Anda di halaman 1dari 62

PENGERTIAN KEBIJAKAN

PBB (1975) : pedoman untuk bertindak. Pedoman


itu dapat
sederhana atau kompleks, umum atau khusus, luas
atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau
terperinci, publik atau privat, kualitatif atau
kuantitatif.

JAMES E. ANDERSON (1978) : perilaku dari aktor


(pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau
serangkaian
aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu

POLICY

EULAU DAN PREWITT


o A STANDING DECISION CHARACTERIZED BY
BEHAVIORAL CONSISTENCY AND REPETITIVENESS
ON THE PART OF BOTHT HOSE WHO MAKE IT AND
THOSE WHO A BIDE IT
o( KEPUTUSAN TETAP YANG DICIRIKAN OLEH
KONSISTENSI DAN PENGULANGAN TINGKAH LAKU
DARI MEREKA YANG MEMBUAT DAN DARI MEREKA
YANG MEMATUHI KEPUTUSAN TERSEBUT ).

POLITICS . . . . . . .

MIRIAM BUDIARJO
o KEGIATAN DALAM NEGARA YANG MENYANGKUT PROSES
MENENTUKAN SUATU TUJUAN , DAN MELAKSANAKAN TUJUAN ITU
o PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENGENAI TUJUAN DARI
SISTEM
POLITIK ITU MENYANGKUT SELEKSI ANTARA BEBERAPA ALTERNATIF
DAN PENYUSUNAN SKALA PRIORITAS.
o UNTUK MELAKSANAKAN TUJUAN ITU PERLU DITENTUKAN
KEBIJAKSANAAN UMUM (PUBLIC POLICY) YANG MENYANGKUT
PEMBAGIAN (DISTRIBUTION ) ATAU ALOKASI (ALLOCATION)

PENGERTIAN KEBIJAKANPUBLIK ( PUBLICPOLICY )


THOMAS R. DYE
o Public policy is whatever the government choose to do or not to do
(apapun pilihan pem erintah untuk m elakukan atau tidak m
elakukan sesuatu)
JAMES E. ANDERSON
o Public policies are those policies developed by government bodies
and officials
( kebijaksaan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabatpejabatpem erintah)
DAVID EASTON
o The authoritative allocation of values for the whole society
( pengalokasian nilai-nilai secara sah kepada seluruh anggota
masyarakat )

Dibuat oleh pemerintah berupa tindakan pemerintah

Mempunyai tujuan tertentu

Ditujukan untuk kepentingan masyarakat

10 Pengertian Kebijakan HOGWOOD & GUNN


(dalam SUNGGONO,1994:15-20)
1. Kebijakan sebagai merek bagi suatu bidang kegiatan
tertentu ( as a
label for a field activity )
2. Kebijakan sebagai suatu pernyataan mengenai tujuan
umum atau
keadaan tertentu yang dikehendaki (as an expression
of general
3. Kebijakan
khusus (as specific
purpose orsebagai
desiredusulan-usulan
state of affairs)
proposals)
4. Kebijakan sebagai keputusan pemerintah (as
decision of
government)
5. Kebijakan sebagai bentuk pengesahan formal (as
formal authorization)

10 Pengertian . . . . . . .

6. Kebijakan sebagai program (as programme)


7. Kebijakan sebagai keluaran (as output)
8. Kebijakan sebagai suatu teori atau model (as a theory
or model)
9. Kebijakan sebagai suatu teori atau model (as a theory
or model)
10. Kebijakan sebagai proses (as process).

Darike-10 pengertian tersebut, kebijakan publik lebih merujuk


Kepada pengertian sebagai KEPUTUSAN PEMERINTAH dan
Juga sebagai sebuah PROGRAM :
1.

Edwards dan Sharkansky (dalam Islamy, 1988 : 20)


yang mengartikan kebijakan publik sebagai . what
the government say to do or not to do. It is the goals or
purpose of government programs.
2.
Charles O. Jones (1996 : 49), yang mengartikan
kebijakan adalah unsur-unsur formal atau ekspresiekspresi legal dari program-program dan keputusankeputusan.
Dengan demikian dapat disederhanakan bahwa
KEBIJAKAN PUBLIK MERUPAKAN KEPUTUSAN
(FORMAL) PEMERINTAH YANG BERISI
PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN sebagai
realisasi dari
fungsi atau tugas negara, serta dalam rangka mencapai
tujuan
pembangunan nasional.

DILAKUKAN OLEH PEJABAT PEMERINTAH


TINDAKAN YANG DIRENCANAKAN, BERPOLA DAN
SALING BERKAIT
DALAM BIDANG TERTENTU
DAPAT BERBENTUK POSITIF MAUPUN NEGATIF

MENGARAH PADA TUJUAN TERTENTU

STRUKTUR

JAMES ANDERSON

TINDAKAN

THOMAS R DYE

oNILAI

DAVID EASTON

KEPUTUSAN DAN

HOGWOOD & GUNN

PROGRAM
o

TU J U A N

KESEJAHTERAAN
MASYARAKAT

JENIS JENIS KEBIJAKAN PUBLIK


JENIS JENIS KEBIJAKAN PUBLIK
( James E. Anderson,1970 )
( James E. Anderson,1970 )
o SUBTANTIVE AND PROCEDURAL POLICIES
Subtantive Policy
Kebijakan dilihat dari subtansi masalah yang dihadapi
oleh pemerintah
Procedural Policy
Kebijakan dilihat dari pihak-pihak yang terlibat dalam
perumusannya (policy stakeholders).

DISTRIBUTIVE, REDISTRIBUTIVE, AND


REGULATORY POLICIES
o Distributive Policy
Kebijaksaan yang mengatur tentang pemberian
pelayanan kepada
individu-individu atau kelompok perusahaan. Contoh : Tax
o Redistributive Policy
Holiday
Kebijaksaan yang mengatur tentang pemindahan
alokasi kekayaan,
pemilikan, atau hak-hak. Contoh : pembebasan tanah
untuk kepentingan mum.
o Regulatory Policy
Kebijakan yang mengatur tentang pembatasan /
pelarangan terhadap perbuatan / tindakan. Contoh :
larangan memiliki dan menggunakan senjata api.

