)
Makin tinggi tingkat multibasilarnya
makin besar kemungkinan timbul
ENL
Pada ENL tidak terjadi perubahan
tipe
ENL termasuk respons imun humoral
M. leprae + Antibodi (IgM, IgG) + Komplemen
Kompleks Imun

ENL lebih banyak terjadi pada


pengobatan tahun kedua

Banyak kuman kusta yang mati dan


hancur Banyak antigen yang
dilepaskan Bereaksi dengan antibodi
Mengaktifkan sistem komplemen
Beredar dalam sirkulasi darah
Melibatkan berbagai organ

Gejala Klinis
Nodus eritema
Nyeri dengan tempat predileksi di lengan dan
tungkai
Bila mengenai organ lain dapat menimbulkan
gejala seperti iridosiklitis, neuritis akut,
limfadenitis, artritis, orkitis, dan nefritis akut
dengan dengan adanya proteinuria
Gejala konstitusi dari ringan- berat

REAKSI REVERSAL
Dapat terjadi pada tipe borderline (Li,
BL, BB, BT, Ti) Reaksi borderline
Reaksi Reversal

Peningkatan
mendadak SIS

Gejala Klinis
Sebagian atau seluruh lesi yang telah ada
bertambah aktif dan atau timbul lesi baru dalam
waktu yang relatif singkat
Lesi hipopigmentasi Eritema Semakin
eritematosa
Lesi makula Infiltrat Makin infiltratif
Lesi lama menjadi bertambah luas
Tidak perlu seluruh gejala harus ada, satu saja
sudah cukup.

Adanya gejala neuritis akut penting


diperhatikan, karena sangat
menentukan pemberian pengobatan
kortikosteroid, sebab tanpa gejala
neuritis akut pemberian kortikosteroid
adalah fakultatif.

KESIMPULAN

TATALAKSANA KUSTA

Pengobatan Kusta
Tujuan utama:
1. Memutuskan mata rantai penularan untuk
menurunkan insiden penyakit
2. Mengobati dan menyembuhkan penderita
3. Mencegah timbulnya penyakit
Strategi pokok yang dilakukan untuk mencapai
tujuan tersebut didasarkan atas:
1. Deteksi dini
2. Pengobatan penderita

Regimen pengobatan kusta berdasarkan


rekomendasi WHO/DEPKES RI.Klasifikasi kusta
menjadi : Pausibasilar (PB),Multibasilar (MB)
Dengan menggunakan MDT (Multi Drug Treatment)
Kegunaan MDT:
1. mengatasi resistensi Dapsone yang semakin
meningkat
2. mengatasi ketidakteraturan penderita dalam
berobat
3. menurunkan angka putus obat pada
pemakaian monoterapi Dapsone
4. dapat mengeliminasi persistensi kuman kusta
dalam jaringan

Regimen Pengobatan Kusta (WHO/DEPKES


RI)
A. PB dengan lesi tunggal diberikan ROM (Rifampisin Ofloksasin
Minosiklin)

.
.
.
.
.

Rifampisin

Ofloksasin

Minosiklin

Dewasa
(50-70 kg)

600 mg

400 mg

100 mg

Anak
(8-14
tahun)

300 mg

200 mg

50 mg

Pemberian obat sekali saja langsung


RFT : Release From Treatment
Diminum didepan petugas kesehatan
Anak < 5 tahun dan ibu hamil tidak boleh diberikan ROM
Bila obat ROM belum tersedia di Puskesmas atau lesi tunggal
dengan pembesaran saraf regimen pengobatan PB lesi (2-5)

B. Tipe PB dengan lesi (2-5)


Rifampisin

Dapsone

Dewasa

600 mg/bulan
Diminum
didepan
petugas
kesehatan

100 mg/hari
diminum
dirumah

Anak
(10-14 tahun)

450 mg/bulan
Diminum
didepan
petugas
kesehatan

50 mg/hari
diminum di
rumah

Lama pengobatan 6 dosis diselesaikan


selama 6-9bulan.
Setelah minum 6 dosis dinyatakan RFT
(berhenti minum obat)

C. Tipe MB dengan lesi kulit > 5


Rifampisin

Dapsone

Lamprene

Dewasa

600 mg/bulan
Diminum
didepan
petugas
kesehatan

100 mg/hari
Diminum
dirumah

300 mg/bulan
Diminum
didepan
petugas
kesehatan
dilanjutkan
dengan 50
mg/hari
diminum
dirumah

