Anda di halaman 1dari 47

TUBERKULOSIS

Alyt Noerma Koentary (3351162088)


Rohmawati Lailatul Romadhonah (3351162137)
Sri Herawati Margono (3351162158)
Della Agustina Dewi (3351162192)

TUBERKULOSIS
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang
mampu
menginfeksi
secara
laten
ataupun
progresif.
2 milyar orang terinfeksi dan 2-3 juta orang
meninggal karena tuberkulosis setiap tahun
Indonesia menduduki urutan ke 2 dalam jumlah
penderita tuberkulosis terbesar setelah India
Sebanyak 51% penderita TB yang berada di USA
adalah orang-orang asing yang berasal dari
Meksiko, Filipina, Vietnam, India, Cina, Korea
Selatan

Mycobacterium tuberculosis
Merupakan basil TB yang terhisap melalui saluran pernapasan masuk
ke dalam paru-paru, kemudian ke saluran limfe paru dan akhirnya
menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Melalui aliran darah
inilah basil TB menyebar ke berbagai organ tubuh.

Patofisiologi

Faktor Resiko
1. Kontak yang terlalu dekat dengan penderita TB
2. Tinggal di daerah endemis TB
3. Menderita penyakit yang menurunkan daya tahan
tubuh : HIV, DM
4. Merokok
5. Pemakai Narkoba
6. Orang yang di penjara, penampungan, asrama

7. Rejimen dosis dan cara pemakaian OAT yg tidak


tepat
8. Ketidak teraturan dan ketidak patuhan pasien
minum obat

Gejala
1. Seperti influensa dan demam tidak terlalu
tinggi
2. Malam hari sering keringat malam
3. Demam sering hilang timbul
4. Batuk selama 3 minggu dapat disertai darah
5. Perasaan tidak enak dan lemah
6. Mengalami penurunan berat badan, lemah,
batuk dan demam
7. Suara khas perkusi dada, bunyi dada dan
peningkatan suara bergetar

Manifestasi Klinis
Tuberkulosis
1.Ciri-ciri dan gejala
Batuk yang dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
2.Pemeriksaan fisik
suara khas pada perkusi dada, bunyi dada, dan peningkatan suara
yang bergetar lebih sering diamati pada auskultasi
3.Pemeriksaan laboratarium
peningkatan pada perhitungan sel darah putih dengan dominasi
limfosit
4.Radiografi dada
infiltrasi nodus pada daerah apical di lobus bagian atas dari
bagian superior dari lobus paling bawah
kavitasi yang menunjukan kadar udara-air sebagai tanda
perkembangan infeksi

PENEGAKAN DIAGNOSIS
Anamnesa baik terhadap pasien maupun
keluarganya.
Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan
otak).
Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
Rontgen dada (thorax photo).
Uji tuberkulin.
Diagnosis pasti tuberkulosis ditegakkan dengan
penemuan M. tuberkulosis terutama dan biakan
bahan sputum/jaringan, sedangkan gambaran
klinik dan radiologi tidak dapat dijadikan
pegangan.

Kategori penyakit tuberkulosis


Kategori -1
Pasien baru TB paru BTA positif
Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
pasien TB ekstra paru
Kategori -2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif
yang telah diobati sebelumnya :
Pasien kambuh
Pasien gagal
pasien dengan pengobatan terputus

Pengobatan TB bertujuan untuk ;


a. Menyembuhkan pasien dan
mengembalikan kualitas hidup dan
produktivitas.
b. Mencegah kematian.
c. Mencegah kekambuhan.
d. Mengurangi penularan.
e. Mencegah terjadinya resistensi obat

Terapi
Terapi non farmakologi
1. Mencegah terjadi penularan TBC
2. Menemukan tempat kontak
dengan penderita TBC

PENANGANAN
NON FARMAKOLOGI
Pencegahan terhadap infeksi mycobacterium tuberculosis, meliputi :
A. Pencegahan terhadap infeksi tuberculosis
Imunisasi BCG untuk meningkatkan kekebalan tubuh.
Melakukan Tuberculosis test secara mantoux.
Memberantas penyakit TB pada pemerah air susu dan pasteurisasi
susu sapi.
Pemeriksaan bakteriologis sputum pada orang dengan gejala TB.
B. Meningkatkan daya tahan tubuh
Tidur cukup dan teratur
Makan makanan yang mengandung gizi seimbang
Des infeksi, mencuci tangan dan peralatan rumah tangga,
kepadatan penduduk dikurangi, ventilasi rumah dan sinar
matahari cukup.
Olah raga.