MATERIAL POLICY
Kebijakan yang mengatur tentang
pengalokasian /
penyediaan sumber material yang nyata bagi
penerimanya.
Contoh : penyediaan
rumah sederhana

PUBLIC GOODS AND


PRIVATE GOODS POLICIES
o Public Goods Policy
Kebijakan yang mengatur tentang penyediaan barang /
pelayanan untuk kepentingan orang banyak.
Contoh : perlindungan
pengadaan barang
Kebijakan yangkeamanan,
mengatur tentang
kebutuhan pokok.
penyediaan barang / pelayanan untuk

o Private

kepentingan perorangan di pasar


bebas, dengan imbalan biaya
tertentu. Contoh : pengadaan barang
untuk keperluan pribadi, misalnya
tempatPolicy
hiburan
Goods

Kebijakan yang mengatur tentang penyediaan barang /


pelayanan untuk
kepentingan perorangan di
pasar bebas, dengan imbalan biaya tertentu. Contoh :
pengadaan barang untuk keperluan pribadi, misalnya
tempat hiburan

TINGKATAN KEBIJAKAN PUBLIK


1. Kebijakan Nasional
o Kebijakan negara yang bersifat fundamental dan strategis
dalam pencapaian tujuan nasional.
o Wewenang MPR, dan Presiden bersama-sama dengan DPR.
o Bentuk : UUD, TAP MPR, UU, PERPU

2. Kebijakan Umum
o Kebijakan Presiden sebagai pelaksana UUD, TAP MPR, UU, guna
mencapai tujuan nasional
o Wewenang Presiden
o Bentuk : PP, KEPPRES, INPRES

3.

Kebijakan Pelaksanaan
o Penjabaran dari kebijakan umum sebagai strategi pelaksanaan
tugas di bidang tertentu
o Wewenang : menteri / pejabat setingkat menteri dan pimpinan
o LPND
Bentuk : Peraturan, Keputusan, Instruksi Pejabat tertentu

1.

Kebijakan Umum

o Kebijakan Pemerintah Daerah sebagai pelaksanaan


asas Desentralisasi dalam rangka mengatur urusan
Rumah Tangga
Daerah
o Wewenang
Kepala
Daerah bersama DPRD
o Bentuk : PERDA
2. Kebijakan Pelaksanaan
o Wewenang : Kepala Daerah atau Kepala Wilayah
o Bentuk : Keputusan Kepala Daerah dan Instruksi Kepala
Daerah, atau Keputusan Kepala Wilayah dan Instruksi
Kepala Wilayah.

Dalam kehidupan suatu organisasi, sering ditemui


adanya perbedaan pendapat,perbedaan kepentingan,
perbedaan cara mencapai tujuan, maupun konflik antar
anggota
organisasi
yang lebih
bersangkutan
Disamping
itu, dalam
skala yang
luas, organisasi
tidak jarang menghadapi berbagai kondisi kurang
menguntungkan
seperti : adanya hambatan dalam proses pelaksanaan
kegiatan, kebingungan dalam menentukan arah dan
misinya, kegagalan merealisasikan rencana yang telah
disusun, kesalahan dalam mengantisipasi suatu
dan sebagainya.
Keseluruhan kondisi tersebutfenomena,
adalah contoh-contoh
masalah yang sering dihadapi oleh suatu organisasi,
baik secara individual maupun
kolektif

o Adanya suatu permasalahan memang tidak bisa


dihindari, namun yang jelas bahwa masalah tersebut
harus dihadapi dengan sikap-sikap positif dan tindakan
kreatif, sehingga tidak akan mengganggu jalannya
organisasi.
Sebab, suatu masalah biasanya akan menjadi semacam
kanker yang akan semakin mengganas jika dibiarkan
saja tanpa upaya pencegahan dan pengobatan.

Oleh karena itu, dalam rangka memecahkan timbulnya


masalah, perlu dilakukan suatu upaya strategis, yakni
pengambilan keputusan.

KEPUTUSAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN


o Keputusan dapat diartikan sebagai suatu pengakhiran atau
pemutusan dari suatu proses pemikiran untuk menjawab suatu
pertanyaan, khususnya mengenai suatu masalah atau problema.
o Sedangkan pengambilan keputusan adalah proses pendekatan
yang sistematis terhadap suatu masalah, mulai dari identifikasi dan
perumusan masalah, pengumpulan dan penganalisaan data dan
informasi, pengembangan dan pemilihan alternatif, serta
pelaksanaan tindakan yang tujuannya untuk memperbaiki keadaan
yang belum memuaskan.
Dari pengertian tersebut nampak bahwa pengambilan keputusan
bukanlah merupakan kegiatan yang sepele atau mudah.
Artinya, suatu keputusan mestilah lahir dari suatu proses panjang
yang rumit, dimana di dalamnya terjadi diskusi-diskusi intensif, saling
tukar pemikiran dan brain storming yang mendalam dengan analisisanalisis yang tajam dan interdisipliner

o Adapun mengenai proses pemecahan masalah dan pengambilan


keputusan,secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pertama kali, proses pengambilan keputusan dipicu oleh adanya
masalah yang dihadapi dan perlu segera dipecahkan oleh suatu
organisasi.
Dari adanya masalah ini, langkah yang harus ditempuh adalah
menetapkan secara tepat apa sesungguhnya masalah yang
dihadapi.
Untuk itu perlu dilakukan pengenalan, identifikasi, diagnosis dan
analisis terhadap masalah yang ada , yakni ;
Menguraikan unsur-unsur masalah yang dihadapi,
kemudian dikelompokkan kembali menurut corak
dan sifatnya masing-masing, serta memperkirakan
faktor-faktor kunci penyebab masalah tersebut

Untuk
mendukung
hal
ini,
perlu
dilakukan
pengumpulan data pendahuluan yang berkaitan
dengan masalah yang dihadapi.
Adalah suatu kegagalan besar jika SDM suatu
organisasi salah dalam mengenali, mengidentifikasi
serta mendiagnosis sesuatu yang diduga merupakan
masalah, padahal masalah sesungguhnya belum atau
tersentuh sama sekali
tidak
Setelah dilakukan identifikasi dan diagnosis masalah,
maka tahap selanjutnya adalah pengembangan
alternatif. Tahapan ini merupakan kegiatan analisa
dalam rangka menggali dan menemukan berbagai
macam pilihan atau alternatif, sehingga
membutuhkan daya cipta yang besar disamping
pengetahuan yang luas dan mendalam tentang
masalah yang akan dipecahkan.

Pada tahap berikutnya, terhadap berbagai alternatif


tadi diadakan evaluasi atau penilaian
Dalam hal ini, evaluasi dilakukan atas dasar ramalan
(forecasting) mengenai konsekuensi setiap alternatif yang
dapat diperkirakan akan timbul.
Dalam meramalkan setiap alternatif, biasanya digunakan
pola berpikir sebab - akibat.
Misalnya : jika alternatif 1 yang dipilih akan
menimbulkan konsekuensi A, B dan seterusnya. Dengan
kata lain, perlu diadakan pembandingan antar alternatif,
sebelum sampai kepada pemilihan salah satu alternatif
yang dianggap terbaik, serta mengandung cost yang jauh
lebih rendah dibanding benefit yang akan dihasilkan.

