Anda di halaman 1dari 13

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA

FLAVONOID FRAKSI ASETIL ASETAT


RIMPANG TUMBUHAN TEMU KUNCI
(Boesenbergia pandurata) DENGAN METODE
KROMATOGRAFI VACUM CAIR

OLEH:
AGIS DWI LESTARI
(1400017074)
SABILA NIDIA SARI
(1400017076)
ANDIKA SETYO BUDI (1400017082)

Kromatografi
Kromatografi merupakan salah satu metode

pemisahan komponen-komponen campuran dimana


cuplikan berkesetimbangan di antara dua fasa, fasa
gerak yang membawa cuplikan dan fasa diam yang
menahan cuplikan secara selektif. Bila fasa gerak
berupa gas, disebut kromatografi gas, dan sebaliknya
kalau fasa gerak berupa zat cair, disebut
kromatografi cair (Hendayana, 1994).

Kromatografi Vacum Cair


Kromatografi vakum cair merupakan salah satu jenis dari

kromatografi kolom. Kromatografi kolom merupakan suatu


metode pemisahan campuran larutan dengan perbandingan
pelarut dan kerapatan dengan menggunakan bahan kolom.
Kromatografi kolom lazim digunakan untuk pemisahan dan
pemurnian senyawa (Schill, 1978).
Kromatografi vakum cair dilakukan untuk memisahkan
golongan senyawa metabolit sekunder secara kasar dengan
menggunakan silika gel sebagai absorben dan berbagai
perbandingan pelarut n-heksana : etil asetat : metanol (elusi
gradien) dan menggunakan pompa vakum untuk
memudahkan penarikan eluen (Helfman, 1983).

Adapun cara kerja kromatografi vakum cair yaitu

kolom kromatografi dikemas kering (biasanya


dengan penjerap mutu KLT 10-40 m) dalam
keadaan vakum agar diperoleh kerapatan kemasan
maksimum. Vakum dihentikan, pelarut yang
kepolarannya rendah dituangkan ke permukaan
penjerap lalu divakumkan lagi. Kolom dipisah
sampai kering dan siap dipakai (Hostettman,
1986).

Rimpang Temu Kunci (Boesenbergia pandurata)

Rimpang temu kunci mengandung pati, damar, saponin, asam kavinat,

senyawa flavon (5,7-dimetoksiflavon; 3,5,7,4-tetrametoksiflavon; dan


3,5,7,3,4-pentametoksiflavon), senyawa flavanon (5-hidroksi-7,4dimetoksiflavanon), senyawa kalkon (2-hidroksi-4,6-dimetoksikalkon;
2,6-dihidroksi-4-metoksikalkon; 2-hidroksi-4,4,6-trimetoksikalkon; dan
2,4-dihidroksi-6-metoksikalkon), panduratin Bl, serta panduratin B2
(Hargono, 2000).
Secara umum, rimpang temu kunci berkhasiat dalam mengobati

penyakit rematik, radang lambung, radang selaput lendir, peluruh air


seni, malaria, sariawan, batuk kering, diare, cacingan, perut kembung,
gangguan pada usus besar, penyakit kulit, dan tonikum (Rukmana,
2008). Selain bersifat analgetik (mengurangi rasa sakit), temu kunci juga
berguna untuk mengobati radang indungtelur (Muhlisah, 1999).

Flavonoid
Flavonoid adalah suatu kelompok yang termasuk ke dalam

senyawa fenol yang terbanyak di alam, senyawa-senyawa


flavonoid ini bertanggungjawab terhadap zat warna ungu, merah,
biru, dan sebagian zat warna kuning dalam tumbuhan.
Berdasarkan strukturnya, senyawa flavonoid merupakan turunan
senyawa induk flavon yakni nama sejenis flavonoid yang
terbesar jumlahnya dan lazim ditemukan, yang terdapat berupa
tepung putih pada tumbuhan primula.
Sebagian besar flavonoid yang terdapat pada tumbuhan terikat
pada molekul gula sebagai glikosida, dan dalam bentuk
campuran, jarang sekali dijumpai berupa senyawa tunggal.
Disamping itu sering ditemukan campuran yang terdiri dari
flavonoid yang berbeda kelas (Pratiwi, 2016).

Tahapan Kerja

Tahap

Pengumpulan

dan

Sampel
Pembuatan Ekstrak
Identifikasi Senyawa Flavonoid

Penyiapan

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada proses pemerolehan ekstrak etil asetat pada penelitian ini, rimpang temu kunci

dibersihkan dari kotoran, kemudian dikeringkan diudara terbuka. Sampel yang telah
kering tersebut diblender hingga diperoleh serbuk halus sebanyak 1,5 kg. Serbuk halus
tersebut diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut n-heksana sebanyak 1
L selama 24 jam berulang-ulangsebanyak 3 kali pada suhu kamar, yang bertujuan
untuk menarik senyawa non polar (lilin, lemak dan terpenoid). Residu yang dihasilkan
dikeringkan terlebih dahulu diudara terbuka untuk menghilangkan sisa pelarut nheksana.
Selanjutnya residu tersebut diekstraksi kembali dengan cara maserasi menggunakan
pelarut metanol sebanyak 1L selama 24 jam berulang-ulang sebanyak 3 kali pada suhu
kamar. Ekstrak metanol yang diperoleh setelah dilakukan proses penguapan
menggunakan vacuumrotary evaporator, menghasilkan ekstrak kental berwarna coklat
tua sebanyak 135,3 g.