OBAT ANTI TUBERCULOSIS

Terapi secara farmakologi


Kategori

Fase intensif

Fase lanjutan

Kategori 1

INH, rifampisin,
pirazinamid dan
etambutol setiap hari
selama 2 bulan

INH dan rifampisin 3


kali dalam seminggu
selama 4 bulan

Kategori 2

INH, rifampisin,
pirazinamid,
etambutol dan
streptomisin setiap
hari selama 2 bulan

INH, rifampisin dan


etambutol 3 kali
dalam seminggu
selama 5 bulan

Jika setelah 2 bulan BTA masih positif, fase intensif


ditambah 1 bulan sebagai sisipan

Dosis untuk panduan OAT KDT


kategori 1
Berat badan

Tahap intensif tiap


hari selama 56 hari
RHZE(150/75/400/275
)

Tahap Lanjutan 3 kali


seminggu selama 16
minggu RH(150/150)

30 37 kg

2 tablet 4 KDT

2 tablet 2 KDT

38 54 kg

3 tablet 4 KDT

3 tablet 2 KDT

55 70 kg

4 tablet 4 KDT

4 tablet 2 KDT

> 71 kg

5 tablet 4 KDT

5 tablet 2 KDT

Dosis untuk panduan OAT KDT


kategori 2
Berat badan

Tahap intensif tiap hari RHZE(150/75/400/275)


+S

Tahap Lanjutan 3 kali


seminggu
RH(150/150)+E(275)

Selama 56 hari

Selama 28 hari

Selama 20 minggu

30 37 kg

2 tablet 4 KDT
+ 500 mg
Streptomisin inj

2 tablet 4 KDT

2 tablet 2 KDT
+ 2 tablet Etambutol

38 54 kg

3 tablet 4 KDT
+ 750 mg
Streptomisin inj

3 tablet 4 KDT

3 tablet 2 KDT
+ 3 tablet Etambutol

55 70 kg

4 tablet 4 KDT
+ 1000 mg
Streptomisin inj

4 tablet 4 KDT

4 tablet 2 KDT
+ 4 tablet Etambutol

> 71 kg

5 tablet 4 KDT
+ 1000 mg
Streptomisin inj

5 tablet 4 KDT

5 tablet 2 KDT
+ 5 tablet Etambutol

PENGOBATAN

FIXED
DOSE
COMBINAT
ION

OAT

17

1. Isoniazid
Indikasi : tuberculosis dalam kombinasi
dengan obat lain; profilaksis
KI : penyakit hati yang aktif, hipersensitivitas
terhadap isoniazid
Peringatan : gangguan fungsi hati, fungsi
ginjal, resiko efek samping meningkat pada
asetilator lambat
ES : mual, muntah, neuritis perifer, neuritis
optic, kejang, demam, hepatitis

2. Rifampisin
Indikasi : bruselosis, legionesis, infeksi terhadap
staphylococcus dalam kombinasi dengan obat
lain
KI : penyakit hati
Peringatan : kurangi dosis pada gangguan fungsi
hati, lakukan pemeriksaan uji fungsi hati dan
hitung sel darah pada pengobatan jangka
panjang
ES : gangguan saluran cerna meliputi mual,
muntah anoreksia, dan diare

3. Pirazinamid
Indikasi : tuberculosis dalam kombinasi
dengan obat lain
KI : gangguan fungsi hati berat,
porfiria, hipersensitivitas terhadap
pirazinamid
ES : hepatotoksik, anoreksia,
hepatomegali, ikterus, gagal hati,
mual dan muntah

4. Etambutol
Indikasi : tuberculosis dalam kombinasi
dengan obat lain

Resistensi TB
Berdasarkan WHO up date (2008) ada 4 jenis katagori
resistensi terhadap OAT yaitu :
1. Mono resisten : resisten terhadap satu obat OAT lini
pertama
2. Poli resisten : Resisten terhadap lebih dari satu OAT lini
pertama selain kombinasi INH dan Rifampisin
3. Multi Drug Resisten (MDR) : resisten sekurangnya INH
dan Rifampisin
4. Extensively drug resisten (XDR) : MDR TB ditambah
kekebalan terhadap salah satu obat golongan
Fluorokinolon dan sedikitnya salah satu dari OAT injeksi
lini kedua ( kapreomisin, kanamisin, dan amikasin)