Anak-anak
(10-14 tahun)

450 mg/bulan
Diminum
didepan
petugas
kesehatan

50 mg/hari
Diminum
dirumah

150 mg/bulan
Diminum
didepan
petugas
kesehatan
dilanjutkan
dengan 50 mg
selang sehari
diminum

Dosis anak dibawah 10 tahun:


- Rifampisin : 10-15 mg/kgBB
- Dapsone : 1-2 mg/kgBB
- Lamprene
Bulanan
Harian

: 100 mg/bulan
: 50 mg/2x seminggu

Lama pengobatan 12 dosis


diselesaikan dalam 12-18 bulan.
Setelah 12 dosis, dinyatakan RFT
Masa pengamatan setelah RFT
dilakukan untuk tipe PB selama 2
tahun dan MB selama 5 tahun
Bila terjadi tanda-tanda kusta aktif
kembali dinamakan relaps yaitu
aktifnya kembali tanda kusta setelah
masa pengobatan

Pengobatan Reaksi Kusta


Bila reaksi tidak ditangani dengan
cepat dan tepat maka dapat timbul
kecacatan berupa kelumpuhan yang
permanen seperti:

Prinsip Penanganan Reaksi


Kusta
1. Penanganan neuritis mencegah
kecacatan/kontraktur dll
2. Tindakan agar tidak terjadi kebutaan
bila mengenai mata
3. Membunuh kuman penyebab
4. Mengatasi rasa nyeri yang timbul

Pengobatan Reaksi Kusta


Reaksi Ringan:
1. Istirahat dirumah, berobat jalan
2. Pemberian analgetik dan obatobat
penenang bila perlu
3. Dapat diberikan Chloroquine 150
mg3x1
selama 3-5 hari
4. MDT diteruskan dengan dosis
yang tidak
diubah

Reaksi Berat:
1. Immobilisasi, rawat inap di RS
2. Pemberian analgesik dan sedatif
3. MDT diteruskan dengan dosis
tidak diubah
4. Pemberian obat-obat antireaksi
5. Pemberian obat-obat
kortikosteroid

Obat-obat anti reaksi:


1. Aspirin
: 600-1200 mg setiap
4 jam
(4-6 x/hari)
2. Klorokuin
: 3 x 150 mg/hari
3. Thalidomide : 400 mg/hari lalu
diturunkan sampai
mencapai 50 mg/hari

Pemberian Kortikosteroid
2 minggu I

40 mg/hari

2 minggu II

30 mg/hari

2 minggu III

20 mg/hari

2 minggu IV

15 mg/hari

2 minggu V

10 mg/hari

2 minggu VI

5 mg/hari

Diberikan pagi hari sesudah makan.

Klasifikasi cacat menurut


WHO
Cacat pada tangan dan kaki
Tingkat 0 : tidak ada gangguan
sensibilitas, tidak ada kerusakan atau
deformitas yang terlihat
Tingkat 1 : ada gangguan sensibilitas,
tanpa kerusakan atau deformitas yang
terlihat
Tingkat 2
: terdapat kerusakan atau
deformitas

Klasifikasi cacat menurut


WHO
Cacat pada mata
Tingkat 0 : tidak ada kelainan/kerusakan
pada mata (termasuk visus)
Tingkat 1 : ada kelainan/kerusakan pada
mata tetapi tidak terlihat, visus sedikit
berkurang
Tingakt 2 : ada kelainan mata yang terlihat
(missal lagoftalmus, iritis, kekeruhan kornea)
dan atau visus sangat terganggu

Penanganan Cacat
Gangguan sensibilitas:
memakai sepatu untuk melindungi kaki yang
telah terkena
memakai sarung tangan bila bekerja dengan
benda yang panas dan tajam
memakai kacamata untuk melindungi mata
memeriksan ada tidaknya memar, luka atau
ulkus (tangan dan kaki direndam, disikat dan
diminyak agar tidak kering dan pecah)

Rehabilitasi
Medis :
Operasi dan fisioterapi untuk
memperbaiki fungsi dan kosmetik
Non-medis :
Memberikan lapangan pekerjaan yang
sesuai dengan cacat tubuh, sehingga
dapat berprestasi dan dapat
meningkatkan rasa percaya diri dan
sebagai terapi psikologik.

Anda mungkin juga menyukai