Kemudian ekstrak metanol dipartisi dengan pelarut etil asetat. Proses partisi etil asetat

berlangsung secara berulang-ulang sebanyak 3 kali. Partisi pertama dilakukan dengan


perbandingan etil asetat : air (1:1), volume etil asetat dan air yang dipergunakan masingmasing sebanyak 300 mL, kemudian fraksi etil asetat ditampung hingga yang tertinggal
adalah fraksi air. Proses partisi kedua diperlakukan dengan cara yang sama dimana
fraksi air tersebut dipartisi dengan etil asetat sebanyak 200 mL, kemudian fraksi etil
asetat ditampung dalam wadah yang sama dengan fraksi etil asetat pertama. Selanjutnya
fraksi air yang masih tertinggal tersebut kemungkinan masih mengandung senyawa
flavonoid yang mudah larut dalam etil asetat sehingga dipartisi kembali dengan etil
asetat sebanyak 200 mL, kemudian fraksi etil asetat ditampung kembali dalam wadah
yang sama dengan fraksi etil asetat sebelumnya dan diuapkan hingga diperoleh ekstrak
etil asetat sebanyak 132,7 g.
Perlakuan selanjutnya yaitu uji pendahuluan terhadap ekstrak etil asetat dengan pereaksi
FeCl3 memberikan warna ungu, sedangkan penambahan larutan Shinodatest (Mg/HCl)
memberikan warna oranye. Perubahan warna pada reaksi dengan FeCl 3 menunjukkan
adanya senyawa fenolik yang teroksidasi.

Perubahan warna pada penambahan larutan Shinodatest (Mg/HCl) juga disebabkan

oleh intensitas karakteristik warna tiap partikel senyawa fenolik yang teroksidasi oleh
magnesium klorida sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi bahwa ekstrak
etil asetat tersebut mengandung senyawa flavonoid.
Pemisahan dengan KVC
Bedasarkan percobaan tersebut, didapatkan hasil sebagai berikut :

Ekstrak etil asetat sebanyak 8 g dilakukan fraksinasi melalui

kromatografi vakum cair dengan diameter kolom 5 cm dan tinggi


adsorben 5 cm. Fraksinasi menggunakan silika gel merck 60 G
F254 sebagai fasa diam dan fasa gerak berupa eluen n-heksana-etil
asetat, etil asetat, metanol sebanyak 200 mL dengan perbandingan
yang ditunjukkan pada Tabel 1. Fraksi-fraksi yang diperoleh dari
eluen tersebut sebanyak 100 fraksi dengan volume setiap fraksi 10
mL. Fraksi tersebut dimonitor dengan KLT menggunakan eluen nheksana-etil asetat 5:1. Berdasarkan kemiripan nilai Rf dilakukan
penggabungan fraksi menjadi 6 fraksi yaitu fraksi A (1-23) 2 g,
fraksi B (24-40) 1 g, fraksi C (41-45) 0,5 g, fraksi D (46-51) 0,4
g, fraksi E (52-70) 2 g, fraksi F (70-100) 3 g.

Kesimpulan
Proses isolasi senyawa flavonoid dari rimpang tumbuhan Boesenbergia pandurata

(Roxb.) Schlecht dapat dilakukan melalui beberapa tahap yaitu proses ekstraksi
dengan maserasi. Pemisahannya dilakukan dengan menggunakan kromatografi
vakum cair dan kromatografi kolom gravitasi yang kemudian dilanjutkan dengan
proses rekristalisasi dengan pelarut benzena sampai diperoleh senyawa hasil isolasi
seberat 16 mg.
Hasil identifikasi menunjukkan jumlah massa permuatan isolat sebesar 256 m/z
pada waktu retensi 22,579. Hasil tersebut menunjukkan karakteristik bahwa
senyawa hasil isolasi merupakan senyawa flavonoid yang memiliki rumus molekul
C15H12O4.
Fraksi-fraksi yang diperoleh dari eluen tersebut sebanyak 100 fraksi dengan volume
setiap fraksi 10 mL. Fraksi tersebut dimonitor dengan KLT menggunakan eluen
nheksana-etil asetat 5:1. Berdasarkan kemiripan nilai Rf dilakukan penggabungan
fraksi menjadi 6 fraksi besar yaitu fraksi A (1 -23) 2 g, fraksi B (24-40) 1 g, Fraksi C
(41 -45) 0,5 g, fraksi D (46-51) 0,4 g, fraksi E (52-70) 2 g, fraksi F (70-100) 3 g.
Fraksi B berupa ekstrak kental berwarna kuning selanjutnya di pisahkan dengan
menggunakan teknik kromatografi kolom gravitasi (KKG).

DAFTAR PUSTAKA
Hargono, D. (2000). Obat analgetik dan antiinflamasi nabati. Majalah
cermin dunia kedokteran, penyakit sendi, (No. 129). 36-38.
Rukmana, R. (2008). Temu-temuan, apotik hidup di pekarangan.
Yogyakarta: Kanisius., 17-19.
Muhlisah, F. (1999). Temu-temuan & empon-empon, budidaya dan
manfaatnya. Yogyakarta: Kanisius., 64-67.
Tuchinda, P., etal. (2002). Anti-inflammatory cyclo hexenyl chalcone
derivatives in Boesen bergia pandurata. Phytochemistry, 59, 169-173.
Pratiwi, Ambar. 2016. Petunjuk Praktikum Teknik Separasi. Yogyakarta:
Laboratorium Biologi Universitas Ahmad Dahlan.
Pierl Carlo Braga, David Ricci. Differences in The Susceptibility of
Streptococcus Pyogenesto Rokitamycin and Erythromycin A Revealed.

Anda mungkin juga menyukai