Pemilihan rejimen OAT dengan


resistensi obat
1. Mono resisten
a. Alternatif I pasien di berikan Rif, Etambutol, Pirazinamid
setiap hari selama 6-9 bulan tergantung evaluasi respon
pengobatan berdasar mikrobiologi,klinis dan radiologi. Jika
awalnya pasien hanya menerima obat standar 4 rejimen
obat, INH dapat dihentikan dan 3 obat lain diteruskan
b. Alternatif 2 pasien dengan kondisi berat dapat ditambahkan
fluorokuinolon ke dalam pengobatan. Rejimen diberikan
setiap hari selama setidaknya 6 bulan
c. Alternati 3 Jika toleransi bagus menggunakan PZA, rejimen
Rif dan Etambutol akan diberikan selama 12 bulan. Sebagai
alternatif dapat diberikan tambahan Fluorokuinolon
terutama fase inisial, tetapi ada pendapat bahwa
Fluorokuinolon diteruskan pada seluruh fase

lanjutan
2. Resisten terhadap Rifampisin
a. Alternatif 1 pasien diterapi dengan INH,EMB
dan Fluorokinolon selama 12 18 bulan,
dengan suplemen PZA selama 2 bulan
b. Alternatif 2 pasien dg kavitas luas atau untuk
mempersingkat waktu terapi ( misal 12 bulan)
dapat ditambahkan pemberian injeksi pada
alternatif 1 minimal 2 bulan
c. Alternatif 3 INH, PZA dan streptomisin ( atau
jenis lain aminoglikosida ) dapat diberikan
selama 9 bulan

lanjutan
3. Resisten thd EMB, PZA dan
Streptomisin (SM)
Resisten ini tidak berpengaruh yg besar
terhadap terapi , jika tidak digunakan EMB
dan SM tidak akan menurunkan
efektivitas atau merubah lama
pengobatan. Tetapi tidak digunakan PZA
akan memperpanjang durasi terapi
dengan INH dan Rif selama 3 bulan untuk
total 9 bulan

TERAPI FARMAKOLOGI TB
PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS

1.Pasien Anak
. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan
diberikan dalam waktu 6 bulan.
. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif
maupun tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan
berat badan anak.
Jenis obat
Isoniazid

BBDosis
< 10 kg
10 - Anak
19
BB 20 - 32
OATBB
pada
kg
kg
50 mg
100 mg
200 mg

Rifampicin

75 mg

150 mg

300 mg

Pyrazinamide

150 mg

300 mg

600 mg

TERAPI FARMAKOLOGI TB
PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS (2)

1.Pasien Anak
Dosis OAT KDT pada Anak
Berat badan
(kg)
59
10 19
20 32

2 bulan tiap
hari RHZ
(75/50/150)
1 tablet
2 tablet
4 tablet

4 bulan tiap
hari RH (75/50)
1 tablet
2 tablet
4 tablet

Keterangan:
. Bayi dengan berat badan < 5 kg dirujuk ke rumah sakit
. Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.
. Anak dengan BB 33 kg , dirujuk ke rumah sakit.
. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
. OAT KDT dapat diberikan dengan cara ditelan secara utuh atau

TERAPI FARMAKOLOGI TB
PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS (3)

2.Kehamilan
. Pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada
umumnya.
. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali
streptomycin.
. Streptomycin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent
ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang
menetap pada bayi yang akan dilahirkan.

3.Ibu Menyusui dan Bayinya


. Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan
pengobatan pada umumnya.
. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang
menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT
yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB
kepada bayinya.

TERAPI FARMAKOLOGI TB
PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS (4)

4.Pasien TB Pengguna Kontrasepsi


. Rifampicin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB,
susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut.
. Pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau
kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).

5.Pasien TB dengan Infeksi HIV/AIDS


. Pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti
pasien TB lainnya.
. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien TB yang tidak
disertai HIV/AIDS.
. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan
TB.
. Pengobatan ARV (antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai
dengan standar WHO.
. Penggunaan suntikan Streptomisin harus memperhatikan Prinsip-prinsip
Universal Precaution (Kewaspadaan Keamanan Universal). Pengobatan pasien

TERAPI FARMAKOLOGI TB
PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS (5)

6.Pasien TB dengan Hepatitis Akut


. Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik,
ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan.
. Pengobatan TB dapat diberikan streptomycin (S) dan ethambutol (E)
maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan
rifampicin (R) dan Isoniazid (H) selama 6 bulan.

