Sindroma Guillain Barre
Sindroma Guillain Barre
KOMPONEN NEURON
DEFINISI
Sindroma Guillain Bare merupakan suatu polineuropati
yang bersifat ascending akut yang sering terjadi setelah 1
sampai 3 minggu setelah infeksi akut.
SGB merupakan sindroma klinis yang ditandai adanya
paralisis flasid yang terjadi secara akut progresif
berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya
adalah saraf perifer, radiks dan nervus kranialis
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini terjadi di seluruh dunia, kejadiannya pada
semua musim
Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0.6
sampai 1.9 kasus per 100.000 orang pertahun
Data di Indonesia, menurut penelitian Chandra dkk,
insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I, II, III
(dibawah usia 35 tahun)
Angka perbandingan kejadian SGB laki-laki dan wanita 3 : 1
ETIOLOGI
PATOGENESIS
Reaksi autoimun
atau infeksi
Merusak selaput
myelin
demyelinisasi
Impuls syaraf
menurun dalam
menghantarkan
rangsangan
Kelumpuhan
Kelemahan /
paralisis
Motorik
Sensorik
Kelumpuhan otot
pernafasan
PATOFISIOLOGI
Patologi
KLASIFIKASI
Acute Motor Sensory
Axonal Neuropathy
(AMSAN)
Acute Panautonimic
Neuropathy
Miller Fisher
Syndrome
Chronic Inflammatory
Demyelinative
Polyneuropathy
(CIDP)
KLASIFIKASI
1. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
2. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)
3. Miller Fisher Syndrome
4. Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP)
5. Acute pandysautonomia
MANIFESTASI KLINIS
Kedua tanda yang harus ada untuk mendiagnosa GBS adalah :
Terjadinya kelemahan yang progresif
Hiporefleksi
Ciri-ciri lain yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:
Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal
dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam
3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.
Relatif simetris
Gejala gangguan sensibilitas ringan
Gejala saraf kranial 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral.
Saraf kranial lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah
dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot
ekstraokuler atau saraf kranial lain
MANIFESTASI KLINIS
Parestesi dan nyeri
Abnormalitas motorik (kelemahan)
- mengikuti gejala sensorik, khas: mulai dari tungkai,
ascenden ke lengan
- 10% dimulai dengan kelemahan lengan
- Kelemahan wajah terjadi pd setidaknya 50% pasien
dan biasanya bilateral
- Refleks: hilang / pada sebagian besar kasus
MANIFESTASI KLINIS
Abnormalitas sensorik
- Klasik : parestesi terjadi 1-2 hari sebelum kelemahan,
glove & stocking sensation, simetris, tak jelas
batasnya
- Nyeri bisa berupa mialgia otot panggul, nyeri
radikuler,
manifes sebagai sensasi terbakar, kesemutan
- Ataksia sensorik proprioseptif terganggu
- Variasi : parestesi wajah & trunkus
MANIFESTASI KLINIS
Disfungsi Otonom
- Hipertensi
- Hipotensi
- Sinus takikardi / bradikardi
- Aritmia jantung
- Ileus
- Refleks vagal
- Retensi urine
TANDA ABNORMALITAS
Abnormalitas motorik
Kelemahan bersifat ascendens, 10% dimulai dengan kelemahan lengan
walaupun jarang, kelemahan bisa dimulai dari wajah dan biasanya
bilateral
Refleks hilang pada sebagian besar kasus
Abnormalitas sensorik
Klasik : parestesi terjadi 2-3 hari sebelum kelemahan, glove and
stocking sensation, simetris, nyeri bisa mialgia, nyeri radikuler,
manifestasi seperti terbakar, kesemutan, kesetrum, ataksia sensorik
karena propioseptif terganggu, parestesi wajah dan trunkus
Disfungsi otonom
Hipertensi-hipotensi-sinus takikardia
Aritmia jantung-ileus-refleks vagal
Retensi urin
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong
diagnosa:
Protein CSS. Meningkat setelah gejala 1 minggu
atau terjadi peningkatan pada LP serial. Pada fase
akut terjadi peningkatan LCS > 0,55 gr/l
Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3
Varian:
Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1
minggu gejala
Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3
EMG :
Gambaran poliradikuloneuropati
Tes elektrodiagnostik dilakukan untuk mendukung klinis
bahwa paralisis motorik akut disebabkan oleh neuropati