Adapun fase atau tahap terakhir dari proses


pengambilan keputusan adalah implementasi
keputusan, yaitu pelaksanaan dari alternatif yang
dipilih, serta pemantauan pelaksanaan sebagai
dasar tindak lanjut bagi organisasi yang
bersangkutan
Dalam bentuk bagan, proses pengambilan
keputusan dapat digambarkan sebagai berikut
(Dimodifikasi dari model yang ciptaan James
Stoner & Charles Wankel dalam bukunya
Management, 1982 : 223). Namun sebelumnya
akan dikemukakan terlebih dahulu mengenai
Corak dan Jenis Masalah

CORAK DAN JENIS MASALAH


Sebagaimana diketahui, corak atau jenis masalah yang
dihadapi oleh suatu organisasi biasanya dapat
dikelompokkan kedalam dua golongan, yaitu masalah
yang sederhana (simple problem) dan masalah yang
rumit (complex problem).
Corak atau jenis masalah yang berbeda akan
menyebabkan cara pengambilan keputusan yang berbeda
pula.
Pengertian masalah sederhana adalah masalah yang
mempunyai ciri-ciri antara lain berskala kecil, berdiri
sendiri dalam arti kurang memiliki sangkut paut dengan
masalah yang lain, tidak mengandung konsekuensi
yang besar,
serta pemecahannya tidak memerlukan
pemikiran yang luas dan mendalam.

Terhadap masalah yang sederhana seperti ini, maka


pengambilan keputusan dalam rangka pemecahan
masalah dilakukan secara individual oleh setiap
pimpinan.
Teknik
yang biasa digunakan untuk memecahkan masalah
sederhana ini pada umumnya dilakukan atas dasar intuisi,
pengalaman, kebiasaan dan wewenang yang melekat
pada jabatannya.
Masalah rumit adalah masalah yang mempunyai ciriciri antara lain berskala besar, tidak berdiri sendiri
melainkan memiliki kaitan erat dengan masalahmasalah lain, mengandung konsekuensi yang besar,
serta pemecahannya memerlukan pemikiran yang
Pengambilan
keputusan atas masalah kompleks ini
tajam dan analitis
dilakukan secara kelompok yang melibatkan pimpinan
dan segenap staf pembantunya. Masalah rumit ini sendiri
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu masalah
yang terstruktur (structured problems), dan masalah yang
tidak terstruktur (unstructured problems).

o Structured problems adalah masalah yang jelas faktorfaktor penyebabnya, bersifat rutin dan dan biasanya
timbul berulang kali sehingga pemecahannya dapat
dilakukan dengan teknik pengambilan keputusan yang
bersifat rutin, repetitif dan dibakukan.
Sebagai contoh masalah terstruktur ini misalnya adalah
masalah penggajian, kepangkatan dan pembinaan pegawai,
masalah perijinan, dan sebagainya.

Oleh karena sifatnya


pengambilan keputusan
cepat, dimana salah
penyusunan metode /
pembakuan-pembakuan

yang rutin dan baku, maka


menjadi relatif lebih mudah atau
satu caranya adalah dengan
prosedur / program tetap atau
lainnya.

Berbeda dengan masalah yang terstruktur, maka pada masalah yang


tidak terstruktur, proses pengambilan keputusan menjadi lebih sulit
dan lebih lama.
Sebab, masalah yang tidak terstruktur ini merupakan penyimpangan
dari masalah organisasi yang bersifat umum, tidak rutin, tidak jelas
faktor penyebab dan konsekuensinya, serta tidak repetitif kasusnya.
Oleh karenanya, diperlukan tekni pengambilan keputusan yang
bersifat non-programmed decision-making
Hal ini mensyaratkan bahwa sebelum di tetapkannya suatu keputusan,
perlu disediakan berbagai bahan tambahan atau informasi, baik yang
tertuang dalam peraturan perundangan maupun dalam berbagai
sumber yang tersebar.
Selanjutnya terhadap bahan-bahan dilakukan analisis, penguraian dan
pertimbangan-pertimbangan khusus
Dalam kaitan ini, peranan diskusi sangatlah besar, sebab keputusan
yang diambil tidak bisa semata-mata didasarkan kepada pengalaman,
terlebih lagi adalah faktor-faktor spesifik yang membentuk masalah
tersebut

MASALAH ?
Manager Perusahaan X
Lakukan Proses Pengambilan Keputusan
Selidiki situasi
Tentukan
Masalah
Identifikasi
sasaran
Diagnosis
penyebab
Analisis
Faktor-faktor
keterikatan

Kembangkan
alternatif
Cari Alternatif
Yang Kreatif

Evaluasi alternatif
& pilih yg terbaik
Evaluasi
Alternatif

Jangan terburu-buru Pilih alternatif


mengevaluasi
terbaik

Gunaka Teknis
Analisis Managemen
Laksanakan
Keputusan &
Adakan tindak

Keputusan

Rencanakan
Pelaksanaan

Masalah
Terpecahkan

Laksanakan
Rencana

Pertanyaan
terjawab

Pantau
pelaksanaan

Kinerja
berlanjut

Profit
berlanjut

DEFINISI PUBLIC POLICY MAKING


o CHARLES L INDBLOM (1968) : proses politik yang sangat kompleks,
analitis, dan tidak mengenal saat dimulai dan diakhirinya, dan batas-batas
dari proses tersebut sangat tidak pasti
o RAYMOND BOUER : proses transformasi atau pengubahan input
politik menjadi output politik. Pandangan ini sangat dipengaruhi
oleh Teori Analisis Sistem David Easton

o DON K. P RICE : proses yang melibatkan interaksi antara


kelompok ilmuwan, pemimpin organisasi profesional, administrator
dan para politisi.
o AMITAI ETZIONI (1968) : proses penerjemahan oleh para aktor
politik mengenai komitmen masyarakat yang masih kabur dan
abstrak kedalam komitmen yang lebih spesifik, kemudian menjadi
tindakan dan tujuan yang konkrit

o CHIEF JO. U DOJI (1981) : keseluruhan proses


yang menyangkut : pendefinisian masalah,
perumusan kemungkinan pemecahan masalah,
penyaluran tuntutan / aspirasi, pengesahan
dan
pelaksanaan / implementasi, monitoring
dan peninjauan kembali (umpan balik)

PERBEDAAN DECISION MAKING DENGAN


PUBLIC POLICY MAKING
PUBLIC POLICY MAKING

DECISION MAKING

ACOURSE OF ACTION

A Single Choice
PENENTUAN PILIHAN DARI
BERBAGAI ALTERNATIF,
MENGENAI SESUATU HAL
DAN SELESAI

MELIPUTI BANYAK
PENGAMBILAN KEPUTUSAN

PEMILIHAN ALTERNATIF YANG


SEKALI DILAKUKAN LANGSUNG
SELESAI

PEMILIHAN ALTERNATIF
YANG TERUS -MENERUS
DAN TIDAK PERNAH
SELESAI

Nigro

&

Nigro

No Absolute Distinction Can Be Made Between Policy


Making And Decision Making, Because Every Policy
Determination Is A Decision

7 Kesalahan Umum
Dalam Pembuatan Keputusan
1. CARA BERPIKIR YANG SEMPIT (COGNITIVE NEARSIGHTEDNESS

2.