7.Pasien TB dengan Kelainan Hati


Kronik
. Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati
sebelum pengobatan TB.
. Bila SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali, OAT tidak diberikan dan bila
telah dalam pengobatan, harus dihentikan.
. Bila peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau
diteruskan dengan pengawasan ketat.
. Pasien dengan kelainan hati, Pyrazinamide (Z) tidak boleh digunakan. Paduan

TERAPI FARMAKOLOGI TB
PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS (6)

8.Pasien TB dengan Gagal Ginjal


. Isoniazid (H), rifampicin (R) dan Pyrazinamide (Z) dapat di ekskresi melalui
empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik.
. Streptomycin
dan
ethambutol
diekskresi
melalui
ginjal,
hindari
penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal.
. Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, ethambutol dan
Streptomycin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal.
. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal adalah
2HRZ/4HR.

9.Pasien
Melitus

TB

dengan

Diabetes

. Penggunaan rifampicin dapat mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes


(sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu ditingkatkan.
. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai
pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral.

TERAPI FARMAKOLOGI TB
PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS (7)

10.Pasien TB yang Perlu Mendapat


Tambahan Kortikosteroid
.Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan
jiwa pasien seperti:
Meningitis TB
TB milier dengan atau tanpa meningitis
TB dengan Pleuritis eksudativa
TB dengan Perikarditis konstriktiva.
.Pada fase akut, prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari,
kemudian diturunkan secara bertahap.
.Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan
pengobatan.

INTERAKSI OBAT

INTERAKSI OBAT

Interaksi Obat

TERMINOLOGI MEDIK
Atelektasis / kolaps konsolidasi: kolaps dari bagian paru.
Bronkietaksis: pelebaran bronkus abnormal, terjadi setempat pada paruparu.
Campak (Morbili): penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 3
stadium, yaitu stadium prodormal (kataral), stadium erupsi dan stadium
konvalisensi, yang dimanifestasikan dengan demam, konjungtivitis dan bercak
koplik.
Fibrosis: pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif pada
paru paru.
Fix Dose Combination (FDC): regimen dalam bentuk kombinasi, namun di
dalam tablet yang ada sudah berisi 2, 3 atau 4 campuran OAT dalam satu
kesatuan.
Hemoptitis berat: pendarahan dari saluran pernafasan bawah yang
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
Kasus baru: penderita yang belum pernah diobati dengan meyerang.
Kasus gagal: penderita BTA positif yang masih tetap posit if atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (1 bulan sebelum akhir pengobatan) atau
lebih, atau penderita dengan dengan hasil BTA negatif dan rontgen positif

TERMINOLOGI MEDIK
Kasus kronis: penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulang kategori 2.
Kasus lalai (pengobatan setelah dafault / drop-out): penderita yang sudah berobat
paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat.
Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
Kasus pindahan (transfer in): penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu
kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. penderita pindahan tersebut
harus membawa surat rujukan / pindah.
Kavitas: lesi proksimal dan tidak selalu mencakup permukaan oklusal.
Kuman persister (dorman): kuman yang menetap di dalam tubuh dalam keadaan tidur
selama beberapa tahun.
Limfadentitis TB: TB yang ditandai dengan gejala pembesaran kelenjar limfe superfisialis
Infeksi pasca primer: infeksi yang terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah
infeksi primer.
Infeksi primer: infeksi yang terjadi saat seseorang terkena kuman TB untuk pertama
kalinya.
Pneumotorak spontan: adanya udara di dalam rongga pleura secara spontan.
Profilaksis TB: pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit TB, atau pencegahan
infeksi dengan menggunakan obat.

TERMINOLOGI MEDIK
Reaksi pleuran dan/atau efusi pleura: suatu keadaan dimana terdapat
penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Regimen: dosis, cara dan lama terapi obat.
Resisten: bila pertumbuhan bakteri tidak dapat dihambat oleh antibiotik pada
kadar maksimal yang dapat ditolerir host.
Sponsdilitis TB: TB yang ditandai dengan gejala pembengkakan tulang belakang.
Tuberculosis (TB): penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis yang bersifat sistemik, yang dapat bermanifestasi pada hampir semua
bagian tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi
infeksi primer.
TB aktif: penyakit TB dimana pasien sudah menimbulkan gejala dan menularkan.
TB ekstra paru: tuberkulosis yang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll.
TB kelenjar: TB dengan gejala terbanyak pembesaran kelenjar limfe di regio kolli,
multipel, tidak nyeri dan saling melekat.
TB kulit (skrofuloderma): penyakit kulit yang disebabkan olehMycobacterium
tuberculosis, Mycobacterium bovis, dan terkadang vaksinBavillus Calmette-Guerin.

