Fitria
Wahyuningsih
Pendahuluan
Hingga saat ini Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit
menular yang masih menjadi permasalahan di dunia
kesehatan
Definisi
Tuberkulosis paru adalah kasus TB yang
mengenai parenkim paru yang disebabkan infeksi
basil Mycobacterium tuberculosis complex.
Resistensi ganda (MDR) adalah M. Tuberculosis
yang resisten minimal terhadap rifampisin dan
INH dengan atau tanpa OAT lainnya.
Rifampisin dan INH merupakan 2 obat yang
sangat penting pada pengobatan TB yang
diterapkan pada strategi DOTS
Etiologi
Kuman Mycobacterium tuberculosis
Berbentuk batang, panjang 1-4 mikron dan
tebal 0,3-0,6 mikron, aerob, tahan terhadap
asam (basil tahan asam/BTA )
Sebagian besar kuman ini terdiri dari asam
lemak dan lipid
P
a
t
o
g
e
n
e
s
i
s
P
o
s
t
p
r
i
m
e
r
Klasifikasi
Tipe pasien
Baru
Kambuh
Riw.
pengobatan
sebelumnya
Lalai
Pindah
Lain-lain
Gagal
SUSPEK TB-MDR
Pasien yang dicurigai kemungkinan TB-MDR adalah :
Kasus TB paru dengan gagal pengobatan pada kategori 2.
Dibuktikan dengan rekam medis sebelumnya dan riwayat
penyakit dahulu
Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif
setelah sisipan dengan kategori 2
Pasien TB yang pernah diobati di fasilitas non DOTS, termasuk
yang mendapat OAT lini kedua seperti kuinolon dan kanamisin
Pasien TB paru yang gagal pengobatan kategori 1
Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif
setelah sisipan dengan kategori 1
TB paru kasus kambuh
Pasien TB yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan
kategori 1 dan atau kategori 2
Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien
TB-MDR komfirmasi, termasuk petugas kesehatan yang
bertugas di bangsal TB-MDR
TB-HIV
Diagnosis TB-MDR
Diagnosis TB-MDR dipastikan berdasarkan
uji kepekaan
Semua suspek TB-MDR diperiksa dahaknya
untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan
biakan dan uji kepekaan.
Jika hasil uji kepekaan terhadap M.
Tuberculosis yang resisten minimal
terhadap rifampisin dan INH, maka dapat
ditegakkan diagnosis TB-MDR.
Penatalaksanaan TB-MDR
1. Kelompok 1
OAT lini 1. Isoniazid (H), Rifampisin (R), Etambutol
(E), Pirazinamid (Z), Rifabutin (Rfb).
2. Kelompok 2
obat suntik. Kanamisin (Km), Amikasin (Am),
Kapreomisin (Cm), Streptomisin (S).
3. Kelompok 3
Fluorokuinolon, Moksifloksasin (Mfx), Levofloksasin
(Lfx), Ofloksasin (Ofx).
LANJUTAN..
4. Kelompok 4
bakteriostatik OAT lini kedua. Etionamid (Eto),
Protionamid (Pto), Siklosrin (Cs), Terzidone (Trd),
PAS (paraaminosalisilic acid)
5. Kelompok 5
obat yang belum diketahui efektivitasnya.
Klofazimine (Cfz), Linezoid (lzd), Amoksiclav
(Amx/clv), tiosetazone (Thz), Imipenem/cilastin
(Ipm/cln), H dosis tinggi, Klaritromisin (Clr).
FASE INTENSIF
Pemberian obat suntik berdasarkan kultur
konversi.
Obat suntik diteruskan sekurang-kurangnya 6
bulan dan minimal 4 bulan setelah hasil sputum
atau kultur yang pertama menjadi negatif.
Pendekatan individual termasuk hasil kultur,
sputum, foto toraks dan keadaan klinis pasien
juga dapat membantu memutuskan
menghentikan pemakaian obat suntik.
FASE LANJUTAN
Merupakan fase setelah injeksi, yang berlangsung
minimal 18 bulan setelah kultur konversi.
Pengobatan lebih dari 24 bulan dapat dilakukan
pada kasus kronik dengan kerusakan paru luas.
Pasien dipantau secara ketat untuk menilai respon
terhadap pengobatan.
Penilaian respon pengobatan adalah konversi
dahak dan biakan.
Pemeriksaan dahak dan biakan dilakukan setiap
bulan pada fase intensif dan setiap dua bulan
pada fase lanjutan.