Memenuhi kebutuhan sesaat


Hanya mempertimbangkan satu aspek / dimensi masalah.
ASUMSI BAHWA MASA DEPAN AKAN MENGULANGI MASA LALU
( ASSUMPTION THAT FUTURE WILL REPEAT PAST )

Perubahan dianggap hal normal, yang akan kembali pada


keadaan
semula / memprediksikan keadaan masa depan.
Tidak meramalkan

3. TERLALU MENYEDERHANAKAN MASALAH ( OVER SIMPLIFICATION )


Melihat masalah hanya dari gejala luarnya, tanpa mempelajari
secara mendalam
faktor
Teknik
pemecahan masalah selalu konvensional, tidak ada
kausalitasnya.
inovasi.
4. TERLALU MENGGANTUNGKAN PADA PENGALAMAN SATU ORANG
(OVERRELIANCE ON ONES OWN EXPERIENCE )
Sared decision produces wiser decisions.

7 Kesalahan . . . . . . .

5. KEPUTUSAN YANG DILANDASI PRAKONSEPSI PEMBUAT


KEPUTUSAN ( PRECONCEIVED NATIONS )
6. TIDAK ADA KEINGINAN MELAKUKAN PERCOBAAN
( UNWILLINGNESS TO EXPERIMENT )
7. KEENGGANAN MEMBUAT KEPUTUSAN ( RELUCTANCE TO DECIDE )

RASIONAL KOMPREHENSIF
1. Pembuat Keputusan dihadapkan pada masalah tertentu
yang dapat dibedakan / dibandingkan dengan masalahlain dan sasaran yang akan dicapai, harus
2. masalah
Tujuan, nilai,
telah dibuat sebelumnya secara
jelas dan ditetapkan
rankingnya
3. Berbagai
alternatif untuk memecahkan masalah
tersenut diteliti secara seksama
4. Akibat yang ditimbulkan dari setiap alternatif (cost &
benefit),juga diteliti secara cermat.
5. Setiap alternatif dan akibat yang ditimbulkan,
dibandingkan satu sama lainnya
6.

Pembuat keputusan akan memilih alternatif yang


paling rasional untuk mencapai tujuan, nilai, dan
sasaran yang telah ditetapkan

o PEMBUAT KEPUTUSAN SEBETULNYA


TIDAK BERHADAPAN DENGAN
MASALAH YANG KONKRIT DAN
TERUMUSKAN DENGAN JELAS
KRITIK

JUSTRU LANGKAH PERTAMA YANG


HARUS DILAKUKAN ADALAH
MERUMUSKAN MASALAHNYA

o TERLALU MENUNTUT HAL HAL


YANG TIDAK RASIONAL PADA DIRI
PEMBUAT
KEPUTUSAN
,
YANG
DIANGGAP
MEMILIKI
INFORMASI
LENGKAP DAN KEMAMPUAN TINGGI

INKREMENTAL

PEMILIHAN TUJUAN / SASARAN MERUPAKAN SESUATU YANG SALING


TERKAIT DENGAN TINDAKAN EMPIRIS YANG HARUS DILAKUKAN UNTUK
MENCAPAI TUJUAN / SASARAN

PEMBUAT
KEPUTUSAN
HANYA
MEMPERTIMBANGKAN
BEBERAPA
ALTERNATIF YANG LANGSUNG BERHUBUNGAN DENGAN POKOK MASALAH
; DAN ALTERNATIF INI HANYA BERBEDA SECARA INKREMENTAL DENGAN
KEBIJAKAN YANG TELAH ADA

BAGI TIAP ALTERNATIF , HANYA SEJUMLAH KECIL AKIABT MENDASAR SAJA


YANG AKAN DIEVALUASI
MASALAH YANG DIHADAPI AKAN DIREDEFINISIKAN SECARA TERATUR ,
DENGAN MENYESUAIKAN TUJUAN / S ASARAN DENGAN SUMBER DAYA
YANG ADA
TIDAK ADA KEPUTUSAN / CARA PEMECAHAN YANG PALING TEPAT UNTUK
SETIAP MASALAH . YANG PENTING , TERDAPAT KESEPAKATAN TERHADAP
KEPUTUSAN TERTENTU.PEMBUATAN KEPUTUSAN BERSIFAT PERBAIKAN
KECIL TERHADAP KEBIJAKAN YANG T ELAH ADA , DAN BUKAN SESUATU
YANG SAMA SEKALI BARU
PEMBUATAN KEPUTUSAN BERSIFAT PERBAIKAN KECIL TERHADAP
KEBIJAKAN YANG TELAH ADA , DAN BUKAN SESUATU YANG SAMA SEKALI
BARU

ITIK
KR

KRITIK

TIK
I
R
K

o Keputusan yang diambil lebih


mewakili/mencerminkan
kepentingan
kelompok
kuat /mapan, atau kelompok
yang
mampu
mengorganisasikan
kepentingannya
dalam
masyarakat

o Mengabaikan
perlunya
pembaharuan
sosial
,
karena
memusatkan
perhatian
pada
kepentingan
/
tujuan
jangka pendek.

PENGAMATAN TERPADU (MIXED SCANNING)


1. PENGGABUNGAN (KOMPROMI) ANTARA TEORI
KOMPREHENSIF DENGAN TEORI INKREMENTAL

RASIONAL

2. MEMPERHITUNGKAN TINGKAT KEMAMPUAN PARA PENGAMBIL


KEPUTUSAN
3. IBARAT PENGAMATAN DENGAN 2 KAMERA : KAMERA PERTAMA MEMILIKI
SUDUT LEBAR YANG SANGGUP MENJELAJAHI SELURUH PERMUKAAN
(MASALAH ), DAN KAMERA KEDUA MEMFOKUSKAN PENGAMATAN PADA
WILAYAH YANG MEMERLUKAN KAJIAN SECARA MENDALAM

MODEL DIATAS TERGOLONG MODEL YANG


BERSIFAT PRESKRIPTIF ( CARA
MENINGKATKAN MUTU
KEBIJAKAN ; HASIL / AKIBAT KEBIJAKAN )

MODEL YANG BERSIFAT DESKRIPTIF


( MENGGAMBARKAN BAGAIMANA KEBIJAKAN DIBUAT )
1. MODEL INSTITUSIONAL
FOKUS PERHATIAN : ORGANISASI PEMERINTAH
Secara otoritatif, kebijakan publik dirumuskan, disahkan, dan
dilaksanakan oleh lembaga pemerintah tersebut.
CIRI UTAMA KEBIJAKAN MENURUT MODEL INI :
a. K EBIJAKAN PUBLIK DIPANDANG SEBAGAI KEWAJIBAN HUKUM
YANG HARUS DITAATI OLEH SELURUH RAKYAT
b. KEBIJAKAN PUBLIK ITU BERSIFAT UNIVERSAL
c. HANYA PEMERINTAH YANG MEMEGANG HAK MONOPOLI UNTUK
MEMAKSAKAN SECARA SAH MELALUI PENGENAAN SANKSI

MODEL . . . . . . .