STUDI KASUS 1

HASIL PEMERIKSAAN
TD : 130/70
Denyut nadi : 94
Laju pernafasan : 24
Suhu tubuh : 38,6oC
BB/TB : 69 kg / 177 cm
Ada bunyi nafas bronkial, denyut jantung lebih cepat
Hasil test BTA pada sputum : positif
Radiologi : adanya kavitasi pada lobus kanan atas

PEMBAHASAN
Diduga terkena TB aktif
Tanda & gejala
~ 4 minggu batu produktif awalnya sputum kuning menjadi disertai darah
~ Terjadi demam, keringat dimalam hari, kelelahan, BB turun
Oenularan kemungkinan terjadi di lokasi tempat kerja dimana rakan-rekan kerjanya
memiliki gejala yang sama.

TERAPI NON FARMAKOLOGI


Dengan menggunakan APD, termasuk alat pernafasan yang dipasang secara benar.
TERAPI PENGOBATAN
Pasien termsuk kedalam TB kategori 1, diobati dengan :
Fase Intensif : INH, Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol selama 2 bulan setiap
hari (56 hari pertama)
4 tab INH : 75 mg
4 tab Rifampisin : 150 mg
4 tab Etambutol : 275 mg
4 tab Pirazinamid : 400 mg
Fase Lanjutan :
4 bulan dengan INH & Rifampisin 3 kali dalam seminggu
4 tab Rifampisin : 150 mg
4 tab INH : 150 mg

STUDI KASUS 2

Hasil Laboratorium, secara keseluruhan menunjukkan hasil yang normal,


kecuali terjadi sedikit peningkatan pada:

Karena pada perawatan di Panti Jompo sebelumnya sudah terjadi 2 kasus TB aktif, maka diperlukan
test kulit PPD (Purified Protein Derivative) dan Sputum smear untuk AFB (Acid Fast Bacillus).

Pembahasan
Data Klinis
Gejala :
Disorientasi
Tidak nafsu makan
Batuk produktif
Kesulitan bernafas (ringan)
Berdasarkan gejala yang dialami pasien,
terdapat indikasi pasien terkena TB.

Pemeriksaan lab

TERAPI PENGOBATAN
Pada dasarnya, pengobatan TB pada pasien usia lanjut sama
dengan pasien pada umumnya.
Ada 3 kemungkinan terapi pengobatan yang mungkin dilakukan:
INH 300 mg + Rifampisin 600 mg + pyrazinamide 20-25 mg/kg +
Etambutol 15-20 mg/kg sehari sekali selama 8 minggu.
Dilanjutkan dengan INH + Rifampisin 1-3 kali seminggu selama 16
minggu
INH + Rifampisin + Pyrazinamide + Etambutol sehari sekali
selama 2 minggu.Dilanjutkan 2 kali seminggu selama 6
minggu.Dilanjutkan INH + Rifampisin 2 kali seminggu selama 16
minggu.
INH + Rifamspisin selama 9 bulan.Dan dapat ditambahkan
Piridoksin 10-50 mg.

INTERAKSI OBAT
INH + Rifampin mula kerja obat pada saat dikombinasi lebih
cepat namun dapat menyebabkan meningkatnya insiden
hepatotoksik
INH + Etambutol etambutol tidak mempengaruhi level
serum inh tetapi ada beberapa kejadian yang menyebutkan
optik neuropatin karena etambutol meningkat jika diberi
bersamaan dengan INH (Stockley 2008)
INH + Piridoksin jika digunakan tunggal menyebabkan
hilangnya B6 dari tubuh sehingga dikombinasi dengan b6
suplemen
Pirazinamid anoreksia, mual kemerahan pada kulit
Etambutol tunggal mempunyai efek bakteriostatik, bila
dikombinasikan dengan INH dan Rifampisin bisa mencegah
terjadinya resistensi obat

Anda mungkin juga menyukai