EVALUASI TB-MDR
Ilustrasi Kasus
Identitas Pasien
Nama
Tn. A
Umur
50 Tahun
Jenis kelamin
Laki-laki
Pekerjaan
Tanggal MRS
5 April 2015
Tanggal pemeriksaan
5 April 2015
No RM
88-26-09
Anamenesis
(Autoanamnesis & alloanamnesis)
Utama
Tahun
2014
Riwayat Penyakit
Dahulu
Riwayat Penyakit
Keluarga
Riw. Sosial,
ekonomi &
kebiasaan
Pasien merupakan
seorang supir mobil
truk
Pasien dulu seorang
perokok, mulai
merokok umur 18
tahun, namun sudah 2
tahun terakhir pasien
berhenti merokok.
Pasien merokok 3
bungkus sehari.
Pasien mengonsumsi
alkohol
Pemeriksaan Umum
Kesadaran
: Composmentis
kooperatif
Keadaan umum : Tampak sakit
sedang
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
Nafas
: 32 x/menit
Suhu
: 37,9 C
Berat badan
: 45 kg
Tinggi badan : 165 cm
IMT
: 16,5 (underweight)
Pemeriksaan Fisik
Kepala
& Leher
Thoraks
(paru)
Thoraks
(jantung
)
Pemeriksaan Fisik
Abdome
n
Ekstremi
tas
Akral hangat
Capillary refill time < 2 detik
Clubbing fingers (-)
Udem tungkai (-)
Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
Tgl 5/04/2015
Darah Lengkap
Tgl 5/04/2015
WBC :
16.100 u/L
RBC :
5.460.000
/uL
HGB : 13,6
g/dl
HCT : 36,9
%
PLT :
338.000 /uL
Glu : 221
mg/dL
ureum : 129
mg/dL
creatinin : 4,0
mg/dL
AST : 30 IU/L
ALT : 12 U/L
AGD tgl
5/04/2015
Ph : 7,40
PCO2 : 24
mmHg
PO2 : 154
mmHg
HCO3 : 14,9
mmol/L
Na+ : 178
mmol/L
K+ : 4,3
mmol/L
CA++ : 1,44
Pemeriksaan GeneXpert
(6/04/2015)
MTB DETECTED MEDIUM
RIFAMPISIN RESISTANCE DETECTED
Foto Thoraks
(tanggal 05/04/2015)
Tn. A (50 tahun)
Posisi foto PA
Marker R
Kekerasan cukup
Simetris
Trakea di tengah
Pulmo : tampak infiltrat
pada lapangan atas paru
sinistra, tampak gambaran
perselubungan pada
lapangan bawah paru
sinistra dengan air fluid
level
Sudut costophrenikus
kanan tajam sedangkan kiri
tumpul
Cor : ukuran sulit dinilai
Foto Thoraks
(tanggal 06/04/2015)
Diagnosis
1.TB paru MDR
2.Hidropneumotoraks kiri ec Tb
MDR
3.DM tipe 2
Penatalaksanaan
Bed rest
Non
Farmakolo
gis
Farmakolo
gis
Curcuma 3 x 1 tablet
Follow Up
5/04/2015
06/04/201
5
Follow Up
S : sesak (+), nyeri dada sebelah kiri, batuk
berdahak (+) sudah berkurang, demam (-) , muntah
(-), mual (-).
O : TD 110/80 mmHg, nadi 72x/ menit, suhu 36,2 0C
07/04/201 , RR 20x/ menit, sklera ikterik -/-, suara nafas
vesikular +/menurun, ronkhi -/-, wheezing -/5
A : Tb paru MDR + hidropneumotoraks ec tb MDR +
DM tipe 2
P : terapi lanjut, pasien menolak untuk terapi MDR
Pembahasan
Anamne Sesak nafas, batuk berdahak, demam, berkeringat malam, nyeri
dada, anoreksia dan berat badan menurun.
sis
Pem. Fisik
Daftar Pustaka
1. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tatalaksana Tuberkulosis. Jakarta: 2013
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2: cetakan II. Jakarta. 2008.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pelatihan
Penanggulangan Tuberkulosis bagi Tim DOTS Rumah Sakit.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009.
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : 2011.
5. Bahar A, Amir Z. Tuberkulosis Paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, 2007. 988-993.
6. World Health Organization. Global Tuberculosis Control: WHO
Report 2013.
7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : 2006.
Terima
Kasih