MODEL ELIT MASSA


o
o
o

o
o

Administrasi Negara
tidak dipandang sebagai abdi rakyat,
tetapi (rakyat) bersifat Passif, sebagai kelomkpok kecil yang
mapan (Establishment )
Massa Apatis dan buta terhadap informasi tentang kebijakan
Publik.
Kebijakan Publik mencerminkan keinginan dan nilai golongan
elit,sehingga mampu mempengaruhi dan membentuk massa.
Dengan kata lain, kebijakan publik mengalir dari atas ke bawah
( top-down)
Karena kebijakan negara ditentukan oleh kelompok elit, maka
pejabat pemerintah hanya sekedar pelaksana kebijakan.
Mobilisasi vertikal dari Massa ke Elit
terjadi sangat lambat, karena menyangkut
dimensi Aristokrasi (Genealogis), status
sosial ekonomi, dsb.

MODEL . . . . . . .

3. MODEL KELOMPOK
o
o

o
o
o

Setiap Orang memiliki kepentingan yang sama,mengikatkan diri


secara formal maupun informal ke dalam kelompok (Interest
Group ).
Kelompok
ini
dapat
mengajukan
atau
memaksakan
Kepentingannya kepada pemerintah. Tingkat pengaruh setiap
kelompok ditentukan oleh jumlah anggota, asset/kekayaan,
kesolidan organisasi, Kepemimpinan, hubuingsn dengan para
pengmabil keputusan, dsb.
Kebijakan publik merupakan keseimbangan (Equilibrium) yang
dicapai sebagai hasil perjuangan kelompok.
Respon pengambil keputusan terhadap kelompok adalah
dengan
tawar
menawar
(Bargaining),
perjanjian
(negotiation),dan kesepakatan (Compromizing).
Sistem politik bertugas menengahi atau menjaga keseimbangan
antar kelompok jika terjadi konflik.

MODEL . . . . . . .

MODEL SISTEM POLITIK


Sistem Politik berfungsi mengubah input menjadi output
Aktor yang berperan untuk mengubah input menjadi output tbs
adalah Badan-Badan Legislataif,Eksekutif, Yudikatif, Partai
Politik, Kelmpok Kepentingan , Media Massa, Birokrasi, Tokoh
Masyarakat dan sebagainya.
Kebijakan Publik dipandang sebagai respon
sistem Politik terhadap Kekuatan lingkungan di
sekitarnya. ( Sosial Politik, Ekonomi dsb ).
Dengan kata lain, kebijakan publik adalah
output dari sistem politik

PEMERINTAH, KEBIJAKAN PUBLIK, POLITIK


DAN KAITAN DI ANTARANYA
1. Pengertian Pemerintah.
Pemerintah (government) menurut Mackenzie (1986:5) institusi
formal dan proses kewenangan untuk merumuskan keputusankeputusan publik (the formal institution and authoritative
processes
in which
public dapat
decision
are made3 ).unsur utama yang
Dari pengtertian
tersebut
ditemukan
membentuk suatu pemerintah yaitu :
a).

Organisasi atau kelembagaan (institusi formal),

b).

Proses administratif untuk menjalankan kewenangan

c).

Putusan-putusan atau kebijakan yang dirumuskan dari


proses kewenangan.
a.
Pemerintah sebagai Organisasi
Mengenai unsur pertama,organisasi secara umum dapat
dikatakan sebagai kumpulan manusia yang diintegrasikan
dalam suatu wadah kerjasama untuk menjamin tercapainya
suatu tujuan-tujuan yang ditentukan.
1) structure, 2) strategy, 3) style (leadership), 4) skill, 5) staff,
6) share value,
7) system .

merintah .. . . . .
1) Dalam hal struktur, beberapa organisasi lebih senang memilih tipe garis
atau lini, sementara organisasi lain memilih tipe garis dan staf, tipe
kepanitiaan, atau tipe fungsional.
2) Dalam aspek strategi, dapat ditemukan perbedaan mengenai pencapaian
tujuan organisasi dalam jangka panjang dan jangka pendek.
3) Kemudian dalam spek gaya kepemimpinan atau style, ada pemimpin
organisasi yang menonjolkan sifat-sifat karismatik, otoriter, partisipatif
demokratik, dan sebagainya.
4) Selanjutnya dalam aspek keahlian, jelas bahwa setiap organisasi akan
membutuhkan keahlian yg spesifik sesuai dengan misi dan tujuan yang
akan diraihnya.
5)
Begitu juga dalam aspek staff organissi yag bergerak di bidang
pegantaran (delivery),misalnya akan sangat berbeda kualifikasi staffnya
dibanding dengan organisas konsultasi.
6) Aspek share value artinya bahwa seluruh aspek yang telah disebutkan
diatas , pada akhirnya difokuskan kepada superordinate goals, atau
tujuan organisasi yang lebih tinggi. Dalam kaitan ini jelas bahwa tujuan
lebihaspek
tinggi dari
setiap
organisasi
akan juga
berbeda-beda
pula.
7) yag
Adapun
sistem,
antar
organisasi,
cenderung
berbeda, baik
mengenai pemamfaatan sistem informasinya,
perencanaan dan pengawasannya, dan sebagainya.

penerapan

sistem

Meskipun pengertian, bentuk, karakteristik, maupun setiap tujuan


organisasi tidak sama, namun terdapat satu aspek yang dapat
menyamakan persepsi tentang organisasi, yakni bahwa organisasi
merupakan jalinan kontrak (a nexus of contracts). Dan oleh
karena organisasi merupakan jalinan kontrak, maka faktor penting
bagi keberadaan organisasi adalah sejauhmana organisasi
tersebut mampu mengadakan kontrak dengan pihak lain.
Dengan demikian, cakupan organisasi sesungguhnya tidak hanya
meliputi bentuk-bentuk kelembagaan formal seperti pemerintah
maupun organisasi bisnis, tetapi lebih dari itu juga meliputi setiap
kontrak (perjanjian) yang terjadi antara dua orang / pihak atau
lebih. Dengan kata lain, organisasi tidak hanya diartikan sebagai
wujud saja tetapi juga sebagai proses interaksi berbagai pihak.
Kontrak atau perjanjian yang membentuk organisasi ini sendiri
1.
Spot
terdiri
dariContract,
tiga macam, yaitu
Yaitu kontrak yang terjadi karena adanya transaksi dadakan
(spot transaction). Kontrak jenis ini bersifat tidak fleksibel
(inflexible) dalam pengertian bahwa para pihak yang
mengadakan kontrak tadi tidak memiliki kebebasan untuk
saling mengajukan penawaran. Termasuk dalam jenis kontrak
ini adalah belanja di supermarket, ketaatan terhadap peraturan