perifer
Pada EMG kecepatan hantar saraf melambat dan
respon F dan H abnormal
MRI : untuk mengeksklusi diagnosis lain seperti mielopati
FASE SGB
Fase prodormal
Fase sebelum gejala klinis muncul
Fase laten
Waktu antara timbul infeksi/prodormal yang mendahuluinya
sampai timbulnya gejala klinis
Fase progresif
Defisit neurologis (+)
Beberapa hari sampai minggu, jarang > 8 minggu
Dimulai dari onset (mulai terjadi kelumpuhan yang bertambah
berat sampai maksimal
Perburukan > 8 mingggu disebut chronic inflamatory
demyelinating polyradiculoneuropathy (CIDP)
Fase plateau
Kelumpuhan telah maksimal dan menetap
Fase pendek : 2 hari, > 3minggu, jarang > 7 minggu
Fase penyembuhan
Fase perbaikan kelumpuhan motorik
Beberapa bulan, 3-6 bulan
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Polineuropati defisiensi vitamin
Perjalanan progresif lambat (berbulan-bulan), gejala sensorik yang
menonjol, kelemahan otot bagian distal, jarang mengenai otot
pernapasan, saraf kranialis atau saraf otonom. Pada lumbal pungsi
tidak ada kenaikan protein liquor
Miastenia gravis
Kelemahan otot terutama yang sering digunakan seperti otot bola
mata, otot-otot untuk menelan, berbicara. Tidak ada keluhan sensorik.
Paralisis Periodic hipokalemia
Kelemahan otot pada pagi hari sehabis bangun tidur. Tidak ada
keluhan sensorik yang diakibatkan oleh kadar kalsium serum yang
rendah. Dengan infuse KCL dalam larutan elektrolit akan membaik
gejalanya
Transvere Myelitis
Kelemahan otot terjadi setinggi lesi ke bawah dan tidak
pernah mengenai otot wajah dan ororfaring. Biasanya
refleks menghilang bila terjadi spinal shock. Gejala
sensoris biasanya segmental sesuai dengan lesi. Terjadi
inkontinensia urin yang persisten, tetapi jarang terjadi
gangguan pernapasan
Antibiotic Induced Paralysis
Terjadi beberapa jam sampai beberapa hari setelah
minum obat. Gangguan pernapasan terjadi setelah
timbulnya kelemahan otot, juga sering terjadi ptosis dan
internal ophtalmoplegia. Protein LCS biasanya normal
Rabies
Ada demam dan gangguan sensoris, biasanya unilateral.
Otot kaki lemas, tetapi asimetris. Refleks pada tangan
normal. Paresis bulbar tipe spasme, asimetris dan terjadi
hidrophobia. Sering terjadi gangguan pernapasan
periodik, iregular. Pada LCS ditemukan pleositosis
Polymiositis
Sering terjadi kelemahan pada leher dan tubuh, namun
tidak dijumpai adanya gangguan sensorik. Refleks
biasanya normal tapi bisa sedikit menurun. Tidak
ditemukannya disfungsi otonom juga jarang melibatkan
saraf kranial. Sering dijumpai fenomena Raynauds dan
terjadi rash. Tidak ada kenaikan protein LCS. Pada EMG
ditemukan fibrilasi
PENATALAKSANAAN
Supportif
Etiologi
TERAPI
Steroid
ACTH IM 100 unit selama 10 hari,
Metiplrednisolon IV 500 mg selama 5 hari, dan prednison 100 mg
atau prednisolon 40-60 mg oral.
Plasmaparesis
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan
faktor autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB
memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih
cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama
perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti
200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih
bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).
Imunoglobulin IV
Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan
dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih
ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan
dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.
KOMPLIKASI
Paralisis menetap
Gagal nafas
Hipotiroid
Tromboembolisme
Pneumonia
Hiponatremia
Aritmia jantung
Ileus
Aspirasi
Retensi urin
Problem psikiatrik
Defisiensi fungsi mukosa bronkhial
PROGNOSIS
Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi pada
sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa.
95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila
dengan keadaan antara lain:
pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal
mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset
progresifitas penyakit lambat dan pendek
pada penderita berusia 30-60 tahun
TERIMAKASIH