2. Relational Contract,
Yaitu kontrak yang terjadi dari adanya hubungan atau relasi
antar dua orang atau lebih. Kontrak jenis ini lebih fleksibel
sifatnya karena memberikan kesempatan kepada pihak-pihak
yang bersangkutan untuk mencapai kesepakatan yang
menguntungkan kedua belah pihak. Dengan kata lain, kontrak
ini mengenal adanya clausul escape atau klausul yang
berhubungan dengan diadakannya kontrak tersebut. Contohnya
adalah pengangkatan seorang pekerja dengan terlebih dahulu
membuat
pegawai
negerinegeri
yang ini
tunduk
pada
aturan
Khususnyakontraknya,
mengenai posisi
pegawai
dilihat
dari
tentang
hak danuntuk
kewajiban
pegawai,pilihan
dan sebagainya.
ketidakbebasan
menentukan
sesungguhnya bisa
dikelompokkan kedalam spot contract. Namun karena sifat
relasionalnya yang lebih kuat dan proses untuk menjadi
pegawai juga panjang (tidak bersifat dadakan), maka ini lebih
dikelompokkan
3. tepat
Implicite
Contract,dalam relational contract.
Ini merupakan jenis kontrak yang paling fleksibel, dimana tanpa
adanya ikatan kontrak secara formal, seseorang dapat menjadi
anggota suatu organisasi. Seorang warga negara misalnya,
tanpa melakukan sesuatu tindakan telah melekat dalam dirinya
perasaan bangga sebagai anggota masyarakat serta memiliki
sense of belonging yang tinggi terhadap negaranya.

Kelemahan dari kontrak implisit ini adalah sifatnya yang tidak


lengkap (incomplete) dan susah terukur, sehingga ada baiknya jika
diadakan clausul escape.
b. Pemerintah Sebagai Proses Kewenangan
Beberapa teori menyebutkan bahwa negara bertujuan untuk
memelihara dan menjamin hakhak alamiah manusia, yaitu hak
hidup, hak merdeka dan hak atas harta sendiri (John Locke), untuk
mencapai the greatest happines of the greatest number (John
Stuart Mill), menciptakan perdamaian dunia dengan jalan
menciptakan undang-undang bagi seluruh umat manusia (Dante).
Sedangkan James Wilford
Garner membagi tujuan negara
menjadi 3 (tiga), yaitu tujuan asli ialah pemeliharaan perdamaian,
ketertiban, keamanan dan keadilan, tujuan sekunder ialah
Pakar
Lain menyebutkan
bahwa fungsi
negara
adalah melaksanakan
kesejahteraan
warga negara,
dan tujuan
memajukan
Peradaban
penertiban , menghendaki kesejahteraan dan kemakmuran, fungsi
pertahanan, dan menegakan keadilan. Ini berarti pula bahwa fungsi
negara dan pemerintah adalah memberikan perlindungan bagi
warganya, baik dibidang politik maupun sosial ekonomi.

Oleh karenanya tugas pemerintah diperluas dengan


maksud untuk menjamin kepentingan umum sehingga
lapangan tugasnya mencakup berbagai aspek seperti
kesehatan rakyat, pendidikan, perumahan, distribusi
tanah, dan sebagainya.
Tugas penyelenggaraan kesejahteraan umum
(bestuurzorg) ini merupakan tugas dari negara yang
berbentuk Negara Kesejahteraan (Welfare State). Untuk
menyelenggarakan tugasnya ini, pemerintah diberikan
discretionary power atau freies ermessen, yakni
kewenangan yang sah untuk turut campur dalam
berbagai kegiatan masyarakat, termasuk didalamnya
membuat
tentangpenyelenggaraan
hal-hal yang belum
ada
Dari sini
dapat peraturan
diketahui bahwa
fungsi
pengaturannya
tanpa persetujuan
lebih dulu
dari
kesejahteraan
pada Welfare
State dilakukan
melalui
legislatif.
regulasi (pengaturan). Dengan kata lain, tugas-tugas
kenegaraan dan atau pemerintahan tersebut dapat
dilaksanakan dengan adanya kewenangan (authority).

Dalam setiap pembicaraan mengenai kewenangan


tersebut, selalu terkait dengan konsep kekuasaan politik.
Dalam hal ini, kekuasaan politik adalah kemampuan
untuk mempengaruhi kebijaksanaan umum (pemerintah)
baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai
dengan tujuan-tujuan pemegang kekuasaan sendiri.
Dalam setiap kajian mengenai konsep kekuasaan,
(Budiardjo, 1993 : 37).
terdapat suatu fenomena yang unik dimana kemampuan
seseorang untuk mempengaruhi sikap dan tingkah laku
orang lain seringkali tidak disertai dengan kewibawaan,
sehingga tingkat ketaatan dan kepatuhan seseorang
sering tidak dilandasi oleh kesadaran secara suka rela
melainkan karena
Selanjutnya,
jika pembahasan
telah
memasuki
dimensi
pemaksaan
oleh instrumen
atau
alat-alat kekuasaan.
ketaatan atau ketertundukan seseorang atau kelompok
terhadap orang atau kelompok lain, menjadi mutlak untuk
diketahui tentang authority (otoritas, kewenangan) dan
legitimacy (keabsahan), dua konsep yang tidak pernah
bisa dilepaskan dari konsep kekuasaan.

Otoritas atau wewenang sendiri menurut Robert Bierstedt dalam


karangannya yang berjudul An Analysis of Social Power adalah
kekuasaan yang dilembagakan (institutionalized power). Pengertian
ini bersesuaian pula dengan pandangan Laswell dan Kaplan, yang
menyatakan bahwa wewenang adalah kekuasaan formal (formal
power), dalam arti dimilikinya hak untuk mengeluarkan perintah
dan membuat peraturan-peraturan serta dimilikinya hak untuk
mengharap kepatuhan orang lain terhadap peraturan yang
Dalam
suatu negara yang bersifat demokratis konstitusional,
dibuatnya.
kewenangan tersebut tidak dimiliki secara sentralistis oleh suatu
badan / organisasi atau seorang pejabat tertentu. Kewenangan yang
ada tersebut didistribusikan kepada beberapa badan agar tidak
menimbulkan penumpukan yang dapat berekses terhadap
penyalahgunaan kewenangan oleh pemegang kewenangan
(onrechtmatigeoverheidsdaad).
Dengan
kata
lain,
suatu
kewenangan atau kekuasaan dalam suatu negara / pemerintahan
perlu dibagi dan atau dipisahkan

Munculnya gagasan tentang pemisahan kekuasaan (separation of


power) atau pembagian kekuasaan (division of power)
dilatarbelakangi oleh adanya absolutisme (monarki absolut) di Eropa
abad pertengahan yang mengarah kepada polarisasi rakyat dengan
penguasa yang bertindak sewenang-wenang. Oleh karena itu, agar
terdapat proses demokratisasi dan saling kontrol antar lembaga
negara sekaligus mengakomodir kepentingan masyarakat,
Dalam kaitan ini, John Locke melalui bukunya Two Treaties of
kekuasaan negara perlu dipisahkan kedalam berbagai organ.
Government memisahkan kekuasaan negara menjadi tiga macam,
yaitu :
o Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang)
o Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang)
o Kekuasaan Federatif (melakukan hubungan diplomatik dengan
negara lain).
Sementara Montesquieu dalam bukunya LEsprit des Lois (1748)
memisahkan kekuasaan negara menjadi tiga macam, yaitu :
o Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang)
o Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang)
o Kekuasaan Yudikatif (mengadili kalau terjadi pelanggaran terhadap
undang-undang tersebut).

Pemisahan kekuasaan menjadi tiga pusat kekuasaan tadi, oleh


Emmanuel Kant diberi nama Trias Politika (Tri = tiga ; As = poros ;
Politika = kekuasaan). Dalam prakteknya, prinsip trias politika ini
dijalankan secara kontekstual (sesuai dengan kondisi sosial politik)
Disamping
adanya
prinsip trias politika, konsep pembagian
untuk
masing-masing
negara.
kewenangan juga ditempuh melalui prinsip desentralisasi. Ini berarti
bahwa pemerintah pusat mengalihkan (baik melalui penyerahan,
pendelegasian maupun pengakuan) sebagian kewenangan
pemerintahan kepada daerah-daerah yang ada di wilayah negara
yang bersangkutan.

Hal ini dimaksudkan agar tugas-tugas pemerintah dapat berjalan


secara lebih cepat, efektif dan efisien, sehingga fungsi pelayanan
dan kesejahteraan yang menjadi tanggung jawab pemerintah dapat
terlaksana secara optimal. Pada gilirannya, prinsip desentralisasi ini
diharapkan dapat mendekatkan masyarakat dengan pemerintah,
meningkatkan kepuasan masyarakat, dan sekaligus memperkuat
legitimasi politis pemerintah dimata masyarakat.

putusan Pemerintah Sebagai Output Kewenangan


Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian awal modul / diktat
ini, menurut pendapat Hogwood dan Gunn sebagaimana dikutip
Sunggono (1994 : 15-20), kebijakan (policy) dapat dikelompokkan
Dari ke-10
menjadi
10 (sepuluh)
pengertian.
pengertian
tersebut, kebijakan publik lebih merujuk
kepada pengertian yang keempat dan keenam, yaitu bahwa
kebijakan publik merupakan keputusan pemerintah dan juga
sebagai sebuah program. Hal ini sesuai pula dengan pendapat
Edwards dan Sharkansky (dalam Islamy, 1988 : 20) yang
mengartikan kebijakan publik sebagai . what the government
say
to domenurut
or not toJones
do. It(1996
is the :goals
or purposeadalah
of government
Atau
49), kebijakan
unsur-unsur
programs.
formal atau ekspresi-ekspresi
legal dari program-program dan
keputusan-keputusan. Dalam pengertian yang serupa, Eulau dan
Prewitt mendefinisikan kebijakan sebagai a standing decision
characterized by behavioral consistency and repetitiveness on the
part of both those who make it and those who abide it (keputusan
tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan tingkah laku
dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi
keputusan tersebut).

Dengan demikian dapat disederhanakan bahwa kebijakan publik


merupakan keputusan (formal) pemerintah yang berisi programprogram pembangunan sebagai realisasi dari fungsi atau tugas
negara, serta dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
Dalam
sebuah organisasi (pemerintahan), keputusan yang berisi
nasional.
program-program pembangunan tersebut disusun dalam suatu
hierarkhi yang sejajar dengan struktur organisasi. Artinya, struktur
yang lebih atas dalam suatu organisasi harus melaksanakan
perencanaan yang memiliki ruang lingkup lebih luas dibanding
struktur
yanghal
lebih
Dalam
ini, rendah.
maka atas (top manajer) melaksanakan program
pembangunan yang terwujud dalam bentuk penetapan tujuan,
misi, sasaran, dan strategi organisasi. Sedangkan struktur
menengah (middle manager) dan struktur bawah (lower manager)
melaksanakan program pembangunan yang terwujud dalam bentuk
pelaksanaan program, proyek, dan prosedur.
Disamping itu, pada setiap struktur hierarkhi atau tingkatan
organisasi, rencana / program pembangunan mempunyai dua
fungsi, yakni : menentukan sasaran yang harus dicapai pada tingkat
yang lebih rendah, dan sebagai alat mencapai sasaran pada tingkat
lebih tinggi berikutnya.

2.

Kaitan Pemerintah Dengan Kebijakan Publik

Kaitan antara pemerintah (government) dengan kebijakan publik


(public policy) adalah bahwa kebijakan publik adalah isi atau materi
dari
keputusan-keputusan
publik
yang
dibuat
dan
diimplementasikan oleh pemerintah, baik untuk berbuat sesuatu
maupun untuk tidak berbuat sesuatu (the substance of those public
decisions as implemented, what the government actually does or
doesnt do).
Menurut Mackenzie (1986 : 3-4), kebijakan publik tidak selalu identik
dengan hukum. Hukum adalah petunjuk bagi kebijakan publik, atau
suatu
pernyataan yang diharapkan oleh pembuat hukum
(lawmakers) menjadi kebijakan. Disamping itu, peranan pelaksana
(implementator) dalam perumusan hukum (lawmaking) tidak
sebesar peranan pelaksana dalam perumusan kebijakan publik. Hal
ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan filosofi dalam
penyusunan aturan hukum dan kebijakan publik.

Kaitan . . . . . .
.

Aturan hukum lebih banyak didasarkan pada nilai-nilai


normatif yang relatif universal seperti baik buruk,
benar salah, boleh tidak boleh, dan sebagainya.
Sedangkan kebijakan publik lebih bersifat politis, dimana
terlibat berbagai kelompok kepentingan yang ber bedabeda, bahkan ada yang saling bertentangan.
Dalam proses ini terlibat berbagai macam policy
stakeholders, yaitu mereka-mereka yang mempengaruhi
dan
dipengaruhi
oleh
suatu
kebijakan.
Policy
stakeholders bisa pejabat pemerintah, pejabat negara,
lembaga pemerintah, maupun dari lingkungan publik
(bukan pemerintah) misalnya partai politik, kelompok
kepentingan, pengusaha dan sebagainya.

3. Kaitan Pemerintah, Kebijakan Publik dan Politik

Menurut Mackenzie (1986 : 5), politik adalah usaha-usaha individu


maupun kelompok yang terorganisir untuk mengawasi atau
mempengaruhi pemerintah dalam menentukan isi / materi
kebijakan publik (the efforts of individuals and organized groups
to control or influence the government in order to affect the
substance of public policy).
Dengan kata lain, politik berkaitan dengan masalah partisipasi
masyarakat dalam proses perumusan kebijakan publik oleh
pemerintah. Menurut Mackenzie, politik selalu menempatkan diri
dalam seluruh institusi formal maupun proses pemerintah,
misalnya dalam hal pelaksanaan pemilu, badan legislatif, birokrasi,
bahkan di badan peradilan.
Munculnya wacana partisipasi dalam terminologi politik kontemporer,
jelas tidak bisa dipisahkan dari sejarah nasional yang dialami oleh
bangsa-bangsa di dunia, khususnya negara-negara berkembang.
Pada umumnya negara berkembang merupakan negara-negara
bekas jajahan, sehingga masyarakatnya telah terkondisi dengan
kehidupan politik yang statis dan mandeg.

Dalam keadaaan seperti ini, tidak bisa dipungkiri bahwa dinamika


pembangunan yang terjadi hanya terbatas pada konteks
mobilisasi. Artinya, pembangunan memang cukup berhasil
mendatangkan berbagai kemajuan. Namun kemajuan itu sifatnya
sepihak, karena masyarakat belum tentu dapat merasakan hasilhasil pembangunan, dan sekaligus pula belum tentu memberikan
apresiasi
yang demikian
positif terhadap
pelaksanaan
keberhasilan
Fenomena
jelas terkait
dengan dan
tingkat
keterlibatan
pembangunan
yang pembangunan,
ada.
masyarakat yang sangat
rendah dalam
baik sejak

tahap perencanaan, pelaksanaan maupun sampai


pemanfaatannya.
Secara lebih makro dan teoretik, Rauf (1990 : 6) yang mengutip
pemikiran Easton, mengemukakan tiga penyebab berkembangnya
studi partisipasi politik.
o Pertama, partisipasi politik adalah kewajiban setiap warganegara
dalam arti agar masyarakat tidak dirugikan oleh adanya
politik
penguasa;
o keputusan
Kedua, adanya
kepedulian
para ilmuwan politik Barat terhadap
pelaksanaan ide demokrasi, tidak saja di negara maju, tetapi juga
di negara dunia ketiga;
o Ketiga , yang mendorong studi partisipasi politik adalah keinginan
para ilmuwan politik untuk menjadikan ilmu politik lebih ilmiah,
dengan cara mengadakan penelitian dan pengkajian terhadap
masyarakat sebagai sebuah gejala empirik.

Partisipasi politik menurut Huntington (1994 : 6-8) dapat diartikan


sebagai kegiatan warganegara sipil (private citizen) yang
bertujuan
mempengaruhi
pengambilan
keputusan
oleh
pemerintah. Dengan demikian, partisipasi politik minimal
mencakup empat elemen dasar.
o Pertama, partisipasi politik mencakup kegiatan-kegiatan, tetapi
tidak sikap-sikap. Yang biasanya berkaitan dengan tindakan
politik misalnya pengetahuan tentang politik, minat terhadap
politik, perasaan-perasaan mengenai kompetisi dan keefektifan
politik, serta persepsi mengenai relevansi politik.
o Kedua, partisipasi politik adalah kegiatan politik warga negara
preman atau lebih tepat lagi, perorangan dalam peranan mereka
sebagai warga negara. Dalam hal ini, partisipasi politik tidak
mencakup kegiatan pejabat pemerintah, pejabat partai, calon
politikus dan lobbyist profesional.

o Ketiga, pusat perhatian partisipasi politik hanyalah kegiatan


yang
dimaksudkan
untuk
mempengaruhi
pengambilan
keputusan. Sebagai contoh kegiatan ini adalah pemogokan
buruh yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pengelolaan
sebuah perusahaan swasta agar menaikkan tingkah upah
Elemenkegiatan
partisipasi
politik
o minimum.
keempat adalah
yang
mempunyai tujuan, baik legal
maupun tidak legal. Dengan demikian, kegiatan protes, huruhara,
demonstrasi
bahkan
bentuk-bentuk
kekerasan
pemberontakan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi
pejabat-pejabat
pemerintah,
merupakan
bentuk-bentuk
partisipasi politik.
Namun jika kegiatan tersebut merupakan usaha-usaha ilegal untuk
mempengaruhi pemerintah dan termasuk suatu jenis profesional
politik, maka kegiatan semacam ini tidak bisa digolongkan ke dalam
definisi partisipasi politik.

MASALAH:
adanya kesenjangan antara das
sollen / teori dengan das
sein / fakta empiris ; antara yang
MASALAH
ditetapkan
sebagaiunrealized
kebijakan dengan
KEBIJAKAN:
needs, values,
kenyataan implementasi kebijakan
opportunities,
however we identified, the solution require
publicactions (tidak terwujudnya
kebutuhan, nilai, dan peluang, yang
bagaimanapun kita sudah bisa
mengidentifikasikannya, tetapi
pemecahannya mengharuskan adanya
tindakan-tindakan publik / negara /
pemerintah.

SISTEM, PROSES DAN SIKLUS KEBIJAKAN PUBLIK


o
KEBIJAKAN
PUBLIK
SISTEM
Keseluruhan
pola kelembagaan
dalam pembuatan kebijakan publik
yang melibatkan hubungan diantara 4 elemen, yaitu masalah
kebijakan, pembuatan kebijakan, kebijakan publik dan dampaknya
terhadap kelompok sasaran.
(Bintoro T. &
Mustopadidjaja, 1988).

INPUTPROCESSOUTPUT
INPUT : MASALAH KEBIJAKA N
Timbul karena faktor lingkungan kebijakan yakni keadaan yang
melatarbelakangi suatu peristiwa yang menyebabkan timbulnya
masalah kebijakan tersebut, yang berupa tuntutan masyarakat
atau tantangan dan peluang, yang diharapkan dapat diatasi
melalui suatu kebijakan publik.
Masalah itu dapat juga timbul justru karena adanya suatu
kebijakan tertentu

elements

www.animationfactory.com

Anda mungkin juga menyukai